BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan pemberdayaan dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni Wulandari, 2009). Era otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2001 memberikan wewenang pemerintah daerah yang semakin luas dalam mengatur pemerintahannya termasuk dalam hal keuangan daerah. Diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Dan UU No. 25 tahun 1999 yang diperbarui UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengoptimalkan kemampuan daerah untuk membiayai pembangunan pembangunan yang ada di daerah. Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan efisien untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan diberlakukaanya UU No.22 tahun 1999 yang diperbarui UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, maka diharapkan pemerintah daerah dapat 1

2 meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD), sehingga secara otomatis akan meningkatkan kemandirian daerah tersebut dari bantuan atau sumbangan dari pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dapat mengoptimalkan pendapatan dan potensi yang ada untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Dengan di berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (otonomi daerah), maka daerah di tuntut untuk mampu mengembangkan perekonomian daerahnya masingmasing dimana hal tersebut sesuai dengan tujuan utama penyelenggaraan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah (Mardiasmo, 2002). Saat ini kemampuan beberapa pemerintah daerah masih sangat tergantung pada penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, bersamaan dengan semakin sulitnya keuangan negara dan pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri, maka setiap daerah dituntut harus dapat membiayai sendiri melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya. Peranan pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah. Untuk meningkatkan kemandirian keuangan daerah, pemerintah daerah harus berupaya terus menerus menggali dan meningkatkan sumber sumber keuangan sendiri. Untuk mendukung upaya peningkatan PAD perlu diadakan pengukuran atau penilaian sumber-sumber PAD agar dapat

3 dipungut secara berkesinambungan tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi. Meningkatnya PAD memberi indikasi yang baik bagi kemampuan keuangan daerah dalam mengatur rumah tangganya terutama dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat, serta peningkatan pembangunan. Peningkatan cakupan PAD dapat pula dilakukan dengan meningkatkan jumlah obyek dan subyek pajak dan atau retribusi daerah. Menurut Halim (2004) ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya daerah otonomi harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar sistem pemerintahan negara. Keuangan daerah berperan penting dalam otonomi daerah karena keuangan daerah menggambarkan cerminan kemampuan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan azas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Dalam bidang keuangan daerah, pemerintah daerah memiliki kebijakan sendiri dalam mengelola keuangannya dalam rangka memenuhi kewajibannya untuk memberikan pelayanan kepada publik. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah.

4 Anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas, efisiensi dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran sebagai instrumen kebijakan dan menduduki posisi sentral harus memuat kinerja, baik untuk penilaian secara internal maupun keterkaitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Halim (2007) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah diawali dengan menyusun Rencana Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Perencanaan anggaran daerah tersebut merupakan salah satu instrumen kebijakan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Realisasi pendapatan pemerintah provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 tercatat sejumlah Rp 5.700.000.000.000 atau sebesar 106,74% dari anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Realisasi tersebut telah melampaui target yang ditetapkan dalam APBN-P 2009 sebesar Rp 5.200.000.000.000. Berdasarkan komponennya, realisasi PAD tercatat sebesar Rp 4.000.000.000.000 atau 109,48% dari target yang terdiri dari penerimaan pajak daerah sebesar Rp 3.230.000.000.000 (Realisasi 110,10%), retribusi daerah Rp 130.000.000.000 (101,32%). Realisasi dana perimbangan tahun 2009 sebesar Rp 1.690.000.000.000 atau 100,58%. Realisasi pendapatan tahun 2009 jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya baik dari segi jumlah maupun persentasenya. Realisasi pendapatan tahun 2008 tercatat sebesar Rp 5.260.000.000.000 atau 102,65% dari target APBD-P 2008. Peningkatan

5 angka realisasi pendapatan terbesar pada komponen pajak daerah yang meningkat sebesar Rp 200.000.000.000 dibandingkan tahun 2008. Hal ini menyiratkan bahwa usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak relatif baik, karena sampai saat ini pajak daerah masih menjadi faktor dominan dalam menunjang penerimaan daerah. Pangsa penerimaan pendapatan dari pajak daerah mencapai 56% dari keseluruhan total pendapatan. Sementara itu, retribusi tahun 2009 jumlahnya tercatat lebih kecil dibanding tahun 2008. Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti persiapan penerapan kebijakan kelebihan muatan nol persen bagi kendaraan angkutan barang serta penyerahan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) kepada pemerintah Kabupaten dan Kota yang sangat mempengaruhi penerimaan retribusi daerah. Komponen pendapatan daerah lainnya seperti hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan PAD lainlain sampai saat ini masih tergolong relatif kecil kontribusinya. Sumber pendapatan lain yang signifikan nilainya adalah dana perimbangan. Realisasi penyaluran dana bagi hasil pajak, DAU dan DAK dari pemerintah pusat pada tahun 2009 sebesar 100%. Belanja daerah merupakan salah satu instrumen fiskal daerah yang paling signifikan di samping pajak dan retribusi daerah. Besarnya belanja daerah ini mencerminkan peranan pemerintah daerah terhadap perekonomian daerah. Sebagai instrumen fiskal, besarnya belanja daerah ini juga dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Realisasi belanja daerah yang

6 besar merupakan indikasi peran fiskal daerah yang ekspansif, yang diharapkan dapat berpengaruh positif dalam peningkatan output daerah, selain investasi daerah dan ekspor daerah. Realisasi total belanja daerah pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 tercatat sebesar 91,37% atau Rp 5.200.000.000.000. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, realisasi penyerapan belanja pemerintah provinsi kali ini juga belum dapat maksimal hingga mendekati 100%. Tingkat persentase realisasi belanja tahun 2009 relatif hampir sama dengan tahun 2008 yaitu sebesar 91%. Bila dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan-triwulan sebelumnya, maka realisasi pada triwulan IV ini merupakan realisasi yang terbesar selama tahun 2009. Besarnya realisasi belanja khusus pada triwulan ini sebesar 41,9%. Fenomena penumpukan realisasi belanja anggaran pemerintah pada triwulan terakhir telah menjadi fenomena yang selalu berulang tiap tahunnya dan terjadi pada hampir seluruh pemerintah daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu komitmen dari pemerintah untuk senantiasa membuat perencanaan kegiatan yang matang serta terjadwal dengan baik sehingga tidak terjadi keterlambatan realisasi anggaran. Efisiensi dalam pengelolaan keuangan daerah pada APBD merupakan salah satu indikator yang menunjukan keberhasilan otonomi daerah. Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara output dan input atau realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah. Selain itu, otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik (Hesel Nogi, 2005).

7 Efektifitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin besar realisasi penerimaan PAD dibanding target penerimaan PAD, maka dapat dikatakan semakin efektif, begitu pula sebaliknya. Salah satu indikator kualitas pelayanan publik adalah dengan menggunakan tingkat kapasitas pelayanan pemerintah daerah yang dipro aksikan oleh total belanja daerah (Nur Indah Susanti, 2010). Semakin tinggi belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang digunakan dalam memberikan pelayanan kepada publik diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dengan adanya kapasitas pelayanan pemerintah daerah yang baik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Pengembangan kapasitas pemerintah daerah mengisyaratkan suatu prakarsa pada pengembangan kemampuan yang sudah ada. Selain itu dapat diartikan sebagai proses kreatif membangun kapasitas yang belum nampak. Pengembangan kapasitas merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan efisiensi (dalam hal waktu dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai suatu outcome), efektivitas (kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan),

8 dan responsivitas kinerja pemerintah (bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut). Menurut Morrison (2001:42) dalam Soeprapto (2003) melihat capacity building sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu, atau serangkaian gerakan, perubahan multi level di dalam individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada. Dengan adanya pengelolaan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien dan efektif atau memenuhi value for money serta partisipasi, transparasi, akuntabilitas dan keadilan akan mendorong pertumbuhan ekonomi (Hamzah, 2007). Untuk pengelolaan daerah tidak hanya dibutuhkan sumber daya manusia, tetapi juga sumber daya ekonomi berupa keuangan yang dituangkan dalam suatu anggaran pemerintah daerah. Selain itu, kapasitas pelayanan pemerintah daerah yang dipro aksikan oleh total belanja daerah di provinsi Jawa Tengah diharapkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya

9 belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah (Abimanyu, 2005). Pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Analisis elastisitas PAD terhadap PDRB yang dilakukan oleh Bappenas (2003) pada pemerintah Provinsi menunjukkan ada 12 provinsi (41,37 %) yang mempunyai nilai elastisitas > 1, yang berarti bahwa setiap terjadi perubahan PAD akan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap perubahan PDRB (Hasnaria, 2008 : 2). Semakin tinggi PAD, maka semakin mandiri suatu daerah dalam mengelola keuangannya. Pertumbuhan ekonomi penting dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Data dari BPS (2012), rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2006-2010 adalah 5,80%, Jawa Tengah 5,50%, Jawa Timur 5,95%, Banten 8,95%. Dalam kurun waktu tahun 2006 sampai 2010, pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Tengah meningkat, tetapi dibandingkan dengan provinsi-provinsi di pulau Jawa lainnya, pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah tergolong rendah. Kondisi laju pertumbuhan ini merupakan masalah yang menarik untuk dikaji mengingat sumber daya alam, prasarana penunjang relatif sama dibanding provinsi lain, bahkan letak provinsi Jawa Tengah yang berada di tengah Pulau Jawa dinilai memiliki arti strategis dengan segala konsekuensinya.

10 Efisiensi, efektivitas, kemandirian keuangan daerah dan kapasitas pelayanan pemerintah daerah di provinsi Jawa tengah sebagai indikator keberhasilan otonomi daerah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Selain efisiensi, efektivitas dan kemandirian keuangan daerah, dengan adanya peningkatan kapasitas pelayanan pemerintah daerah juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Efisiensi, Efektivitas, Kemandirian Keuangan Daerah, Dan Kapasitas Pelayanan Pemerintah Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi pada Kabupaten dan kota di Provinsi Jawa tengah periode 2008 2011). B. Perumusan masalah Berdasarkan penjelasan diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Apakah efisiensi keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah? 2. Apakah efektivitas keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah? 3. Apakah kemandirian keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah? 4. Apakah kapasitas pelayanan pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah?

11 C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang dipaparkan di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus. Selanjutnya masalah yang menjadi obyek penelitian dibatasi pada Laporan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2008-2011 pada Kota dan Kabupaten di Jawa Tengah. D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh efisiensi keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 2. Untuk mengetahui pengaruh efektivitas keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 3. Untuk mengetahui pengaruh kemandirian keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 4. Untuk mengetahui pengaruh kapasitas pelayanan pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti Sebagai usaha untuk menerapkan secara langsung atas teori-teori yang telah diperoleh di bangku kuliah, dan merupakan media untuk menambah

12 pengetahuan tentang pertumbuhan ekonomi daerah khususnya di provinsi Jawa Tengah. 2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan rekomendasi tentang pembuatan kebijakan keuangan daerah bagi pemerintah daerah. Bagi pemerintah daerah provinsi Jawa tengah khususnya sebagai kontribusi terhadap pembuatan kebijakan dan strategi dalam meningkatkan PAD dalam rangka mewujudkan efisiensi, efektivitas, kemandirian keuangan daerah dan peningkatan kapasitas pelayanan pemerintah daerah agar terwujud pertumbuhan ekonomi daerah yang baik. 3. Bagi Kalangan Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntansi sektor publik (ASP). Dapat juga digunakan sebagai referensi dan acuan yang dipakai untuk penelitian lebih lanjut.