Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1 (2013)

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

JURNAL. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum. Oleh: ZANUAR IRVAN NIM.

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Daerah Provinsi merupakan Otonomi yang

AKIBAT HUKUM ATAS DIBATALKANNYA PERATURAN DAERAH MELALUI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

UNDANG-UNDANG OTONOMI DAERAH DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PEMERINTAH KECAMATAN DI KOTA DENPASAR MENURUT UNDANG UNDANG NO.32 TAHUN 2004 DAN PERDA NO.9 TAHUN 2008

h. 17. h.1. 4 Ibid, h C.S.T Kansil dan Christine S.T., 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

Keywords : Local Authorities, The Principle of Decentralization, Natural Resource

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN APABILA TIDAK HANYA SATU KONSUMEN YANG MERASA TELAH DIRUGIKAN OLEH PRODUK YANG SAMA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

BAB I PENDAHULUAN. 2 ayat (1), bahwa negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah

KEDUDUKAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWENANGAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM ATAS PENGELOLAAN AIR BERSIH DI KABUPATEN BADUNG

PERAN KEPALA DAERAH DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

B A B V P E N U T U P

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 ayat (2) menegaskan bahwa Pemerintah daerah mengatur dan mengurus

KAJIAN NORMATIF PUTUSAN UPAYA PAKSA DALAM PASAL 116 UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007

Sumarma, SH R

PENGATURAN TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI UNTUK MENCEGAH PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA DENPASAR

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

EKSISTENSI MENGGUGAT PROSEDUR DISMISSAL PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP HASIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA YANG TELAH MELALUI PROSES EXECUTIVE REVIEW

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG

KEDUDUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 7 Tahun 2008 Seri E

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN TENTANG KERJASAMA DAERAH

PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

PELAKSANAAN TUGAS DEKONSENTRASI OLEH GUBERNUR KAJIAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH APBD DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW. Oleh : Mahmuddin Kobandaha 1

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si *

Oleh : Ni Made Ayu Tresnasanti I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Keywords : Hukum Acara, Pelaksanaan Putusan, Upaya Paksa.

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DENPASAR TERHADAP PENJABARAN PERATURAN KEPALA DAERAH TENTANG APBD

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO,

PELAKSANAAN KEWENANGAN GUBERNUR DALAM PENGAWASAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI NUSA TENGGARA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

Transkripsi:

SENGKETA WILAYAH PERBATASAN GUNUNG KELUD ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR DENGAN KABUPATEN KEDIRI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Ade Laurens NRP 2070099 ade.laurens@yahoo.com ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa perbatasan wilayah Gunung Kelud antara Pemerintah Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri ditinjau berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa Pemerintah Kabupaten Blitar dalam menyelesaikan sengketa perbatasan dengan Pemerintah Kabupaten Kediri melalui cara meminta agar Peradilan Tata Usaha Negara membatalkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur yang menyatakan perbatasan wilayah Gunung Kelud yang disengketakan masuk dalam wilayah Kabupaten Kediri. Langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Blitar tersebut tidak tepat. Karena seharusnya mengajukan keberatan administratif pada Menteri Dalam Negeri dan putusan Menteri Dalam Negeri tersebut bersifat final. Apabila keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut memberatkan Kabupaten Blitar, maka langkah yang ditempuh yaitu mengajukan gugatan pembatalan keputusan tersebut kepada Peradilan Tata Usaha Negara, karena keputusan Menteri Dalam Negeri bersifat final. Kata kunci: Sengketa, Perbatasan Wilayah, Otonomi Daerah, Wewenang Gubernur ABSTRACT The purpose of this study is to investigate and analyze the settlement of the border dispute Kelud Mountain area, between the Government of Blitar and Kediri reviewed based on Law No. 32 Year 2004 jo UU No. 12 of 2008. The results obtained from this study is that the Government of Blitar in resolving border disputes with the Government of Kediri Regency through I request the State Administrative Court to cancel the Decree of the Governor of East Java that claimed the border region Kelud Mountain disputed entered in the district of Kediri. That steps taken by the Government of Blitar is not right. Because supposed to be filed objection administrative on Minister of Domestic and that verdict such be final. If the decision of the Minister of Domestic is burdensome Blitar, the steps taken are filed for the cancellation decision to the Administrative Court, as the decision of the Minister of Domestic shall be final. 1

Key words: Dispute, Border Territory, Regional Autonomy, Authority of the Governor. 2

PENDAHULUAN Daerah provinsi dan Kabupaten/Kota tersebut diberikan hak untuk mengurus pemerintahannya sendiri yang lebih dikenal dengan pemberian otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disingkat UU No. 32 Tahun 2004), sebagai berikut: Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Maksud pemberian otonomi kepada daerah tersebut dapat dilihat pada Konsideran bagian menimbang UU No. 32 Tahun 2004, yaitu untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluasluasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Pemberian otonomi kepada daerah tersebut biaya penyelenggaraan otonomi bersumberkan pada Pendapatan Asli Daerah dan Pembangian Perimbangan Keuangan dengan Pemerintah Pusat. Sehubungan dengan pendapatan asli daerah (selanjutnya disingkat PAD) dibagi dari potensial daerah setempat salah satunya didapat dari sarana rekreasi. Pendapatan asli daerah yang bersumberkan dari sarana rekreasi tersebut tidak jarang mengakibatkan timbulnya permasalahan terutama mengenai batas wilayah dua daerah yang wilayahnya berdampingan. 3

Wilayah yang disengketakan tersebut jika ada kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan rakyat, perlu diadakan kerjasama antar daerah didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Pasal 198 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 menentukan bahwa Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud. Kronologi kasus perebutan perbatasan wilayah Gunung Kelud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Letak Gunung Kelud berada pada perbatasan antara Kabupaten Blitar dengan Kabupaten Kediri, yang dikenal akan daerah wisatanya. Keberadaan Gunung Kelud tersebut disengketakan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar dengan Kabupaten Kediri, yang kedua belah pihak telah mencoba menyelesaikan permasalahan perbatasan tersebut namun tidak membawa hasil. Permasalahan akhirnya diambil alih oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo dalam menyelesaikan sengketa perbatasan tersebut menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 188/113/KPTS/ 013/ 2012 tentang penetapan status Gunung Kelud dari Gubernur Jatim yang menyatakan bahwa Gunung Kelud masuk wilayah Kabupaten Kediri. Keputusan Gubernur Jawa Timur tersebut dengan pertimbangan letak Gunung Sumbing sebelah selatan, dengan mengacu pada bukti-bukti sebagai berikut : 1. Peta Nomor G.47 Residentie, The Kediri Residency Tahun 1840 (berdasarkan data pendukung Kabupaten Blitar yang disampaikan kepada Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten Kediri). 2. Peta tahun 1840 yang dikoleksi oleh De Haan dengan nomor katalog Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) G-47 yang direproduksi bulan Februari 1988. Arsip Nasional Republik Indonesia memberikan keterangan bahwa pada peta tersebut tampak Puncak Gunung Kelud masuk dalam wilayah Kabupaten Kediri. Sedangkan lereng Kelud sebelah Timur Laut masuk wilayah Kabupaten Malang dan Kaki Kelud sebelah Tenggara masuk wilayah Blitar. 4

Berdasarkan uraian sebagaimana di atas, maka yang dipermasalahkan adalah: Bagaimana penyelesaian sengketa perbatasan wilayah Gunung Kelud antara Pemerintah Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri ditinjau berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa perbatasan wilayah Gunung Kelud antara Pemerintah Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri ditinjau berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008. METODE PENELITIAN Dalam penyusunan skripsi ini, dipergunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya penelitian yang dilakukan dengan mendasarkan pada studi kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder. Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan dua cara pendekatan, yaitu statute approach dan Conceptual Approach. Statute Approach adalah model pendekatan dengan menggunakan perundang undangan yang terkait. Sedangkan Conceptual Approach adalah model pendekatan dengan menggunakan pendapat para sarjana hukum, literatur-literatur, praktisi dan pakar hukum yang ada di samping peraturan perundang undangan yang ada. Sumber atau bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: - Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat dalam hal ini peraturan perundang-undangan dalam hal ini UU No. 32 Tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU no. 32 Tahun 2004. - Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk membantu menganalisis serta memahami permasalahan yang dibahas, yaitu berupa literatur maupun karya ilmiah para sarjana. Langkah pengumpulan bahan hukum dalam tulisan ini adalah melalui studi kepustakaan, yaitu diawali dengan inventarisasi semua bahan hukum yang terkait 5

dengan pokok permasalahan, kemudian diadakan klasifikasi bahan hukum yang terkait dan selanjutnya bahan hukum tersebut disusun dengan sistematisasi untuk lebih mudah membaca dan mempelajarinya. Langkah pembahasan dilakukan dengan menggunakan penalaran yang bersifat deduktif dalam arti berawal dari pengetahuan hukum yang bersifat umum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur, yang kemudian diimplementasikan pada permasalahan yang dikemukakan sehingga diperoleh jawaban dari permasalahan yang bersifat khusus. Pembahasan selanjutnya digunakan penafsiran sistematis dalam arti mengkaitkan pengertian antara peraturan perundang-undangan yang ada serta pendapat para sarjana, dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami permasalahan yang berhubungan dengan materi yang dibahas. HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri, dengan diundangkannya UU No. 32 Tahun 2004 diberi otonomi luas dan dengan otonomi daerah tersebut diberi hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana Pasal 1 angka 5 UU No. 32 Tahun 2004. Pemberian hak, wewenang dan kewajiban kepada kedua pemerintah daerah tersebut yaitu Kabupaten Blitar dan Kediri untuk menyelenggarakan pemerintahannya dengan batas-batas wilayahnya masing-masing. Kewenangan tersebut hanya dibatasi pada wilayahnya untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai Pasal 1 angka 6 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu adanya suatu anggaran pendapatan dan salah satu dari anggaran daerah tersebut dihasilkan dari pendapatan asli daerah menurut Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 pendapatan asli 6

daerah yaitu hasil pajak daerah; hasil retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Gunung Kelud selama ini dikenal dengan obyek pariwisatanya, sehingga akan diperoleh sumber pendapatan dari pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Gunung Kelud sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, karena itu jika Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri mempermasalahkan perbatasan Gunung Kelud memang sewajarnya demikian. Meskipun demikian demi terwujudnya asas untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, melalui pengelolaan obyek wisata Gunung Kelud dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya pengelolaan daerah pariwisata Gunung Kelud perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspekaspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri berkaitan dengan potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara sebagaimana Konsideran Bagian Menimbang UU No. 32 Tahun 2004. Asas-asas dan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah terutama bagi daerah berbatasan ternyata tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah Kabupaten Blitar dengan Kabupaten Kediri yang nampak tidak ada kemauan untuk menyelesaikan sengketa perbatasan tersebut secara musyawarah melalui kerjasama untuk mengoperasionalnya pariwisata Gunung Kelud. Mengingat dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, tidak lepas dari hubungannya dengan daerah lainnya, demikian halnya antara Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri wilayahnya berdampingan, sehingga perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman pariwisata yang merupakan 7

aset daerah sebagai sumber pendapatan daerah. Hubungan yang paling utama menyangkut masalah potensi jika antar daerah terdapat potensi sumber keuangan yang perlu diusahakan bersama dalam hal ini sarana pariwisata Gunung Kelud. Daerah Gunung Kelud selama ini berpotensi sebagai tempat pariwisata yang tentunya pengelolaan pariwisata dapat menghasilkan pemasukan sebagai sumber pendapatan daerah untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan ekonomi rakyat di sekitar wilayah Gunung Kelud tersebut. Pendapatan dari pengelolaan wilayahnya tersebut diharapkan tetap menjaga keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Pengelolaan Gunung Kelud sebagai tempat wilayah yang dapat menghasilkan sumber pendapatan ternyata antara Pemerintah Kabupaten Blitar dengan Pemerintah Kabupaten Kediri tidak membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah, melainkan mempermasalahkannya, sehingga terjadilah konflik antar wilayah. Kerjasama antar daerah yang diharapkan dalam pengelolaan tempat wisata Gunung Kelud tersebut adalah sesuai dengan yang diharapkan oleh Pasal 195 UU No. 32 Tahun 2004, bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Kerja sama antar daerah tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama. Kerja sama yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD dari pemerintahan masing-masing yaitu Pemerintah Kabupaten Blitar dan Pemerintah Kabupaten Kediri. Kerjasama antar daerah dalam pengelolaan tempat wisata Gulung Kelud dalam rangka meningkatkan 8

kesejahteraan rakyat didasarkan pertimbangan efisiensi dan efektivitas melalui hasil pendapatan pengelolaan tempat wisata. Sengketa tersebut tidak diakhiri dengan peningkatan hubungan kerjasama untuk mengelola wilayah tempat pariwisata tersebut melainkan diselesaikan dengan caranya masing-masing yaitu tetap memperebutkan wilayah tersebut. Gubernur Jawa Timur berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 jo Pasal 10 Ayat (4) dan Ayat (5) jo Pasal 198 UU No. 32 Tahun 2004 mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa perbatasan antara Kabupaten Blitar dengan Kabupaten Kediri atas dasar asas dekonsentrasi berdasarkan asas pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat (delegasi), menyelesaikan permasalahan tersebut, karena disebutkan bahwa apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud. Apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud, dan keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut bersifat final. Hal ini berarti bahwa Gubernur Jawa Timur mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa perbatasan wilayah Gunung Kelud antara Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri. Sebagai pihak yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa perbatasan, Gubernur Jawa Timur mengambil keputusan sebagaimana Surat Keputusan (SK) Nomor 188/113/KPTS/ 013/ 2012 tentang penetapan status Gunung Kelud dari Gubernur Jatim yang menyatakan bahwa Gunung Kelud masuk wilayah Kabupaten Kediri. Keputusan Gubernur Jawa Timur tersebut dengan pertimbangan letak Gunung Sumbing sebelah selatan, dengan mengacu pada bukti-bukti sebagai berikut : 1. Peta Nomor G.47 Residentie, The Kediri Residency Tahun 1840 (berdasarkan data pendukung Kabupaten Blitar yang disampaikan kepada Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten Kediri). 9

2. Peta tahun 1840 yang dikoleksi oleh De Haan dengan nomor katalog Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) G-47 yang direproduksi bulan Februari 1988. Keputusan Gubernur Jawa Timur tersebut ternyata ditolak oleh Pemerintah Kabupaten Blitar. Sesuai dengan ketentuan Pasal 198 Ayat (2) dan Ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004, bahwa apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud, yang berarti bahwa keputusan Gubernur Jawa Timur tersebut belum final, oleh karena itu jika Pemerintah Kabupaten Blitar keberatan harus mengajukan permohonan keberatan administratif pada Menteri Dalam Negeri dan keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut bersifat final. Kenyataannya Pemerintah Kabupaten Blitar mengajukan gugatan pembatalan Surat Keputusan (SK) Nomor 188/113/KPTS/ 013/ 2012 pada Peradilan Tata Usaha Negara. Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana Pasal 1 angka 9 UU PTUN bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Karena Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur tersebut adalah untuk menyelesaikan sengketa wilayah antar daerah yang dalam hal ini antara Pemerintah Kabupaten Blitar dengan Pemerintah Kabupaten Kediri. Karena itu dengan tidak dipenuhinya salah satu unsur keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yaitu unsur bahwa keputusan tersebut bukan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara, maka bukan merupakan wewenang dari Peradilan Tata Usaha Negara untuk membatalkan keputusan Gubernur Jawa Timur. Berdasarkan pembahasan di atas dapat dijelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Blitar dalam menyelesaikan sengketa perbatasan dengan Pemerintah Kabupaten Kediri melalui cara meminta agar Peradilan Tata Usaha Negara 10

membatalkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur yang menyatakan perbatasan wilayah Gunung Kelud yang disengketakan masuk dalam wilayah Kabupaten Kediri. Langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Blitar tersebut tidak tepat. Karena seharusnya mengajukan keberatan administratif pada Menteri Dalam Negeri dan putusan Menteri Dalam Negeri tersebut bersifat final. Apabila keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut memberatkan Kabupaten Blitar, maka langkah yang ditempuh yaitu mengajukan gugatan pembatalan keputusan tersebut kepada Peradilan Tata Usaha Negara, karena keputusan Menteri Dalam Negeri bersifat final. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian dan pembahasan sebagaimana uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa perbatasan wilayah Gunung Kelud antara Pemerintah Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri ditinjau berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, dapat ditempuh dengan cara: a. Selain sebagai kepala pemerintahan daerah, Gubernur Jawa Timur juga sebagai wakil dari pemerintahan pusat yang menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah tertentu sebagai asas dekonsentrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 UU no. 32 Tahun 2004. Dan sebagai wakil dari pemerintahan pusat, Gubernur Jawa Timur juga mendapat kewenangan delegasi yang sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004. b. Gubernur mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa antar daerah, dalam kasus sengketa wilayah Gunung Kelud Gubernur Jawa Timur menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 188/113/KPTS/ 013/ 2012 tentang penetapan status Gunung Kelud dari Gubernur Jatim yang menyatakan bahwa Gunung Kelud masuk wilayah Kabupaten Kediri. Penerbitan Surat Keputusan tersebut sesuai dengan Pasal 198 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, walaupun Surat Keputusan tersebut belum bersifat final. c. Karena Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur tersebut belum bersifat final, apabila ada salah satu pihak yang tidak menyetujui Surat Keputusan 11

Gubernur tersebut, maka langkah berikutnya yaitu mengajukan penyelesaian sengketa antar daerah ke Menteri Dalam Negeri dan putusan dari Menteri Dalam Negeri tersebut bersifat final. Saran yang bisa saya sampaikan dalam penelitian ini Hendaknya Pemerintah Kabupaten Blitar mengajukan banding atas Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/113/KPTS/ 013/ 2012 ke Menteri Dalam Negeri sesuai dengan Pasal 198 Ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004, bahwa apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud. DAFTAR BACAAN Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Penerbit Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2001 Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1976 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004. Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996 Paulus Effendi Lotulung, Himpunan Makalah Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), Citra Aditya Bhakti, Jakarta Penjelasan Umum UU No. 32 Tahun 2004 butir a Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet. 6, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010 Philiphus M. Hadjon, Dkk, Hukum Administrasi Dan Good Governance Hukum Administrasi, Penerbit Universitas Trisaksi, Jakarta, 2010 et.al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994 12

, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Universitas Airlangga, Surabaya, 1994 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Majalah Bulanan YURIDIKA, No. 5-6 Tahun XII, September Desember 1997 Surat Keputusan (SK) Nomor 188/113/KPTS/ 013/ 2012 tentang penetapan status Gunung Kelud dari Gubernur Jatim. Surat Keputusan (SK) Nomor 188/113/KPTS/ 013/ 2012 tentang penetapan status Gunung Kelud dari Gubernur Jatim. www.malang-post.com Nasional. Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim yang memenangkan Pemkab Kediri dalam sengketa perebutan status Gunung Kelud 13