IDENTIFICATION OF SOIL TRANSMITTED HELMINTHS EGG ON FRESH CABBAGE (Brassica oleracea) AT LAMPUNG UNIVERSITY FOOD STALLS

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

Rina Nitalessy*, Woodford B.S. Joseph*, Joice R.S.T.L. Rimper**

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

IDENTIFIKASI KONTAMINASI CACING USUS PADA MAKANAN SIAP SAJI DI KOTA BANDA ACEH

IDENTIFICATION OF EGGS WORMS NEMATODES CONTAINED IN VEGETABLES AS AN ALTERNATIVE LEARNING MEDIA IN CONCEPT INVERTEBRATES NEMATODES CLASS IN SMA

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan

IDENTIFIKASI TELUR CACING USUS PADA LALAPAN DAUN KUBIS YANG DIJUAL PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN SIMPANG LIMA KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

Hanna Mutiara Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

Kontaminasi Telur Cacing Soil-transmitted Helmints (STH) pada Sayuran Kemangi Pedagang Ikan Bakar di Kota Palu Sulawesi Tengah

Distribusi Frekuensi Soil Transmitted Helminth pada Sayuran Selada (Lactuca sativa) yang Dijual di Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Padang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA USUS LALAPAN MENTAH DI WARUNG MAKAN DI SAMARINDA. Lamri

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah asupan nutrisi pada

The prevalence and types of soil-transmitted helmint eggs (STH) in basil vegetable of grilled fish traders in Palu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. satu kejadian yang masih marak terjadi hingga saat ini adalah penyakit kecacingan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. (neglected diseases). Cacing yang tergolong jenis STH adalah Ascaris

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang paling penting di seluruh

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

PADA SAYURAN LALAPAN KEMANGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

ABSTRAK. Kata Kunci: Cirebon, kecacingan, Pulasaren

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

Jurnal KES MAS UAD Vol. 4, No. 1, September 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Lalat adalah serangga jenis Arthropoda yang masuk dalam ordo Diptera.

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

SKRIPSI. Oleh. Yoga Wicaksana NIM

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Helminthiasis atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing

UNIVERSITAS UDAYANA. GAMBARAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STHs) PADA PEKERJA INDUSTRI KERAJINAN GENTENG TRADISIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

Faktor risiko terjadinya kecacingan di SDN Tebing Tinggi di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dyah Suryani, S.Si, M.Kes Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. belum mendapatkan perhatian serius, sehingga digolongkan dalam penyakit

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

Pemeriksaan Kualitatif Infestasi Soil Transmitted Helminthes pada Anak SD di Daerah Pesisir Sungai Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau

Factors correlated with helminthiasis incidence on students of Cempaka 1 Elementary School Banjarbaru

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya (Depkes RI, 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

xvii Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

ABSTRAK. Antonius Wibowo, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto Lana, dr

KONTAMINASI TANAH OLEH SOIL TRANSMITTED HELMINTHS DI DUSUN II, DESA SIDOMULYO, KECAMATAN BINJAI, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA TAHUN 2010.

IDENTIFIKASI TELUR NEMATODA USUS (Soil Transmitted Helmints) PADA ANAK DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) PUUWATU

I. PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006,

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG

Infection risk of intestinal helminth on elementary school student in different ecosystem of Tanah Bumbu district in 2009

Pencegahan Kecacingan dan Peningkatan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan

Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. Soil transmitted helminth (STH) merupakan cacing usus yang dapat. menginfeksi manusia dengan empat spesies utama yaitu Ascaris

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Soil Transmitted Helminths. ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PREVALENSI KECACINGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA SISWA SDN I KROMENGAN KABUPATEN MALANG

GAMBARAN PARASIT SOIL TRANSMITTED HELMINTHS DAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP SERTA TINDAKAN PETANI SAYUR DI DESA WAIHERU KECAMATAN BAGUALA KOTA AMBON

HUBUNGAN HIGIENITAS PERSONAL SISWA DENGAN KEJADIAN KECACINGAN NEMATODE USUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

I. PENDAHULUAN. dengan sekitar 4,5 juta kasus di klinik. Secara epidemiologi, infeksi tersebut

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam. pemeriksaan metode pengendapan dengan sentrifugasi.

Transkripsi:

IDENTIFICATION OF SOIL TRANSMITTED HELMINTHS EGG ON FRESH CABBAGE (Brassica oleracea) AT LAMPUNG UNIVERSITY FOOD STALLS Wardhana KP, Kurniawan B, Mustofa S Medical Faculty of Lampung University ABSTRACT Soil Transmitted Helminths is intestinal nematode that need soil for ripening process in its life cycle. Helminthiasis problem that associated with this worm is still commonly found. Contamination rate of Soil Transmitted Helminths on vegetables is still high. The poorly processing and washing raw vegetables, facilitate the transmission of worm eggs to humans. This study aims to identify the eggs of Soil Transmitted Helminths on lalapan fresh cabbage ( Brassica oleracea) at Lampung University food stalls. This research is a descriptive survey research with laboratory approach. Samples were obtained from 14 food stalls with totally sampling technique. Samples were taken once a week for three weeks in order to obtain 42 samples. Worm egg examination using indirect methods with sedimentation techniques. The results of Soil Transmitted Helminths egg identification on fresh cabbage ( Brassica oleracea) at Lampung University food stalls showed that 26.19% (11 samples) are contaminated. Type of worm eggs found are roundworm (Ascaris lumbricoides) 6 samples (14.28 %), whipworm (Trichuris trichiura) 3 samples (7.14%), and 2 samples (4.76%) fresh cabbage are contaminated both type of worm eggs. Key words: fresh cabbage, soil transmitted helminths IDENTIFIKASI TELUR SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA LALAPAN KUBIS (Brassica oleracea) DI WARUNG-WARUNG MAKAN UNIVERSITAS LAMPUNG ABSTRAK Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan. Masalah kecacingan yang berkaitan dengan infeksi cacing ini masih banyak ditemukan. Angka kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada sayuran juga masih cukup tinggi. Proses pengolahan dan pencucian sayuran mentah siap makan yang kurang baik, mempermudah transmisi telur cacing ke manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi telur Soil Transmitted Helminths pada lalapan kubis (Brassica oleracea) di warung-warung makan Universitas Lampung. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan laboratorik. Sampel penelitian diperoleh dari 14 warung makan dengan teknik totally sampling. Pengambilan sampel penelitian dilakukan satu kali dalam seminggu selama tiga minggu sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 42 sampel. Pemeriksaan telur cacing menggunakan metode tak langsung dengan teknik sedimentasi. Hasil identifikasi telur Soil Transmitted Helminths pada lalapan kubis ( Brassica oleracea) di warungwarung makan Universitas Lampung menunjukkan bahwa 26,19% (11 sampel) terkontaminasi oleh telur Soil Transmitted Helminths. Jenis telur cacing yang ditemukan adalah telur Ascaris lumbricoides sebanyak 6 sampel (14,28%), telur Trichuris trichiura sebanyak 3 sampel (7,14%), dan 2 sampel (4,76%) lalapan kubis terkontaminasi kedua jenis telur cacing ini. Kata kunci: lalapan kubis, soil transmitted helminth 86

Pendahuluan Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH). Infeksi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di sub-sahara Afrika, Amerika, Cina dan Asia Timur (WHO, 2013). Di Indonesia sendiri prevalensi kecacingan di beberapa kabupaten dan kota pada tahun 2012 menunjukkan angka diatas 20% dengan prevalensi tertinggi di salah satu kabupaten mencapai 76,67% (Direktorat Jenderal PP&PL Kemenkes RI, 2013). Banyak dampak yang dapat ditimbulkan akibat infeksi cacing. Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara kumulatif, infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2006). Transmisi telur cacing ke manusia bisa terjadi dari tanah yang mengandung telur cacing. Telur Soil Transmitted Helminths (STH) dikeluarkan bersamaan dengan tinja orang yang terinfeksi. Di daerah yang tidak memiliki sanitasi yang memadai, telur ini akan mengkontaminasi tanah. Telur dapat melekat pada sayuran dan tertelan bila sayuran tidak dicuci atau dimasak dengan hati-hati. Selain itu telur juga bisa tertelan melalui minuman yang terkontaminasi dan pada anak-anak yang bermain di tanah tanpa mencuci tangan sebelum makan. Tidak ada transmisi langsung dari orang ke orang, atau infeksi dari feses segar, karena telur yang keluar bersama tinja membutuhkan waktu sekitar tiga minggu untuk matang dalam tanah sebelum mereka menjadi infektif (WHO, 2013). Salah satu jenis sayuran yang sering terkontaminasi oleh Soil Transmitted Helminths (STH) adalah kubis. Kubis (Brassica oleracea) merupakan jenis sayuran yang umumnya dikonsumsi secara mentah, karena dilihat dari tekstur dan organoleptik sayuran ini memungkinkan untuk dijadikan lalapan (Purba dkk., 2012). Sayuran kubis memiliki permukaan daun yang berlekuk-lekuk sehingga 87

memungkinkan telur cacing menetap di dalamnya (Setyorini, 2011). Bila dalam proses pengolahan dan pencucian sayuran tidak baik, telur cacing kemungkinan masih melekat pada sayuran dan tertelan saat sayuran dikonsumsi (CDC, 2013). Bedasarkan penelitian yang pernah dilakukan di pasar tradisional dan pasar modern Kota Bandar Lampung, ditemukan angka kontaminasi Soil Transmitted Helminths (STH) pada sayuran kubis dan selada yang cukup tinggi. Angka kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) di pasar tradisional yaitu sebesar 76,1% dengan proporsi telur Ascaris lumbricoides 43,2%, Trichuris trichiura 10,2% dan keduanya 22,7%. Pada pasar modern angka kontaminasi telur cacing sebesar 58,3% dengan proporsi telur Ascaris lumbricoides 16,6%, Trichuris trichiura 19,7% dan keduanya 21,8% (Almi, 2011; Indriani, 2011). Masih tingginya prevalensi kecacingan dan kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada sayuran kubis yang dijual di pasar tradisional maupun pasar modern serta bila diikuti dengan pengolahan dan pencucian sayuran mentah yang kurang baik, memungkinkan terjadinya kontaminasi pada lalapan kubis yang disajikan di warung-warung makan. Hal ini menjadi alasan mengapa penting bagi kita untuk mengidentifikasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada lalapan kubis (Brassica oleracea) di warung-warung makan Universitas Lampung. Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan laboratorik yaitu untuk mengetahui gambaran hasil identifikasi jumlah dan jenis telur cacing pada lalapan kubis (Brassica oleracea) di warung-warung makan Universitas Lampung. Sampel penelitian diperoleh dari 14 warung makan yang menyediakan lalapan kubis dengan teknik totally sampling. Pengambilan sampel penelitian dilakukan satu kali dalam seminggu selama tiga minggu sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 42 sampel. Pemeriksaan telur cacing menggunakan metode tak langsung dengan teknik sedimentasi (pengendapan). Lalapan kubis direndam dengan larutan NaOH 0,2% dan kemudian larutan hasil rendaman disentrifugasi sehingga didapatkan 88

endapan. Hasil endapan selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop. Pada sampel kubis yang ditemukan adanya telur Soil Transmitted Helminths (STH), ditentukan jumlah kontaminasi dan jenis telurnya. Hasil Pada penelitian ini sampel diambil dari warung-warung makan di Universitas Lampung yang menyediakan sayuran kubis sebagai lalapan. Setelah dilakukan survey, terdapat 14 warung di Universitas Lampung yang menyediakan lalapan kubis. Warung-warung ini terdiri dari warung makan prasmanan dan warung ayam bakar yang tersebar di fakultas-fakultas dan lingkungan Universitas Lampung. Sampel lalapan kubis diambil dari 4 warung di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 1 warung di Fakultas Pertanian, 1 warung di Fakultas Teknik, 2 warung di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2 warung di Fakultas Hukum, 1 warung di Fakultas Kedokteran, dan 3 warung di sekitar jalan masuk Universitas Lampung. Setelah dilakukan pemeriksaan pada sampel lalapan kubis yang dijual di warung-warung makan Universitas Lampung, ditemukan adanya kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH). Dari 42 sampel lalapan kubis yang diperiksa, diketahui 26,19% (11 sampel) terkontaminasi oleh telur Soil Transmitted Helminths (STH). Jenis telur cacing yang ditemukan adalah telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) dan telur cacing cambuk (Trichuris trichiura). Pada beberapa sampel lalapan juga ditemukan kontaminasi dari kedua jenis telur cacing ini dalam satu sampel. 89

Tabel 1. Data hasil pemeriksaan telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada lalapan kubis di warung-warung makan Universitas Lampung Warung Ascaris lumbricoides Kontaminasi Telur Cacing Trichuris trichiura Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura Jumlah M1 M2 M3 M1 M2 M3 M1 M2 M3 A - - - - - + - + - 2 B - - - - - - - - - 0 C - - - - - - - - - 0 D - - - - - - - - - 0 E + + - - - - - - - 2 F - - - - - - - - - 0 G - + - - - - - - - 1 H - - - - - - - - + 1 I - - - - + - - - - 1 J - - + - - - - - - 1 K - - - - - - - - - 0 L - - - - - - - - - 0 M - - + - - - - - - 1 N - - + - + - - - - 2 Jumlah 1 2 3 0 2 1 0 1 1 11 Jumlah lalapan kubis yang terkontaminasi telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) lebih besar daripada telur cacing cambuk (Trichuris trichiura). Dari hasil pemeriksaan sampel lalapan kubis, 6 sampel (14,28%) terkontaminasi telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) dan 3 sampel (7,14%) terkontaminasi telur cacing cambuk (Trichuris trichiura). Sampel yang terkontaminasi kedua jenis telur cacing ini ada 2 sampel (4,76%). Pembahasan Pada penelitian ini diketahui jumlah kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada lalapan kubis sebesar 26,19%. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang memungkinkan telur cacing masih tertinggal pada sayuran segar yang dijadikan sebagai lalapan. Kontaminasi telur cacing pada lalapan kubis ini bisa dipengaruhi oleh tempat atau dimana kubis ini berasal, 90

proses penyimpanan kubis, proses pencucian kubis, dan proses penyajian kubis sebagai lalapan. Salah satu hal yang mungkin mempengaruhi kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada lalapan kubis di penelitian ini adalah tempat atau asal dari kubis yang digunakan pedagang sebagai lalapan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pemilik warung, sayuran kubis dibeli dari beberapa pasar tradisional di Kota Bandar Lampung seperti Pasar Koga, Pasar Tengah, Pasar Way Halim, dan Pasar Gintung. Menurut penelitian yang dilakukan Almi pada tahun 2011, sayuran kubis yang dijual di pasar-pasar tradisional Kota Bandar Lampung memiliki angka kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) yang cukup tinggi yaitu sebesar 72,7% (Almi, 2011). Angka kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada sayuran kubis di pasar tradisional Kota Bandar Lampung masih diatas 20%. Berdasarkan penelitian Almi tahun 2011, dari 44 sampel sayuran kubis pasar tradisional Kota Bandar Lampung yang diperiksa, 32 sampel (72,7%) sayuran kubis terkontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH). Pasar Koga, Pasar Tengah, Pasar Way Halim, dan Pasar Gintung termasuk pasar tradisional yang terkontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) (Almi, 2011). Kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada lalapan kubis juga bisa dipengaruhi oleh proses penyimpanan kubis sebelum diolah. Kubis yang digunakan sebagai lalapan di warung-warung makan Universitas Lampung ada yang disimpan di lemari pendingin dan ada juga yang tidak. Pedagang yang tidak menyimpan sayuran di lemari pendingin biasanya hanya meletakkan sayuran di dapur atau di keranjang sayur yang belum diketahui kebersihannya. Bila tempat penyimpanan sayuran tidak bersih dan lembab, memungkinkan untuk telur Soil Transmitted Helminths (STH) untuk bertahan dan berkembang menjadi bentuk infektif. Selain itu juga bisa terjadi kontaminasi silang, baik dari telur yang tertinggal di tempat penyimpanan maupun dari sisa sayuran yang lama ke sayuran yang lain. Kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) juga dapat terjadi pada sayuran kubis yang disimpan di lemari pendingin. Penyimpanan sayuran di 91

lemari pendingin dapat mempertahankan kesegaran dari sayuran, namun perlu diketahui bahwa pendinginan di lemari pendingin tidak dapat menghilangkan atau merusak telur cacing. Telur Ascaris lumbricoides dapat bertahan pada suhu kurang dari 8ºC walaupun pada suhu ini dapat merusak telur Trichuris trichiura (Siskhawahy, 2010). Selain itu kontaminasi silang juga dapat terjadi pada lemari pendingin. Kontaminasi silang bisa terjadi apabila sayuran segar tercampur dengan sayuran lain yang berpotensi mengandung telur Soil Transmitted Helminths (STH) (Muyassaroh, 2012). Penyimpanan sayuran kubis setelah pencucian juga perlu diperhatikan. Sayuran kubis yang disimpan di tempat yang terbuka dan tidak bersih dapat tercemar oleh telur cacing. Telur cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada makanan jika diterbangkan oleh angin. Selain itu transmisi telur cacing juga dapat melalui lalat yang sebelumnya hinggap di tanah/kotoran, sehingga kaki-kakinya membawa telur cacing tersebut dan mencemari makanan-makanan yang tidak tertutup (Endriani dkk., 2010). Faktor lain yang sangat mempengaruhi kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada lalapan kubis adalah proses pencucian sayuran. Sayuran kubis memiliki permukaan daun yang berlekuk-lekuk sehingga memungkinkan telur cacing menetap di dalamnya. Apabila pencucian sayuran tidak baik, telur cacing kemungkinan masih melekat pada sayuran dan tertelan saat sayuran dikonsumsi (CDC, 2013). Dari hasil wawancara dengan pemilik warung, diketahui bahwa setengah dari jumlah warung yang diperiksa (7 warung) belum melakukan pencucian sayuran dengan baik. Beberapa pedagang hanya mencuci sayuran kubis pada bagian luarnya saja. Selain itu pencuciannya juga tidak dibawah air yang mengalir. Ada juga pedagang yang mencuci sayuran kubis dengan cara merendam kubis yang masih dalam bentuk utuh kedalam wadah yang berisi air. Proses pencucian sayuran yang kurang baik ini memungkinkan masih tertinggalnya telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada sayuran sebelum disajikan sebagai lalapan. 92

Cara mencuci sayuran dan teknik mencuci merupakan hal yang perlu diperhatikan sebelum sayuran disajikan sebagai lalapan. Mencuci dengan teknik merendam di dalam wadah seperti baskom dan panci, kotoran atau telur cacing yang tadinya terlepas bisa menempel kembali di sayuran. Pencucian sayur dengan air yang mengalir akan membuat sayur menjadi bersih, karena air yang datang ke sayur dalam kondisi bersih akan membawa kotoran, debu, kuman, parasit dan lain sebagainya ke air buangan yang telah terlepas dan terbawa air (Suryani, 2013). Kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada lalapan juga dapat dipengaruhi oleh cara penyajian lalapan. Pada penelitian ini, seluruh warung yang diperiksa menyajikan lalapan kubis tanpa menggunakan sarung tangan ataupun alat penjepit makanan. Jadi pedagang langsung menggunakan tangan untuk menyajikan lalapan diatas piring atau wadah lalapan. Cara penyajian yang secara langsung ini, memungkinkan terjadinya transminsi telur cacing dari tangan pedagang ke sayuran mentah yang dijadikan sebagai lalapan. Transmisi telur cacing dapat terjadi melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing kemudian masuk ke mulut melalui makanan (Mardiana, 2008). Jenis telur cacing yang ditemukan pada penelitian ini adalah telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) dan telur cacing cambuk (Trichuris trichiura). Kedua jenis cacing ini memang yang paling dominan mengkontaminasi sayuran kubis. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Nugroho dkk. (2010), ditemukan kontaminasi telur Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura pada sayuran kubis warung makan lesehan di Wonosari sebesar 38,89% (Nugroho dkk., 2010). Selain itu, kontaminasi kedua jenis telur cacing ini juga ditemukan pada sayuran kubis dan selada yang dijual di Pasar Modern Kota Bandar Lampung. Jumlah sayur yang terkontaminasi mencapai 58,3% dengan proporsi telur Ascaris lumbricoides 16,6%, Trichuris trichiura 19,7% dan keduanya 21,8% (Indriani, 2011). Pada penelitian ini, ditemukan kontaminasi telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) lebih besar daripada telur cacing cambuk (Trichuris trichiura). Hal ini dikarenakan telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) memiliki ketahanan yang lebih baik di lingkungan. Telur Ascaris lumbricoides baru akan mati pada 93

suhu lebih dari 40ºC dalam waktu 15 jam sedangkan pada suhu 50ºC akan mati dalam waktu satu jam. Pada suhu dingin, telur Ascaris lumbricoides dapat bertahan hingga suhu kurang dari 8ºC yang pada suhu ini dapat merusak telur Trichuris trichiura (Siskhawahy, 2010). Selain itu, telur Ascaris lumbricoides juga tahan terhadap desinfektan kimiawi dan terhadap rendaman sementara di dalam berbagai bahan kimia yang keras (Suryani, 2013). Kontaminasi telur cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) tidak ditemukan pada sampel lalapan kubis yang diperiksa. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis tanah dan suhu. Telur cacing tambang dapat tumbuh optimum pada lingkungan yang mengandung pasir karena pasir memiliki berat jenis yang lebih besar dari pada air sehingga telur-telur akan terlindung dari sinar matahari. Suhu juga merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan telur cacing tambang. Suhu optimum pertumbuhan cacing tambang yaitu 45ºC, namun suhu daerah perkebunan sayuran kubis relatif lebih dingin berkisar antara 20ºC-30ºC sehingga tidak baik untuk pertumbuhan telur cacing tambang (Suryani, 2013). Kesimpulan dari penelitian ini adalah lalapan kubis di warung-warung makan Universitas Lampung terkontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) dengan jumlah kontaminasi telur cacing sebanyak 11 sampel lalapan (26,19%). Jenis telur Soil Transmitted Helminths (STH) yang ditemukan adalah telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) dan telur cacing cambuk (Trichuris trichiura). Daftar Pustaka Almi DU, 2011. Identifikasi Soil Transmitted Helminths pada Sayuran Kubis dan Selada di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm: 35-37. Centers for Disease Control and Prevention, 2013. Parasites - Soil-transmitted Helminths (STHs). http://www.cdc.gov/ parasites/sth/, diakses 1 Oktober 2013. Direktorat Jenderal PP&PL Kemenkes RI, 2013. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hlm: 112-113 Endriani, Mifbakhudin, Sayono, 2010. Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Usia 1-4 Tahun. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang. Indriani A, 2011. Identifikasi Soil Transmitted Helminths pada Sayuran Kubis dan Selada di Pasar Modern Kota Bandar Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm: 34-35 94

Mardiana D, 2008. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2, Agustus 2008: 769-774. Kementerian Kesehatan RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Rupublik Indonesia Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006 Tentang Pendoman Pengendalian Cacingan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hlm: 3. Muyassaroh S, Rahayu A, Wulandari M, 2012. Pengaruh Frekuensi Pencucian Pada Daun Kubis (Brassica oleracea var Capitata) Terhadap Jumlah Cacing Usus (Nematoda Intestinal). Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang. Hlm: 30 Nugroho C, Sitti ND, Surahma AM, 2010. Identifikasi Kontaminasi Telur Nematoda Usus Pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea) Warung Makan Lesehan Wonosari Gunungkidul Yogyakarta Tahun 2010. Jurnal KESMAS UAD Vol. 4, No.1, September 2010: 67-75. Purba SF, Indra C, Irnawati M, 2012. Pemeriksaan Escherichia coli dan Larva Cacing Pada Sayuran Lalapan Kemangi (Ocimum basilicum), Kol (Brassica oleracea L. var. capitata. L.), Selada (Lactuca sativa L.), Terong (Solanum melongena) yang Dijual di Pasar Tradisional, Supermarket dan Restoran di Kota Medan Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara. Medan. Hlm: 1-7 Setyorini, 2011. Identifikasi Telur Nematoda Usus Pada Sayur Kubis (Brassica oleracea) yang Dijual di Pasar Montong Kabupaten Tuban. Universitas Muhammadiyah Surabaya. Surabaya. Hlm: 39-40. Siskhawahy, 2010. Pengaruh Lama Perebusan Terhadap Keutuhan Telur Ascaris lumbricoides. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang. Hlm: 13-14. Suryani D, 2013. Hubungan Perilaku Mencuci Dengan Kontaminasi Telur Nematoda Usus Pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea) Pedagang Pecel Lele di Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta. Jurnal Kesmas UAD Vol. 6, No. 2, Juni 2012: 162-232. World Health Organization. 2013. Soil-transmitted helminth infections. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs366/en/, diakses 1 Oktober 2013. 95