BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sistem pengendalian internal (Windiatuti, 2013). daerah adalah (1) komiten pimpinan (Management Commitment) yang kuat

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23.

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB II LANDASAN TEORI. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang. maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan keuangan adalah catatan informasi suatu entitas pada suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih meningkatkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang besar dalam kehidupan manusia, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REVIU LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu pemerintah diharuskan

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. internal, intuisi, pemahaman terhadap SAP dan pengetahuan tentang pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah berjalan sejak tahun 1999-an

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan Daerah yaitu dengan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pembenahan kebijakan dan peraturan perndang-undangan, penyiapan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN Keadaan Ekonomi Daerah. Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD. Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pemeriksa Keuangan ialah lembaga yang dimaksudkan. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tertuang dalam pasal 32 ayat (1) yang berbunyi: UU No. 17 Tahun 2003 juga mengamanatkan setiap instansi pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang no 32 tahun 2004 berkewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyampaian laporan keuangan ini dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan yang dimaksud meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, dilampiri juga dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah. Pemerintah daerah juga berkewajiban untuk menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah yaitu: 1. masyarakat, 2. wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa, 3. pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, dan 4. pemerintah. 1

2 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 3 ayat 1 menyebutkan Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Untuk mewujudkan laporan keuangan yang akuntabel dan transparan, pemerintah membuat standar akuntansi pemerintahan. Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005. SAP digunakan sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) karakteristik laporan keuangan pemerintah untuk dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki adalah sebagai berikut ini. 1. Relevan Laporan keuangan dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. 2. Andal Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi.

3 3. Dapat dibandingkan Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. 4. Dapat dipahami Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk memenuhi kriteria kualitatif laporan keuangan, pemerintah mengembangkan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa contohnya antara lain Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang dikembangkan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Sistem informasi akuntansi merupakan aplikasi sistem informasi yang digunakan untuk mengolah data yang berkaitan dengan transaksi keuangan. Kegunaan penggunaan sistem informasi pada pemerintah daerah keuangan yaitu: 1. membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan pengelolaan keuangan daerah (penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban), 2. menyusun laporan keuangan lebih efisien dan akurat, 3. menyimpan data keuangan untuk keperluan manajemen lainnya, dan

4 4. menyajikan informasi yang akurat secara efektif dan efisien yang akan digunakan oleh pengguna laporan. Pemanfaatan sistem informasi akuntansi pada pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan pada asas efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel, dan auditabel. Selain itu, pada tahun 2015 BPK menargetkan akan melaksanakan kegiatan pemeriksaan melalui aplikasi e-audit, dengan demikian penggunaan teknologi informasi dalam hal ini Sistem Informasi Akuntansi menjadi kebutuhan wajib Pemerintah Daerah. Data per Oktober 2012 menunjukkan dari jumlah 524 Pemerintah Daerah, 223 menggunakan SIMDA, 68 menggunakan SIPKD, 123 menggunakan sistem lain, dan 110 pemda tidak menggunakan sistem informasi (Budiriyanto, 2013). Pengimplementasian sistem informasi akuntansi pada pemerintah daerah untuk mewujudkan laporan keuangan yang memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah belum berjalan secara maksimal. Hal ini didasarkan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2012 (IHPS BPK Semester I & II, 2013). Tabel I.1 Opini atas LKPD Tahun Anggaran 2012 Tingkat Opini Pemerintahan WTP % WDP % TW % TMP % Jumlah Provinsi 17 52 11 33 0 0 5 15 33 Kabupaten 72 18 253 64 6 1 66 17 397 Kota 31 33 55 59 0 0 7 8 93 Keterangan: 1 Kabupaten Belum Diperiksa Sumber: IHPS BPK II 2013

5 Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2012 juga menunjukkan adanya 5.578 kasus kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI). Tabel I.2 Temuan atas SPI pada Pemeriksaan LKPD Tahun 2012 Tingkat Pemerintahan Jumlah Kasus Provinsi 451 Kabupaten 4.321 Kota 1.007 Jumlah 5.779 Sumber: IHPS BPK Semester I & II 2013 Berdasarkan tabel 1.2, hasil pemeriksaan mengungkapkan temuan terbanyak atas SPI terjadi pada pemerintah kabupaten yaitu sebanyak 4.321 kasus, kemudian diikuti pemerintah kota sebanyak 1.007 kasus, dan pemerintah provinsi sebanyak 451 kasus. BPK menyebutkan kelemahan atas SPI terdiri atas 3 kelompok besar yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan, dan kelemahan struktur pengendalian intern. Berdasarkan IHPS BPK kelemahan SPI yang sering ditemukan dalam pemeriksaan atas laporan keuangan adalah kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan yang terdiri atas pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat, proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, keterlambatan dalam penyampaian laporan keuangan, sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Selain itu, kelemahan SPI yang sering terjadi adalah pemerintah daerah tidak memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur, SOP yang ada pada

6 entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati, dan tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai. Selain temuan atas Sistem Pengendalian Intern, BPK juga mengungkapkan temuan atas kepatuhan terhadap ketentuan perundangundangan (Tabel 1.3). Temuan ini pada umumnya merupakan dampak atas kelemahan atas Sistem Pengendalian Intern. Tabel I.3 Kelompok Temuan atas Kepatuhan Pada Pemeriksaan Tahun 2012 Tingkat Pemerintahan Provinsi Kabupaten Kota Sub Kelompok Temuan Jlh Kasus Nilai Jlh Kasus Nilai Jlh Kasus Nilai Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan yang Mengakibatkan : Kerugian Daerah 334 259.120,26 2.046 934.065,06 414 102.916,6 Potensi Kerugian 45 671.426,19 333 704.066,7 93 290,237,61 Daerah Kekurangan 115 77.791,62 893 300.453,83 189 38.230,57 Penerimaan Sub Total 1 494 1.008.338,07 3.272 1.638.585,59 696 431.384,78 Administrasi 223-2.242-518 - Ketidakhematan 36 61.237,79 157 65.118,06 61 37.812,48 Ketidakefisienan 25 402.287,48 207 425.512,07 59 90.242,05 dan Ketidak efektifan Sub Total 2 284 463.252,27 2.606 490.630,13 638 128.054,53 Jumlah 778 1.471.863,34 5.878 2.129.215,72 1.334 559.439,31 Sumber : IHPS BPK Semester I & II 2013 Nilai dalam juta rupiah Berdasarkan tabel 1.3, hasil pemeriksaan mengungkapkan temuan terbanyak atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan terjadi pada pemerintah kabupaten yaitu sebanyak 5878 kasus dengan nilai Rp2.129.215,72 juta, kemudian diikuti pemerintah kota sebanyak 1.344 kasus dengan nilai Rp559.439,31 juta dan pemerintah provinsi sebanyak 778 kasus dengan nilai Rp1.471.863,34 juta. Penyebab terjadinya ketidakpatuhan pada umumnya dikarenakan pejabat yang bertanggung jawab belum optimal dalam

7 melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian. Pelaksanaaan pemeriksaan yang dilaksanakan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam laporan IHPS I & II 2013, BPK menemukan beberapa kelemahan terkait dengan penggunaan sistem informasi akuntansi. Permasalahan penggunaan sistem informasi akuntansi pada umumnya terkait dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai, lemahnya struktur pengendalian intern, kurang optimalnya pejabat/pelaksana dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, dan tidak adanya SOP yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur. Hal ini menunjukkan dalam penggunaan sistem informasi akuntansi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi agar teknologi tersebut dapat menghasilkan data yang berkualitas dalam hal ini laporan keuangan yang berkualitas. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas data dan informasi yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Akutansi. Penelitian yang dilakukan Choirunisah (2008) menghasilkan bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap relevansi informasi sebagai kualitas informasi laporan keuangan adalah faktor kemampuan SDM dan pengorganisasian tim Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Fadli (2013) menghasilkan bahwa komitmen manajemen tingkat menengah (middle management commitment), keserasian Sistem Informasi Akuntansi (AIS suitability), dan kerjasama tim (teamwork) berpengaruh secara signifikan

8 terhadap kualitas data yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Akuntansi. Penelitian-penelitian tersebut mendukung penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas informasi yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Akuntansi (SIA) yang dilakukan oleh Xu (2003). Dalam penelitiannya, Xu (2003) menyatakan bahwa dukungan pimpinan level atas (top managemen commitment), karakteristik Sistem Informasi Akuntansi (nature of AIS), kemampuan SDM (personnel competency), kerjasama tim (teamwork), dan dukungan pimpinan level menengah (middle management commitment) sebagai faktor-faktor yang berpengaruh (critical success factors) terhadap kualitas data yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Akuntansi (SIA). Penelitian ini mengacu pada penelitian Choirunisah (2008) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan yang dihasilkan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Sistem Akuntansi Instansi merupakan sistem yang dibangun untuk menghasilkan Laporan Keuangan KementrianNegara/Lembaga (LKKL). SAI dirancang untuk menghasilkan laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Penelitian dilakukan terhadap 169 satuan kerja yang berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Malang dengan responden yang terdiri dari tim Sistem Akuntansi Instansi dan pimpinan satuan kerja. Variabel yang digunakan antara lain kemampuan sumber daya manusia, dukungan pimpinan dan alat, fasilitas, organisasi tim, dan sistem pengendalian intern sebagai variabel independen

9 dan kualitas informasi laporan keuangan yang dihasilkan sistem akuntansi instansi sebagai variabel dependen. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan kemampuan SDM dan organisasi tim berpengaruh positif terhadap kualitas informasi laporan keuangan yang dihasilkan Sistem Akuntansi Instansi. Atas dasar penelitian-penelitian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan pengujian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan yang dihasilkan oleh SIA. Penelitian ini merujuk penelitian yang dilakukan oleh Choirunisah (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu meliputi responden dan penambahan variabel independen. Penelitian akan dilakukan pada Pemerintah Daerah khususnya pemerintah kabupaten yang menggunakan SIA dalam menghasilkan laporan keuangannya. Pemilihan pemerintah kabupaten sebagai sasaran penelitian karena melihat jumlah pemerintah kabupaten yang mampu meraih opini WTP hanya 18% dari jumlah keseluruhan, selain itu berdasarkan data IHPS BPK (tabel 1.2 dan tabel 1.3) jumlah kasus temuan SPI dan temuan kepatuhan pemerintah kabupaten lebih besar dibandingkan dengan pemerintah kota dan provinsi. Variabel karakteristik Sistem Informasi Akuntansi ditambahkan sebagai variabel independen. Dalam pengelolaan keuangan secara komputerisasi terdapat beragam jenis Sistem Informasi Akuntansi yang tersedia sebagai contoh SIMDA, SIPKD, dan sistem lainnya. Meskipun memiliki tujuan yang sama yaitu menghasilkan laporan keuangan yang akuntanbel, namun setiap sistem memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

10 Karakteristik yang dimaksud seperti kemudahan penggunaan, pedoman penggunaan, kestabilan sistem, sistem yang mutakhir sesuai peraturan yang berlaku, dll. Karakteristik Sistem Informasi Akuntansi yang baik akan memberikan kepuasan terhadap pengguna sistem tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi data yang dihasilkan. Xu (2003) juga menyimpulkan kesesuaian Sistem Informasi Akuntansi (AIS Suitability) merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas data yang dihasilkan oleh SIA. Dengan demikian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang Dihasilkan oleh Sistem Informasi Akuntansi Studi pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara. 1.2 Perumusan Masalah Pemanfaatan teknologi informasi dalam hal ini sistem informasi akuntansi akan membantu Pemerintah Daerah dalam menghasilkan laporan keuangan yang akuntabel dan transparan. Namun, di dalam penerapan teknologi informasi pada Pemerintah Daerah, terdapat berbagai kendala untuk mendukung dan mencapai keberhasilan penerapan teknologi tersebut. Beberapa kendala tersebut antara lain berasal dari kurangnya kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), dukungan pimpinan, fasilitas kerja, kerjasama tim, sistem pengendalian intern, dan karakteristik Sistem Informasi Akuntansi itu sendiri.

11 Atas dasar uraian permasalahan di atas, pertanyaan dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah kemampuan SDM mempengaruhi kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi? 2. Apakah dukungan pimpinan mempengaruhi kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi? 3. Apakah fasilitas kerja mempengaruhi kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi? 4. Apakah kerjasama tim mempengaruhi kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi? 5. Apakah sistem pengendalian intern mempengaruhi kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi? 6. Apakah karakteristik SIA mempengaruhi kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut ini. 1. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh kemampuan SDM terhadap kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi. 2. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh dukungan pimpinan terhadap kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi.

12 3. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh fasilitas kerja terhadap kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi. 4. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh kerjasama tim terhadap kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi. 5. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh sistem pengendalian intern terhadap kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi. 6. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh karakteristik SIA terhadap kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dihasilkan sistem informasi akuntansi. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk praktisi maupun untuk akademisi dalam penelitian serupa selanjutnya. 1. Bagi akademisi (Mahasiswa) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman atas faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas informasi laporan keuangan pemerintah daerah, sehingga dapat dijadikan acuan untuk penelitian serupa pada periode mendatang. 2. Bagi praktisi Penelitian diharapkan dapat menambah acuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas informasi laporan yang dihasilkan oleh Sistem

13 Informasi Akuntansi, sehingga dapat dijadikan acuan untuk mengambil kebijakan. 1.5 Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan ini akan diuraikan secara garis besar isi dari setiap bab. Penelitian dan hasil penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab dan setiap babnya akan terbagi dari beberapa subbab. Berikut uraian mengenai sistematika penulisannya. BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab ini bertujuan untuk memberikan penjelasan atau gambaran secara umum mengenai keseluruhan dari isi penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori dasar yang digunakan sebagai landasan serta referensi penulis dalam melakukan peneltian yang didasarkan pada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan ruang lingkup penelitian, populasi dan sampel serta teknik pengambilan sampel penelitian, variabel dan

14 pengukuran variabel penelitian, data dan sumber data serta teknik pengambilan data penelitian dan model penelitian serta analisis data penelitian yang digunakan dalam penelitian. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan hasil pengumpulan data serta analisis data penelitian dengan melakukan pengujian hipotesis dan interpretasi hasil pengujian guna membuktikan secara empiris hipotesis yang telah ditentukan dalam penelitian ini. BAB V : PENUTUP Bab ini menguraikan kesimpulan yang diambil dari seluruh hasil pengolahan data dan interpretasinya dalam menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu, bab ini juga memaparkan mengenai keterbatasan yang ada dalam penelitian, serta saran untuk penelitian selanjutnya.