BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan institusional yang diemban oleh suatu lembaga.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja,

BAB I PENDAHULUAN. tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai

2015 PENGARUH MUATAN LOKAL PENCAK SILAT TERHAD AP RESPEK D AN PERCAYA D IRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

PENYULUHAN TENTANG CARA MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA DENGAN FUN GAME PADA MUSYAWARAH GURU BIMBINGAN DAN KONSELING MTS KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pada remaja dapat diselesaikan. Apabila tugas tugas pada remaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sendiri yaitu mempunyai potensi yang luar biasa. Pendidikan yang baik akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional di bidang pengembangan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran dan pendidikan agama dari guru Pendidikan Agama Islam.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. Dyesi Kumalasari

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk individu. Dalam kehidupannya, manusia selain sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

KOMPETENSI KONSELOR. Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dasar tingkah laku siswa. Salah satu karakter yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia biasanya dilaksanakan di tingkat SMP dan SMA. Bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibentuk. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. penanaman nilai-nilai yang baik dan luhur. Menurut UU No. 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. mendapat tempat terdepan dan terutama. Pendidikan merupakan faktor yang sangat esensial

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

I. PENDAHULUAN. belajar yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar adalah memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketrampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk bergaul dan

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bisa menjadi bisa seperti yang terkandung dalam Undang-Undang Sistem. Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 yaitu:

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS 22/04/09

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia Indonesia yang bermutu. Layanan bimbingan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu dalam memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Seorang Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: Sinar Baru Al-Gasindo, 1995), hlm Nana Sujana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan harus mampu menumbuhkan karakter yang mencintai dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. harkat dan martabat bangsa dapat terjaga. Pemerintah telah mencanangkan program

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai calon pemimpin bangsa dan intelektual muda. Komunikasi juga

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran untuk menambah wawasan di suatu bidang. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan bahkan menjadi terbelakang. Dengan demikian pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 1). Pendidikan memegang peranan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya tanpa pendidikan manusia sulit berkembang bahkan akan terbelakang. Pendidikan diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik. Proses belajar mengajar merupakan bagian dari pendidikan, yang tidak hanya terbatas pada lembaga formal tetapi juga mencakup lembaga informal baik yang berlangsung dalam keluarga, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling strategis guna mewujudkan tujuan institusional yang diemban oleh suatu lembaga. Hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya : siswa, tujuan, dan guru. Proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai suatu rangkaian antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. Namun dalam kenyataannya, untuk mencapai tujuan proses belajar mengajar yang baik terdapat individu, pesimisme dan rasa rendah diri akan dengan mudah menguasai dirinya. 1

2 Tanpa dibekali kepercayaan diri yang mantap sejak dini, maka individu akan tumbuh menjadi pribadi yang lemah. Kepercayaan diri pada dasarnya merupakan keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menanggapi segala sesuatu dengan baik sesuai dengan kemampuan diri yang dimiliki. Mastuti (2008 : 13) menyatakan kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Wiranegara (2010 : 3) menyatakan bahwa: Kepercayaan diri sebenarnya adalah karakter seseorang dengan kepercayaan positif terhadap dirinya sehingga ia bisa mengontrol hidup dan rencanarencananya. Orang yang percaya diri adalah seseorang yang tahu kemampuan dirinya dan menggunakan kemampuannya untuk berbuat sesuatu. Orang yang percaya diri akan mengambil setiap keuntungan dan kesempatan yang ada di depan matanya. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Kepercayaan diri seseorang sangat dipengaruhi oleh masa perkembangan yang sedang dilaluinya terutama bagi remaja, kepercayaan diri ini akan mudah berubah. Siswa yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini tergolong usia remaja awal yang berada pada masa puber yaitu suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Menurut Charlotte Buhler (dalam Hurlock, 1980 : 185)

3 menamakan masa puber sebagai fase negatif. Istilah fase menunjukkan periode yang berlangsung singkat; negatif berarti bahwa individu mengambil sikap anti terhadap kehidupan atau kelihatannya kehilangan sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah berkembang. Remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan. Hal ini terjadi karena daya tahan fisik menurun dan adanya kritik yang datang bertubi-tubi dari orang tua dan teman-temannya. Individu yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, hal ini menyebabkab individu sering menutup diri mereka terhadap dunia luar yang lebih luas. Tanpa kepercayaan diri individu memiliki resiko kegagalan ataupun kurang optimal dalam mengerjakan tugastugasnya. Berbanding terbalik dengan individu yang memiliki kepercayaan diri tinggi, mereka cenderung berani tampil bahkan tanpa persiapan apapun dan tanpa memikirkan hasilnya. Individu yang kurang memiliki kepercayaan diri menilai bahwa dirinya kurang memiliki kemampuan. Penilaian negatif mengenai kemampuannya tersebut dapat menghambat usaha yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Pandangan dan penilaian negatif tersebut menyebabkan individu tidak melakukan sesuatu kegiatan dengan segala kemampuan yang dimiliki. Padahal mungkin sebenarnya kemampuan tersebut dimilikinya. Tidak semua individu memiliki rasa percaya diri yang cukup. Perasaan minder, malu, sungkan menjadi kendala bagi siswa dalam menjalani proses belajarnya disekolah maupun di lingkungannya. Individu yang selalu beranggapan bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan, merasa dirinya tidak berharga,

4 merupakan gambaran dari orang yang mempunyai masalah kepercayaan diri. Hal ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku yang kurang wajar atau menyimpang, misal: rendah diri, terisolir, prestasi belajar rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Tina Afiatin dan Budi Andayani (1998) menyimpulkan bahwa kepercayaan diri remaja penganggur dapat ditingkatkan melalui kelompok dukungan sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Siska Sudardjo dan Esti Hayu Purnamaningsih (20FP) menyimpulkan bahwa kepercayaan diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecemasan komunikasi interpersonal. Beranjak dari hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan bahwa kepercayaan diri siswa berpangaruh terhadap kecemasan komunikasi interpersonal siswa serta dapat dikembangkan disekolah. Selama ini belum banyak cara yang dilakukan oleh konselor sekolah dan guru bidang studi untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa. Keadaan ini menimbulkan masih ada sebagian siswa yang memiliki kepercayaan diri yang rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri 2 Kejuruan Muda yang dilakukan pada tanggal 7 April 2016, diketahui bahwa siswa-siswa SMP Negeri 2 Kejuruan Muda mengalami masalah kurang percaya diri. Masalah percaya diri ini yang dialami siswa ini ditunjukkan dengan perasaan grogi saat tampil di depan kelas yang terlihat dari raut wajah dan langkah kaki siswa yang tidak mantap, siswa memiliki perasaan tidak pantas ketika mendapat pujian, siswa merasa malu menjadi diri sendiri karena merasa dirinya selalu memiliki kakuangan sehingga selalu beusaha untuk menjadi orang lain.

5 Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling sekitar 25 % dari 310 siswa mengalami masalah dengan kepercayaan diri. Informasi ini berdasarkan analisis Daftar Cek Masalah (DCM) yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling. Siswa yang mengalami masalah kurang percaya diri merasa bahwa dirinya rendah, tidak yakin dengan kemampuan dirinya sendiri, dan selalu merasa salah dalam penampilan. Siswa yang kurang percaya diri merasa kecil, tidak berharga, tidak ada artinya, dan tidak berdaya mengahadapi tindakan orang lain. Mereka cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasidan lebih memilih untuk menyendiri. Mereka cenderung takut dengan orang lain yang mengejek atau menyalahkannya. Masalah percaya diri merupakan masalah yang harus ditangani di SMP Negeri 27 Medan. Apabila masalah ini tidak mendapat perhatian khusus dan mendapat penanganan segera dari guru, terutama guru bimbingan dan konseling maka akan menghambat perkembangan siswa dan dikhawatirkan akan mengganggu siswa dalam meraih prestasi yang optimal. Untuk mengatasi hal ini perlu diupayakan kegiatan yang mengarah pada kepercayaan diri siswa. Menurut Lie (dalam http://googleweblight.com/?lite_url=http:// holikulanwar. blogspot.com /2012/05/ percaya diri pd apa itu percaya -diri.) mengemukakan seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan, serta membuat keputusan sendiri merupakan perilaku yang mencerminkan rasa percaya diri.

6 Informasi lain yang diperoleh, bahwa guru bimbingan dan konseling tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan layanan di kelas karena tidak adanya jam bimbingan dan konseling secara rutin sebagaimana jam pelajaran lainnya, guru bimbingan dan konseling hanya memberi layanan melalui tidak terprogram dan insidental. Hal ini merupakan kendala bagi guru bimbingan dan konseling untuk memberikan layanan secara optimal. Adapun upaya yang sudah dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling untuk mengatasi masalah kepercayaan diri dengan memberikan layanan informasi yang diberikan secara klasikal. Dalam memberikan layanan informasi guru bimbingan dan konseling SMP Negeri 2 Kejuruan Muda tidak pernah lupa untuk selalu memberikan nasehat kepada siswasiswanya. Namun upaya tersebut masih belum memberikan hasil yang optimal. Berdasarkan informasi tersebut maka, menganggap perlu untuk memberikan tindakan lebih lanjut guna meningkatkan kepercayaan diri siswa. Maka cara yang tepat untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa adalah dengan menggunakan pendekatan konseling individual. Menurut Prayitno dan Amti (2009: 100) konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien secara umum tujuan konseling adalah untuk membantu konseli agar menjadi orang yang lebih fungsional, mencapai integritas diri, identitas diri, dan aktualisasi diri. Model konseling individual yang sesuai untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa adalah konseling eklektik dengan media superhero. Konseling eklektik menurut Thorme (dalam Wikkel & Hastuti 20TS: 305) bermaksud

7 mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan konseli untuk berpikir benar dan tepat sehingga konseli mampu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya (problem solving). Istilah konseling eklektik menunjuk pada sistematika dalam konseling yang berpegang pada pandangan teoritis dan pendekatan, yang merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang diambil atau dipilih dari beberapa konsep pendekatan. Proses konseling pada dasarnya adalah upaya kolaboratif yang bersifat terapetik antara konselor dan konseli serta mengembangkan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Di satu sisi proses konseling dapat menjadi sebuah pengalaman yang mencerahkan dan membawa pada pemecahan masalah, namun di sisi lain proses konseling dapat menjadi sebuah pengalaman yang menjemukan, kurang bemakna, dan berakhir kebuntuan. Untuk menghindari pengalaman yang kurang efektif selama proses konseling berlangsung maka konseling yang diperlukan untuk mengembangkan kepercayaan diri siswa adalah konseling dengan ciri: tidak melakukan refleksi terlalu banyak sehingga siswa tidak menjadi risau, kemudian untuk membantu siswa pada permasalahan diperlukan media yang menarik sebagai alat bantu multisensori. Karena dengan media ini konselor dapat mengilustrasikan memberi contoh berbagai hal berkaitan dengan fokus masalah. Demikian juga halnya dengan siswa, media multisensori dapat diubah dan dimanipulasi untuk menggantikan pikiran dan perasaannya, sehingga menjadi lebih mudah fokus terhadap masalah dan terlibat aktif dalam penggunaan media superhero. L.C. Robin(2007:17) menyatakan bahwa : Superhero dapat digunakan untuk membentuk klien dengan berbagai cara. Superhero mempunyai kekuatan

8 dan mentransformasikan keyakinan dengan kekuatan tersebut. Demikian juga klien untuk memahami kekuatan mereka untuk menghadapi kekerasan atau terisolasi yang mereka tidak dapat atasi. Superhero dapat menyelidiki dan mengubah situasi yang dihadapinya. Dengan demikian klien juga dapat situasi untuk mengmbangkan daya juang dan penafsiran dalam menghadapi persoalan. Kemampuan untuk beradaptasi terhadap pengalaman mentransfomasikan diri ini didasarkan pada perjuangan untuk menghadapi persoalan. Meskipun klien tiidak memiliki kekuatan seperti superhero, tetapi kekuatan fisik dan kekuatan moral superhero dapat ditransformasikan untuk mengubah dan membantu klien mengatasi ketidak mampuan dan kekurangan yang dirasakan.. Berdasarkan pada pendapat L.C. Robin(2007:17) superhero dapat diuraikan dalam proses konseling. Selain menarik, supehero dapat digunakan untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalahnya, dengan mentransformasikan diri siswa dari memiliki keyakinan dari kekuatan menghadapi masalah menjadi keyakinan akan kakuatan untuk menyalesaikan masalah. Memperhatikan latar belakang di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Melalui Konseling Eklektik Dengan Menggunakan Media Superhero Pada Siswa Kelas VIII Di SMP Negeri 2 Kejuruan Muda Tahun Ajaran 2015/2016.

9 1.2 Identifikasi Masalah 1) Kepercayaan diri siswa kurang berkambang di sekolah. 2) Cara guru dan koselor selama ini tidak efektif dalam mengembangkan kepercayaan diri siswa. 3) Konseling eklektik dengan media superhero dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. 4) Siswa menjadi rendah diri, terisolir, prestasi belajar rendah. saat belajar di sekolah. 1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah-masalah di atas, perlu kiranya dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini agar masalah yang diteliti lebih jelas dan terarah. Masalah penelitian ini dibatasi pada Peningkatan Rasa Percaya Diri Siswa Melalui Konseling Eklektik Dengan Media Superhero Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Kejuruan Muda. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah penelitian, dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Konseling eklektik dengan media superhero dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kejuruan Muda?

10 1.5 Tujuan Masalah Penelitian ini bertujuan untuk mendeskipsikan dan memahami keefektifan konseling eklektik dengan media superhero dalam meningkatkan rasa percaya diri siswa. 1.6 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis a. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan masukan untuk pengembangan ilmu, khususnya dalam meningkatkan rasa percaya diri siswa dengan menggunakan layanan konseling eklektik melalui media superhero. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta tambahan bagi pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti dan berguna bagi pihak yang berminat pada masalah yang sama. 2) Manfaat Praktis a. Bagi Guru Sebagai bahan masukan dalam membantu siswa untuk mengembangkan rasa pecaya diri di sekolah. b. Bagi Siswa Sebagai bahan masukan bagi siswa-siswi SMP Negeri 2 Kejuruan Muda untuk mengembangkan rasa percaya diri. c. Bagi Kepala Sekolah Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan konseling yang lebih efektif.

11 d. Bagi Peneliti Guna mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang dipelajari. e. Bagi Mahasiswa Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Sebagai bahan referensi dalam menambah dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya mahasiswa jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan di UNIMED.