BAB III LANDASAN TEORI. A. Perlintasan Sebidang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Survei. 1. Kelengkapan Infrastruktur Perlintasan Sebidang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan analisis data dijelaskan dalam bagan alir seperti Gambar 4.1. Start.

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR 1 INSPEKSI KESELAMATAN PADA PERLINTASAN SEBIDANG

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Jalan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dijelaskan dalam bagan alir pada Gambar 4.1. Mulai. Studi Pustaka.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi pustaka. Metode penelitian. Orientasi lapangan.

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Metode Penelitian. Persiapan. Pengambilan Data

BAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Perlintasan Sebidang

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tahap-tahap penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Perlintasan Sebidang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KERUSAKAN JALAN STUDI KASUS (JALAN DR WAHIDIN KEBON AGUNG) SLEMAN, DIY

Evaluasi Kualitas Proyek Jalan Lingkar Selatan Sukabumi Pada Titik Pelabuhan II Jalan Baros (Sta ) ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement


BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis-Jenis Kerusakan Permukaan jalan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kondisi Eksisting

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Perlintasan Sebidang

Identifikasi Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Survei Kondisi Jalan

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. kerusakan ruas Jalan Pulau Indah, Kupang dari STA 0+00 STA 0+800, maka

INSPEKSI KESELAMATAN DI PERLINTASAN SEBIDANG PADA JPL 734 KM JALAN TATA BUMI SELATAN, YOGYAKARTA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik. Tabel 5.1 Spesifikasi data jalan berdasarkan TCPGJAK.

Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA

Kata kunci : Jalan Sorowajan Baru, Inspeksi Keselamatan, Perlintasan Sebidang, Geometrik jalan, dan Metode Pavement Condition Index

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN

Tabel Tingkat Kerusakan Struktur Perkerasan Lentur

IDENTIFIKASI KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR DI JALUR EVAKUASI BENCANA MERAPI

ANALISIS KERUSAKAN KONSTRUKSI JALAN ASPAL DI KOTA MAKASSAR DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (STUDI KASUS : JALAN LETJEND HERTASNING)

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Perlintasan Sebidang

LAMPIRAN F PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR JALAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX A. Hasil Perhitungan Pada Formulir Survei

BAB III LANDASAN TEORI

Saiful Anwar Kurniawan NIM. I

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

TINGKAT KERUSAKAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX DAN METODE PRESENT SERVICEABILITY INDEX ABSTRAK

BAB III METODELOGI PENELITIAN

EVALUASI KERUSAKAN RUAS JALAN PULAU INDAH, KELAPA LIMA, KUPANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pendahuluan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jalan Raya

BAB III LANDASAN TEORI

Kata Kunci : Analisa, Kerusakan Jalan, Metode PCI

melintang atau memanjang dan disebabkan oleh pergerakan plat beton dibawahnya) Kerusakan alur/bahu turun (lane / shoulder drop-off)...

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Existing Condition dan Lokasi

NASKAH SEMINAR 1 INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA WONOSARI KM 18 SAMPAI DENGAN KM 22

Kata Kunci : Perkerasan Jalan, Kerusakan Jalan, Pavement Condition Index (PCI)

EVALUASI JENIS DAN TINGKAT KERUSAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (STUDI KASUS: JALAN ARIFIN AHMAD, DUMAI )

ABSTRAK. Kata kunci : Analisa, Kerusakan Jalan, Metode Pavement Condition Index

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut :

Kata Kunci : Jenis Jenis Kerusakan, Kerusakan Jalan, Metode PCI

LUQMAN DWI PAMUNGKAS NIM. I

HALAMAN MOTTO dan PERSEMBAHAN. Wahai ananda permata hati Hitunglah waktu dengan teliti Masa berjalan capat sekali Bila tak ingin hidup merugi

Margareth Evelyn Bolla *)

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN FOLLOW YOUR HEART AKU PERNAH BERCERITA TENTANG RAGU, DIAM-DIAM RAGU, LALU RAGU, DEKAT SEKALI DENGAN RAGU

BAB I PENDAHULUAN. volume maupun berat muatan yang membebani jalan. Oleh karena perubahan

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI KONDISI PERKERASAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (STUDI KASUS RUAS JALAN BEUREUNUEN BATAS KEUMALA)

PENURUNAN PELAYANAN JALAN AKIBAT DISINTEGRATION, UTILITY CUT DEPRESSION, BLEEDING, DAN POLISHED AGGREGATE PADA PERKERASAN LENTUR

ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN RAYA PADA LAPISAN PERMUKAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang

ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPIS PERMUKAAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PCI (Studi Kasus : Ruas Jalan Blora Cepu ) 1 ABSTRAK

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

ANALISA KONDISI KERUSAKAN JALAN PADA LAPISAN PERMUKAAN (STUDI KASUS : JALAN ADI SUCIPTO SUNGAI RAYA KUBU RAYA)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

Kata Kunci : Jalan Raya, Kerusakan Jalan, Metode Pavement Condition Index (PCI).

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No.3

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : HIMANTORO MILUDA NIM. I

BAB III METODOLOGI. 3.1 Metode Survei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Perlintasan Sebidang Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor 770 Tahun 2005 tentang Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang antara Jalan dengan Jalur Kereta Api memuat bahwa: 1. Ketentuan dalam Perencanaan Perlintasan Sebidang Ketentuan-ketentuan dalam perencanaan perlintasan sebidang terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan teknis. Aspek-aspek ketentuan umum yang harus diperhatikan dalam pedoman perlintasan jalan raya dan jalan rel adalah keselamatan lalu lintas dimana kereta api mempunyai prioritas utama, pandangan bebas pemakai jalan, kepentingan pejalan kaki, drainase jalan, dan desain yang ramah lingkungan. Sedangkan, aspek-aspek ketentuan teknis yang harus diperhatikan dalam perlintasan sebidang adalah geometrik pada perlintasan sebidang, pengaturan lalu lintas, serta tipe struktur perkerasan pada perlintasan sebidang. 2. Persyaratan Perlintasan Sebidang Persyaratan pembangunan perlintasan sebidang antara lain: 1) Permukaan jalan tidak boleh lebih tinggi atau lebih rendah dengan kepala rel, dengan toleransi 0,5 cm. 2) Terdapat permukaan sepanjang 60 cm diukur dari sisi terluar jalan rel. 3) Maksimum gradien untuk dilewati kendaraan dihitung dari titik tertinggi di kepala rel adalah: a) Sebesar 2% diukur dari sisi terluar permukaan datar sebagaimana dimaksud dalam butir 2 untuk jarak 9,4 meter. b) Sebesar 10% untuk 10 meter berikutnya dihitung dari titik terluar sebagaimana dimaksud dalam butir 1 sebagai gradien peralihan. 15

16 4) Lebar perlintasan untuk satu jalur maksimum 7 meter. 5) Sudut perpotongan antara rel dengan jalan raya sekurang kurangnya 90 derajat dan panjang jalan yang lurus minimal harus 150 meter dari jalan rel. 6) Harus dilengkapi rel lawan atau konstruksi lain untuk tetap menjamin adanya alur untuk roda kereta. 7) Ruas jalan yang dapat dibuat perlintasan sebidang antara jalan dengan jalan kereta mempunyai persyaratan sebagai berikut: a) Jalan kelas III. b) Jalan sebanyak banyaknya 2 lajur dan 2 arah. c) Tidak pada tikungan jalan dan/atau alinyemen horizontal yang memiliki radius sekurang kurangnya 500 meter. d) Tingkat kelandaian kurang dari 5% dari titik terluar jalan rel. e) Memenuhi jarak pandang bebas. f) Sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). 3. Pedoman Teknis Rambu dan Marka pada Perlintasan Sebidang Rambu dan marka dalam perkeretaapian juga harus dipahami seperti yang tertera dalam Peraturan Direktur Jendral Perhubungan Darat Nomor 770 Tahun 2005 yaitu: 1. Rambu adalah salah satu dari perlengkapan jalan berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan. 2. Rambu Peringatan adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan peringatan bahaya atau tempat berbahaya pada jalan di depan pemakai jalan. 3. Rambu Larangan adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pemakai jalan. 4. Rambu Perintah adalah rambu yang menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan. 5. Papan Tambahan adalah papan yang dipasang di bawah daun rambu yang memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu.

17 6. Marka Jalan adalah tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang berbentuk garis membujur, garis melintang serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas. 7. Isyarat Lampu Lalu Lintas adalah isyarat lampu lalu lintas satu warna terdiri dari satu lampu menyala berkedip atau dua lampu yang menyala bergantian untuk memberikan peringatan bahaya kepada pemakai jalan. 8. Isyarat Suara adalah isyarat lalu lintas yang berupa suara yang menyertai isyarat lampu lalu lintas satu warna yang memberikan peringatan bahaya kepada pemakai jalan. Pada perlintasan sebidang sebaiknya dilengkapi dengan marka, rambu serta sistem kontrol palang pintu perlintasan, baik untuk lintasan yang memiliki frekuensi lalu lintas yang rendah maupun tinggi dengan alasan keamanan lalu lintas agar kecelakaan pada perlintasan sebidang menjadi berkurang. B. Arus Lalu-Lintas Kendaraan Pada Perlintasan Sebidang Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI) tahun 2014 memuat bahwa arus lalu lintas (Q) adalah jumlah kendaraan-kendaraan yang melalui suatu garis tak terganggu di hulu pendekat per satuan waktu. Notasi Q juga dapat dipakai untuk menyatakan LHRT dalam satuan kend/hari. Arus lalu lintas (Q) dinyatakan dalam satuan kendaraan ringan (skr) per jam untuk satu atau lebih periode, misalnya pada periode jam puncak pagi, siang, atau sore. Arus lalu lintas dikonversikan dari satuan kendaraan per jam menjadi skr per jam dengan menggunakan nilai ekivalen kendaraan ringan (ekr). Nilai ekr untuk tiap tipe kendaraan diuraikan dalam Tabel 3.1 berikut ini.

18 Tabel 3.1 Nilai EKR (Ekivalen Kendaraan Ringan) No. Tipe Kendaraan Jenis Kendaraan Nilai ekr 1. Kendaraan Ringan (LV) Mobil Penumpang, Pick Up 1,0 2. Kendaraan Berat (HV) Bus, Truk 1,3 3. Sepeda Motor (MC) Sepeda Motor 0,4 Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 2014 Q = Q LV ekr LV + Q HV ekr HV + Q MC ekr MC..(3.1) Keterangan: Q QLV QHV QMC ekr : Arus lalu lintas (skr/jam atau skr/hari) : Arus lalu lintas jenis kendaraan ringan (kendaraan/jam) : Arus lalu lintas jenis kendaraan berat (kendaraan/jam) : Arus lalu lintas jenis sepeda motor (kendaraan/jam) : Faktor pendekat 1. Tundaan Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI) Tahun 2014 memuat bahwa tundaan sebagai waktu tempuh tambahan yang digunakan pengemudi untuk melalui suatu simpang apabila dibandingkan dengan lintasan tanpa simpang dinyatakan satuan detik. Tundaan terdiri dari tundaan lalu lintas atau Vehicles Interection Delay (T L ) dan tundaan geometrik atau Geometric Delay (T G ). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: T = T L + T G...... (3.2) Dimana: T L : Tundaan lalu lintas T G : Tundaan geometrik

19 Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI) tahun 2014 memuat bahwa tundaan yang diperhitungkan termasuk tundaan lalu lintas dan tundaan geometrik. Pada perlintasan sebidang tundaan dipengaruhi oleh tundaan berhenti (stopped delay) sebagai tundaan geometrik dan tundaan kemacetan (congestion delay) sebagai tundaan lalu lintas. 2. Panjang Antrian Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI) tahun 2014 memuat bahwa antrian adalah jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat simpang dan dinyatakan dalam kendaraan atau satuan kendaraan ringan, sedangkan panjang antrian adalah kendaraan yang mengantri di sepanjang pendekat dan dinyatakan dalam satuan meter. Panjang antrian mulai diukur saat pintu perlintasan ditutup sampai pintu perlintasan dibuka. C. Metode Pavement Condition Index (PCI) Menurut Shahin (1994 dalam Hardiyatmo, 2015) menyatakan bahwa penilaian kondisi struktur perkerasan jalan dengan metode Pavement Condotion Index (PCI) dinilai berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. 1. Jenis-Jenis Kerusakan Jalan Jenis-jenis kerusakan jalan serta faktor penyebab kerusakan tersebut dikelompokkan berdasarkan kerusakan pada lapis permukaan dan lapis pondasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.

20 Tabel 3.2 Jenis-jenis kerusakan berdasarkan kerusakan pada lapis permukaan dan lapis pondasi No. Kerusakan Faktor Penyebab 1. Lapis Permukaan a. Retak Buaya (Alligator Cracks) b. Retak Kotak- Kotak (Block Cracks) c. Retak Pinggir (Edge Cracks) d. Retak Sambungan Jalan (Lane Joint Cracks) e. Retak Selip (Slippage Cracks) f. Retak Memanjang atau Melintang (Longitudinal or Transverse Cracks) Bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, penggunaan aspal yang kurang, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air. Perambatan dari retak susut, retak yang tidak diperbaiki secara benar sebelum overlay dilakukan, atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar. Tidak baiknya sokongan dari arah sampingan, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan. Gerakan pada tanah pondasi, hilangnya kadar air dalam tanah dasar, atau lepasnya butir pada tepi retak dan bertambah lebar. Kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dengan lapis dibawahnya, kurangnya penggunaan lapis perekat, penggunaan agregat halus terlalu banyak, atau lapis permukaan kurang padat. Penambatan dari retak penyusutan lapisan struktur perkerasan dibawahnya, lemahnya sambungan struktur perkerasan, badan pada pinggir struktur perkerasan kurang baik, atau sokongan samping kurang baik.

21 No. Kerusakan Faktor Penyebab g. Pelepasan butir (Ravelling) h. Pengausan Agregat (Polished Aggregat) Pelapukan material pengikat atau agregat, pemadatan yang kurang, penggunaan material yang kotor, penggunaan aspal yang kurang memadai, atau suhu pemadatan tidak sesuai standar. Agregat yang digunakan tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau bentuk agregat yang digunakan bulat dan licin. i. Lubang (Potholes) Kadar aspal rendah, agregat yang digunakan kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik, sistem drainase yang tidak baik, retak-retak yang terjadi tidak segera diperbaiki sehingga air meresap mengakibatkan terjadinya lubang. j. Tambalan (Patching) k. Kegemukan (Bleeding) l. Cekungan (Bumb and Sags) m. Pinggiran Jalan Turun (Lane Drop Off) Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan struktur perkerasan, serta penggalian pemasangan saluran atau pipa. Penggunaan aspal yang tidak merata atau berlebihan saat pelaksanaan, tidak menggunakan aspal yang sesuai sehingga keluarnya aspal dari lapisan bawah yang mengalami kelebihan aspal. Lapis aspal bergelombang (membentuk lapisan lensa cembung), atau struktur perkerasan yang menonjol keatas pada material disertai retakan yang ditambah dengan beban lalu lintas. Lebar struktur perkerasan yang kurang, material bahu jalan yang mengalami erosi atau penggerusan, dilakukan pelapisan lapisan struktur perkerasan namun tidak melakukan pembentukan bahu jalan.

22 No. Kerusakan Faktor Penyebab n. Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing) Amblasnya struktur perkerasan hingga timbul beda elevasi antara permukaan struktur perkerasan dengan permukaan kepala rel, pelaksanaan pekerjaan atau pemasangan rel yang tidak tepat. 2. Lapis Pondasi Atas dan Bawah a. Alur (Rutting) Lapis struktur perkerasan yang kurang padat, atau campuran aspal dengan stabilitas yang rendah sehingga menimbulkan deformasi plastis. b. Keriting (Corrugation) Stabilitas lapis permukaan yang rendah, terlalu banyak mempergunakan agregat halus, penggunaan material yang tidak tepat, lalu lintas dibuka sebelum struktur perkerasan mantap. c. Sungkur (Shoving) Stabilitas tanah dan lapisan struktur perkerasan yang rendah, daya dukung lapis permukaan yang tidak memenuhi, atau beban lalu lintas yang terlalu berat. d. Amblas (Depression) Beban kendaraan yang berlebihan, penurunan bagian struktur perkerasan, pelaksanaan pemadatan tanah yang kurang baik. e. Jembul (Swell) Adanya pengembangan tanah dasar pada tanah Sumber: Shahin (1994) / Hardiyatmo (2015) dasar ekspansif (lempung).

23 2. Tingkat Kerusakan (Severity Level) Severity level adalah tingkat kerusakan pada tiap-tiap jenis kerusakan. Tingkat kerusakan yang digunakan dalam perhitungan Pavement Condition Index (PCI) dikelompokkan menjadi tiga tingkat kerusakan, yaitu: a. Low Severity Level (L) Low severity level (rusak ringan) adalah kondisi perkerasan jalan yang bebas dari kerusakan atau cacat dan hanya membutuhkan pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan. Pemeliharaan rutin adalah penanganan yang diberikan hanya terhadap lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendara tanpa meningkatkan kekuatan struktural yang dilakukan sepanjang tahun. b. Medium Severity Level (M) Medium severity level (rusak sedang) adalah kondisi perkerasan jalan yang memiliki kerusakan cukup signifikan dan membutuhkan pemeliharaan berkala. Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan pada waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) untuk meningkatkan kekuatan struktural. c. High Severity Level (H) High severity level (rusak parah) adalah kondisi perkerasan yang memiliki kerusakan yang sudah meluas dan membutuhkan program peningkatan. Program peningkatan adalah penanganan jalan guna memperbaiki pelayanan jalan yang berupa peningkatan struktural dan/atau geometriknya agar mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan. 3. Penilaian Kondisi Perkerasan Tahapan perhitungan penilaian kondisi perkerasan dengan metode Pavement Condition Index (PCI) adalah sebagai berikut: a. Density (kerapatan) Density adalah persentase luas atau panjang total dari satu jenis kerusakan terhadap luas atau panjang total bagian jalan yang diukur. Nilai

24 density suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat kerusakannya. Untuk menghitung nilai density dipakai rumus sebagai berikut: Density = Ad 100%...(3.3) As Atau Density = Ld 100%...(3.4) As Dengan: Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m 2 ) Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m) As = Luas total unit segmen (m 2 ) Persamaan-persamaan (3.3) dan (3.4) digunakan untuk kerusakan yang bisa diukur, misalnya: retak pinggir, retak memanjang atau melintang, dan lain-lain. Untuk kerusakan tertentu seperti lubang, maka dihitung dengan: Density = Jumlah Lubang A s 100%...(3.5) b. Deduct Value (nilai pengurangan) Deduct Value adalah suatu nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara density dengan deduct value. Deduct Value juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap-tiap kerusakan. Untuk mencari nilai deduct value dari grafik jenis-jenis kerusakan, adapun cara untuk menentukan DV yaitu dengan memasukan persentase densitas pada grafik masing-masing jenis kerusakan kemudian menarik garis vertikal sampai memotong tingkat kerusakan (low, medium, high).

25 c. Total Deduct Value (TDV) Total Deduct Value adalah nilai total dari deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian. Untuk mendapatkan nilai Total Deduct Value adalah dengan cara menjumlahkan nilai Deduct Value per segmen. d. Corrected Deduct Value (CDV) Corrected Deduct Value diperoleh dari kurva hubungan antara TDV dan CDV dengan memilih lengkungan kurva sesuai jumlah nilai Deduct Value yang lebih besar dari 2. Jika nilai CDV yang diperoleh lebih kecil dari nilai Deduct Value yang tertinggi, maka CDV digunakan adalah nilai dari Individual Deduct Value yang tertinggi. e. Pavement Condition Index (PCI) Setelah CDV diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit penelitian atau segmen adalah: PCIs = 100 CDV...(3.6) Keterangan: PCIs = Pavement Condition Index untuk tiap unit penelitian CDV = Corrected Deduct Value untuk tiap unit penelitian Untuk nilai PCI dari struktur perkerasan lentur secara keseluruhan pada suatu ruas jalan adalah: PCIf = PCIs..(3.7) N Keterangan: PCIf PCIs N = Nilai PCI struktur perkerasan lentur pada ruas jalan = Nilai PCI struktur perkerasan lentur pada tiap unit penelitian = Jumlah unit penelitian

26 f. Ruting (Klasifikasi Kualitas Struktur Perkerasan) Menurut Shahin (1994 dalam Rosyidi, 2016) menyatakan bahwa kualitas struktur perkerasan (ruting) yang diamati dapat ditentukan dengan cara memasukan nilai PCI yang telah dihitung menggunakan Gambar 3.1, yaitu Failed (0-10%), Very Poor (11-25%), Poor (26-40%), Fair (41-55%), Good (56-70%), Very Good (71-85%), dan Excelent (86-100%). Gambar 3.1 Diagram Nilai PCI Sumber: Shahin (1994) / Hardiyatmo (2015)

27