BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MAKALAH FARMASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penyedia obat bagi kebutuhan kesehatan masyarakat (Bogadenta, A ; 17-18). Selanjutnya

Jalur Distribusi Obat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

Lampiran 1.Penilaian yang dirasakan dan harapan pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

resep, memberikan label dan memberikan KIE secara langsung kepada pasien. 4. Mahasiswa calon apoteker yang telah melaksanakan PKPA di Apotek Kimia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SOAL PILIHAN GANDA PENGANTAR ILMU FARMASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental bersifat deskriptif.

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APOTEK Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan sebagai sarana farmasi untuk melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat dan sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.pelayanan kefarmasian saat ini telah beregeser orientasinya dari obat kepada pasien yang berazaskan kepada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care).sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker pengelola apotek dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melakukan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut adalah melaksanakn pelayanan resep, pelayanan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apoteker dan perbekalan kesehatan lainnya juga pelayanan informasi obat dan monitoring penggunaan obat agar tujuan pengobatan sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik(menkes,2004). Pelayanan apotek antaralain apotek wajib buka untuk melayani masyarakat dari pukul 08.00-22.00, apotek wajib melayani resep Dokter, Dokter gigi dan Dokter hewan. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab Apoteker pengelola apotek.(anief,moh.,2006). Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada: a. Rumah sakit, b. pusat kesehatan masyarakat, c. apotek lainnya, d. balai pengobatan, e. Dokter, dan 4

5 f. pasien Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter (Depkes RI,2009). Penyerahan Psikotropika dalam rangka peredaran dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter (dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan).penyerahan Psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien (rumah sakit yang belum memiliki instalasi farmasi, hanya dapat memperoleh psikotropika dari apotek).penyerahan Psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien. Penyerahan Psikotropika oleh apotek, rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas dilaksanakan berdasarkan resep dokter (UU RI,1997). B. APOTEKER Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (PP RI no 51, 2009). Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Obat dan perbekalan farmasi karena sesuatu hal yang tidak digunakan lagi atau dilarang digunakan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanamatau cara lain yang ditetapkan oleh Dirjen P.O.M. pemusnahan dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker pengganti dibantu sekurang-kurangnya seorang karyawan apotik. Pada pemusnahan wajib dibuat Berita Acara Pemusnahan. Pemusnahan narkotika wajib mengikuti ketentuan perundangundangan yang berlaku (Anief,Moh.,2006). Pada seperempat abad terakhir ini fungsi apoteker telah banyak berubah, baik mengenai orientasi pribadi maupun aktivitas profesi.apoteker bukan lagi membuat obat dengan tangan dan melayani resep secara rahasia yang mengandung obat, tetapi sekarang dia merupakan partner dalam

6 timkesehatan yang menangani obat dengan potensi dan nilai yang benar dan dibuat dalam industry farmasi yang canggih. Dia menangani obat ini dengan konsultasi secara terbuka dengan dokter dan pasien dengan penuh kepercayaan akan kemajuan ilmunya sebagai seorang ahli dalam obat yang dibutuhkan(anief, 2007). Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry)tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self- Medication) dinyatakan sebagai berikut : 1. Apoteker mempunyai tanggung jawab professional untuk memberikan informasi dan nasehat yang benar, cukup dan obyektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia untuk swamedikasi 2. Apoteker mempunyai tanggung jawab professional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi 3. Apoteker mempunyai tanggung jawab professional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek yang tak dikehendaki yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi 4. Apoteker mempunyai tanggung jawab professional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas(dinkes, 2006). Menurut Hager, informasi dan komunikasi tentang obat kepada orang yang memerlukan informasi oleh orang yang berhak dan berkualitas memberi informasi pada masyarakat untuk masa sekarang adalah merupakan faktor utama dalam meningkatkan kesehatan dan kekuatan tenaga rakyat dari suatu Negara. Orang yang dipandang banyak mengetahui tentang obat adalah apoteker karena hal tersebut merupakan bidangnya dan tanggung jawabnya yaitu:

7 1. Tanggung jawab apoteker pada obat yang tertulis dalam resep. apoteker dapat menjadi konsultan obat pada dokter. Sekarang pelayanan yang dipandang paling penting adalah pada pasien yang memerlukan dan membutuhkan informasi tentang obat. Apoteker harus mampu menjelaskan tentang obat yang berguna sebagai obat kepada pasien karena dia harus tahu yaitu: a. Apoteker harus tahu bagaimana obat itu digunakan atau diminum b. apoteker harus tahu tentang reaksi samping obat, apabila obat dipakai c. Apoteker harus tahu tentang stabilitas obat dalam bermacam- macam kondisi d. Apoteker harus tahu tentang toksisitas obat dan dosisnya e. Apoteker harus mengerti tentang rute penggunaan obat f. Apoteker adalah seorang ahli dalam obat 2. Tanggung jawab apoteker yang penting sekali adalah terhadap penjualan obat bebas pada pasien. Apoteker bertanggung jawab untuk menangani kasus pengobatan sendiri dan penggunaan obat tanpa resep. Apoteker berkewajiban mengarahkan pasien, apakah pilihan obatnya itu cocok atau pasien perlu konsultasi dulu pada dokter tentang penyakitnya(anief, 2007). C. INFORMASI OBAT Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, factual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana. Pelayanan informasi obat meliputi : 1. memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisis kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis 2. melakukan penelusuran literature bila diperlukan, secara sistematis untuk memberikan informasi

8 3. menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis 4. mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien 5. mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat (Depkes RI, 2008) Pada saat kita menyerahkan obat kepada pasien, setidaknya diberikan informasi mengenai hal- hal sebagai berikut: 1. nama obat 2. indikasi 3. aturan pakai: dosis, rute (oral, topikal),frekuensi penggunaan, waktu minum obat (sebelum/sesudah makan, tidak bersamaan denga obat lain) 4. cara menggunakan: a. sediaan berbentuk sirup/suspensi harus dikocok terlebih dahulu b. antasida harus dikunyah terlebih dahulu c. tablet sublingual duiletakkan dibawah lidah, bukan ditelan langsung, tablet bukal diletakkan diantara gusi dan pipi, bukan ditelan langsung d. tekik khusus dalam menggunakan inhaler, obat tetes mata/telinga/hidung dan suppositoria e. sediaan dengan formulasi khusus seperti tablet lepas lambat (sustainedreleased [SR] / controlled-release [CR]) atau sediaan tablet yang harus hancur di usus (enteric-coated) harus ditelan utuh dan tidak boleh digerus 5. cara penyimpanan 6. berapa lama obat harus digunakan 7. apa yang harus dilakukan jika terlupa minum atau menggunakan obat 8. kemungkinan terjadinya efek samping yang akan dialami dan bagaimana cara mencegah atau meminimalkannya(isfi,2009)