II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

TINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

Pengertian Sistem Informasi Geografis

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Informasi Geografi (SIG) atau yang lebih dikenal dalam bahasa inggris

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Interpretasi Citra dan Foto Udara

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

III. BAHAN DAN METODE

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH. Beberapa satelit yang diluncurkan dari bumi oleh beberapa negara maju antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN)

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja antara iklim dan jasad hidup terhadap suatu bahan induk yang dipengaruhi oleh relief dan waktu (Arsyad, 1989). Sedangkan lahan memiliki pengertian yang lebih luas dari tanah, FAO (1976) menyebutkan bahwa lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan termasuk vegetasi, dimana faktorfaktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Dalam hal ini, termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat dari kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun yang sedang berlangsung saat ini, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan lain-lain (Rayes, 2007). Lahan adalah suatu konsep yang dinamis. Lahan merupakan tempat bagi berbagai ekosistem tetapi lahan juga merupakan bagian dari ekosistem-ekosistem tersebut. Lahan juga merupakan konsep geografis karena dalam pemanfaatannya selalu terkait dengan ruang atau lokasi tertentu, sehingga karakteristiknya juga akan sangat berbeda tergantung lokasinya. Dengan demikian kemampuan atau daya dukung lahan akan berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya (Vink, 1975; Gandasasmita, 2001). Lahan yang kita temukan sekarang ini, pada banyak area merupakan hasil kombinasi antara kondisi alamiah dengan pengaruh manusia, yang menunjang penggunaan lahan dimasa lalu sampai saat ini. Pengaruh manusia ada yang sifatnya positif, seperti konstruksi pematang sawah atau tambak dan rekonstruksi irigasi, dan ada pula yang bersifat negatif, seperti banyak kejadian terjadinya erosi sampai terbentuknya lahan kritis yang dipicu oleh aktifitas manusia antara lain pembangunan industri, pengolahan sampah, dan aktifitas-aktifitas lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya erosi dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang keberlanjutan sistem yang dibangun ataupun karena kelalaian (Vink, 1975).

2.1.2 Pengertian Penggunaan Lahan Penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Vink, 1975; Supryati, 2006). Dalam penggunaan lahan ini manusia berperan sebagai pengatur ekosistem, yaitu dengan menyingkirkan komponen-komponen yang dianggapnya tidak berguna ataupun dengan mengembangkan komponen yang diperkirakan akan menunjang penggunaan lahannya (Mather, 1986; Gandasasmita, 2001). Kebutuhan manusia hampir tidak terbatas, oleh karena itu penggunaan lahan menjadi dinamis dan bervariasi menurut tempat dan waktu sejalan dengan perkembangan kebutuhan hidup dan kemampuannya dalam memanipulasi kondisi fisik lahan. Dengan demikian, untuk memahami pola penggunaan lahan di suatu wilayah, terlebih dahulu harus dipahami dinamika sosial dan ekonomi yang berkembang dalam masyarakatnya (Gandasasmita, 2001). 2.1.3 Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan oleh aktifitas terhadap suatu lahan yang berbeda dengan aktifitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun untuk industri (Kristiani, 2007). Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian bersifat irreversible (tidak dapat balik), karena untuk mengembalikannya membutuhkan modal yang sangat besar. Tipe penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor manusia, dan lingkungan fisik lahan tersebut. a) Faktor Manusia Dalam hal ini terkait pada kualitas dan kuantitas manusianya. Kualitas manusia dapat dinilai dari umur, kepribadian, dan pendidikan serta segala sesuatu yang menentukan kualitas diri manusia tersebut dalam menentukan keputusan (Mather, 1986). Sedangkan kuantitas manusia terkait dengan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi, berdampak pada tekanan populasi yang semakin besar, dan hal ini merupakan pendorong utama terhadap perubahan lahan pertanian di negara berkembang.

b) Faktor fisik lingkungan Faktor fisik lingkungan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah elevasi, lereng, keadaan tanah, ketersediaan air, dan faktor iklim. Faktor lereng dan ketinggian tempat mempunyai hubungan yang erat dengan kelembaban tanah dan suhu, oleh karena itu sangat berperan dalam proses pelapukan dan perkembangan tanah. Peranan elevasi berpengaruh terhadap peluang untuk pengairan, sedangkan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan kelestarian lingkungan. Tanah berhubungan dengan fungsinya sebagai sumber hara, yang paling sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan hasil yang maksimal (Gandasasmita, 2001). 2. 2 Pemetaan Penggunaan Lahan 2.2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan Jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994). Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Objek yang diindera adalah objek yang terletak di permukaan bumi, atmosfer, dan antariksa. Data penginderaan jauh dapat berupa citra (imaginery), grafik, atau data numerik. Data tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diteliti (Purwadhi, 2001). Batas kemampuan sensor dalam memisahkan setiap objek disebut dengan resolusi. Resolusi suatu sensor merupakan indikator tentang kemampuan sensor atau kualitas sensor dalam merekam objek. Di dalam citra resolusi merupakan parameter limit atau daya pisah objek yang masih dapat dipisahkan. Empat resolusi yang biasa digunakan sebagai parameter kemampuan sensor, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi temporal. Resolusi spasial adalah ukuran objek terkecil yang masih dapat direkam, dibedakan, dan dikenali pada citra. Semakin kecil ukuran objek yang dapat

direkam semakin baik kualitas sensornya. Resolusi spektral merupakan daya pisah objek berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data. Resolusi radiometrik adalah kemampuan sistem sensor untuk mendeteksi perbedaan pantulan terkecil, atau kepekaan sensor terhadap perbedaan terkecil kekuatan sinyal. Resolusi temporal merupakan jangka waktu sensor melakukan perekaman ulang terhadap kenampakan objek yang sama (Purwadhi, 2001). Citra Landsat mempunyai resolusi spektral 30 x 30 m 2, resolusi spektral 0,45-12,5 µm yang terbagi ke dalam 8 band, resolusi temporal 16 hari, dan resolusi radiometrik 8 bit (256 level). Analisis data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data statistik, dan data lapangan. Hasil analisis yang diperoleh dapat berupa informasi tentang bentang alam, kondisi lokasi, kondisi sumberdaya alam, dan juga jenis penutupan lahan daerah yang dikaji. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan dan pengembangan daerah tersebut. Aplikasi pemetaan penggunaan lahan dengan menggunakan citra satelit memiliki keuntungan yaitu liputannya yang luas dan berulang efektif untuk pengumpulan dan kemudahan mengupdate data penggunaan lahan. Landsat merupakan data penginderaan jauh yang memiliki cakupan yang luas dan kualitas resolusi spasial yang semakin membaik dari waktu ke waktu. 2.2.2 Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya objek yang tergambar pada citra (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Kunci interpretasi citra mempunyai 9 (sembilan) unsur, yaitu (1) rona/warna, (2) ukuran, (3) bentuk, (4) tekstur, (5) pola, (6) tinggi, (7) bayangan, (8) situs dan (9) asosiasi (Sutanto, 1986). Keterangan setiap unsur interpretasi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Unsur-unsur dalam Interpretasi Citra Unsur Keterangan

interpretasi Rona Warna Ukuran Menunjukkan adanya tingkatan keabuan yang teramati pada foto udara hitam putih dan dapat diwujudkan dengan nilai densitas cara logaritmik antara hitam dan putih, dengan berpedoman pada skala keabuan. Warna dapat dipresentasikan terhadap 3 unsur (hue, value, chroma), dan mengelompokkannya dalam berbagai kelas. Perbedaan warna pada kertas cetakan atau transparansi lebih mudah dikenali daripada perbedaan rona pada foto udara hitam putih. Memiliki dua aspek dan biasanya memerlukan sebuah stereoskop untuk pengamatan tiga dimensional. Ukuran objek bermanfaat dalam pengenalan objek tertentu seperti pohon tua, dewasa, muda, pohon anakan dan semak. Bentuk Bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat. Bentuk menunjuk pada konfigurasi umum suatu objek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh. Tekstur Perbedaan tekstur dapat dikenali pada semua skala foto udara dengan resolusi spasial citra satelit yang semakin baik. Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra foto udara. Bayangan Berasosiasi dengan bentuk dan tinggi objek. Pola Merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsi tata ruang pada citra, termasuk didalamnya pengulangan kenampakan-kenampakan alami. Sering berasosiasi dengan geologi, topografi, tanah, iklim, dan komunitas tanaman. Situs Menjelaskan tentang posisi muka bumi dari citra yang diamati dalam kaitannya dengan kenampakkan disekitarnya atau berkonotasi terhadap gabungan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi karakteristik makro objek. Asosiasi Menunjuk suatu komunitas objek yang memiliki keseragaman tertentu atau beberapa objek yang berdekatan secara erat dimana masing-masing membentuk keberadaan yang lainnya. Tinggi Unsur pengenalan objek yang paling penting pada foto udara. Secara umum interpretasi visual dilakukan pada data penginderaan jauh dalam bentuk peta analog seperti foto udara. Namun interpretasi visual juga dapat dilaksanakan pada data format digital yang tersedia langsung pada komputer.

Kelebihan dari interpretasi visual secara langsung di komputer ini lebih mudah dan dapat mendeteksi obyek melalui pengaturan komposisi band citra. Dan perkembangan satelit penginderaan jauh yang menyediakan citra satelit beresolusi tinggi yang melebihi data foto udara memungkinkan interpretasi visual bermanfaat dalam kegiatan interpretasi citra. Interpretasi citra secara visual menurut Vink (1975) dilakukan melalui enam tahap yaitu deteksi, identifikasi, analisis, deduksi, klasifikasi dan idealisasi. Kegiatan deteksi merupakan kegiatan penyadapan data secara selektif atas obyek yang tampak langsung dan tidak tampak langsung atau sulit dikenali. Obyek yang dikenali kemudian dipisahkan dengan cara penarikan garis batas antara kelompok yang memiliki kesamaan wujud. Proses deduksi pada dasarnya untuk memastikan obyek berdasarkan konvergensi bukti atau ciri-ciri yang mengarah pada obyek tersebut. Berikutnya dilakukan klasifikasi atau pengelompokkan obyek ke dalam kelas-kelas berdasarkan kesamaan antara obyek dan secara idealis merupakan kegiatan menggambar hasil interpretasi yang dilakukan (Wasit, 2010). Interpretasi citra selain didasarkan pemahaman tentang obyek bedasarkan unsur-unsur interpretasi yang dikenali. Pengenalan obyek juga sangat tergantung pada data citra penginderaan jauh yang tersedia baik foto udara maupun citra satelit. Citra foto udara skala besar atau citra satelit beresolusi tinggi senantiasa akan memperlihatkan unsur-unsur interpretasi citra secara jelas, sedangkan yang berskala kecil atau beresolusi rendah obyek sulit dikenali hanya didasarkan pada pembeda warna atau bentuk. Sebagai pelengkap agar interpretasi berlangsung dengan mudah maka data dasar tersedia dan pengalaman interpreter terhadap lokasi yang dikaji yang memadai sangat membantu interpreter dalam pengenalan obyek sebenarnya. 2.3 Sistem Informasi Geografi Sistem informasi geografi terdiri dari tiga kata yaitu sistem, informasi dan geografi. Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang

disebut subsistem yang saling berkaitan dan berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Prahasta, 2001). Informasi adalah suatu data yang telah diproses atau data yang memiliki arti (Raymond McLeod, 1993). Selanjutnya, Laudon (2000) dalam Prahasta (2001) menyatakan bahwa informasi adalah data yang telah dibentuk menjadi sesuatu yang berarti dan berguna bagi manusia. Jadi, informasi adalah suatu data yang telah diolah menjadi benda yang lebih berguna bagi penerima serta dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Geografis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu Geo yang berarti bumi, dan Graphia yang berarti mencitra. Jadi, geografis atau yang sering juga dikenal dengan sebutan ilmu bumi adalah ilmu yang menguraikan dan menganalisa variasi mengenai keadaan permukaan bumi serta umat manusia yang menempatinya. Jadi, Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau geografis. Dengan kata lain, SIG merupakan sistem basis data dengan kemampuan-kemampuan khusus dalam menangani data yang tereferensi secara spasial, selain merupakan sekumpulan operasi-operasi yang dikenakan terhadap data tersebut (Prahasta, 2001). Sistem informasi geografis merupakan suatu teknologi informasi yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data bereferensi spasial dan berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra, 2000). Data yang digunakan dalam SIG dapat dikelompokkan ke dalam : a. Data spasial (keruangan), yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau tempat-tempat di permukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog, foto udara dan penginderaan jauh dalam bentuk cetak kertas. b. Data atribut (deskriptis), yaitu data yang terdapat pada ruang atau tempat. Atribut menjelaskan suatu informasi. Data atribut diperoleh dari statistik, sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang disimpan dalam bentuk tabel) maupun dalam bentuk lainnya. Data atribut dapat dilihat dari segi kualitas, misalnya kekuatan pohon. Dan dapat dilihat dari segi kuantitas, misalnya jumlah pohon, dan lain-lain. Komponen utama SIG dapat dibagi dalam tiga komponen, yaitu: 1) komponen keras, meliputi peralatan pemasukan data, peralatan untuk menyimpan

dan pengolahan, dan peralatan mencetak hasil, 2) komponen perangkat lunak, meliputi persiapan dan pemasukan data, manajemen, penyimpanan dan pemanggilan data, manipulasi data dan analisis, dan pembuatan produk SIG, dan 3) komponen organisasi. Keuntungan memakai SIG adalah kemampuannya dalam memelihara data dalam bentuk digital. Data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, tabel, atau bentuk konvensional lainnya. Dengan dipakainya sistem komputer maka bila diperlukan, data dalam jumlah besar dapat dipanggil dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dan biaya per unit yang lebih rendah dari cara manual. Demikian pula dalam hal kemampuan memanipulasi data spasial dan mengaitkannya dengan informasi atribut dan mengintegrasikannya dengan berbagai tipe data dalam suatu analisis (Barus dan Wiradisastra, 2000). Barus dan Wiradisatra (2000) menyebutkan bahwa aplikasi SIG telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti pengelolaan dalam penggunaan lahan di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Di bidang lingkungan aplikasi SIG digunakan dalam analisis erosi dan dampaknya, analisis daerah rawan banjir, kebakaran atau lahan kritis dan analisis kesenjangan.