BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra. Citra yang diperoleh adalah citra ASTER dalam format.dat. Agar dapat diolah oleh ER Mapper maka diubah ke dalam format.ers. ER Mapper dapat secara otomatis mengkonversi Citra ASTER ini ke dalam format.ers dan memisahkan langsung ke dalam 3 scene yaitu Visible and Near Infrared (VNIR), Shortwave Infrared (SWIR) dan Thermal Infrared (TIR). Kemudian ubah rotasinya menjadi nol pada jendela algoritma agar bagian atas citra berorientasi ke utara. Tahap selanjutnya dilakukan koreksi geometrik yaitu melakukan koreksi terhadap titik-titik koordinat citra agar sesuai dengan titik-titik koordinat di sebenarnya. Pada tugas akhir ini acuan yang digunakan untuk koreksi geometrik yaitu peta vektor dari hasil survey lapangan. 4.1.1 Pengolahan nilai piksel band VNIR dan SWIR Pengolahan nilai piksel Band VNIR (band 1-3) dan SWIR (4-9) untuk memperoleh citra NDVI, emisivitas permukaan (ε), indeks luas daun (LAI), parameter kekasaran (Zom dan Zoh), ketinggian vegetasi (h) dan displacement height (d). Tiga parameter penting yang dihasilkan yaitu ; Albedo Citra albedo diperoleh dari nilai reflektansi (persamaan 3.1). Nilai reflektansi tersebut menjadi input ke dalam persamaan 3.2. Citra yang digunakan untuk menghitung albedo adalah citra komposit band 1, 3,5,6,8,dan 9. Citra albedo hasil dari pengolahan nilai reflektansi untuk tanggal 12 Juni 2003 dan 7 Oktober 2005 dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2.
Indeks Vegetasi (NDVI) Citra indeks vegetasi atau NDVI diperoleh dari persamaan 3.3, menggunakan band VNIR yaitu band 2 dan 3. Hasil citra NDVI yang sudah diolah disimpan dalam bilangan ril untuk memudahkan proses selanjutnya. Citra NDVI untuk tanggal 12 Juni 2003 dan 7 Oktober 2005 dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4. Emisivitas Emisivitas diperoleh dari persamaan 3.5 dengan input fractional vegetation cover (persamaan 3.4). Emisivitas merupakan parameter penting dalam perhitungan temperatur permukaan (persamaan 3.13) untuk koreksi emisivitas. Selain itu emisivitas digunakan dalam perhitungan radiasi net (persamaan 2.2). Citra emisivitas hasil pengolahan untuk tanggal 12 Juni 2003 dan 7 Oktober 2005 dapat dilihat pada gambar 4.5 dan 4.6. 4.1.2 Pengolahan nilai piksel band TIR Dari band TIR (band 10 14) pada citra ASTER, dipilih band 13 (10.25-10.95 µm) untuk menghitung temperatur permukaan (Ts). Band 13 dipilih karena lebar band ini mendekati puncak radiasi dari spektrum benda hitam. Citra temperatur permukaan diperoleh dari persamaan 3.13. Pertama dihitung terlebih dahulu spektral radian L λ (persamaan 3.11). Kemudian L λ sebagai input kedalam perhitungan temperatur benda hitam (Tc) (persamaan 3.12). Kemudian citra temperatur benda hitam dilakukan koreksi emisivitas (persamaan 3.13). Emisivitas diperoleh dari persamaan 3.5. Citra temperatur permukaan (Ts) untuk tanggal 12 Juni 2003 dan 7 Oktober 2005 dapat dilihat pada gambar 4.7 dan 4.8. 4.1.3 Klasifikasi Citra Klasifikasi citra pada tugas akhir ini dilakukan dengan metode unsupervised classification. Dalam klasifikasi citra dengan menggunakan metode ini, pertama kita menentukan jumlah kelas yang dikehendaki. Dalam tugas akhir ini dilakukan
klasifikasi citra dengan 11 kelas. Kemudian perangkat lunak secara otomatis menjalankan proses klasifikasi dengan metode Maksimum likelihood Enhanced. Dengan bantuan data tutupan lahan dapat dikenali masing-masing kelas. Untuk memudahkan analisa citra klasifikasi ini ditambahkan legenda yaitu jenis-jenis tutupan lahan. Klasifikasi citra dilakukan untuk mengamati sejauh mana terjadi perubahan tutupan lahan yang akan menunjang untuk analisis. Hasil klasifikasi citra pada tugas akhir ini dapat dilihat pada gambar 4.9 dan 4.10 4.2 Pengolahan data Meteorologi dan Uji hipotesis 4.2.1 Kecepatan angin (U) Kecepatan angin digunakan dalam satuan meter/detik. Data kecepatan angin yang diperoleh dari stasiun merupakan kecepatan angin pada ketinggian 10 m. Sehingga perlu dilakukan konversi dari kecepatan angin 10 m menjadi kecepatan angin pada ketinggian 2 m menggunakan persamaan 3.14. 4.2.2 Temperatur udara (Tu) Temperatur udara (Tu) yang diperoleh dari pengukuran stasiun klimatologi memiliki satuan o C. Temperatur udara dikorelasikan dengan nilai piksel band 13 dari TIR dengan persamaan 2.6, 2.7 dan 2.8 pada bab II. Koefisien regresi yang diperoleh maih harus diuji kelayakan dengan menggunakan persamaan 2.9. Setelah diperoleh persamaan regresi antara temperatur udara dan nilai piksel maka persamaan regresi dimasukan kedalam formula pada perangkat lunak yang digunakan. Hasil regresi linear temperatur udara dapat dilihat pada gambar 4.11 dan 4.12. 4.2.3 Kelembaban udara (RH) Kelembaban udara (RH) yang digunakan adalah data harian. Kelembaban udara spasial diperoleh dengan melakukan regresi linear antara kelembaban udara hasil
pengkuran lapangan dengan nilai piksel band 13, menggunakan persamaan 2.14, 2.15 dan 2.16. Koefisien regresi yang diperoleh masih harus diuji kelayakan dengan menggunakan persamaan 2.17. Setelah diperoleh persamaan regresi antara temperatur udara dan nilai piksel maka persamaan regresi dimasukan kedalam formula pada perangkat lunak yang digunakan. Hasil regresi linear kelembaban udara dapat dilihat pada gambar 4.13 dan 4.14. 4.2.4 Tekanan uap jenuh (es) Tekanan uap jenuh dihitung dengan persamaan 3.15. Tekanan uap jenuh merupakan fungsi dari temperatur udara. Temperatur udara spasial yang sudah diperoleh, diolah dengan memasukan persamaan 3.15 ke dalam formula pada perangkat lunak kemudian didapat tekanan uap jenuh spasial. Tekanan uap jenuh spasial dapat dilihat pada gambar 4.15 dan 4.16. 4.3 Pengolahan radiasi net (Rn) Rn dihitung dengan persamaan 2.2. Dengan input albedo (persamaan 3.2), Rs (persamaan 3.17), temperatur permukaan (persamaan 3.13), emisivitas permukaan (ε) (persamaan 3.5) dan temperatur udara spasial (Tu). Citra radiasi net hasil pengolahan dapat dilihat pada gambar 4.17 dan 4.18. 4.4 Pengolahan fluks Panas Tanah (G) Fluks panas tanah dihitung menggunakan persamaan 2.3 dengan input Rn (persamaan 2.2) dan fc (persamaan 3.4). Citra fluks Panas Tanah dapat dilihat pada gambar 4.19 dan 4.20. 4.5 Pengolahan evapotranspirasi spasial Evapotranspirasi spasial dihitung dari rumus Penman Monteith (persamaan 2.1). Jika semua input yang bukan konstanta sudah dalam bentuk spasial maka rumus
Penman Monteith dimasukan kedalam perangkat lunak pengolah citra kemudian dihasilkan citra evapotranspirasi spasial. Citra evapotranspirasi spasial hasil pengolahan dapat dilihat pada gambar 4.21 dan 4.22.
4.6 Hasil Pengolahan Data Citra Albedo Gambar 4.1 Citra Albedo Daerah Bandung dan Sekitarnya 12 juni 2003 Gambar 4.2 Citra Albedo Daerah Bandung dan Sekitarnya 7 Oktober 2005
Citra NDVI Gambar 4.3 Citra NDVI Daerah Bandung dan sekitarnya 12 Juni 2003 Gambar 4.4 Citra NDVI Daerah Bandung dan sekitarnya 7 Oktober 2005
Citra Emisivitas Gambar 4.5 Citra Emisivitas Daerah Bandung dan Sekitarnya 12 Juni 2003 Gambar 4.6 Citra Emisivitas Daerah Bandung dan Sekitarnya 7 Oktober 2005
Citra Temperatur Permukaan Gambar 4.7 Citra Temperatur Permukaan Daerah Bandung dan Sekitarnya 12 juni 2003 Gambar 4.8 Citra Temperatur Permukaan Daerah Bandung dan Sekitarnya 7 Oktober 2005
Citra klasifikasi Lahan Gambar 4.9 Citra Klasifikasi Lahan Daerah Bandung dan Sekitarnya 12 juni 2003 Gambar 4.10 Citra Klasifikasi Lahan Daerah Bandung dan Sekitarnya 7 Oktober 2005