Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab II Geologi Regional II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah

BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency

BAB II GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Bab II Geologi Regional. II.1. Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah. II.1.1. Struktur Geologi dan Tektonik Cekungan Sumatera Tengah

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab III Tektonostratigrafi Kelompok Pematang Sub Cekungan Barumun

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gambar III.26 Atribut seismik pada horison Pematang 5 mewakili geometri sedimen mid maximum rift

BAB IV PEMBAHASAN DAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI DERAH PENELITIAN

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KERANGKA GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Batasan Masalah

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus

Bab II Geologi Regional

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH DAN GEOLOGI KOTABATAK

Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM

ANALISIS SKEMA PENGENDAPAN FORMASI PEMATANG DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH SEBAGAI BATUAN INDUK

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN X, NORTH X, NORTH Y, Y, DAN Z, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH BERDASARKAN ANALISIS DATA SEISMIK KARYA TULIS ILMIAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar

BAB III GEOLOGI UMUM

Bab II Kerangka Geologi

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN LAPANGAN TANGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lapangan YTS adalah lapangn minyak yang terletak di Cekungan Sumatra

Bab III Pengolahan Data

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

II. GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

Transkripsi:

Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan perbedaan hasil perhitungan pada kedua geometri tersebut. Hasil pengukuran strain pada penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp lebih bervariasi antara 5% hingga 16% dengan nilai rata-rata 10.25%, sedangkan pada penampang dipengaruhi oleh sesar normal listrik tidak memiliki terlalu banyak variasi nilai dengan nilai rata-rata 12.24%. Tabel IV. 2. Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Perbedaan hasil pengukuran strain pada penampang dengan sesar utama ramp-flat-ramp disebabkan oleh terbentuknya struktur yang lebih komplek dibandingkan struktur yang dihasilkan pada penampang dengan sesar utama normal listrik. Untuk meyakinkan adanya pengaruh geometri ramp-flat-ramp pada sesar utama terhadap pembentukan sesar dalam cekungan juga dilakukan pengukuran geometri cekungan yang meliput kemiringan dan panjang bidang sesar serta ketebalan cekungan (T), seperti yang terlihat pada gambar IV.12. Untuk mempermudah pengukuran, bidang sesar yang diinterpretasi dari penampang 41

seismik dibagi dalam tiga segmen dan pada masing-masing segmen akan diperoleh pengukuran sudut dan panjangnya. Selain itu juga dilakukan pengukuran terhadap ketebalan cekungan (T) yang dihasilkan dengan mengukur kedalaman Batuan Dasar pada footwall hingga kedalaman Batuan Dasar pada hangingwall. Gambar IV.12. Ilustrasi pengukuran geometri sesar utama Hasil pengukuran penampang-penampang seismik pada Sub-cekungan Kiri, dibagi dalam dua bagian untuk menunjukkan perbedaan antara bentuk sesar ramp-flat-ramp pada bagian tengah cekungan dan bentuk sesar normal listrik pada bagian tepi cekungan. Hasil pengukuran pada tabel IV.2. memperlihatkan bahwa panjang bidang sesar (L) dan ketebalan cekungan (T) memiliki hubungan yang linier. Dengan kemiringan sudut 1 yang hampir sama (64 o dan 65 o ), semakin panjang bidang sesar maka ketebalan cekunganpun akan bertambah. Namun jika dibandingkan dengan hasil pengukuran strain, baik panjang bidang sesar maupun ketebalan cekungan memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Semakin panjang bidang sesar dan semakin tebal cekungan yang terbentuk, maka strain yang dihasilkan semakin keecil. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pada penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp, gaya (stress) yang bekerja lebih banyak terakomudasi kearah vertikal yang tercermin pada panjang bidang sesar (L) dan 42

ketebalan cekungan (T) yang semakin besar, sementara nilai strain semakin kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terbentuknya struktur yang ikut membantu mengakomudasi gaya secara vertikal. Sedangkan pada tepi cekungan yang dipengaruhi oleh sesar normal listrik, struktur yang terbentuk tidak terlalu banyak sehingga gaya yang bekerja lebih banyak terakomudasi secara horizontal untuk peregangan cekungan. Terlihat panjang bidang sesar (L) dan ketebalan cekungan (T) lebih kecil sementara nilai strain yang dihasilkan lebih besar. IV. 4. Perbandingan Geometri Sesar Utama Hasil pengukuran bidang sesar dan ketebalan cekungan pada Subcekungan Kiri dibandingkan dengan hasil pengukuran pada sub-cekungan lain yang diasumsikan memiliki setting tektonik yang sama dengan sub-cekungan Kiri, untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang pengaruh geometri sesar utama terhadap pembentukan struktur. Dalam hal ini Sub-cekungan kiri dibandingkan dengan Sub-cekungan Aman Utara dan Sub-cekungan Aman Selatan di Cekungan Sumatra Tengah (Gambar IV.12). Baik sub-cekungan Aman Utara maupun Sub-cekungan Aman Selatan memiliki bentuk sesar utama berupa sesar normal listrik. Keduanya juga memiliki arah sesar utama yang sama dengan sesar utama di Sub-cekungan Kiri yaitu utara-selatan. Karena ketiganya merupakan bagian dari Cekungan Sumatra Tengah maka rezim tektonik dan arah gaya yang bekerja juga akan sama. Hasil pengukuran selengkapnya terlihat pada tabel IV. 3. dan blok diagram pada gambar IV. 14 dan 15. Dari tabel tersebut terlihat ketiga sub-cekungan yang memiliki geometri sesar utama yang sama akan memiliki sudut kemiringan yang hampir sama. Perbedaan terlihat pada kemiringan sudut 2 dan sudut 3. Sesar utama dengan bentuk ramp-flat-ramp memiliki kemiringan sudut 2 yang lebih kecil dari sesar utama dengan bentuk normal listrik. Sebaliknya sudut 3 pada sesar ramp-flat-ramp akan memiliki kemiringan yang lebih besar daripada sesar normal listrik. Kemiringan sudut 2 pada bentuk sesar normal listrik hampir 2 kali lebih miring dari bentuk sesar ramp-flat-ramp, sebaliknya sudut 3 pada sesar ramp-flatramp hampir 2 kali lebih miring dari kemiringan sesar listrik normal. 43

Gambar IV. 13. Lokasi Sub-cekungan Kiri dan kedua sub-cekungan pembanding di Cekungan Sumatra Tengah. Selain itu struktur yang dihasilkan pada ketiga sub-cekungan memiliki pola yang berbeda. Perbedaan tersebut akan lebih jelas terlihat pada gambar IV. 16 yang memperlihatkan penampang seismik pada ketiga subcekungan. Sesar normal listrik pada Sub-cekungan Aman Utara secara dominan membentuk sesar normal sintetik dan antitetik selama pembentukan cekungan. Demikian juga dengan Sub-cekungan Aman Selatan, struktur Paleogen yang terbentuk selama pembentukan cekungan juga didominasi oleh sesar sintetik dan antitetik. 44

Tabel IV.3. Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain. Hanya saja pada Sub-cekungan Aman Selatan pengaruh tektonik yang terjadi kemudian (pada masa Neogen) juga banyak mempengaruhi bahkan mengaktifkan kembali struktur yang sudah terbentuk sejak masa Paleogen. Rezim tektonik kompresi pada masa Neogen bekerja cukup aktif dan menghasilkan kenampakan flower structure. Sedangkan pada Sub-cekungan Kiri, seperti pada penjelasan sebelumnya, bentukan-bentukan yang dihasilkan adalah crestal collapse graben, shortcut fault dan ramp syncline seperti halnya struktur yang umum dijumpai pada daerah sesar ramp-flat-ramp. Seperti dijelaskan sebelumnya, semakin komplek struktur yang dihasilkan maka panjang bidang sesar (L) dan ketebalan cekungan (T) juga semakin besar. Hal ini juga terlihat pada tabel IV.3 dimana Sub-cekungan Aman Selatan yang memiliki struktur yang lebih komplek dibanding Subcekungan Aman Utara dan Sub-cekungan Kiri yang dipengaruhi oleh sesar normal listrik., juga memiliki nilai L dan T yang lebih besar dibanding sub-cekungan yang lain dengan geometri sesar utama yang sama. Sedangkan pada sesar utama ramp-flat-ramp di Sub-cekungan Kiri, nilai L dan T tetap lebih kecil dibanding Sub-cekungan Aman selatan walaupun struktur yang dihasilkan lebih komplek. Hal ini disebabkan karena geometri flat pada L2 menahan pergerakan turun pada hangingwall dan mentransfernya ke tengah cekungan membentuk crestal collapse graben dan ramp syncline. 45

Hasil Pengukuran Sudut Bidang Sesar 70.0 Sudut Kemiringan ( o ) 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 1 Kiri Listric Normal Fault 2 Kiri Ramp Flat Ramp 3 Aman Utara Listric Normal Fault 4 Aman Selatan Listric Normal Fault Sudut S3 1 Sudut S2 2 Sudut S1 3 Gambar IV.14. Hasil pengukuran sudut bidang sesar Hasil Pengukuran Panjang Bidang Sesar dan Ketebalan Cekungan Panjang Bidang Sesar (cm) KetebalanCekungan(s) 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 L2 (cm) L1 (cm) Kiri Listric Normal Fault Kiri Ramp Flat Ramp Kiri Ramp Flat Ramp Aman Aman Utara Utara Listric Listric Normal Normal Fault Fault Aman Selatan Listric Normal Fault Ketebalan (s) Gambar IV.15. Hasil pengukuran panjang bidang sesar dan ketebalan cekungan 46

Inline 324 Post-Rift Pre-Rift Syn Rift Inline 324 Sidingin Kelok Tilan Candi U Inline 567 Post-Rift Syn-Rift Inline 567 Pre-Rift Post-Rift Syn-Rift Pre-Rift 6694 Inline 6694 Gambar IV.16. Perbandingan penampang seismik pada tiga sub-cekungan di Cekungan Sumatra Tengah 47

IV..5. Stratigrafi Daerah Penelitian Batuan Dasar berumur Pra-Tersier di Sub-cekungan Kiri adalah Graywacke Terrane. Secara tidak selaras diatas Bantuan Dasar diendapkan batuan Kelompok Pematang pada fase ekstensional (F1). Tidak dijumpai penentuan umur yang akurat tentang awal pembentukan facies-facies batuan yang mengisi graben ini tetapi berdasarkan korelasi regional diperkirakan bahwa proses awal pembentukan graben dimulai pada masa Eosen (Heidrick dan Aulia, 1993). Kelompok Pematang yang berumur Paleogen terdiri dari endapan fluvial dan lakustrin dengan urutan dari tua ke muda yaitu endapan Lower Red Bed, endapan Brown Shale dan endapan Upper Red Bed. Endapan Lower Red Bed belum terindentifikasi di Sub-cekungan Kiri sebab belum ada sumur pemboran yang menembus hingga kedalaman batuan ini. Sedangkan secara seismik stratigrafipun cukup sulit ditentukan sebab data yang tersedia (data seismik 2D) tidak memiliki resolusi yang cukup bagus untuk diinterpretasi. Setelah pembentukan endapan Lower Red Bed, proses sedimentasi dilanjutkan dengan pengendapan Brown Shale yang kaya akan material organik dan mengindikasikan lingkungan pengendapan danau dengan kondisi air yang tenang. Penentuan batas atas lapisan batuan ini didasarkan pada data log sumur Jingga #1 dan Kelabu #1. Penentuan korelasi seismikpun cukup mudah dilakukan sebab lapisan ini memiliki karakter seismik yang khas, ditandai dengan refleksi seismik yang cukup kuat dan menerus. Horizon terdalam yang masih dapat diinterpretasi berdasarkan data log adalah lapisan Brown Shale Sand. Bagian paling atas dari Kelompok Pematang adalah Upper Red Bed yang diendapkan pada lingkungan lakustrin. Proses akhir dari pembentukan sistem rift ekstensional pada masa Oligosen Akhir diikuti oleh transgresi regional pada Miosen Awal yang menghasilkan sedimen klastik marin tebal dan mengisi seluruh graben bahkan menutup langsung dibagian atas batuan dasar pada daerah tinggian. Batas antara endapan dan endapan ini ditandai oleh suatu bidang ketidakselarasan yang dikenal sebagai batas sekuen 25,5 Ma, dimana ke arah pusat dari graben batas kontak ini berubah secara berangsur-angsur menjadi suatu bidang paraconformity (Laing et al., 1994). 48

Selain mudah ditentukan dari data log, batas sekuen 25,5 SB ini juga mudah diamati pada data seismik dari karakternya yang khas memotong endapan dan refleksi seismiknya yang cukup jelas. Sebagai bidang ketidakselarasan, batas 25,5 SB juga ditandai dengan kenampakan toplap dari Upper Red Bed dibagian bawahnya. Setelah pengendapan sedimen-sedimen, kemudian secara tidak selaras diendapkan sedimen klastik marin yang terdiri atas perselingan antara batupasir, batulanau dan batulempung pada masa Miosen Awal (Heidrick et.al., 1996). Endapan sedimen ini secara tektonostratigrafi dibagi 2 kelompok yaitu Kelompok Sihapas dan Kelompok Petani (Yarmanto et al., 1995). Dari tua ke muda Kelompok Sihapas terdiri atas Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Telisa. Formasi Petani diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Telisa pada Miosen Tengah-Pliosen Awal (N9-N21). Formasi ini diendapkan pada lingkungan yang semakin dangkal yaitu dari laut menjadi daerah payau. Seperti diuraikan pada penjelasan sebelumnya, geometri sesar utama akan mempengaruhi perkembangan struktur ditengah cekungan yang dihasilkan selama berlangsungnya rezim ekstensi. Perbedaan bentuk struktur akibat geometri sesar utama yang berbeda akan menghasilkan bentuk dasar cekungan yang berbeda pula, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pola penyebaran akumulasi sedimen yang diendapkan diatasnya. Perbedaan ini dapat dilihat pada gambar IV. 17 dan gambar IV. 18 baik berupa perbedaan pada penampang seismik maupun pola penyebaran endapan sedimen yang terlihat pada peta struktur dari masing-masing sub-cekungan. Peta struktur dibuat pada kedalaman yang hampir mendekati Batuan Dasar hingga batas sekuen 25.5 yang merupakan akhir dari pembentukan cekungan untuk menggambarkan perkembangan sedimentasi endapan dalam cekungan. Pada cekungan yang dihasilkan dari pergerakan sesar utama berupa sesar normal listrik, cekungan akan cenderung terbentuk memanjang searah dengan arah sesar utama. Awal mulanya cekungan akan terlihat sempit dan akan semakin melebar dengan berlanjutnya pergerakan sesar normal membentuk cekungan yang lebih luas dan dalam. Sementara sedimen yang terakumulasi juga akan semakin 49

tebal seiring dengan berlanjutnya suplai sedimen dan proses pengendapan, sehingga dari peta struktur akan terlihat pola penyebaran endapan yang juga memanjang searah sesar utama. Kenampakan ini dapat diamati pada Subcekungan Aman Utara dan Sub-cekungan Aman Selatan pada gambar IV. 17 sampai gambar IV. 20 Pada cekungan yang dihasilkan dari pergerakan sesar utama berbentuk ramp-flat-ramp, shortcut fault yang terbentuk ditengah cekungan seakan ikut berperan membentuk cekungan baru didalam cekungan. Sehingga akan dihasilkan 2 cekungan yang sejajar dengan sesar utama. Dari peta struktur akan terlihat endapan terakumulasi pada 2 tempat yang sejajar dan berdekatan dimana keduanya dibatasi oleh zona sesar. Hal menarik lagi yang dapat diamati adalah adanya bentuk tinggian disekitar zona sesar (shortcut fault) yang menggambarkan terbentuknya crestal collapse graben didaerah tersebut. Orientasi sesar-sesar normal yang terbentuk ditengah tinggian pada Sub-cekungan kiri berarah NNE- SSW. Pada akhir dari pembentukan cekungan dimana pengaruh bentuk ramp-flatramp sudah tidak begitu besar pada pembentukan cekungan, akumulasi endapan juga akan semakin meluas sejalan dengan semakin luasnya cekungan yang dihasilkan. Kenampakan ini pada Sub-cekungan Kiri terlihat pada gambar IV. 21 dan gambar IV. 22. 50

51 Gambar IV.17. Penampang seismik Sub-cekungan Aman Utara

Gambar IV.18. Peta struktur waktu Sub-cekungan Aman Utara 52

Gambar IV.19. Penampang seismik Sub-cekungan Aman Selatan 53

Gambar IV.20. Peta struktur waktu Sub-cekungan Aman Selatan 54

55 Gambar IV.21. Penampang seismik Sub-cekungan Kiri Kelabu #1 6841 6843 7427 7435 6844 6694 7583 7439 U Kelabu #1 Kelabu #1 6841 6843 7427 7435 6844 6694 7583 7439 6841 6843 7427 7435 6844 6694 7583 7439 U

Gambar IV.22. Peta struktur waktu di Sub-cekungan Kiri 56