1 KESANTUNAN BERBAHASA PEDAGANG SAYUR DALAM MELAYANI PEMBELI DI PASAR KAMBANG KABUPATEN PESISIR SELATAN Mutya Ramanda 1), Yetty Morelent 2), Romi Isnanda 2). 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta E-mail : mutya.ramanda12@gmail.com ABSTRACT This Research purpose to describe the modesty of speech the greengrocer serve buyer at Kambang market in Pesisir Selatan regency. The theory that is used based on Chaer s opinion (2010) about the modesty of speech principle kind of the research is qualitative research with descriptive method. The obsed of this research is the greengrocer at Kambang market in Pesisir Selatan regency. The (1) method of data collection by doing observation to find out the informant of greengrocer, (2) the autbe observe and record the speech of the greengrocer serve dibuyer by using handphone, (3) after the data collested, recording is dessribed in the written from in the paperthat has been provided by the author, (4) analyze from of greengrcer modesty. The result of the research show that from of speech act modesty that the greengrocer express when they serve buyer class fredas poute. From the six froms of speech act that has ben observed, there are only sour speech act that is found. They are maksim wisdom as much 23 data, maksim reception as much 9 data, maksim humility as much 1 data and maksim match as much 9 data. Based on the result of data anlyze, so it can conclucle that the formiat modesty that the greengrocer express when they serve buyer classified as polite appropriate follow politeness principle that put forward by Leech. Keyword: politeness, kind of speech act, greengrocer.
2 PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu proses yang dilalui oleh manusia untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena dimanapun dan kapanpun di dunia terdapat pendidikan. Dengan adanya pendidikan, seseorang dituntut untuk memiliki budi pekerti yang baik dan mulia. Sesorang yang memiliki pendidikan tercermin dari cara dia bertingkah laku yang sopan, dan bertutur kata yang santun, hal itu akan tampak dari bahasa yang digunakan dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu, bahasa tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti, tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa (Chaer, 2007:33). Bahasa merupakan suatu alat yang harus ada dalam kehidupan manusia sebab bahasa adalah salah satu alat yang paling utama untuk berkomuniksi dan berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Chaer dan Agustina (2004:14), bahwa bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti, alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Lebih lanjut, Chaer (2007:32) menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbirter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri, jadi, bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dan interaksi sosial. Melalui bahasa manusia dapat berkomunikasi untuk menyampaikan maksud dan tujuannya, baik secara lisan maupun tulisan. Berdasarkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, maka dalam suatu proses komunikasi akan terjadi peristiwa tutur dan tindak tutur. Menurut Chaer dan Agutina (2004:47), peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan suatu pokok aturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Selanjutnya, Chaer dan Agustina (2004:50) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan
3 keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dengan demikian, peristiwa tutur merupakan peristiwa sosial, peristiwa tuturlebih dilihat pada tujuan peristiwanya, sedangkan tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Setiap daerah memiliki gaya komunikasi tersendiri, tetapi tetap memperhatikan sopan santun dan tidak membuat orang lain tersinggung. Salah satu ajaran yang meberikan pembelajaran sopan santun adalah adat Minangkabau. Adat Minagkabau mengajarkan untuk sopan santun dalam bersikap maupun dalam berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau tidak terlepas dari kato nan ampek dalam berkomunikasi. Menurut Azrial, (2008:44) bahwa Adat Minangkabau membagi cara-cara berkomunikasi yang memiliki tata krama yang dikenal dengan istilah nan ampek (yang empat), yaitu (1) kato mandaki, yaitu cara bertutur kata kepada orang yang lebih besar, (2) kato manurun, yaitu cara bertutur kata dengan orang yang lebih kecil, (3) kato mandata,yaitu cara bertutur kata sesama besar atau sebaya, dan (4) kato malereng, yaitu cara bertutur kata dengan sumando atau besan serta orang lain yang disegani. Kato nan ampek tersebut merupakan wujud dari kesantunan berbahasa di Minangkabau karena kato nan ampek merupakan norma kebudayaan masyarakat tutur dalam membawakan perilaku berbahasa ke dalam lingkungan. Masyarakat tutur merupakan kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa (Chaer dan Agustina, 2004: 36). Begitu juga dengan norma kesantunan dalam bertutur masyarakat Kambang, di Kanupaten Pesisir Selatan. Berkaitan dengan hal tersebut, proses komunikasi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Misalnya, di pasar, di rumah, di jalan maupun di tempat lainnya. Pasar tempat berdagang merupakan salah satu tempat atau wadah untuk komunikasi lisan. Bahasa yang digunakan pedagang sayur sehari-hari adalah bahasa Minangkabau. Pasar Kambang merupakan pasar tradisional yang dihuni oleh berbagai latar pedagang.
4 Sebagian besar pedagang pasar Kambang adalah masyarakat pribumi. Dalam berdagang, berhasil atau tidaknya sebuah proses jual beli sangat dipengaruhi oleh cara kerja pedagang sayur di pasar tersebut, termasuk melayani pembeli. Dalam melayani pembeli, pedagang sayur dituntut untuk dapat bertingkah laku santun sehingga dapat menarik hati pembeli sebanyak mungkin. Kesantunan pedagang sayur tidak hanya terletak pada kesantunan bertingkah laku tetapi juga dalam kesantunan berbahasa. Adanya penawaran-penawaran oleh pedagang tersebut kepada calon pembeli, serta tuturan yang mempromosikan dengan santun atau tidak oleh pedagang kepada pembeli merupakan alasan bagi penulis untuk meneliti hal ini. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengetahui sejauh mana kesantunan berbahasa yang digunakan pedagang sayur dalam melayani pembeli di pasar Kambang, Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk itu, penelitian ini diberi judul Kesantunan Berbahasa Pedagang dalam Melayani Pembeli di Pasar Kambang Kabupaten Pesisir Selatan. KAJIAN TEORI Nadar (2013:2) berpendapat bahwa pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu. Selanjutnya, Nadar (2013:5) menyatakan bahwa pragmatik merupakan suatu istilah yang mengesankan bahwa sesuatu yang sangat khusus dan teknis sedang menjadi objek pembicaraan, padahal istilah tersebut tidak mempunyai arti yang jelas. Menurut Chaer dan Agustina (2004:47), peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Chaer (2010:27) menyatakan tindak tutur adalah tuturan dari seseorang yang bersifat psikologis dan yang dilihat dari makna tindakan dalam tuturanya itu. Serangkaian tindak tutur akan membentuk suatu peristiwa tutur (speech event). Lalu, tindak tutur dan peristiwa tutur ini menjadi dua gejala
5 yang terdapat pada suatu proses, yakni proses komunikasi. Menurut Chaer (2010:27-28) mengutip pendapat Agustin mengemukakan bahwa ada tiga jenis tindakan yang berbeda, yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Menurut Chaer (2010:56-61) mengutip pendapat Leech mengatakan bahwa teori kesantunan berbahasa berdasarkan prinsip kesantunan (politeness principles), yang dijabarkan menjadi maksim (ketentuan, ajaran). Keenam maksim itu adalah maksim (1) kebijaksanaan (Tact), (2) penerimaan (Genero-sity), (3) maksim kemurahan (Approbation), (4) kerendahan hati (Modesty), (5) maksim kecocokan, (6) maksim kesimpatian. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai kesantunan berbahasa pedagang sayur dalam melayani pembeli di pasar Kambang Kabupaten Pesisir Selatan. Menurut Moleong (2010:4), metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Latar, Entri dan Kehadiran Peneliti Penelitian ini dilakukan di Kenagarian Kambang Kabupaten Pesisir Selatan selama satu minggu. Pada tahap persiapan peneliti menyiapkan alat perekam yang akan digunakan saat penelitian. Kemudian untuk tahap pelaksanaan penelitian ini difokuskan pada bentuk kesantunan berbahasa pedagang sayur dalam melayani pembeli. Dalam hal ini, penulis terlibat langsung dengan informan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dengan merekam dialog yang terjadi pada saat berlangsungnya kegiatan jual beli tanpa sepengetahuan pedagang dan pembeli terlebih dahulu. Entri yang akan diteliti adalah kesantunan berbahasa pedagang sayur dalam melayani pembeli dalam bahasa Minangkabau di pasar Kambang Kabupaten Pesisir selatan. Peneliti
6 terlibat langsung dalam proses pengumpulan data. Objek Penelitian, Data dan Sumber Data. Objek penelitian ini adalah bentuk kesantunan dan bentuk tindak tutur asertif pedagang sayur dalam melayani pembeli di pasar Kambang Kabupaten Pesisir Selatan. Sedangkan datanya diambil dari tuturan berbahasa Minangkabau pedagang sayur dalam melayani pembeli, dengan sumber datanya yaitu interaksi, percakapan, atau komunikasi yang dilakukan antara pedagang dalam melayani pembeli. Penelitian ini berlangsung selama satu minggu dengan merekam tuturan pedagang sayur tiga kali dalam satu minggu. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Kemudian dibantu dengan alat pengumpulan data yaitu alat perekam, seperti handphone dan alat tulis lainnya. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut, (1) Melakukan observasi kaetempat yang akan diteliti, (2) Penulis mengamati dan merekam tuturan pedagang sayur dalam melayani pembeli dengan menggunakan handphone, (3) Setelah data terkumpul, rekaman ditranskripsikan dalam bentuk tulisan di lembar yang telah penulis persiapkan, (4) Setelah itu, menganalisis bentuk kesantunan pedagang sayur dalam melayani pembeli. Teknik Pengujian Keabsahan Data Teknik keabsahan data yang digunakan adalah teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu (Moleong, 2012 : 330). Teknik Analisis Data Setelah penulis mendapatkan data lokasi penelitian, selanjutnya akan dilakukan kegiatan menganalisis data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data yaitu: (1) Mentranskripsikan data hasil rekaman kedalam bentuk teks. (2) Menganalisis bentuk kesantunan pedagang sayur dalam melayani pembeli. (3)
7 membahas dan menyimpulkan hasil interprestasi data. HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian ini berupa tuturan pedagang sayur saat melayani pembeli, data diperoleh melalui rekaman pada saat interaksi komunikasi. Masing-masing transkripsi rekaman yang menjadi data penelitian ini kemudian dianalisis bentuk kesantunan berbahasa pedagang sayur dalam melayani pembeli di pasar Kambang Kabupaten Pesisir Selatan. Tuturan yang akan dibahas adalah tuturan yang diucapkan oleh pedagang sayur dalam melayani pembeli. Proses perekaman dilakasanakan selama satu minggu. Untuk keperluan pengumpulan data, penulis mendatangi langsung tempat pedagang sayur pasar Kambang Kabupaten Pesisir Selatan dan melakukan perekaman suara pada saat tindak tutur terjadi tanpa sepengetahuan pedagang dan pembeli. Data rekaman ini kemudian ditranskripsikan dalam bentuk data tulis dan selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hasil transkripsi dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 69 dengan jumlah tuturan sebanyak 42 tuturan. Data penelitian ini dikelompokan menjadi dua yaitu bentuk kesantunan yang digunakan pedagang sayur dalam melayani pembeli yang digunakan pedagang sayur dalam melayani pembeli. Penomoran yang dilakukan dalam menganalisis data dilakukan secara beraturan. Pada penelitian ini akan dibahas tentang kesantunan berbahasa terdiri dari prinsip kesantunan. Peneliti menggunakan prinsip kesantunan sebanyak enam maksim yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, maksim kesimpatian. Sebelum membicarakan tentang keenam maksim kesantunan, terlebih dahulu dijelaskan mengenai bentukbentuk ujaran yang digunakan untuk mengekspresikan maksim-maksim tersebut. Bentuk ujaran komisif adalah bentuk ujaran yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran. Ujaran imposif adalah ujaran yang digunakan untuk menyatakan perintah atau suruhan. Ujaran ekspresif adalah ujaran yang digunakan untuk
8 menyatakan sikap psikologis pembicara terhadap suatu keadaan. Ujaran asertif adalah ujaran yang lazim digunakan untuk menyatakan kebenaran proposisi yang diungkapkan. Maksim Kebijaksanaan Pedagang : Mani tawuang ke me Diak! timun indak? duo tigo ibu a (Manis terung ini dik! mentimunnya tidak? Dua tiga ribu) Pembeli : Indak. (Tidak) Tindak tutur pada data (6) merupakan ujaran komisif yang menyatakan penawaran harga. Tuturan ini disampaikan oleh seorang pedagang sayur kepada seorang pembeli. Tuturan ini terjadi ketika proses tawar menawar antara pedagang dan pembeli. Kutipan pedagang Mani tawuang ke me Diak! timun indak? duo tigo ibu a (Manis terung ini dik! mentimunnya tidak? Dua tiga ribu). Adapun maksud tuturan tersebut adalah pedagang menjawab pertanyaan pembeli bahwa Mani tawuang ke me Diak! hal ini mengikuti maksim kebijaksanaan yang terlihat lebih meminimalkan kerugian bagi orang lain. Menurut Leech dalam maksim kebijaksanaan menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Jadi, tuturan ini tergolong mengikuti maksim kebijaksanaan. Maksim Kecocokan Pedagang Pembeli : Samo, iko nan indak nye, nan mano? (Sama, ini yang tidak, yang mana?) : Nan iko e lah. (Yang ini saja) Tindak tutur pada data (10) merupakan ujaran asertif yang menyatakan proposisi yang diungkapkan. Tuturan ini disampaikan oleh pedagang sayur kepada seorang pembeli. Tuturan ini terjadi pada saat proses tawar menawar berlangsung. Kutipan tuturan pedagang Samo, iko nan indak nye, nan mano? (Sama, ini yang tidak, yang mana?) Pada tuturan tersebut pedagang memaksimalkan kecocokan harga dengan si pembeli, agar tidak ada pihak yang dirugikan hal ini mengikuti maksim kecocokan. Menurut Leech di dalam maksim kecocokan menggariskan setiap penutur dan lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Jadi, tuturan ini termasuk ke dalam maksim kecocokan
9 yang dikemukakan oleh Leech. Maksim Penerimaan Pembeli Pedagang : Buapo bawang Da? (Berapa bawang Uda?) : Bawang duo lapan, duo anam e agia. (Bawang dua puluh delapan ribu, dua puluh enam saja kasih) Tindak tutur pada data (22) merupakan tuturan dibentuk dengan ujaran komisif yang menyatakan penawaran harga. Tuturan ini disampaikan oleh seorang pedagang sayur laki-laki kepada seorang pembeli perempuan. Tuturan ini terjadi ketika proses tawar menawar antara si pedagang dan si pembeli. Kutipan tuturan pedagang kata Bawang duo lapan, duo anam e agia (Bawang dua puluh delapan ribu, dua puluh enam saja kasih) merupakan ujaran komisif. Pada tuturan ini pedagang meminimalkan keuntungan sendiri dengan cara mengurangi langsung harga bawang yang dijualnya. Menurut Leech maksim ini mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Jadi, tuturan ini tergolong mengikuti maksim penerimaan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa hanya emapat bentuk tindak tutur yang ditemukan yaitu maksim kebijaksanaan sebanyak 23 data, maksim penerimaan sebanyak 9 data, maksim kerendahan hati sebanyak 1 data, dan maksim kecocokan sebanyak 9 data yang diungkapkan pedagang sayur saat melayani pembeli di pasar Kambang Kabupaten Pesisir Selatan termasuk kategori santun. Hal ini tercermin dari tindak tutur kesantunan yang digunakan pedagang sayur. UCAPAN TERIMA KASIH Pelaksanaan penelitian dan proses penulisan skripsi ini terlaksana atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Yetty Morelent, M.Hum. sebagai pembimbing satu (I) dan Bapak Romi Isnanda, S.Pd. M.Pd. sebagai pembimbing dua (II) telah memberikan arahan, bimbingan, saran, motivasi, dan
10 membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA Azrial, Yulfian. 2008. Budaya Alam Minangkabau SD Kelas 4. Padang: Angkasa Raya. Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. Moleong, J Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nadar. 2013. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.