BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN PROSEDUR PEMBERIAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS PADA PASIEN BALITA DI RSIA IPHI BATU ABSTRAK

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.

Universitas Tribhuwana Tunggadewi ABSTRAK

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

1.5 Metode Penelitian Tahapan yang akan dilakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini dibagi bebrapa tahapan, diantaranya:

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya infeksi silang atau infeksi nosokomial. penting di seluruh dunia dan angka kejadiannya terus

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

HUBU GA KEPATUHA PERAWAT DALAM ME JALA KA SOP PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PHLEBITIS

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian terapi obat melalui jalur intravena perifer (peripheral

TEHNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA ANAK DI RSUD ZAINOEL ABIDIN ACEH

PEMBERIAN OBAT MELALUI IV TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT

Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen dengan Kejadian Phlebitis di RSI Kendal.

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN DI UNIT RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG 2006

Kata kunci : Rumah Sakit, Infeksi Nosokomial, Antiseptic Hand rub Kepustakaan : 55 (15 Jurnal+20 Buku+6 Skrispi & tesis+14 Website)

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

ejournal keperawatan (e-kp) Volume 2. Nomor 1. Februari 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ABSTRAK

ABSTRAK. Kata kunci : tingkat pendidikan, masa kerja perawat, tindakan pemasangan infus sesuai standart operating procedure

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

ERIYANTO NIM I

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SKRIPSI HUBUNGAN KEPATUHAN PERAWAT MELAKSANAAN PRINSIP PEMBERIAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PLEBITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari tenaga medis, tenaga paramedis dan tenaga non medis. Dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TERAPI INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DAN KENYAMANAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP DI RSUD INDRAMAYU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN

HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN. Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.

GAMBARAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUANG RA, RB, ICU,CVCU, RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN PERAWAT PADA PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DIRUMAH SAKIT WIJAYA KUSUMA PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI SMC RS. TELOGOREJO

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi. kualitas pelayanan adalah suatu pelayanan yang diharapkan untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari kesejahteraan klien sesudah itu dihitung keseimbangan antara keuntungan yang diraih dan kerugian yang semua itu merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan di seluruh bagian (Wiyono, 2009). Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang harus memperoleh perhatian dari para dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis dan menentukan terapinya (upaya kuratif), namun juga adanya berbagai macam peralatan medis dari yang sederhana hingga yang modern dan canggih. Kompleksitas sebuah rumah sakit adalah adanya sejumlah orang yang secara bersamaan berada di rumah sakit, sehingga sejumlah orang secara serempak, berinteraksi langsung ataupun tidak langsung mempunyai kepentingan dengan penderita-penderita yang dirawat di rumah sakit. Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit, secara umum keadaan umumnya tidak atau kurang baik, sehingga daya tahan tubuhnya menurun. Hal ini mempermudah terjadinya infeksi silang. Infeksi yang terjadi pada penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan disebut infeksi nosokomial (Darmadi, 2008). Angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Ijin operasional rumah sakit dapat dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial. Pihak asuransi pun tidak mau 1

2 membayar biaya yang ditimbulkan akibat infeksi nosokomial, sehingga penderita sangat dirugikan (Darmadi, 2008). Faktor-faktor penting yang menyebabkan infeksi nosokomial adalah (1) Pasien rawat inap memiliki penyakit yang menyebabkan sistem imun mereka relatif kurang efektif; (2) Pemberian antibiotik khusus untuk organisme tertentu saja, khususnya organisme gram-negatif yang resisten; (3) Prosedur dan perawatan yang dilakukan di rumah sakit mempengaruhi pertahanan alami tubuh terhadap infeksi, seperti pemasangan infus, pipa endotrakea (Davey, 2005). Pasien rawat inap membutuhkan terapi intravena, karena terapi intravena sangat penting untuk tindakan beberapa penyakit. Tindakan ini digunakan untuk memperbaiki atau menstabilkan lingkungan cairan tubuh atau memberikan obat-obatan. Pasien yang menerima intravena menjadi subyek terhadap beberapa bahaya tetapi paling dapat dihindari dengan asuhan keperawatan yang bijaksana (Engram, 2009). Terapi intravena merupakan metode yang efektif dan efesien untuk menyuplai kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Perawat berperan dalam melakukan pemasangan terapi intravena, perawatan serta pemantauan terapi intravena. Prosedur pemasangan intravena meliputi persiapan alat dan bahan; dan prosedur pelaksanaan (Tamsuri, 2009). Terapi intravena sering kali menimbulkan komplikasi yaitu phlebitis, yang disebabkan iritasi vena oleh alat intravena, obat-obatan, dan atau infeksi (Weinstein, 2001). Phlebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi mekanik, kimia dan bakteri, phlebitis dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar pemasangan intravena atau sepanjang vena, nyeri dan pembengkakan (Hankins, Lonsway, Hedrick dan Perdue, 2001). Ada tiga jenis phlebitis berdasarkan faktor penyebabnya yaitu phlebitis mekanik, phlebitis kimia dan phlebitis bakterial. Phlebitis mekanik disebabkan pemakaian kanul yang terlalu besar sehingga mengiritasi vena,

3 pergerakan antara vena dan kanul, atau manipulasi kateter yang berulangulang. Phlebitis kimia terjadi ketika cairan dengan ph yang tinggi atau rendah osmoralitas yang > 500 mosm/l yang diberikan melalui intravena, sedangkan phlebitis bakterial terjadi akibat sistem intravena yang terkontaminasi oleh bakteri (Hanskin, Lonsway, Hendrick, Pardue, 2001). Insiden phlebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinjeksi (terutama ph dan tonisitasnya), ukuran kanula dan tempat pemasangan jalur intravena yang tidak sesuai dan masuknya mikroorganisme saat penusukan (Brunner dan Suddart, 2002). Di Indonesia belum ada angka yang pasti tentang prevalensi infeksi phlebitis pada pasien yang mendapatkan terapi intravena, angka standar phlebitis yang direkomendasikan oleh INS (Intravenous Nurses Sociaty) adalah 5% (Pujasari dan Sumarwati, dalam Jurnal Keperawatan Indonesia, 2002). Infeksi yang terkait dengan pemberian infus dapat dikurangi dengan empat intervensi yaitu perawat melakukan teknik cuci tangan yang aktif untuk menghilangkan organisme gram negatif sebelum mengenakan sarung tangan saat melakukan prosedur fungsi vena, mengganti larutan intravena sekurangkurangnya setiap 24 jam, mengganti semua kateter vena perifer termasuk lok heparin sekurang-kurangnya 72 jam, selain itu mempertahankan sterilitas sistem intravena saat mengganti selang, larutan dan balutan. Perawat mempunyai peran penting dalam pencegahan infeksi yaitu dengan mengetahui prosedur dan praktik yang paling mungkin menyebabkan infeksi nosokomial, dalam hal ini adalah faktor-faktor yang memungkinan terjadinya phlebitis (Darmawan, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Prastika (2010) diketahui bahwa faktor- faktor risiko yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian phlebitis di ruang perawatan RSUD Majalaya adalah faktor tindakan pemasangan infus,

4 usia pasien dan status gizi pasien, sedangkan untuk faktor jenis cairan tidak memiliki hubungan yang bermakna. Berdasarkan data dari RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan tahun 2011 pada triwulan I (Januari-Maret) diketahui angka kejadian phlebitis sebanyak 23 kasus (1,95%) dari 1.175 pasien infus dan injeksi. Pada triwulan II (April- Juni) terdapat 25 kasus (1,25%) dari 1.995 pasien infus dan injeksi. Pada triwulan III (Juli-September) terdapat 29 kasus (1,75%) dari 1.649 pasien dan pada triwulan IV (Oktober-Desember) terdapat 29 kasus (1,8%) dari 1.595 pasies. Angka kejadian phlebitis mengalami peningkatan, sedangkan perawatan infus di RSUD Kraton Pekalongan telah memenuhi standar operasional, namun masih kurang optimal dalam perawatan infus seperti tidak melakukan memakai sarung tangan dan cuci tangan secara medical dari peradangan, sehingga angka kejadian phlebitis selalu ada dan cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah faktor lama pemasangan, lokasi pemasangan, kanula vena kateter, jenis cairan infus, perawatan infus dan perawatan infus berhubungan dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan?.

5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah faktor lama pemasangan, lokasi pemasangan, kanula vena kateter, jenis cairan infus, perawatan infus, perawatan infus berhubungan dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan lama pemasangan infus pada pasien rawat inap di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan. b. Mendeskripsikan lokasi pemasangan infus pada pasien rawat inap di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan. c. Mendeskripsikan ukuran kanula vena kateter pada pasien rawat inap di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan. d. Mendeskripsikan jenis cairan infus pada pasien rawat inap di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan. e. Mendeskripsikan perawatan infus pada pasien rawat inap di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan. f. Mendeskripsikan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan g. Menganalisis hubungan lama pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan h. Menganalisis hubungan lokasi pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan i. Menganalisis hubungan ukuran kanula kateter dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan

6 j. Menganalisis hubungan jenis cairan infus dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan k. Menganalisis hubungan perawatan infus dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan D. Manfaat Penelitian 1. Bagi RSUD Kraton Pekalongan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melaksakanan tindakan perawatan infus sesuai dengan prosedur tetap (protap) yang telah ditetapkan oleh rumah sakit. 2. Bagi Perawat Pelaksana Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan asuhan keperawatan pasien rawat inap khususnya dalam perawatan infus untuk meminimalisir kejadian phlebitis pada pasien rawat inap. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup keperawatan medikal bedah. F. Keaslian Penelitian Judul & Peneliti Jenis Penelitian Pengambilan Sampel Analisa Data Hasil Penelitian Hubungan Tingkat Kompetensi pada Aspek Ketrampilan Desain deskriptif korelatif dengan pendekatan Teknik pengambilan sampel accidental sampling Korelasi Kendall Tau Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan tingkat

7 Judul & Peneliti Jenis Penelitian Pengambilan Sampel Analisa Data Hasil Penelitian Pemasangan Infus dengan Angka Kejadian Plebitis di RSUD Banyudono Kabupaten Boyolali oleh Bayu Seno Haji (2010) cross sectional kompetensi pada aspek keterampilan tentang pemasangan infus dengan kejadian plebitis dengan p value 0,004 dengan nilai α =0,05 Hubungan antara Jenis Cairan Intravena dengan Tingkat Keparahan Phlebitis : Suatu Studi Pada Pasien di Ruang Kelas 2 dan 3 RSIA Malang oleh Unun Suryaningsih (2007) Desain penelitian korelasional Teknik accidental sampling Chi square Hasil penelitian menunjukkan X 2 hitung = 2,85 dan X 2 (0,05)(1) = 3,84 nilai X 2 hitung < X ( )(dk) dengan taraf kesalahan 5 % maka Ho diterima, sehingga tidak ada hubungan antara jenis cairan intravena dengan tingkat keparahan phlebitis Perbedaan penelitian yang dilakukan penelitian dengan kedua penelitian tersebut di atas adalah desain penelitian. Peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif dengan tujuan menggambarkan satu variabel yaitu faktor penyebab kejadian phlebitis meliputi pemasangan, lama pemasangan, lokasi pemasangan, ukuran kanula vena kateter, jenis cairan infus, perawatan infus dan kejadian phlebitis, sedangkan kedua penelitian di atas menggunakan desain korelasional.