BAB 3 ANALISIS. Pada penelitian ini akan dilakukan simulasi sistem pelacakan (tracking) dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 PEMBAHASAN. penelitian sebelumnya, hasil tersebut kemudian dianalisis, dimana hasil dari analisis

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN ANALISIS SIMULASI. Pada saat menjalankan simulasi ini ada beberapa parameter yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi-aplikasi jaringan memerlukan sejumlah node-node sensor terutama untuk

1 BAB I PENDAHULUAN ULUAN

1 BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1-1. Hybrid Ad Hoc Wireless Topology

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA PROTOKOL REAKTIF PADA JARINGAN MANET DALAM SIMULASI JARINGAN MENGGUNAKAN NETWORK SIMULATOR DAN TRACEGRAPH

BAB I PENDAHULUAN. nirkabel dan merupakan turunan dari MANET (Mobile Ad hoc Network). Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

ANALISIS KINERJA PROTOKOL ROUTING AODV DAN OLSR PADA JARINGAN MOBILE AD-HOC

Studi Kinerja Multipath AODV dengan Menggunakan Network simulator 2 (NS-2)

BAB I PENDAHULUAN. keputusan krusial seperti transaksi perbankan, perdagangan dll.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA KINERJA AD-HOC ON DEMAND DISTANCE VECTOR (AODV) PADA KOMUNIKASI VMES

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Metode Penyimpanan Data Secara Kolaboratif Dalam Jaringan Sensor

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN

Simulasi Jaringan MANET Dengan NS3 Untuk Membandingkan Performa Routing Protokol AODV dan DSDV

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Simulasi dan Pengkajian Performa Vehicular Ad Hoc Network

BAB I PENDAHULUAN. yang dikerahkan di daerah pemantauan dengan jumlah besar node sensor mikro.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH DENSITAS WIRELESS MOBILE NODE DAN JUMLAH WIRELESS MOBILE NODE SUMBER TERHADAP PATH DISCOVERY TIME PADA PROTOKOL ROUTING AODV

Analisis Kinerja Protokol Ad Hoc On-Demand Distance Vector (AODV) dan Fisheye State Routing (FSR) pada Mobile Ad Hoc Network

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembandingan Kinerja Antara Protokol Dynamic Source Routing Dan Zone Routing Pada Jaringan Ad-Hoc Wireless Bluetooth

IMPLEMENTASI KOLABORASI NODE PADA SISTEM KOMUNIKASI AD HOC MULTIHOP BERBASIS JARINGAN SENSOR NIRKABEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA POLA-POLA TRAFIK PADA BEBERAPA PROTOKOL ROUTING DALAM JARINGAN MANET

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA PROTOKOL DESTINATION-SEQUENCED DISTANCE-VECTOR (DSDV) PADA JARINGAN WIRELESS AD HOC

Evaluasi Pervormance Dari AODV Routing Protokol Pada Jaringan Ad Hoc Dengan Testbed

Implementasi Routing Protocol DSR pada Skenario Mobility Random Waypoint dengan menggunakan Propagasi Nakagami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Kinerja Reactive Routing Protocol dalam Mobile Ad-Hoc Network (MANET) Menggunakan NS-2 (Network Simulator)

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA PERFORMANSI DYNAMIC SOURCE ROUTING (DSR) PADA WIRELESS AD HOC NETWORK

BAB IV HASIL DAN ANALISIS SIMULASI

SIMULASI KINERJA MEKANISME KEAMANAN WATCHDOG ROUTING PROTOCOL AODV TERHADAP SERANGAN BLACK HOLE PADA MANET SKRIPSI. Oleh :

BAB III ANALISIS METODE DAN PERANCANGAN KASUS UJI

BAB IV PENGUJIAN DAN EVALUASI. routing, dan pengujian terhadap parameter-parameter QoS, serta hasil analisis

ANALISIS PERBANDINGAN PERFORMANSI PROTOKOL ROUTING AODV DAN DSDV PADA WIRELESS SENSOR NETWORK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH JARAK DAN OBSTACLE PADA RSSI JARINGAN ZIGBEE ( ) Reza Febrialdy Yuwono 1, Novian Anggis S. 2

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. topologi yang akan dibuat berdasarkan skematik gambar 3.1 berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Metode Penyimpanan Data Secara Kolaboratif Dalam Jaringan Sensor

Bab 3 Parameter Simulasi

Kata kunci : WSN, Non-Mobile, Mobile, Delay, PDR, Throughput

Implementasi Routing Protocol DSR pada Skenario Mobility Random Waypoint dengan menggunakan Propagasi Nakagami

DESAIN TOPOLOGI KOMUNIKASI WIRELESS SENSOR NETWORK (WSN) PADA APLIKASI SISTEM STRUCTURAL HEALTH MONITORING (SHM) JEMBATAN ABSTRAK

BAB V IMPLEMENTASI DAN HASIL SIMULASI

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Jaringan sensor nirkabel (wireless sensor network) terdiri atas sejumlah besar

DESAIN DAN ANALISA MANAJEMEN KONSUMSI DAYA PADA WSN UNTUK SISTEM MONITORING KESEHATAN STRUKTUR (SMKS) JEMBATAN

Analisis Kinerja Jaringan VANET dengan Model Propagasi Free Space dan Two Ray Ground Pada Routing AODV TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: DSR, Manet, OLSR, OPNET, Routing. v Universitas Kristen Maranatha

ANALISIS PERFORMANSI ROUTING HYBRID WIRELESS MESH PROTOCOL (HWMP) PADA WIRELESS MESH NETWORK (WMN) BERDASARKAN STANDAR IEEE 802.

DAFTAR ISI. PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN... vi. ABSTRACT... ix. INTISARI... x. DAFTAR ISI... xi. DAFTAR GAMBAR...

ANALISIS KINERJA PROTOKOL ROUTING AODV DAN OLSR PADA JARINGAN MOBILE AD HOC

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi oleh pengirim (transmitter) dan penerima (receiver) agar komunikasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada layer Network, layer ketiga dari tujuh OSI (Open System Interconnection)

Analisis Perbandingan Performansi Protokol Ad Hoc On- Demand Distance Vector dan Zone Routing Protocol Pada Mobile Ad Hoc Network

JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 4, NO. 1, MARET 2013: 5-10

EVALUASI KINERJA ZONE ROUTING PROTOCOL PADA MOBILE AD-HOC NETWORK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

EVALUASI PERFORMANSI OLSR (OPTIMIZED LINK STATE ROUTING) PADA MOBILE AD-HOC NETWORK

BAB II LANDASAN TEORI

Pembandingan Kinerja Antara Protokol Dynamic Source Routing Dan Zone Routing Pada Jaringan Ad-Hoc Wireless Bluetooth

AS IR O R U O TI U N TI G P AD

Implementasi Kolaborasi Node Pada Sistem Komunikasi Ad Hoc Multihop Berbasis Jaringan Sensor Nirkabel

ANALISIS PERBANDINGAN PERFORMANSI PROTOKOL AODV (AD HOC ON DEMAND DISTANCE VECTOR) DAN ZRP (ZONE ROUTING PROTOCOL) PADA MOBILE AD HOC NETWORK (MANET)

Simulasi Jaringan MANET Dengan NS3 Untuk Membandingkan Performa Routing Protokol AODV dan DSDV

BAB V IMPLEMENTASI DAN HASIL SIMULASI

Studi Perbandingan Kinerja Model Transmisi TwoRayGround dan Nakagami pada OLSR di Lingkungan MANET Menggunakan NS-2

ANALISA KINERJA MODE GATEWAY PROTOKOL ROUTING AODV-UU PADA JARINGAN AD HOC HIBRIDA FUAD ZULFIAN

IMPLEMENTASI MODEL ROUTING AD HOC DENGAN ALGHORITMA PROTOKOL AODV (AD HOC ON DEMAND DISTANCE VEKTOR ) MENGGUNAKAN PROGRAM NETWORK SIMULATOR (NS2)

Analisis Kinerja Protokol Routing Ad Hoc On-Demand Multipath Distance Vector (AOMDV) Pada Mobile Ad Hoc Network. Tugas Akhir

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Data 2.2 Infrastruktur Jaringan Telekomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Kinerja Protocol SCTP untuk Layanan Streaming Media pada Mobile WiMAX 3

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) A-229

Dynamic Routing (RIP) menggunakan Cisco Packet Tracer

ANALISIS PROTOCOL LOW ENERGY ADAPTIVE CLUSTERING HIERARCHY PADA WIRELESS SENSOR NETWORK

METODE PENELITIAN. Studi Pustaka. Proses Simulasi. Analisis Hasil. Gambar 11 Metode penelitian.

Rancangan Mobile Ad-Hoc Networks untuk Solusi Jaringan Komunikasi Antar Armada Bergerak menggunakan Simulasi NS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan permintaan pasar untuk dapat berkomunikasi dan bertukar data dengan

Analisis Perbandingan Dampak Serangan Black Hole pada Peformansi Protokol Routing OLSR dan AODV di Jaringan Wireless Mesh Network

Transkripsi:

BAB 3 ANALISIS 3.1 Pendahuluan Pada penelitian ini akan dilakukan simulasi sistem pelacakan (tracking) dengan menggunakan teknologi Mobile Ad Hoc Network. Simulasi akan dilakukan berdasarkan beberapa skenario dengan kondisi yang berbeda-beda. Simulasi dilakukan dengan cara tersebut dengan tujuan untuk meneliti secara akurat performa dari sistem lacak yang disimulasikan dalam penelitian ini. Selain itu dengan diterapkannya kondisi yang berbeda-beda pada skenario pengujian dapat diteliti sejauh mana pengaruh perubahan kondisi medan atau lapangan terhadap performa dari sistem lacak berbasis MANET. 3.2 Pemilihan Protokol Routing Pemilihan protokol routing dilakukan sebelum pengujian dilakukan. Performa MANET sangat dipengaruhi oleh protokol routing yang digunakan. Oleh karena itulah dilakukan pemilihan protokol routing yang tepat berdasarkan hasil analisis dari teoriteori mengenai protokol routing pada MANET yang menjadi landasan teori dari penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa protokol routing yang digunakan harus sesuai dengan kondisi lingkungan tempat sistem

berjalan dan cara kerja sistem itu sendiri. Dari tiga bagian utama protokol routing yang terbagi berdasarkan jenis topologinya, Flat Routing merupakan kategori protokol routing yang paling tepat untuk sebuah sistem lacak dibandingkan dengan Hierarchical Routing. Flat Routing dipilih karena mampu memenuhi kebutuhan dari sebuah sistem lacak yang topologinya sering berubah-ubah. Dalam Hierarchical Routing, dibentuk - cluster-cluster berdasarkan posisi dari setiap node untuk membentuk sebuah sistem routing secara hirarkis. Dalam sebuah sistem lacak yang posisi setiap node-nya sangat mungkin sering berubah-ubah maka proses pembentukan cluster akan terus dilakukan berulang-ulang dan hal ini menjadikan Hierarchical Routing kurang efisien dan kurang efektif untuk digunakan dalam sebuah sistem lacak. Dalam Flat Routing masih terbagi lagi menjadi beberapa kategori berdasarkan cara pembaharuan informasi node-node-nya yang terbagi menjadi Proactive Routing, Reactive Routing, dan Hybrid Routing. Dari ketiga kategori tersebut, Proactive Routing merupakan pilihan yang paling tepat untuk sebuah sistem lacak karena cara kerjanya yang secara terus menerus memperbaharui informasi mengenai posisi dan pergerakan dari node-node-nya. Dengan menggunakan Proactive Routing, posisi dan pergerakan dari setiap node akan dapat terus dipantau dan diketahui secara tepat. Dari beberapa routing protocol yang termasuk dalam kategori Proactive Routing, DSDV (Destination Sequenced Distance-Vector) dipilih sebagai routing protocol yang digunakan dalam penelitian ini.. DSDV dipilih karena merupakan protokol routing yang dapat memberikan performa yang terbaik ketika diterapkan pada ruangan tertutup dan memiliki mobilitas yang relatif rendah, misalnya area kamar bayi pada sebuah rumah sakit. Protokol DSDV juga menjaga informasi supaya senantiasa up-to-date dengan

routing table sehingga dapat dengan mudah memperoleh informasi yang lebih reliable apabila akan dilakukan pelacakan / tracking yang cepat terhadap sample. 3.3 Skenario Pengujian Simulasi akan diujikan pada kondisi tempat yang berbeda, dimana skenario simulasi pertama dilakukan dengan kondisi pada ruang tanpa sekat atau tanpa penghalang apapun. Setelah itu pada skenario kedua simulasi akan dilakukan dengan kondisi nyata pada sebuah rumah sakit, dimana terdapat ruang-ruang dan halanganhalangan atau sekat berupa tembok dan lainnya. Skenario simulasi kedua ini dilakukan dengan kondisi tempat yang diambil berdasarkan floor plan sebuah rumah sakit. Rumah sakit dipilih dikarenakan rumah sakit merupakan salah satu tempat yang cukup potensial menjadi tempat diimplementasikannya sistem lacak berbasis MANET ini dikemudian hari. Tabel 3.1 Tabel Pengujian Parameter Value Network Simulator NS 3.15 Area Simulasi 100m x 200m 200m x 200m 300m x 200m 400m x 200m 500m x 200m

Protokol MAC IEEE 802.11 Jumlah Node 25, 50, 100, 150, dan 200 Ukuran Paket Protokol Routing 512 byte DSDV (Destination Sequenced Distance- Vector) Testbed Durasi Simulasi Model mobilitas User Datagram Protocol (UDP) 100 detik 1 node diam dan sisanya bergerak Keterangan Parameter Network Simulator yang digunakan dalam penelitian ini adalah NS 3.15 yang merupakan versi terbaru dari NS 3. NS 3.15 berjalan pada sistem operasi Linux dan merupakan perangkat lunak yang bersifat open source. Luas area yang dipilih dimulai dari 100m x 100m (10.000m 2 ), karena rumah sakit yang cukup besar rata-rata memiliki luas bangunan diatas 5000m 2 dan luas tanah 7500m 2. Pemilihan luas bangunan hingga sebesar 100.000m 2 bertujuan untuk menguji apakah sistem ini dapat berjalan baik pada rumah sakit yang berskala cukup besar, seperti pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang luas areanya mencapai kisaran 100.000m 2. Apabila performa yang berjalan pada rumah sakit berskala besar cukup baik, maka pada rumah sakit berskala kecil akan memiliki performa yang kurang lebih cukup baik juga.

Tabel 3.2 Persyaratan Kondisi Rumah Sakit RUMAH NO. SAKIT JUMLAH TEMPAT TIDUR MINIMAL LUAS ( MINIMAL ) BANGUNAN TANAH 1 RS. KHUSUS 25 1.250 m2 Bangunan Tidak Bertingkat Misal : 11/2 x Luas Bangunan (1.875 m2) - RS. Ibu Anak - RS THT Bangunan Bertingkat dsb. 2 x Luas Bangunan Lantai Dasar 2 RS. UMUM 50 2.500 m2 Bangunan Tidak Bertingkat Misal : 11/2 x Luas Bangunan (3.750 m2) - YAYASAN Bangunan Bertingkat 2 x Luas Bangunan Lantai Dasar - PT 100 5.000 m2 Bangunan Tidak Bertingkat 11/2 x Luas Bangunan (7.500 m2) Bangunan Bertingkat 2 x Luas Bangunan Lantai Dasar

Protokol MAC yang digunakan adalah IEEE 802.11b yang merupakan pengembangan dari IEEE 802.11 yang merupakan standar yang paling banyak digunakan untuk wireless network. IEEE 802.11 menyediakan konektivitas nirkabel (wireless) untuk perangkat-perangkat nirkabel (wireless nodes) yang dapat bergerak dalam suatu area tertentu dan dapat menyebar secara cepat. Protokol ini terus dikembangkan dan menghasilkan IEEE 802.11b yang memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan pendahulunya. Pada IEEE 802.11b data rate-nya dapat mencapai 11 Mbit/s, hal ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan IEEE 802.11 yang data ratenya hanya mencapai 2 Mbit/s. Jumlah node yang diambil sebagai contoh didasarkan pada jumlah minimal tempat tidur yang diasumsikan 1 tempat tidur sebagai 1 pasien yang direpresentasikan sebagai node didalam simulasi. Jumlah tempat tidur minimal yang harus dimiliki oleh sebuah rumah sakit khusus, misalnya RS Ibu Anak adalah 25 buah. Untuk RS Umum jumlah tempat tidur minimal yang harus tersedia adalah 50 buah dan untuk RS Umum Perguruan Tinggi 100 buah. Selain itu, jumlah node-node tersebut tidak terbatas pada jumlah minimal tempat tidur yang harus dimiliki oleh sebuah rumah sakit, namun ditambah menjadi 150 dan 200 node dengan asumsi jumlah-jumlah node tersebut sudah mencakup jumlah rata-rata kapasitas pasien bayi pada rumah sakit besar atau pada rumah sakit bertaraf internasional sekalipun. Rumah sakit Cipto Mangunkusumo yang merupakan salah satu rumah sakit terbesar di Indonesia memiliki kapasitas kurang lebih 1000 tempat tidur. Protokol routing yang digunakan dalam penelitian ini adalah DSDV (Destination Sequenced Distance-Vector). DSDV dipilih berdasarkan hasil analisis

mengenai routing protocol pada MANET yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Pada simulasi ini, akan digunakan sebuah station node yang akan berperan sebagai pemantau. Node lainnya akan berperan sebagai objek yang dapat dilacak oleh pemantau. Node-node ini akan dihubungkan dengan pasien rumah sakit, khususnya bayi dan anak-anak. Perubahan topologi juga diperkirakan akan sangat jarang terjadi karena sebagian besar node akan berada pada ruangan masing-masing yang tertata dengan baik. 3.3.1 Skenario Pertama Pada skenario pertama simulasi akan dilakukan pada kondisi ruang tanpa sekat yang luasnya mencapai 100.000m 2. Simulasi tidak dilakukan langsung pada area seluas 100.000m 2, tetapi dilakukan secara bertahap dimulai dari area seluas 10.000m 2 (100m x 100m). Setelah itu simulasi akan dilanjutkan secara bertahap pada area yang lebih luas yaitu 40.000m 2 (200m x 200m), 60.000m 2 (300m x 200m), 80.000m 2 (400m x 200m), dan 100.000m 2 (500m x 200m). Pada awal simulasi akan diuji node berjumlah 25 buah, dimana 1 node akan berperan sebagai node pusat (central monitoring node) sementara 24 node lainnya akan disebar dan bergerak secara acak. Node pusat akan berperan sebagai node yang difungsikan untuk pengamatan lokasi dan pergerakan node-node lainnya. Node pusat akan terhubung ke sebuah layar monitor yang akan menampilkan lokasi dan pergerakan setiap node yang aktif dan saling terhubung dalam sistem tracking berbasis MANET ini. Jumlah node yang diuji dalam simulasi akan ditingkatkan secara bertahap menjadi 50, 100, 150, dan 200 buah sesuai dengan skenario yang telah direncanakan sebelumnya. Pada setiap simulasi akan

dihitung tingkat performa berdasarkan parameter pengukuran performa yang telah ditentukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat efektivitas dan efisiensi dari sistem lacak berbasis MANET yang diteliti pada penelitian ini. 3.3.2 Skenario Kedua Pada skenario kedua simulasi akan dilakukan pada ruangan dengan sekat. Pada awal simulasi akan diuji node berjumlah 25 buah, dimana 1 buah node akan berperan sebagai node pusat dan posisinya akan berada dalam ruang monitoring. Node-node lainnya akan bergerak secara acak pada ruang-ruang dan koridorkoridor yang terdapat pada area simulasi. Setelah node-node dinamis bergerak secara acak maka akan dilakukan pelacakan terhadap node-node tertentu yang dilakukan melalui pengamatan pada ruang monitoring, tempat dimana node pusat berada, dari situlah akan dapat diketahui letak dan pergerakan node yang dicari secara real time. Setelah itu simulasi akan dilakukan kembali dengan ditambahnya jumlah node yang bergerak secara bertahap menjadi 50, 100, 150, dan 200 node seperti yang dilakukan pada skenario pertama. Simulasi akan dilakukan pada area yang dibuat berdasarkan floor plan sebuah rumah sakit seperti pada gambar yang tertera pada halaman selanjutnya. Dengan melakukan simulasi pada area yang menyerupai kondisi dan lingkungan nyata dari sebuah rumah sakit pada umumnya, diharapkan sistem lacak ini dapat berjalan dengan baik ketika diimplementasikan di kemudian hari.

Gambar 3.2 Floor Plan Rumah Sakit

Pada setiap simulasi juga akan dihitung tingkat performa berdasarkan parameter pengukuran performa yang telah ditentukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat efektivitas dan efisiensi yang dapat dicapai pada kondisi ruang dengan sekat dibanding dengan simulasi yang dilakukan pada ruang tanpa sekat seperti pada skenario pertama. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui sejauh mana perbedaan atau penurunan performa dari sistem lacak berbasis MANET ini ketika dijalankan pada ruangan tanpa sekat dan ruang dengan sekat, dimana pada ruang dengan sekat terdapat barrier berupa tembok, kaca, ataupun penghalangpenghalang lainnya. 3.3.2.1 Cara Kerja Tracking Dibutuhkan 3 jenis node - Patient Node (PN), Infrastructure Node (IN), Monitor Node (MN). PN merupakan node yang bergerak sedangkan IN dan MN merupakan node diam yang ditempatkan pada posisi tertentu. PN merupakan device yang digunakan oleh pasien di rumah sakit, alat ini bersifat ringan dan efisien dari segi konsumsi energi (power). IN bersifat immobile (tidak bergerak) dan ditempatkan secara tersebar. Sumber energi IN dapat diperoleh dari baterai maupun langsung dari sumber listrik dan dapat diisi ulang (recharge) dengan frekuensi yang lebih sering dari PN. MN merupakan pusat penyimpanan, pemrosesan / analisis datadata dari PN dan IN. Node ini secara khusus menentukan lokasi dari PN berdasarkan informasi yang ada.

Patient Node Patient Node (PN) merupakan node yang paling sederhana dibandingkan dengan 2 node lainnya. Node ini secara periodik menerima paket Ping yang dikirim oleh IN dan MN. Saat paket Ping diterima oleh PN dan PN belum terhubung dengan node lainnya, maka sebuah link / jalur / hubungan akan tercipta antara PN dengan node pengirim paket Ping tersebut. PN kemudian me-reply dengan mengirim paket Ring (Reply Ping) ke node yang mengirimkan paket Ping tersebut (bisa berupa IN ataupun MN). PN menyimpan 2 data yaitu node manakah yang terhubung dengan PN dan kekuatan sinyal antara PN dengan node yang terhubung dengan PN. Kekuatan sinyal diperkirakan memiliki range antara 0 dbm hingga -25 dbm. PN juga me-listen paket Ping dari node lain (IN/MN). Apabila paket Ping yang diterima dari suatu node baru memiliki kekuatan sinyal yang lebih rendah dari node yang terhubung oleh PN, maka PN akan menghubungkan dirinya dengan node baru dan mulai mengirimkan paket Ring (Reply Ping) kepada node baru tersebut. Infrastructure Node Infrastructure Node (IN) melakukan broadcast paket Ping secara periodik untuk mengetahui keberadaan PN disekitarnya. Apabila IN menerima paket Ring (Reply Ping) dari PN, maka IN akan menambah PN

tersebut ke dalam tabel informasinya. Apabila paket Ring tidak diperoleh dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka PN tersebut akan dihapuskan dari tabel informasi IN. IN juga mengirim paket PI (Patient Information) ke MN secara periodik. Paket PI merupakan tabel informasi yang berisi daftar PN yang terhubung dengan masing-masing IN. Monitoring Node Monitoring Node (MN) merupakan node yang paling kompleks diatara 2 node lainnya. MN menggunakan memory dan energi pemrosesan yang besar. Node ini dapat berfungsi sama dengan IN apabila ada PN yang terhubung langsung dengan MN. MN menjaga informasi mengenai seluruh PN yang terhubung dengan IN dan kekuatan sinyal antara PN dan IN. Informasi tersebut digunakan untuk menggambarkan lokasi tiap node pada monitor yang pada akhirnya dapat digunakan untuk melacak lokasi pasien (PN).

Gambar 3.3 Infrastructure Node (IN) dan Monitoring Node (MN) melakukan broadcast paket Ping Gambar diatas menunjukkan Infrastructure Node (IN) dan Monitoring Node (MN) yang melakukan broadcast paket Ping secara periodik untuk melacak keberadaan Patient Node (PN) disekitarnya. Gambar 3.4 Node pasien ditemukan dari broadcast Ping, PN mereply dengan paket Ring

Setelah Patient Node ditemukan, maka Patient Node (PN) akan me-reply Ping tersebut dengan paket Ring (Reply Ping). PN tidak mereply seluruh paket Ping yang diterima, tetapi hanya paket Ping dengan kekuatan signal / Signal Strength (SS) terendah. Dalam hal ini PN2 hanya me-reply IN5. Informasi mengenai Signal Strength tersebut disimpan oleh PN supaya apabila diperoleh paket Ping dengan Signal Strength yang lebih rendah, maka PN dapat menghubungkan dirinya dengan IN/MN yang baru. IN menyimpan informasi mengenai PN yang tersambung. Informasi ini disebut dengan Patient Information (PI). Dalam hal ini, IN5 menyimpan informasi PN2 sebagai node yang terhubung dengan Signal Strength = 3. IN3 menyimpan informasi PN1 sebagai node yang terhubung dengan Signal Strength = 4. Gambar 3.5 Patient Information (PI) dikirim ke Monitoring Node (MN) untuk diolah

IN5 mengirim informasi mengenai Patient Information (PI Packet) ke Monitoring Node. Begitu juga dengan IN3 yang mengirim PI packet ke MN melalui node tetangga (neighbour node) yaitu IN 4 menuju Monitoring Node (MN). Setelah MN menerima PI packet dari berbagai IN, maka MN dapat mengolah paket-paket tersebut menjadi sebuah informasi baik dalam bentuk visual maupun tertulis / text. Karena letak Infrastructure Node (IN) yang tetap, maka MN dapat langsung menetahui posisi masing-masing IN, sedangkan lokasi Patient Node (PN) diketahui berdasarkan kekuatan sinyal dari Infrastructure Node terdekatnya. Gambar 3.6 Penentuan koordinat node Untuk mengestimasi koordinat lokasi dari node target, dua node sensor R1 dan R2 digunakan untuk menyediakan input (dalam hal ini adalah jarak / d) untuk memperoleh nilai x, sedangkan R3 dan R4 digunakan untuk memperoleh nilai y dari d3 dan d4.

x = y = 3.4 Proses Simulasi G a m b a r 3. 7 F l o w c h

art Proses Simulasi Pada program simulasi dijalankan, program telah terlebih dahulu memiliki default value (nilai) yang telah ditentukan. Apabila program dijalankan tanpa merubah nilai yang ada, maka program akan berjalan sesuai dengan nilai yang telah ditentukan sebelumnya. Akan tetapi, apabila parameter-parameter yang ada ingin diubah sesuai dengan skenario yang dikerjakan, ada 3 hal yang dapat diubah. Pertama ialah variable gerak, status node sumber dapat diubah menjadi bergerak atau diam sesuai dengan kondisi yang ditentukan pada skenario. Kedua ialah variable param yang berfungsi sebagai pengubah jenis pengukuran performa seperti Packet Delivery Ratio (PDR) pada pilihan pertama, Throughput dalam kbps pada pilihan kedua, dan yang ketiga adalah pengukuran Average End-to-End Delay dalam detik. Hal yang terakhir yang dapat diubah adalah jumlah node sumber yang bisa ditentukan, tergantung dari kebutuhan skenario yang dikerjakan. Setelah variable-variable tersebut disesuaikan, program simulasi akan berjalan sesuai dengan nilai baru yang telah ditentukan dan hasil dari simulasi yang telah dijalankan akan langsung ditampilkan.