II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

Asas asas perjanjian

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pengertian perjanjian terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat yang sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu dan di sebelah lain suatu kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal berhak menuntut pelaksanaan janji itu. (Abdulkadir Muhammad, 1989:5). Fungsi perjanjian dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis adalah fungsi yang memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan dari nilai yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi (Salim, 2003:25). Maka perjanjian adalah persetujuan yang dapat dibuat secara lisan atau tertulis antara dua orang atau lebih kepada satu orang lain atau lebih yang masing-masing pihak berjanji atau menaati apa yang tersebut dalam persetujuan. Perjanjian ini didasarkan kata sepakat yang dapat menimbulkan perbuatan dan akibat hukum

9 dalam melaksanakan hak dan kewajiban. Satu pihak adalah yang wajib berprestasi dan pihak lainnya adalah yang berhak atas prestasi tersebut, ada hubungan timbal-balik dari dua pihak. 2. Asas-asas Perjanjian Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas perjanjian sebagai berikut : a) Asas kebebasan berkontrak Maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Tujuan dari pasal di atas bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu dapat dibuat secara bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya, yaitu tertulis atau tidak tertulis dan seterusnya. Jadi berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu Undang-undang. Kebebasan berkontrak dari para pihak untuk membuat perjanjian itu meliputi: 1) Perjanjian yang telah diatur oleh Undang-undang. 2) Perjanjian-perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam Undangundang.

10 b) Asas konsensualisme Adalah suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal (A. Qiram Syamsudin Meliala, 1985; 20). c) Asas itikad baik Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik dalam pengertian subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif adalah bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hukum harus didasrkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan dengan yang patut dalam masyarakat. d) Asas Pacta Sun Servanda Merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat mereka yang membuatnya dan perjanjian tersebut berlaku seperti Undang-undang. Dengan demikian para pihak tidak mendapat kerugian karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapat keuntungan darinya, kecuali kalau perjanjian-perjanjian tersebut dimaksudkan untuk pihak ketiga. Maksud dari asas ini dalam perjanjian tidak lain untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu. 3. Syarat Sahnya Perjanjian Satu hal pokok yang harus diketahui agar perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat adalah syarat sahnya perjanjian. Mengenai syarat sahnya perjanjian

11 dapat ditemukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menentukan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Dengan hanya disebutkan "sepakat" saja, tanpa dituntut adanya suatu bentuk (formalitas) tertentu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa dengan telah tercapainya kesepakatan diantara kedua belah pihak tentang hal-hal pokok yang dimaksudkan dalam perjanjian yang bersangkutan, maka lahirlah perjanjian itu atau mengikatklah perjanjian itu bagi mereka yang membuatnya. Kesepakatan di antara para pihak diatur dalam ketentuan Pasal 1321 sampai dengan Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, pada dasarnya kesepakatan dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut terjadi karena adanya kekhilafan, paksaan, penipuan maupun penyalahgunaan keadaan. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Siapa sajakah yang termasuk kategori orang-orang yang tidak cakap, dapat dilihat dalam Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal ini menentukan bahwa orang yang dianggap tak cakap untuk membuat perjanjian adalah 1) Orang-orang yang belum dewasa. 2) Mereka yang berada di bawah pengampuan.

12 3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. c. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu yang dimaksudkan dalam persyaratan ketiga ini adalah obyek perjanjian. Obyek perjanjian tersebut haruslah merupakan barangbarang yang dapat diperdagangkan. Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum, seperti jalan umum, pelabuhan umum dan lain sebagainya tidaklah dapat dijadikan obyek suatu perjanjian. Suatu hal tertentu ini diatur dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu obyek dalam perjanjian. Hal ini adalah konsekuensi logis dari perjanjian itu sendiri. Tanpa adanya suatu obyek, yang merupakan tujuan dari salah satu atau para pihak dalam perjanjian, maka perjanjian itu sendiri absurb adanya. d. Suatu sebab yang halal Pengertian sebab dalam pernyataan keempat ini adalah berbeda dengan pengertian sebab dalam ilmu alam. Dalam ajaran causaliteit, sebab diartikan sebagai suatu hal yang menimbulkan akibat. Tanpa adanya sebab tidak mungkin timbul akibat. Berbeda halnya dengan pengertian sebab dalam persyaratan keempat tersebut, pengertian sebab di sini diartikan sebagai isi atau tujuan perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, hukum, kebiasaan, serta, tidak mengganggu ketertiban, kesusilaan, dan ketentraman dalam masyarakat.

13 B. Tinjauan Tentang Kredit 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa latin Credere yang artinya percaya atau dalam bahasa latin Creditum yang berarti kebenaran akan kepercayaan. Maksudya pemberi kredit percaya kepada penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkan pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya. Oleh karena itu, untuk meyakinkan Bank bahwa nasabah benar-benar dapat dipercaya, maka sebelum kredit diberikan terlebih dahulu mengadakan analisis kredit. Dalam pemberian kredit terdapat 2 (dua) pihak yang berkepentingan langsung yaitu pihak yang membutuhkan dana di sebut penerima kredit atau debitur, sedangkan yang memberi dana atau yang berlebihan dana disebut sebagai pemberi kredit atau kreditur (Rachmadi Usman, 2001:236). Menurut ketentuan Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut kepentingan para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu hendaknya setiap perjanjian dibuat

14 secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat tercapai. Pada umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis, maka perjanjian ini bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan, namun untuk beberapa perjanjian undang-undang menentukan bentuk tertentu, apabila bentuk tersebut tidak dipenuhi perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis perjanjian tidak hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat adanya perjanjian (Mariam Darus Badrulzaman, 1994:137). 2. Unsur-unsur Kredit Kredit diberikan atas dasar kepercayaan, dengan demikian pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti bahwa prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh penerima kredit sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang disetujui bersama. Menurut Abdulkadir Muhammad dalam konsep kredit bank selalu terkandung unsur-unsur esensial kepastian hukum yang meliputi: a) Kepercayaan Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap permohonan kredit, bank yakin (percaya) kredit yang akan diberikan itu dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama.

15 b) Jaminan Kredit yang akan diberikan selalu disertai barang yang berfungsi sebagai jaminan bahwa kredit yang akan diterima oleh calon debitur pasti akan dilunasi dan ini meningkatkan kepercayaan pihak bank. c) Jangka Waktu Pengembalian kredit didasarkan pada jangka waktu tertentu yang layak, setelah jangka waktu berakhir, kredit dilunasi. d) Risiko Jangka waktu pengembalian kredit mengandung resiko terhalang, atau terhambat, atau pelunasannya macet, baik sengaja atau tidak sengaja, resiko ini menjadi beban bank. Manajemen resiko selalu dilaksanakan berdasarkan asas kehati-hatian (prudential principle). e) Bunga Bank Pemberian kredit selalu disertai imbalan berupa bunga yang wajib dibayarkan debitur dan ini merupakan keuntungan yang diterima oleh bank. f) Kesepakatan Semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pengembalian kredit serta akibat hukumnya adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam akta perjanjian yang disebut kontrak kredit (Abdulkadir Muhammad, 1989:73). 3. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan pihak lain (nasabah). Melihat bentuk perjanjiannya dan kewajiban debitur seperti diatas, maka perjanjian kredit tergolong sebagai perjanjian pinjam pengganti. Meskipun demikian perjanjian kredit merupakan perjanjian khusus, karena di

16 dalamnya terdapat kekhususan di mana pihak kreditur selalu bank dan obyek perjanjian berupa uang. Karena itu peraturan-peraturan yang berlaku bagi perjanjian kredit adalah KUHPdt sebagai peraturan umumnya, dan Undang- Undang Perbankan sebagai peraturan khususnya. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dengan pihak debitur, maka wajib dituangkannya ke dalam perjanjian kredit secara tertulis. Dalam praktek perbankan bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan, namun demikian terdapat hal-hal yang harus dipedomani yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas, selain itu perjanjian kredit tersebut sekurangkurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lain yang lazim dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai pemberian, pengelolaan maupun pelaksanaan kredit itu sendiri. Perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, diantaranya: a) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan,

17 b) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur, c) Perjanjian berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. 4. Jaminan Kredit Bank Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank mensyaratkan adanya jaminan kredit karena bank ingin mandapatkan kepastian bahwa kredit yang diberikan kepada debitur dapat diterima kembali, sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Barang yang dapat dijadikan jaminan kredit adalah benda milik debitur atau benda milik orang lain untuk kepentingan debitur. Barang jaminan tersebut dapat berupa benda berwujud dan benda tidak berwujud, benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda berwujud berupa tanah, bangunan, kendaraan bermotor dan lainnya, sedangkan benda tidak berwujud berupa sertifikat saham, sertifikat obligasi, sertifikat tanah, sertifikat deposito, promes dan surat tagih lainnya. Benda bergerak dan atau tidak bergerak berupa sertifikat hak milik, stok barang dagangan, dan sarana perdagangannya. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan sebagai pertimbangan dalam analisis kredit adalah kepribadian watak debitur, kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kredit, modal, atau kelayakan debitur dan kondisi ekonomi debitur.

18 C. Hak Tanggungan 1. Pengertian dan Ciri-Ciri Hak Tanggungan Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUHT pengertian Hak Tanggungan adalah : Hak Tanggungan adalah hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjunya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dengan tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai jaminan yang selama ini pengaturannya selama ini menggunakan ketentuanketentuan Creditverband dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Pdt), termasuk perjanjian Kredit yang jaminannya berupa hak atas tanah. Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya adalah hak tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun, pada kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula dijaminkan. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan horizontal, yang menjelaskan bahwa setipa perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut ( Purwahid Patrik, 1994:46).

19 Pada kenyataannya jaminan harta kekayaan bukan satu-satunya faktor penentu dalam pemberian kredit. Namun demikian untuk memberikan perlindungan yang lebih mantap kepada kreditur, hukum menyediakan suatu lembaga khusus yang memberikan kedudukan istimewa kepada kreditur, yang dalam mengamankan piutangnya ditunjuk suatu bidang tanah atau bidang-bidang tanah tertentu sebagai jaminannya. Lembaga yang memberikan kedudukan istimewa tersebut adalah apa yang dikenal sebagai "hak jaminan atas tanah". Hak Tanggungan pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu-kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan itu. Sesuai dengan asas pemisahan pemilikan horisontal menurut hukum adat yang dianut hukum tanah kita, maka benda-benda yang merupakan salah satu kesatuan dengan tanah tidak merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut. Dalam penjelasan umum UUHT dikemukakan bahwa sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat, Hak Tanggungan harus mengandung ciri-ciri: a) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (droit de preference). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1) UUHT. b) Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite). Ditegaskan dalam Pasal 7 UUHT:

20 c) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. d) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitur wanprestasi. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku (Purwahid Patrik dan Kashadi,2003:62). 2. Obyek dan Subyek Hak Tanggungan Obyek adalah sesuatu yang menjadi sasaran (RM Suryodiningrat, 1985:19). Dalam kaitannya dengan Hak Tanggungan, yang dimaksud obyek adalah sesuatu yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan yaitu berupa hak atas tanah yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Dalam hukum perikatan yang dimaksud subyek adalah orang-orang yang menjadi pihak dalam perikatan (RM Suryodiningrat, 1985:20). Dikaitkan dengan Hukum Jaminan, perikatan disini mengacu kepada perjanjian kredit dimana jaminan yang dipergunakan berupa Hak Tanggungan atas tanah. Dan para pihak tersebut terdiri dari debitur sebagai pihak pemberi Hak Tanggungan serta kreditur selaku pemegang Hak Tanggungan. 1) Obyek Hak Tanggungan Untuk dapat dibebani Hak Jaminan atas tanah, obyek Hak Tanggungan harus memenuhi 4 syarat, yaitu: a) Dapat dinilai dengan uang

21 b) Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum c) Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan d) Perlu ditunjuk oleh Undang-undang sebagai hak yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan (Thomas Suyanto, 1996: 18). 2) Subyek Hak Tanggungan Yang dimaksud dengan subyek dalam hal ini adalah pemberi Hak Tanggungan dan pemegang Hak Tanggungan. a) Pemberi Hak Tanggungan Pemberi Hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 UUHT). Pemberi Hak Tanggungan bisa orang perseorangan, bisa juga badan hukum. Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut dengan sendirinya harus ada pada saat pemberian Hak Tanggungan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). b) Pemegang Hak Tanggungan Dalam Pasal 9 UUHT dinyatakan bahwa pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Karena Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah tidak mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang dijadikan jaminan, tanah tetap berada dalam penguasaan pemberi Hak Tanggungan kecuali dalam keadaan yang disebut Hak Tanggungan dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia

22 atau badan hukum Indonesia dan dapat juga oleh Warga Negara Asing atau badan hukum asing. D. Lembaga Bank 1. Pengertian Bank Menurut Pasal 1 angka (2) Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2. Fungsi Bank Pada Pasal 3 dan 4 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan fungsi dan tujuan Perbankan Indonesia yaitu: a) Fungsi utama Perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat b) Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Menurut Kasmir (2002:4) bank mempunyai fungsi sebagai Financial Intermediary, dengan kegiatannya adalah: a) Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan, maksudnya dalam hal ini bank sebagai tempat penyimpaan uang atau

23 berinvestasi bagi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang adalah untuk keamanan uangnya. Sedangkan tujuan kedua adalah untuk melakukan investasi dengan harapan memperoleh bunga dari hasil simpananya. b) Menyalurkan dana ke masyarakat, Bank memberikan pinjaman (kredit) pada masyarakat yang telah mengajukan permohonan. Dengan kata lain Bank menyediakan dana bagi masyarakat yang telah membutuhkannya. Pinjaman atau kredit yang diberikan di bagi dalam berbagai jenis sesuai dengan keinginan nasabah. c) Memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang (transfer), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (incaso), letter of credit (L/C), safe deposit, travelers cheque, dan jasa lainya.

24 E. Kerangka Pikir Bank (Kreditur) Kredit Nasabah (Debitur) Syarat dan Prosedur Pemberian Kredit Permohonan Kredit Pengumulan Data Hambatan dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit Aplikasi dan Analisa Data Pencairan Kredit Dari kerangka pikir diatas, dapat diuraikan sebagai berikut : Kredit adalah suatu kepercayaan yang diberikan oleh bank kepada penerima kredit atau debitur, bahwa kredit yang dilepaskan atau diberikan oleh bank pada masa yang akan datang akan dapat dibayar kembali oleh debiturnya sebagaimana yang dijanjikan sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. Dalam proses pemberian kredit terdapat prosedur dan syarat yang harus dipenuhi oleh calon debitur guna disetujuinya permohonan kredit yang diajukan. Syarat dan prosedur pengajuan kredit melalui beberapa tahapan yang telah ditentukan sepenuhnya oleh

25 pihak bank. Setelah calon nasabah memenuhi seluruh syarat dan prosedur pemberian kredit, barulah kredit dicairkan. Dalam keseluruhan proses pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, terjadi berbagai permasalahan yang timbul. Permasalahan tersebut yang menjadi hambatan dalam proses pemberian kredit yang menghambat kelancaran ataupun menimbulkan resiko suatu permohonan kredit yang diajukan calon debitur ditolak oleh pihak bank.