BAB II LANDASAN TEORI. yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo atau kemasan) dengan maksud

dokumen-dokumen yang mirip
F o c u s. On Marketing. The Way to Boost Your Marketing Performance. Marketing Quotient Community. Dheni Haryanto

BAB II KERANGKA TEORITIS. sebenarnya merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semakin mengembangkan potensinya untuk dapat bersaing dan merebut market

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Brand adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya. membedakannya dari produk pesaing, namun merupakan janji produsen atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan atau kombinasi. digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam hidup, manusia tidak lepas dari berbagai macam kebutuhan,

II. LANDASAN TEORI. menjadi sasaran dan penyesuaian kegiatan perusahaan sedemikian rupa sehingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian brand lainnya menurut Freddy Rangkuti (2002: 2) adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan disektor penjualan sepeda motor semakin melesat naik tajam UKDW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. produk para penjual dan membedakannya dari produk pesaing.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORETIS. Brand Equity Indomie dengan Mie Sedaap (Studi Kasus Pada Mahasiswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang sangat kompetitif di era globalisasi sangat sekali memberikan peluang

BAB I PENDAHULUAN. Jaman moderen dengan teknologi yang semakin canggih seperti sekarang ini,

BAB I PENDAHULUAN. peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang canggih. Banyak konsumen yang belum sempat mencoba seri terbaru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun penelitian ini, peneliti juga. menggunakan beberapa penelitian yang dipandang relevan dan dapat mendukung

BAB II KERANGKA TEORI. Pengertian Ekuitas Merek ( Brand equity ) pada faktor-faktor yang menurut merek penting, semakin banyak faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memaksa perusahaanuntuk mencapai keunggulan kompetitif agar mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan filosofi yang menarik. Konsep ini menyatakan bahwa alasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut para ahli, definisi brand (merek) adalah: 1) Brand atau merek adalah janji penjual untuk menyampaikan kumpulan sifat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. simbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian terdahulu menjadi rujukan dalam menulis penelitian

STRATEGIC BRAND COMMUNICATION

METODE PENELITIAN. satu wilayah pemasaran dari produk chewy candy rasa buah. Responden yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bab sebelumnya, telah dijabarkan tentang latar belakang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas

Bab I PENDAHULUAN. Sebuah merek (brand) mempunyai kekuatan untuk memikat hati UKDW

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. sebuah produk (Aaker, 1991). Model asli dari ekuitas merek pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas jasa sudah menjadi standar yang dapat dengan mudah dan cepat ditiru dan dimiliki oleh siapa

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. pergantian merek dalam satu produk yang mempunyai spesifikasi manfaat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk indonesia yang sangat besar menjadi pasar yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi pemasaran menurut Kotler dan Keller dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2009;9) Adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN UKDW. harus dapat menjawab tantangan tantangan yang ada di pasar saat ini dan

BAB 2 STUDI PUSTAKA. dapat diterima atau di mengerti oleh si penerima pesan. Komunikasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. memperluas pasar produk dari perusahaan di Indonesia. Keadaan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. dari unsur-unsur tersebut (Kotler dan Keller, 2009). Tujuannya untuk. mengidentifikasi produk dan layanan dari kelompok penjual serta untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Merek

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya perkembangan dalam dunia bisnis secara otomatis telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari

LANDASAN TEORI. Pemasaran pada umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam skala kecil dan besar, juga adanya berbagai kebebasan dan

BAB II KERANGKA TEORI

LANDASAN TEORI. David A. Aaker (1997:23) menyatakan bahwa ekuitas merek adalah. seperangkat aset dan liabilitas merek dengan suatu merek, nama dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap niat pembelian Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). a. Mohammad Reza Jalilvand, Neda Samiei, Seyed Hessamaldin Mahdavinia

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. promosi dalam marketing mix. Pesan iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi

BAB II LANDASAN TEORI

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC)

BAB I PENDAHULUAN. dapat dihindari dengan adanya persaingan maka perusahaan-perusahaan akan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sebuah produk merupakan segala hal yang dapat ditawarkan pada pasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen. Pelanggan membeli produk karena

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya dengan melihat pentingnya sebuah brand image. Konsumen dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat bergerak menuju the era of choice, perusahaan tidak mampu lagi

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Subagja (2005), dengan judul: Pengaruh Differensiasi Produk Terhadap. Brand Image B Burger Di Bandung. Dengan hasil penelitian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

L1-1 KUESIONER PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak

HAND OUT PERKULIAHAN. Kelompok Mata Kuliah : M P B Nama Mata kuliah : Perencanaan Citra dan Merek

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran perusahaan bersaing semakin ketat terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. tajam antar perusahaan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang juga terus

BAB I PENDAHULUAN. pasar dari sellers market menjadi buyers market sehingga konsumen menjadi

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini di pasar sepatu Indonesia terdapat beragam merek sepatu baik

BAB I PENDAHULUAN. selalu invoatif dalam mengembangkan usahanya. Salah satu kegiatan pokok

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk, menetapkan harga,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat pula diantara para produsen. Menurut Kartajaya (2004:144), merek

II. LANDASAN TEORI. Proses pemasaran berawal dari adanya kebutuhan dan keinginan dalam diri

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Merek Aaker (1997:9) mengungkapkan bahwa merek adalah nama dan simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor. Sedangkan Kotler (2002:460) mengungkapkan bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Durianto (2000:1) mengemukakan merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain, ataupun kombinasi yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Lebih jauh, Darmadi Durianto mengemukakan pula bahwa sebenarnya merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah trademark (merek dagang) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila diatur dengan tepat. 11

Merek adalah nama, tanda, simbol, desain, ataupun kombinasinya yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang dan layanan penjual lain. Simamora (2001:61). Sedangkan Nariswati (2000) menulis bahwa ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dalam suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa yang baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. 2.2 Peranan Merek Merek memegang peranan yang sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa, adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk dapat melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. (Durianto, 2001:2). Sehubungan dengan peranan merek dijelaskan sebagai berikut: 1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil. 2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. 3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand association yang terbentuk dari merek tersebut. Jika 12

brand association yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image. 4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup mengubah perilaku konsumen. 5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut. 6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa merek memegang peranan penting sebagai aset prestisius bagi perusahaan. Dalam kondisi pasar yang kompetitif. Prefrensi, dan loyalitas pelanggan adalah kunci kesuksesan. Pemasaran dewasa ini merupakan pertemuan persepsi konsumen, tidak sekedar pertempuran produk dengan kualitas, model, features (karakteristik tambahan dari produk), serta kualitas yang relatif sama, dapat memiliki kinerja yang berbedabeda di pasar karena perbedaan persepsi dari produk tersebut di benak konsumen. 2.3 Ekuitas Merek (Brand Equity) Membangun persepsi dapat dilakukan melalui jalur merek. Merek yang prestisius dapat disebut memiliki brand equity (ekuitas merek) yang kuat. Suatu produk dengan brand equity yang kuat dapat membentuk brand platform 13

(landasan merek) yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun dengan jangka waktu yang lama. Hubungan produk positioning dan brand image. Menurut Assel (1995:170) Hasil dari yang didapat jika strategi positioning yang dijalankan tersebut sukses adalah berupa brand image merek yang berbeda dan tertanam dalam benak konsumen dan dipercaya oleh konsumen dalam melakukan aktivitas pemilihan produk. Konsumen saat melakukan pembelian dipengaruhi oleh image suatu produk atau layanan dalam benaknya. Brand memiliki equity yang baik jika brand tersebut mampu mengkapitalisasi pendapatan jauh lebih baik dibanding tanpa adanya brand (Soehadi, dalam SWA 2003:17) David Aaker, seorang konsultan merek terkenal, membagi brand equty sebuah merek menjadi empat bagian utama, antara lain: 1. Brand Awareness Kemampuan konsumen untuk mengingat sebuah merek tertentu. 2. Brand Association Kemampuan konsumen untuk mengasosiasikan suatu merek dengan atribut tertentu dari produk. 3. Preceived Quality Persepsi konsumen terhadap kualitas atribut tertentu. 4. Brand Loyalty Sejarah arah seorang konsumen setia (loyal) terhadap merek tertentu dan seberapa besar kemungkinan akan berpindah merek. 14

2.3.1 Brand Awareness Durianto (2001:54) mendefinisikan brand awareness sebagai kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu. Bagian dari suatu produk perlu ditekankan, karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan nilai yang dilibatkan., brand awareness membutuhkan continum ranging (jangkauan kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satusatunya merek dalam kelompok suatu produk. Continum ini dapat terwakili dalam tingkatan brand awareness yang berbeda. Dalam Simamora (2001:74) Kesadaran merek menurut Aaker adalah kemampuan seseorang untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Peran ekuitas merek tergantung pada sejauh mana kadar kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Brand awareness mempunyai tingkatan-tingkatan kesadaran merek secara berurutan adalah sebagai berikut: 1. Tidak menyadari merek (unware of brand). Ini merupakan level yang paling rendah dalam piramida brand awareness, konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. 2. Pengenalan merek (brand recognition). Tingkat minimal dari kesadaran merek. Ini penting ketika seorang pembeli dihadapkan pada beragam pilihan pada saat pembelian. Pada intinya, seseorang pada kategori mengetahui tetapi tidak ingat merek. Begitu melihat atau diingatkan, pembeli akan ingat. 15

3. Pengingatan kembali merek (brand recall). Suatu produk yang berupa barang atau jasa yang bisa diingat, itulah yang termasuk brand recall. 4. Puncak pikiran (top of mind). Merek pertama yang muncul kalau mengingat sebuah kategori produk dinamakan top of mind. Merek yang masuk pada kategori ini menjadi pimpinan atas merek-merek yang ada dalam pikiran seseorang. Puncak Pikiran (Top Of Mind) Pengingatan kembali Merek (Brand Recall) Pengenalan Merek (Brand Recognition) Gambar : 2.1 Piramida Brand Awareness Tidak menyadari Merek (Brand Unware) 16

2.3.2 Brand Association Durianto (2001:69) brand association sebagai segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesankesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam suatu persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. Simamora (2001:82) asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan tentang merek dalam ingatan. Keterkaitan asosiasi dengan merek akan lebih kuat jika dilandaskan pada pengalaman. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai, sehingga membentuk brand image dalam benak konsumen. 2.3.3 Perceived Quality Simamora (2001:78) perceved quality adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain. Durianto (2001:96) mendefinisikan perceived quality sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Karena perceived 17

quality merupakan persepsi dari pelanggan maka precieved quality tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan mempunyai kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Maka, dapat dikatakan bahwa membahas perceived quality berarati akan membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan. Pembahasan perceived quality pelanggan terhadap produk ini akan melibatkan pembahasan mengenai kepentingan setiap pelanggan terhadap produk atau atribut yang dimiliki produk (kepentingan setiap pelanggan berbeda). Mengingat kepentingan dan keterlibatan pelanggan berbeda-beda, Perceived Quality perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda. Perceived Quality yang tinggi bukan berarti harapan pelanggan rendah (pelanggan merasakan kepuasan yang tinggi jika harapan jauh lebih rendah dari kinerja atau kenyataan). Perceived quality mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk memahami perceived quality suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk. 2.3.4 Brand Loyality (loyalitas merek) Simamora (2001:70) Loyalitas merek merupakan inti ekuitas merek selain menjadi gagasan sentral dalam pemasaran. Loyalitas merupakan ukuran kedekatan pelanggan pada sebuah merek. Bila loyalitas merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan terhadap serangan pesaing dapat dikurangi. Dengan loyalitas, sebuah perusahaan sudah memiliki pasar yang sudah dipegang 18

(captive market). Dengan itu, penjualan sudah bisa dipastikan. Loyalitas merek mempunyai tingkatan paling rendah sampai tertinggi berbentuk piramida seperti nampak pada gambar 2.2. Menurut Aaker, loyalitas konsumen terdiri dari lima kategori adalah: 1. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli yang sama sekali tidak loyal. Pembeli tidak mau terikat pada merek apa pun. Merek memainkan peranan kecil dalam keputusan pembelian. 2. Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk, atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Para pembeli ini memilih merek hanya karena kebiasaan. 3. Tingkat ketiga adalah berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (switching cost), seperti biaya waktu, uang, atau resiko pemakaian berkenaan dengan peralihan. 4. Pada tingkat keempat, konsumen sungguh-sungguh menyukai merek. Preferensi mereka dilandaskan pada suatu asosiasi, seperti suatu symbol rangkaian pengalaman dalam menggunakan (perceived quality) yang tinggi. 5. Tingkat teratas adalah pelanggan yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menemukan atau menggunakan merek. Merek sangat penting bagi mereka, baik karena fungsi operasionalnya maupun fungsi emosionalnya dalam mengekspresikan jati diri pembeli. 19

Gambar 2.2 piramida loyalitas Committed Buyer Liking the Brand Satisfied Buyer With Switching Cost Habitual Buyer Switcher Sumber: David A. Aaker, Manajemen Ekuitas Merek, 1997 Durianto (2001:126) mendefinisikan brand loyalty sebagai suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan lari ke merek yang lain, terutama jika pada merek tersebut di dapati adanya perubahan, baik menyangkut harga atau atribut lain. 20

2.4 Asosiasi Merek Aaker (1997:160) menulis bahwa asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Sekumpulan asosiasi terhadap suatu merek akan membentuk citra merek (brand image), dan citra tersebut merupakan himpunan dan keyakinan yang timbul dari seseorang terhadap suatu merek tertentu. Asosiasi tidak hanya eksis tetapi juga merupakan tingkat kekuatan. Kaitan pada merek akan lebih kuat jika dilandaskan pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikan. Seberapa besar keberhasilan dari penampakan merek itu akan tertanam dalam benak konsumen. Kesan-kesan yang terkait merek akan meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Tentu saja karakteristik dan manfaat dari produk atau jasa menjadi penting untuk penelitian akan merek. Selain itu simbol, nama, dan slogan berada diantara alat dan positioning, yang paling penting juga usaha periklanan dengan pendekatan promosi dan publisitas. Suatu merek yang sudah mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand 21

imagenya) menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tersebut. Asosiasi-asosiasi menjadi pijakan dalam mengambil keputusan pembelian dan loyalitas merek, menurut Durianto (2001:69), asumsi-asumsi tersebut bisa memberikan nilai bagi perusahaan dan pelanggan. Dalam prakteknya, didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan variasi dari brand association yang dapat memberikan nilai dari suatu merek, dipandang dari sisi perusahaan maupun dari sisi pengguna. Berbagai fungsi asosiasi tersebut adalah (Durianto, 2001:69): 1. Help process/retrieve information (membantu proses penyusunan informasi) Asosiasi itu dapat memberikan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses para pelanggan, bisa jadi mahal bagi perusahaan untuk mengkonsumsikan iklannya. Sehingga faktor dari asosiasi itu bisa mempengaruhi pengingatan kembali dalam keputusan pembelian. 2. Differentiate (membedakan) Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain. Perbedaan merek ini manjadi keuntungan kompetitif, yang penting jika seluruh merek asosiasinya telah mapan, maka para kompetitor akan kesulitan untuk menyerang. 3. Reason to buy (alasan pembelian) Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen (customer benefits) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Beberapa asosiasi 22

mempengaruhi keputusan pembelian dengan cara memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri atas merek tersebut. 4. Create Positve Attitude/Feelings (menciptakan sikap atau perasan positif) Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang ada, pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya serta mengubah pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain. 5. Basis For extentions (landasan untuk perluasan) Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perlusan tersebut. 2.5 Acuan Asosiasi Merek Untuk mengetahui sumber-sumber asosiasi objek sikap, berikut dibahas sumber-sumber asosiasi produk atau merek serta iklan. Menurut Aaker, ada sebelas sumber asosiasi produk, yaitu: (1) atribut produk, (2) hal-hal tidak nyata (intangible), (3) manfaat produk bagi konsumen (customer benefit), (4) harga relatif (relative price), (5) penggunaan (application), (6) pemakai ataupun pelanggan (user or customer), (7) selebriti atau seseorang, (8) gaya hidup atau kepribadian, (9) kelas produk, (10) pesaing, dan (11) negara atau area geografis. 23

1. Product Attributes (atribut produk) Menurut Kotler (1997), atribut produk terdiri dari kualitas, desain, dan fitur (features). Kualitas sendiri, oleh kotler, dijelaskan lebih lanjut sebagai kinerja atau performa (performance), unjuk kerja (conformance), keandalan (reliability), kemudahan diperbaiki (repairability), gaya (style), daya tahan usia (durability), dan desain (design). Biasanya tidak semua komponen atribut dijadikan andalan (selling point) oleh perusahaan. Bagi produsen, ada atribut yang menonjol (salient attribut) dari suatu produk. Begitu pula, tidak semua atribut diingat oleh konsumen. Durianto (2001:69) mengasosiasikan atribut atau karakter suatu produk, merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif jika atribut tersebut bermakna. 2. Intangible Attributes (hal-hal tidak nyata) Terdapat beberapa resiko apabila perusahaan menggunakan atribut sebagai sumber asosiasi, yaitu: - Rentan terhadap inovasi perusahaan lain - Seringkali klaim atas spesifikasi tertentu, malah menurunkan kredibilitas produk yang bersangkutan. - Seringkali tidak memperdulikan klaim produk atas spesifikasi tertentu dengan adanya anggapan, tidak adanya perbedaan yang berarti antara satu produk dengan produk lain Resiko-resiko di atas dapat dihindari dengan membuat asosiasi yang tidak terukur serta tidak bisa dibandingkan. 24

3. Customers Benefits (manfaat produk bagi pelanggan) Manfaat pelanggan sebagai sumber asosiasi berhubungan dengan atribut. Artinya, kalau mau membuat asosiasi manfaat, mau tidak mau perusahaan juga harus membuat asosiasi atribut sebagai alasannya, yang ditonjolkan sebenarnya adalah asosiasi manfaat, sebab atribut yang dijadikan sebagai alasan seringkali tidak dimengerti oleh masyarakat umum. Tentunya hanya ahli di bidangnya saja yang bisa mengerti. 4. Relatif price (harga relatif) Harga yang dijadikan sebagai sumber asosiasi adalah harga rendah atau harga terjangkau. Penggunaan harga terjangkau sebagai sumber asosiasi bermanfaat kalau pasar sasaran yang dibidik sensitif terhadap harga dan selisih harga yang ditawarkan cukup berarti bagi konsumen. 5. Application (penggunaan) Sebuah produk yang digunakan pada saat itulah yang menjadi sumber asosiasi produk. 6. User/Customer (pengguna/pelanggan) Durianto (2001:70) pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. 7. Celebrity/Person (orang terkenal/khalayak) Mengkaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut. Namun yang harus diperhatikan adalah untung ruginya. Untungnya, popularitas orang itu akan mendongkrak penjualan produk. Ruginya, kalau citra orang itu 25

rusak, maka citra merek juga bisa turun, karena itu harus hati-hati memilih simbol personal. 8. Life style/personality (gaya hidup/kepribadian) Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama. Misalnya, hampir semua rokok berlomba-lomba mengasosiasikan mereknya dengan kepribadian dan gaya hidup serta kepribadian yang maskulin sebagai sumber asosiasinya. 9. Product class (kelas produk) Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya, yang mencerminkan nilai berupa prestise, performa tinggi, keamanaan, dan lain-lain. Kalau muncul merek lain yang sama, sulit membuat asosiasi demikian. 10. Competitors (pesaing) Usaha membandingkan merek dengan merek lain bisa dijadikan sumber asosiasi. 11. Country/Geographic Area (Negara atau wilayah geografis) Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang sangat erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. serta mencerminkan budaya yang berkualitas tinggi, konsistensi tinggi, dan keseriusan tinggi. Disamping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek juga memiliki asosiasi dengan berbagai hal lain yang belum disebutkan diatas. Dalam kenyataannya, tidak semua merek produk memiliki semua asosiasi diatas. merek 26

tertentu berasosiasi dengan beberapa hal di atas dan merek lainnya berasosiasi dengan beberapa hal lain. 2.6 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian disusun berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, adalah sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.3. Nike sebagai penguasa pasar sepatu olah raga yang berupaya mempertahankan image dan nama besarnya, harus terus berinovasi dalam menciptakan produk-produk baru yang sesuai dengan keinginan konsumen. Banyaknya model sepatu olah raga yang ada di pasar yang diproduksi oleh perusahaan pesaing dari Nike yaitu Adidas dan Reebok, memacu Nike untuk terus kreatif dan inovatif dalam menciptakan produk sepatu olah raga yang baru sesuai dengan keinginan konsumen, sehingga Nike tetap menjadi penguasa pasar sepatu olah raga, dengan image positif dan nama besar yang tetap dipertahankan. Termasuk mempertahankan konsumen (pengguna, pembeli, calon pembeli) sepatu olah raga Nike, hingga terbentuk brand association Nike. 27

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian Sepatu olah raga merek Nike Pengguna Sepatu olah raga dengan merek Nike Calon pembeli sepatu olah raga Nike Uji Cochran Uji Cochran Brand Association sepatu olah raga merek Nike menurut pengguna sepatu olah raga merek Nike Brand Association sepatu olah raga merek Nike menurut calon pembeli sepatu olah raga Nike 28

2.7 Definisi Operasional Agar terdapat kesamaan pemahaman pengertian masalah-masalah yang akan dibahas, maka berdasarkan landasan teori yang dikemukakan pada sub bab sebelumnya, dapat disusun definisi operasional sebagai berikut: 1. Sepatu olah raga Nike adalah alas (pelindung) kaki dengan merek Nike yang dikenakan di kaki dan digunakan pada saat olah raga 2. Pengguna sepatu olah raga dengan merek Nike adalah orang yang menggunakan alas (pelindung) kaki dengan merek Nike 3. Calon pembeli sepatu olah raga dengan merek Nike adalah mereka yang berpeluang membeli atau tidak jadi membeli, alas (pelindung) kaki dengan merek Nike. 4. Brand Association sepatu olah raga adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan seseorang mengenai sepatu olah raga. 5. Brand Association sepatu olah raga dengan merek Nike menurut pengguna sepatu olah raga adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan pengguna sepatu olah raga mengenai sepatu olah raga dengan merek Nike. 6. Brand Association sepatu olah raga dengan merek Nike menurut calon pembeli adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan calon pembeli mengenai sepatu olah raga dengan merek Nike. 29