BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di beberapa negara ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan jenis obat-obatan terlarang yaitu, seperti Dadah (Malaysia/Brunei), Drugs (Inggris), Shabu-shabu (Philipina), Krengjen (Kamboja), Kabak (Turki/Amerika Latin), Dagga (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza (Indonesia) (Setiawan, 2008). Jenis Narkoba sangat beragam, Narkoba adalah zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Contoh narkotika yang terkenal seperti ganja, kokain, morfin, amfetamin, heroin (Pantjalina dkk, 2013). Penyalahgunaan obat di dunia pada tahun 2005/2006 diperkirakan mencapai sekitar 200 juta orang, dan pada tahun 2006/2007 meningkat menjadi sekitar 208 juta orang. Dengan fakta ini, maka diperkirakan tingkat pertumbuhan penyalahguna narkoba di dunia telah mencapai 4% per tahun. Kasus narkoba di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2005-2011. Kasus narkoba yang telah di ungkap Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2010 sebanyak 23.531 kasus, dan pada tahun tahun 2011 sejumlah 26.500 kasus. Jika diakumulasikan secara keseluruhan kasus Narkotika dan Psikotropika yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2005-2011 terjadi kenaikan rata-rata 56,8% per tahun (BNN 2010-2014). Narkoba menjadi sebuah masalah ketika disalahgunakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang menyebutkan 1
2 bahwa penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba diluar keperluan medis tanpa pengawasan dokter dan merupakan perbuatan melanggar hukum. Perkembangan penyalahgunaan narkoba telah menjadi permasalahan dunia yang mengancam kehidupan masyarakat bangsa dan negara (Setiawan, 2008). Bali sendiri menjadi salah satu daerah yang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. Bali dalam perkembangannya menjadi daerah yang terbuka bagi transaksi dan peredaran berbagai jenis narkoba. Jumlah kasus Narkoba di Bali yang terungkap pada Tahun 2012 sudah mencapai 862 kasus dan menduduki peringkat ke 10 dari 33 provinsi yang ada (Kemenkes RI, 2014). Jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih dari itu, mengingat maraknya peredaran narkoba di Bali. Pada Tahun 2014 kasus narkoba yang terungkap di Kota Denpasar berjumlah 191 kasus. Untuk bulan Januari Tahun 2015 saja, jumlah kasus narkoba di Kota Denpasar sudah mencapai 37 kasus (BNN Kota Denpasar, 2015). Lapas Klas IIA Denpasar merupakan satu-satunya lembaga pemasyarakatan yang mengayomi dua kabupaten maupun kota, yakni Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Jenis kasus terbanyak yang terdapat di Lapas Klas IIA Denpasar pada bulan Januari - November 2015 adalah kasus narkoba, baik pelaku sebagai pengedar, pengguna, maupun pengedar sekaligus pengguna. Kasus terbanyak lainnya yaitu pencurian, keimigrasian, penggelapan, pembunuhan, perjudian, penganiayaan, penipuan, korupsi, dan perlindungan anak. Jumlah WBP pada bulan Januari November 2015 sebanyak 753 orang, sebanyak 51,4% terdata sebagai kasus narkoba dengan rincian laki-laki sebanyak 87,3% sedangkan perempuan 12,6% (Data Administrasi Lapas Klas IIA, 2015). Dalam menanggulangi permasalahan narkoba di Indonesia secara resmi dibentuk program harm reduction dimulai pada tahun 2004, program ini berkaitan
3 dengan penggunaan napza suntik terutama untuk pengendalian epidemi HIV. Salah satu program tersebut adalah program terapi rumatan metadon (PTRM) (Kemenkes RI, 2012). PTRM bertujuan untuk menurunkan risiko yang dibuat karena penggunaan heroin dan memperbaiki kualitas hidup. Selain itu tujuan PTRM yaitu mengurangi risiko pecandu opiat melalui penggunaan heroin suntik, meningkatkan kepercayaan diri pecandu bahwa mereka mampu menjalani proses perubahan perilaku, dari perilaku pengguna berisiko menjadi kurang berisiko atau tidak berisiko (Kemenkes RI, 2012). Heroin merupakan substansi terbesar yang disalahgunakan. Sebagian besar orang yang menggunakan heroin paling tidak juga menggunakan satu macam zat lainnya, hampir sebagian besar menggunakan tiga macam zat. Orang yang ketergantungan ganja memiliki risiko tiga kali lebih besar ketergantungan heroin. Orang yang ketergantungan kokain memiliki risiko 15 kali lebih besar ketergantungan heroin. Orang yang ketergantungan obat-obat golongan opioid memiliki risiko 40 kali lebih besar ketergantungan heroin (CDC, 2015). Berdasarkan data primer poliklinik lapas tahun 2015, jumlah WBP penyalahgunaan heroin sebanyak 50 orang. Namun WBP pengguna heroin yang mengikuti PTRM di Poliklinik Lapas Klas IIA Denpasar hanya sebesar 24%. Maka dari itu, sebanyak 76% WBP yang tercatat sebagai pengguna heroin tidak ikut serta pada PTRM yang disediakan oleh poliklinik. Hal ini disebabkan karena berdasarkan informasi yang diperoleh dari penanggung jawab poliklinik lapas, dr. AA Gede Hartawan tingginya pengguna heroin yang tidak mengikuti PTRM karena WBP yang pernah menggunakan heroin tidak diwajibkan untuk mengikuti PTRM di poliklinik lapas, selain itu mereka masih mudah untuk mendapatkan jenis narkoba yang lain seperti ganja, shabu, dan ecstasy. Pihak lapas telah berupaya agar narkoba tidak
4 dapat masuk kedalam lapas dengan cara memperketat penjagaan di ruang besukan dan tempat lain yang diyakini sebagai jalur akses pengiriman narkoba ke dalam lapas. Namun hal tersebut belum maksimal untuk membuat WBP yang memiliki riwayat penggunaan heroin untuk mengikuti PTRM di poliklinik lapas. Secara umum perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut teori snehandu kar model, perilaku dipengaruhi oleh lima faktor yaitu niat, keterjangkauan informasi, situasi aksi, dukungan sosial, dan otonomi pribadi. Perilaku WBP di lapas untuk mengikuti PTRM sesuai dengan teori snehandu kar model belum pernah diteliti namun penelitian Wahyu Winoto (2009) dalam Rodiyah (2011) menyebutkan perilaku pasien pengguna heroin untuk mengikuti PTRM dipengaruhi oleh motivasi, tingkat keyakinan terhadap program (Self Efficacy), dukungan keluarga, beralihnya pasien ke narkoba jenis lain dan lain-lain. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut serta menggali informasi lebih dalam mengenai faktor yang melatarbelakangi keikutsertaan WBP pengguna heroin pada program terapi rumatan metadon (PTRM) di Poliklinik Lapas Klas IIA Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah Di Bali PTRM sudah ada hampir disetiap pusat pelayanan kesehatan, seperti Rumah Sakit, Puskesmas dan Poliklinik Lapas Klas IIA Denpasar. Namun kenyataannya walaupun sudah banyak terdapat PTRM, masih banyak pengguna heroin maupun penasun yang belum mengikuti PTRM ini. PTRM di Poliklinik Lapas Klas IIA Denpasar sampai saat ini hanya diikuti oleh 24% warga binaan pemasyarakatan (WBP). Berdasarkan hal tersebut sebanyak 76% WBP yang tercatat sebagai pengguna heroin tidak ikut serta pada PTRM. Hingga saat ini masih sedikit dilakukan penelitian terkait PTRM pada pengguna heroin. Maka dari itu perlu diteliti lebih mendalam mengenai faktor yang melatarbelakangi keikutsertaan WBP (Warga
5 Binaan Pemasyarakatan) pengguna heroin dalam mengikuti program terapi rumatan metadon (PTRM) di Poliklinik Lapas Klas IIA Denpasar. 1.3 Pertanyaan Penelitian Faktor apa yang melatarbelakangi keikutsertaan WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) pengguna heroin dalam mengikuti program terapi rumatan metadon (PTRM) di Poliklinik Lapas Klas IIA Denpasar? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor yang melatarbelakangi keikutsertaan WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) pengguna heroin dalam mengikuti program terapi rumatan metadon (PTRM) di Poliklinik Lapas Klas IIA Denpasar. 1.4.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Untuk menggambarkan perilaku penggunaan narkoba oleh WBP di Lapas Klas IIA Denpasar. 2. Untuk mengetahui niat WBP pengguna heroin dalam mengikuti PTRM di Lapas Klas IIA Denpasar. 3. Untuk mengetahui ketersediaan informasi bagi WBP pengguna heroin dalam mengikuti PTRM di Lapas Klas IIA Denpasar. 4. Untuk mengetahui dukungan sosial terhadap WBP pengguna heroin dalam mengikuti PTRM di Lapas Klas IIA Denpasar. 5. Untuk mengetahui situasi aksi Poliklinik terhadap WBP pengguna heroin dalam mengikuti PTRM di Lapas Klas IIA Denpasar. 6. Untuk mengetahui otonomi pribadi WBP pengguna heroin dalam mengikuti PTRM di Lapas Klas IIA Denpasar.
6 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Memberikan kontribusi terhadap khasanah keilmuan di bidang promosi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan penelitian mengenai faktor yang melatarbelakangi keikutsertaan WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) pengguna heroin dalam mengikuti program terapi rumatan metadon (PTRM). 2. Sebagai acuan dalam pengembangan penelitian ilmiah lainnya yang berhubungan dengan faktor yang melatarbelakangi keikutsertaan WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) pengguna heroin dalam mengikuti program terapi rumatan metadon (PTRM). 3. Bagi Institusi Pendidikan, laporan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pustaka untuk penelitian selanjutnya serta sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program intervensi maupun program promosi kesehatan pada PTRM. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan masukan bagi pemangku kebijakan dalam mengambil tindakan untuk mendukung program harm reduction (PTRM) khususnya pada kelompok penasun atau pengguna heroin. 2. Bagi masyarakat, laporan penelitian ini dapat dijadikan sebagai refrensi dan informasi terkait dengan PTRM. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilaksanakan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi keikutsertaan WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) pengguna heroin dalam mengikuti program terapi rumatan metadon (PTRM) di Poliklinik
7 Lapas Klas IIA Denpasar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2016, dengan menggunakan metode pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam dan FGD kepada WBP pengguna heroin baik yang PTRM maupun yang tidak PTRM.