BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Sistem Komunikasi Satelit

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA KELAYAKAN JARINGAN VSAT PADA BANK MANDIRI DENGAN METODE AKSES CDMA

PERENCANAAN JARINGAN VSAT TDMA DI WILAYAH AREA JAYAPURA TUGAS AKHIR

BAB IV LINK BUDGET ANALYSIS PADA JARINGAN KOMUNIKASI

BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

SISTEM KOMUNIKASI SATELIT PERBANDINGAN PERHITUNGAN LINK BUDGET SATELIT DENGAN SIMULASI SOFTWARE DAN MANUAL

BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR)

TEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. ::

PERBANDINGAN KINERJA JARINGAN VERY SMALL APERTURE TERMINAL BERDASARKAN DIAMETER ANTENA PELANGGAN DI PASIFIK SATELIT NUSANTARA MEDAN TUGAS AKHIR

BAB IV SATELLITE NEWS GATHERING

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB III IMPLEMENTASI JARINGAN VSAT

ANALISIS PENGARUH REDAMAN HUJAN PADA TEKNOLOGI VSAT SCPC TERHADAP LINK BUDGET ARAH UPLINK DAN DOWNLINK

ANALISIS PENGKODEAN MODEM VSAT TERHADAP PERFORMANSI BER PADA SISTEM SCPC

BAB 4 ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN

PERBANDINGAN KINERJA JARINGAN VERY SMALL APERTURE TERMINAL BERDASARKAN DIAMETER ANTENA PELANGGAN DI PASIFIK SATELIT NUSANTARA MEDAN

TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT. Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT)

Jaringan VSat. Pertemuan X

BAB III IMPLEMENTASI VSAT PADA BANK MANDIRI tbk

ANALISA INTERFERENSI FM TERHADAP LINK TRANSMISI SATELIT INTERMEDIATE DATA RATE

LAPORAN KERJA PRAKTIK

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

Dasar Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI. orbit tertentu. Sistem komunikasi satelit dapat dikatakan sebagai sistem

UNJUK KERJA REF : FREEMAN FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

ANALISA LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SATELIT VSAT POINT TO POINT BANK MANDIRI tbk CABANG PADANG KE STASIUN BUMI CIPETE JAKARTA TUGAS AKHIR

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

BAB III PERHITUNGAN LINK BUDGET SATELIT

BAB II SISTEM KOMUNIKASI VSAT. Sistem komunikasi VSAT adalah salah satu aplikasi dari sistem

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SATELIT

Simulasi Performansi Payload HAPS (High Altitude Platform System) Untuk FWA (Fixed Wireless Access) Pada Sistem CDMA2000 1x

Analisis Kebutuhan Bandwidth Minimal Pada Automatic Teller Machine (ATM) Berbasis Very Small Apperture Terminal-IP (VSat-Ip)

BAB IV EVALUASI KINERJA SISTEM KOMUNIKASI SATELIT

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Kebutuhan Bandwidth Minimal Pada Automatic Teller Machine (ATM) Berbasis Very Small Apperture Terminal-Ip (Vsat-Ip)

Perhitungan Link Budget Satelit Telkom-1

BAB I PENDAHULUAN. Masa yang akan datang teknologi komunikasi satelit akan bertambah

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

SATELLITE LINK Review parameter antena, thermal noise, etc Anatomi link satelit Rugi-rugi

BAB IV ANALISA STUDI KELAYAKAN JARINGAN VSAT PADA BANK MANDIRI MENGGUNAKAN CDMA

BAB II LANDASAN TEORI SATELIT

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

CARA KERJA SATELIT. Dalam hal perencanaan frekuensi ini (frequency planning), dunia dibagi menjadi 3, yaitu:

BAB III JARINGAN VSAT BERBASIS IP. topologi star. Mekanisme komunikasinya adalah remote-remote

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS SISTEM KOMUNIKASI VSAT IP UNTUK KOMUNIKASI JARINGAN PRIVAT BANK BRI

ANALISIS PARAMETER BER DAN C/N DENGAN LNB COMBO PADA TEKNOLOGI DVB-S2

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS CROSS POLARIZATION PADA LAYANAN VSAT SATELIT TELKOM-1 SKRIPSI

BAB II DASAR TEORI. frekuensi yang berbeda ke stasiun bumi penerima. yang disebut TWTA (Travelling Wave Tube Amplifier) atau SSPA

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

SISTEM GLOBAL BEAM DAN MULTI BEAM

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2011 (Semantik 2011) ISBN

Analisis Parameter Ber Dan C/N Dengan Lnb Combo Pada Teknologi Dvb-S2

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

ANALISA PERBANDINGAN DIAMETER ANTENA PENERIMA TERHADAP KINERJA SINYAL PADA FREKUENSI KU BAND

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERFORMANSI MODULASI QPSK DAN 16 QAM TERHADAP EFISIENSI TRANSPONDER PADA SATELIT TELKOM 1 SKRIPSI

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

LABORATORIUM SWTICHING &TRANSMISI MODUL PRAKTIKUM KOMUNIKASI SATELIT DISUSUN OLEH: WAHYU PAMUNGKAS, ST

Modulasi Digital. Levy Olivia Nur, MT

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

BAB II LANDASAN TEORI

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PERANGKAT

HAND OUT EK. 481 SISTEM TELEMETRI

Bab II KOMUNIKASI SATELIT VSAT

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB 3 JARINGAN VSAT ( VERY SMALL APERTURE TERMINAL )

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

TEE 843 Sistem Telekomunikasi. 7. Modulasi. Muhammad Daud Nurdin Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016

ANALISA TRANSMISI TELEVISI DIGITAL MCPC BERBASIS TEKNOLOGI DVB/MPEG-2 PADA SATELIT PALAPA C-2

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

Code Division multiple Access (CDMA)

BAB I PENDAHULUAN. 500 KHz. Dalam realisasi modulator BPSK digunakan sinyal data voice dengan

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Multiple Access

ASSESMENT CLO 3 - RMG PENGENALAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI

Sub Sistem Pemancar Pada Sistem Pengukuran Kanal HF Pada Lintasan Merauke-Surabaya

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

STUDI KASUS PENGENDALIAN DAYA DOWNLINK PADA SISTEM SELULAR CDMA

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Gambar 2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit [2]

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive).

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

ANALISA KINERJA AUTOMATIC UPLINK POWER CONTROL (AUPC) DAN PERANGKAT LUNAK SIMULASI AUPC UNTUK MONITORING PADA KOMUNIKASI SATELIT IDR TUGAS AKHIR

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

UNIVERSITAS INDONESIA

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Satelit Sistem komunikasi satelit tersusun atas 2 bagian, yaitu ruang angkasa (space segment) dan ruas bumi (ground segment). Pada umumnya satelit digunakan hanya sebagai repeater di angkasa. Konfigurasi dari sistem komunikasi satelit dapat dilihat dari gambar dibawah : Gambar 2.1 Sistem Komunikasi Satelit Pada bagian ruas bumi (ground segment) terdiri dari beberapa stasiun bumi dan ruas angkasa adalah satelitnya itu sendiri. Dalam komunikasi satelit terdapat dua arah lintasan sinyal, yaitu lintasan naik (Uplink) yang merupakan hubungan komunikasi stasiun bumi pengirim ke satelit, dan lintasan turun (Downlink) yang merupakan hubungan satelit menuju stasiun bumi penerima. 2.2 Konsep Dasar VSAT 2.2.1 Pengertian VSAT VSAT ( Very Small Aperture Terminal ) merupakan suatu terminal yang menggunakan antena dengan ukuran yang relatif kecil, antara 0,6-2,4 5

meter. Perangkat yang mempunyai kemampuan mentransmisikan dan menerima informasi pada sistem komunikasi satelit. Secara garis besar VSAT terdiri atas dua bagian besar, yaitu indoor dan outdoor. Pada outdoor unit, terdapat satellite dish yang berguna menangkap dan menghantarkan informasi. 2.2.2 Komponen- komponen Fisik VSAT Stasiun VSAT terbagi dalam 2 elemen utama yaitu Outdoor unit (ODU) dan indoor Unit (IDU) seperti dalam gambar dibawah ini : Gambar 2.2 Komponen fisik VSAT Gambar 2.3 Blok diagram terminal VSAT remote 6

2.2.2.1 ODU (Outdoor Unit) ODU (Outdoor Unit) merupakan perangkat yang menghubungkan stasiun bumi VSAT dengan satelit, dipasang di luar ruangan dari sistem terminal remote VSAT, dan komponen-komponen ODU adalah : Antena Antena yang dipakai adalah antena parabola. SSPA (Solid State Power Amplifier) SSPA digunakan untuk menguatkan sinyal RF yang masih lemah dari output Up-converter dengan frekuensi kerja ke satelit Uplink. Radio Frequency Tranceiver (Up Converter dan Down Converter) RFT digunakan untuk mengubah frekuensi IF modulator pada sisi transmit agar sama dengan frekuensi satelit dan sisi receive RFT untuk mengubah frekuensi downlink dari satelit sehingga dapat diterima oleh demodulator. Low Noise Amplifier (LNA) LNA digunakan untuk menguatkan sinyal dari satelit sebelum masuk ke RFT dan besarnya noise temperatur dari LNA akan menentukan besarnya G/T antenna dan sangat berpengaruh pada sensitivitas antena penerima. 2.2.2.2 IDU (Indoor Unit) Indoor Unit merupakan bagian dari stasiun remote VSAT yang dipasang didalam ruangan, dan merupakan interface antara VSAT dengan terminal pengguna. Komponen dari IDU adalah: Modulator dan demodulator Digunakan untuk mengubah sinyal keluaran perangkat aplikasi menjadi sinyal temodulasi untuk kemudian dipancarkan ke satelit FEC encoder / decoder Merupakan blok yang digunakan untuk mengkoreksi kesalahan yang terjadi pada sinyal informasi 7

Perangkat interface ke perangkat aplikasi (terminal pengguna berupa PC) ataupun terhubung ke LAN ( Local Area Network). Karena dalam sistem VSAT ini untuk layanan internet akses, perangkat IDU yang digunakan mempunyai port yang support dengan protocol internet seperti TCP/IP 2.2.2.3 HUB Stasiun Hub ini berjumlah 1 buah yang posisinya berada di Jakarta dengan posisi 6 o LS dan 106 o BT. Elemen utama dari stasiun Hub tersebut adalah : Subsistem antenna RF Equipment IF Equipment Baseband Equipment Network Control Centre (NCC) dan operator console Gambar 2.4 Blok diagram Hub 8

2.2.3 Arsitektur Jaringan VSAT Secara umum arsitektur jaringan VSAT terbagi dua yaitu jaringan bintang(star) dan jaringan jala (mesh). 2.2.3.1 Jaringan VSAT Bintang (star) Pada jaringan bintang terdiri dari dari sebuah stasiun bumi pusat yang disebut dengan Hub dan sejumlah stasiun bumi remote, yaitu stasiun VSAT itu sendiri yang mempunyai diameter antenna yang kecil (0,6 sampai 2,4 meter). Terdapat dua alternatif untuk jaringan VSAT bintang ini yaitu : Jaringan bintang satu arah, yaitu komunikasi berlangsung hanya satu arah, dan VSAT hanya berlaku sebagai penerima. Gambar 2.5 Jaringan bintang satu arah 9

Jaringan bintang dua arah, dimana VSAT dapat mengirimkan dan menerima informasi. Gambar 2.6 Jaringan bintang dua ara 2.2.3.2 Jaringan Jala ( Mesh) Pada konfigurasi jaringan Mesh setiap VSAT remote dapat berhubungan satu sama lain tanpa harus melalui Hub. Gambar 2.7 Jaringan jala ( mesh) 2.2.3.3 Kanal Inbound dan Kanal Outbound Seperti dijelaskan di atas bahwa arsitektur jaringan VSAT dapat merupakan jaringan yang tersusun atas banyak VSAT remote dan satu buah stasiun bumi pusat sebagai Hub yang berada pada ground segment dan satelit yang berada pada space segment. Dalam jaringan VSAT tersebut, hubungan yang terjadi dari VSAT remote menuju stasiun Hub 10

melalui satelit disebut dengan Inbound, dan sebaliknya hubungan yang terjadi antara Hub-satelit-VSAT disebut dengan Outbound. Seperti diillustrasikan dalam gambar dibawah ini : Gambar 2.8 Kanal Inbound dan Outbound 2.3 Geometri Link Satelit Geometri link satelit ini meliputi perhitungan sudut elevasi antenna Hub dan VSAT dan perhitungan jarak stasiun Hub serta VSAT ke satelit (slant range). 2.3.1 Sudut Elevasi Sudut elevasi adalah sudut yang diukur dari bidang horizontal terhadap titik pada pusat main beam antenna ketika antenna diarahkan tepat pada satelit. Sudut elevasi bernilai antara 0 derajat sampai 90 derajat, semakin besar sudut elevasi maka akan mengurangi jumlah derau (noise) yang berasal dari bumi. Sudut elevasi dapat dihitung sebagai berikut : cosϕ R E = tan -1 2 ( 1 cos ϕ) E RE + R O 11

Dimana : k = Posisi Lintang stasiun bumi L = Nilai mutlak dari posisi bujur stasiun bumi-posisi bujur satelit Cos φ = cos k.cos L R E R O = Jari-jari bumi = 6378 km = Tinggi satelit = 35786 km 2.3.2 Slant Range Slant range adalah jarak nyata antara stasiun bumi dengan satelit, artinya jarak sebenarnya yang harus ditempuh oleh sinyal informasi yang dipancarkan antena stasiun bumi untuk menuju satelit. Slant range untuk setiap stasiun bumi dapat dicari dengan menggunakan perhitungan berikut ini : d = 2 2 ( Re+ H ) + Re 2 Re(Re+ H ) Cos ϕ) Dimana : Re H E ϕ = jari-jari bumi (Km) = Ketinggian Satelit (Km) = Sudut Elevasi (derajat) = 90-E-α R R + H 1 E α = Sin ( xcose ) E 2.4 Parameter Link Budget 2.4.1 Penguatan Antena Dalam perhitungan link sistem komunikasi satelit ini terdapat dua jenis penguatan yaitu penguatan stasiun bumi Hub dan penguatan antenna 12

VSAT remote yang masing-masing dibagi menjadi dua penguatan yaitu penguatan arah kirim (G Tx ) dan penguatan arah penerima (G Rx ). Jenis antena yang biasa digunakan adalah antenna parabola. Hal ini disebabkan karena penguatan dari antena parabola lebih besar dari penguatan antena lainnya. Selain itu jenis antenna parabola sangat dibutuhkan untuk sistem yang tampak pandang. Persamaan penguatan dari antenna parabola dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : 2 2 πxd G parabola = η 2 π d = η λ 2 λ π. f. d G parabola = η c 2 Dimana : d = diameter antenna parabola (meter) η = efisiensi antenna λ = panjang gelombang (meter) f = frekuensi (GHz) c = kecepatan cahaya Apabila dinyatakan dalam bentuk logaritmik, persamaan gain antenna parabola akan menjadi berikut : G Tx = 20,4 + 20 log f (GHz) + 20 log d (m) + 10 log η 2.4.2 Daya Pancar Isotropik Efektif (EIRP) EIRP ( Effective Isotropic Radiated Power) adalah daya yang ditransmisikan dari sebuah stasiun bumi baik Hub maupun VSAT dan satelit dalam arah antenna penerima. Dimana EIRP ini ditentukan oleh dua komponen dasar yaitu daya pancar antenna dan diameter antenna tersebut. Sehingga persamaan EIRP dapat ditulis menjadi : 13

EIRP (Watt)= P Tx (Watt). G Tx (Watt) EIRP (dbw)= 10 log P Tx (Watt) + 10 log G Tx (Watt) EIRP (dbw)= P Tx (db) + G Tx (db) dimana : P Tx = daya pancar pada feed antrena pemancar (db) G Tx = gain antenna pemancar (db) 2.4.3 Figure Of Merit (G/T) Figure Of Merit (G/T) biasanya digunakan untuk menunjukan performansi antenna dan LNA ( Low Noise Amplifier) dalam hubungan sensitifitas carrier down link yang diterima satelit. Parameter G merupakan gain antenna penerima stasiun bumi, sedangkan nilai parameter T merupakan jumlah dari temperatur noise sistem penerima dengan temperatur noise antenna. Persamaan T untuk HUB dan VSAT Receiver dirumuskan sbb : T = T L a att + T f T L f at + T erx Dimana : 300 1 Ta = + 275 1 + 10 red. hujan red. hujan T f = 290 o K = Temperatur noise perangkat : 40 o K T erx L att = Loss Attenuator Nilai T yang dapat digunakan untuk menghitung G/T sebagai berikut : G T HUB / VSAT / = [ G R ( L + L ) ] HUB / VSAT x r attenuator - 10 log T 14

dimana : sbb : dimana : L r = Redaman salah sorot transmitter/receiver yang dirumuskan L t, r = 12 θt, r θ3db θ 3dB = 70 λ D 2 2.4.4 Rugi-Rugi Transmisi 2.4.4.1 Rugi-Rugi Ruang Bebas ( Free Space Loss ) Rugi-rugi ruang bebas merupakan rugi-rugi yang timbul antara antenna pemancar dengan antenna penerima yang dipisahkan dengan jarak d dengan asumsi bahwa medium transmisi antara kedua terminal tersebut adalah ruang hampa dan antena yang digunakan isotropik. Persamaan yang digunakan untuk menghitung rugi-rugi ruang bebas sebagai berikut : 4. π. f. d L fs = c 2 dimana f adalah frekuensi dan c adalah kecepatan rambat cahaya di udara serta d adalah jarak lintasan. 2.4.4.2 Rugi-rugi saluran T x dan R x Rugi-rugi ini disebabkan antara pemancar dengan antenna dihubungkan oleh suatu saluran yang akan menyebabkan terjadinya redaman. Saluran yang biasa digunakan untuk menghubungkan antara keluaran HPA dengan antena adalah waveguide. Untuk rugi-rugi pada saluran ini dibagi atas dua bagian yaitu pada bagian pemancar yang disimbolkan dengan L FT dan pada bagian penerima yang disimbolkan dengan L FR. 15

2.4.4.3 Rugi-Rugi Salah Sorot Rugi-rugi salah sorot ini disebabkan karena antena pemancar dan penerima tidak terletak pada sumbu sorot masing-masing. Rugi-rugi ini dibagi dua yaitu antena penerima tidak letak pada sumbu sorot antena pemancar yang disimbolkan dengan L T, dan antena pemancar tidak terletak pada sumbu sorot antena penerima yang disimbolkan dengan L R. Persamaan yang digunakan untuk menghitung salah sorot adalah sebagai berikut : Dimana : α T L T = 12 θ 3 db α R L R = 12 θ 3dB 2 2 db db α T : sudut salah sorot antenna pemancar ( o ) α R : sudut salah sorot antenna penerima ( o ) θ 3dB : HPBW ( o ) Dan harga θ 3dB di dapat dengan persamaan : λ θ 3dB = 70 D dengan D adalah diameter dari antena 2.4.4.4 Redaman Atmosfer Redaman atmosfer pada sistem komunikasi satelit, berasal dari partikel-partikel udara seperti Oksigen (O 2 ) dan uap air (H 2 O) yang turut berpengaruh pada level sinyal di penerima. Partikel udara yang lain kurang berpengaruh pada redaman sinyal. Redaman atmosfer dipengaruhi oleh besarnya jarak tempuh gelombang (slant path) dan penggunaan frekuensi operasi. Semakin tinggi frekuensi operasi, maka redaman akibat atmosfer akan semakin besar. Redaman atmosfer secara signifikan berpengaruh 16

pada penggunaan frekuensi operasi diatas 10 GHz. Untuk penggunaan frekuensi dibawah 10 GHz pengaruh redaman atmosfer ini cukup kecil. 2.4.4.5 Redaman Hujan Redaman hujan pada lintasan satelit (satelit paths) merupakan fungsi dari frekuensi dan sudut elevasi. Redaman ini tidak merata pada seluruh link propagasi, tetapi redaman hanya terjadi pada jarak efektif link yang terkena hujan(l eff ). 2.4.5 Lebar Pita Frekuensi (Bandwidth) Bandwidth merupakan fungsi dari kecepatan informasi, FEC, jumlah bit dalam satu simbol dan roll of factor, Bit rate menyatakan jumlah bit informasi yang masuk sebagai input modem tiap detik. Secara umum besarnya bandwidth yang dibutuhkan (BW occ = BW rf ) dirumuskan sebagai berikut : R BW rf = chip (1 + α) m. FEC BW ALL = BW rf (1+GB) dimana : BW ALL = bandwidth yang dialokasikan (Hz) R chip = chip/information rate (bps) untuk CDMA GB = guard band = 20 % m = jumlah bit untuk 1 simbol α = Roll of Factor (0 α 1) 2.4.6 Energy Bit to Noise Density Ratio (Eb/No) Kualitas sinyal yang diterima ditentukan oleh perbandingan energi sinyal pembawa per bit per hertz yang diterima terhadap rapat spektral 17

derau. (Eb/No) diperoleh dari harga BER yang sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dari grafik fungsi BER terhadap (E b /N o ). Pada sistem CDMA kapasitas diasumsikan sebuah sel mempunyai N user yang konstan, maka sinyal yang diterima oleh base station pada sel tersebut terdiri dari sinyal user yang diinginkan ditambah (N-1) sinyal dari user penginterferensi. Dengan asumsi kontrol daya bekerja sempurna, maka sinyal terima untuk semua kanal adalah sama, yaitu sebesar C. Sehingga persamaan energy bit to Noise (Eb/No) adalah : E b C / Ri = N o C( N 1) / BW E b BW / = N o N 1 Ri dimana : BW PG = R i Dari persamaan diatas maka didapatkan persamaan energy bit to Noise (Eb/No) sebagai berikut : E b PG = N N 1 o dimana : E N b o BW R i PG = rasio energi per bit terhadap rapat daya noise = lebar pita frekuensi spektral tersebar (Hz) = data rate sinyal informasi (kbps) = 9,6 Kbps = Processing Gain 2.4.7 Bit Error Rate (BER) Parameter yang digunakan untuk menilai unjuk kerja transmisi digital pada sistem komunikasi satelit ini adalah Bit Error Rate. BER adalah perbandingan antara jumlah bit informasi terima yang salah dengan 18

jumlah bit informasi yang ditransmisikan pada selang waktu tertentu. Semakin rendah BER yang dihasilkan transmisi digital, semakin baik unjuk kerja transmisi digital tersebut. Hubungan antara (E b /N o ) dengan BER tergantung pada jenis modulasi yang digunakan. Suatu nilai (E b /N o ) untuk sistem modulasi yang berlainan akan menghasilkan nilai BER yang berbeda. Ditetapkan BER pada Tugas Akhir ini adalah 10-7. 2.5 Parameter Transponder Satelit 2.5.1 Saturated Flux Density (SFD) Saturated Flux Density (SFD) merupakan nilai yang menunjukan sensitivitas dari satelit SFD akan menyebabkan satelit bekerja pada titik saturasinya, sehingga akan memberikan batasan terhadap daya maksimum yang boleh dipancarkan oleh stasiun bumi, dilambangkan dengan φ. Nilai SFD dapat diketahui dari spesifikasi satelit bersangkutan. 2.5.2 Input Back Off (IBO) dan Output Back Off (OBO) Untuk menjaga agar stasiun bumi tetap bekerja pada daerah liniernya maka dikenal istilah IBO dan OBO. IBO (Input Back Off) merupakan perbandingan antara EIRP SB SATURASI dengan EIRP SB LINIER, sedangkan OBO (Output Back Off) merupakan perbandingan antara EIRP ST SATURASI dengan EIRP ST LINIER. Nilai IBO dan OBO ditentukan berdasarkan spesifikasi satelit yang digunakan. Untuk Satelit Telkom-1 C- Band, nilai IBO adalah sebesar 3 db dan OBO sebesar 2 db. 2.5.3 Power Flux Density (PFD) Power Flux Density (PFD), Ω atau rapat fluks daya operasi satelit adalah power yang menembus luas bidang khayal 1 m 2 yang dirumuskan dengan : EIRP Φ = ES ( W/m 2 ) 2 4πR Φ (dbw/m 2 ) = EIRP ES (dbw) 10 log 4πR 2 19

PFD juga dapat dihitung dengan persamaan : Φ (dbw/m 2 ) = EIRP ES (dbw) + G l (dbi) L U (db) dimana : G l (dbi) adalah penguatan antenna ideal dengan area sama dengan 1m 2, yang dirumuskan : G l (dbi) = 10 log 4π - 20 logλ 2.5.4 Redaman PAD (Permanent Attenuator Density) PAD merupakan redaman pada transponder satelit yang ditambahkan kepada rapat fluks density yang diterima satelit, sistem satelit secara otomatis meredam rapat daya yang diterima. Redaman PAD berfungsi untuk mengoptimalkan sinyal yang diterima satelit. Nilai PAD daiatur oleh operator satelit, untuk Satelit Telkom-1 nilai PAD adalah sebesar 10 db. 2.6 Parameter Kualitas Link Satelit Salah satu parameter yang digunakan untuk menghitung kualitas link dari satelit C/N, yang merupakan perbandingan daya carrier terhadap rapat spektral derau yang ditunjukan dalam decibel (db). Untuk sistem yang dirancang nantinya perhitungan kualitas link dibagi atas dua bagian yaitu : 2.6.1 (C/N) Minimal Yang dibutuhkan Sistem Merupakan kualitas link minimal yang dibutuhkan dengan penggunaan teknik komunikasi tertentu agar kinerja sistem berjalan. Dalam perancangan yang baik, kualitas sinyal yang dipergunakan sistem harus lebih besar dari kualitas minimal yang dibutuhkan tadi. 20

Nilai (C/N) yang dibutuhkan adalah : C N Re q = E N b o Re q + 10 log Rb BW rf - CG + MI dimana : E N b o Re q = energi per bit yang dibutuhkan (db) R b CG MI = Laju bit informasi (bps) = coding gain (db) = margin implementasi (db) 2.6.2 (C/N) Uplink Persamaan yang digunakan untuk menghitung kualitas pada bagian uplink sebagai berikut : ( C = (EIRP) N T. (1/L LF ).(G/T) satelit. 1/K. 1/Bw )Up dimana pernyataan diatas dapat dibagi dalam dua bagian perhitungan yaitu EIRP pemancar dengan persamaan sebagai berikut : EIRP SB = P G T TMAX L T L FT Rugi-rugi perambatan uplink dengan persamaan sebagai berikut : L Up = L FS L Atm L Hf Figure of merit penerima merupakan nilai G/T pada satelit, yang nilainya berbeda untuk setiap daerah. 21

Sehingga dalam bentuk yang lengkap maka akan didapatkan dalam persamaan sebagai berikut : C N Up P G T 1 1 = T max ( ) L L.... L. L T satelit K Bw T FT 1 FS Atm G 2.6.3 (C/N) Down Link Persamaan yang digunakan untuk menghitung kualitas pada bagian down link sebagai berikut : ( C = (EIRP) N satelit. (1/L D ).(G/T) R. 1/K. 1/Bw )DN dimana pernyataan diatas ditafsirkan dalam 2 bagian yaitu : EIRP pada downlink merupakan EIRP satelit. Rugi-rugi perambatan downlink dengan persamaan sebagai berikut : L D = L FS L Atm L Hf Figure of Merit penerima dengan persamaan sebagai berikut : ( G ( GRMAX / LR LFR LPOL ) ) = T St T L A FR 1 + 1 L FR T F + T R sehingga dalam bentuk yang lengkap maka akan didapatkan dalam persamaan sebagai berikut : ( C ( EIRP) satelit ( 1/ LFS LA )( GRMAX / LR LFR LPOL ) ) = N D T K L A FR 1 + 1 L FR T F + T R 22

2.6.4 Interferensi Interferensi merupakan energi frekuensi radio yang tidak diinginkan yang berasal dari sumber interferensi yang timbul pada penerima (receiver). Pada jaringan VSAT terdapat 2 tipe interferensi yaitu : 1. Self-Interferensi, yaitu terdiri dari : Co-channel Interferensi, adalah kerugian dari penggunaan pengulangan frekuensi yang bertujuan meningkatkan kapasitas dari sistem karena Bandwidth sistem yang terbatas. Interferensi Cochannel berasal dari isolasi yang tidak sempurna antar beam pada satelit dan juga disebabkan oleh ketidaksempurnaan isolasi antara pengulangan polarisasi ortogonal pada frekuemsi yang sama. Adjacent Channel Interferensi, merupakan interferensi yang berasal dari daya carrier penginterferensi terhadap sinyal yang diinginkan yang diterima oleh stasiun bumi. 2. External Interferensi, terdiri dari : Interferensi dari sistem satelit yang berdekatan Interferensi dari sistem Terestial 2.6.5 Intermodulasi Transponder pada satelit mempunyai karakteristik yang non-linear. Dengan sifat dari FDMA, transfonder ini secara simultan menguatkan beberapa carrier pada frekuensi yang berbeda-beda. Secara umum, ketika sejumlah n sinyal pada frekuensi f1,f2,,fn melalui sebuah penguat yang non-linear, keluaran pada penguat tidak hanya n sinyal dengan frekuensi masing-masing tetapi juga terdapat sinyal yang tidak diinginkan yang disebut intermodulation product. intermodulation product dari carrier yang termodulasi ini ditransmisikan bersama dengan sinyal yang diinginkan, dan dari sisi penerima dianggap sebagai noise. 23

2.6.6 Kualitas Link Total Sistem Nilai (C/N) total dari sistem merupakan kontribusi dari masingmasing (C/N),yaitu (C/N) uplink, downlink, Interferensi uplink dan downlink serta Intermodulasi. Yang dirumuskan sebagai berikut : C N TOTAL = C N 1 Up + C N 1 D + C N 1 IM C + I 1 1 2.7 Teknik Komunikasi 2.7.1 Teknik Modulasi Modulasi merupakan proses penumpangan sinyal informasi ke dalam sinyal carrier atau sinyal pembawa. Tiga bentuk dasar dari teknik modulasi digital adalah ASK (Amplitude Shift Keying), FSK (Frequency Shift Keying), dan PSK (Phase Shift Keying). ASK menggunakan perubahan amplituda dari sinyal pembawa untuk menyatakan perubahan data bit atau simbol dari sinyal informasi. FSK menggunakan perubahan frekuensi gelombang pembawa untuk menyatakan perubahan data bit dari sinyal informasi, sedangkan PSK menggunakan perubahan phasa gelombang pembawanya. Dalam Tugas akhir ini akan digunakan modulasi QPSK (Quadrature Phase Shift Keying). 2.7.2 Forward Error Corection (FEC) Dua parameter kunci sistem yang penting dalam perancangan adalah daya sinyal kirim dan Bandwidth kanal. Dengan pemilihan teknik modulasi tertentu dan ditentukan BER minimal sistem, maka dapat ditentukan nilai Eb/No nya. Untuk nilai Eb/No yang tetap, cara untuk meningkatkan kualitas sistem adalah dengan menggunakan error-control 24

coding. Penurunan nilai Eb/No ini dapat mengurangi daya kirim dan juga dimensi dari antenna. Dalam sistem komunikasi satelit ini error-control coding yang digunakan adalah FEC (Forward Error Correction). FEC merupakan suatu metoda error control dengan menambahkan bit tambahan di ujung pengirim, yang berguna untuk mendeteksi dan memperbaiki kesalahan acak yang diakibatkan oleh gangguan kanal dan mampu mengoreksi kesalahan yang baik. Namun kerugian dari FEC ini adalah adanya penambahan Bandwidth yang disebabkan adanya bit tambahan. Terdapat dua tipe dari error-corection coding yaitu : 1. Block coding 2. Konvolutional coding 2.7.3 Teknik Akses Jamak Dalam sistem komunikasi satelit, teknik akses jamak diperlukan karena satelit berfungsi sebagai persimpangan jalur komunikasi repeater yang ada dalam satelit, yaitu transponder, memiliki lebar pita dan juga daya yang terbatas, sehingga agar kapasitas satelit dapat digunakan secara optimal diperlukan akses jamak yang tepat. Metoda akses jamak yang digunakan dalam jaringan VSAT adalah salah satu dari FDMA (Frequency Division Multiple Access), TDMA (Time Division Multiple Access), CDMA (Code Division Multiple Access), yang dalam aplikasinya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. 2.7.3.1 FDMA (Frequency Division Multiple Access) FDMA (Frequency Division Multiple Access) merupakan teknik akses jamak yang melakukan pentransmisian pada waktu yang sama dengan frekuensi yang berbeda. Dalam FDMA frekuensi dibagi menjadi beberapa kanal frekuensi yang lebih sempit, dan tiap pengguna akan 25

mendapatkan kanal frekuensi yang berbeda untuk berkomunikasi secara bersamaan. 2.7.3.2 TDMA (Time Division Multiple Access) TDMA (Time Division Multiple Access) merupakan teknik akses jamak yang melakukan pentransmisian pada frekuensi yang sama dengan waktu yang berbeda. Pada metode TDMA tiap pengguna akan menggunakan seluruh spectrum frekuensi tertentu yang disediakan tetapi dalam waktu yang singkat yang disebut slot waktu (time slot) dan tiap pengguna mendapatkan sebuah slot waktu yang berulang secara periodis dan hanya diijinkan untuk mengirim informasi pada slot waktu tersebut. 2.7.3.3 CDMA (Code Division Multiple Access) CDMA (Code Division Multiple Access) adalah suatu teknik modulasi dan akses didasarkan pada konsep spread spectrum direct sequence dimana pengiriman sinyal menduduki lebar pita frekuensi melebihi spektrum minimal yang dibutuhkan. Pada sistem CDMA sinyal message dengan Band yang sempit dikalikan dengan sinyal dari bandwidth yang lebar disebut dengan sinyal spreading. Seluruh user pada sistem CDMA menggunakan frekuensi carrier yang sama dan mungkin mentransmisikan dalam waktu yang bersamaan. CDMA merupakan akses jamak yang menggunakan prinsip komunikasi spektrum tersebar. Sistem komunikasi spektral tersebut merupakan suatu teknik modulasi dimana pengiriman sinyal menduduki lebar pita frekuensi yang jauh lebih besar daripada spektrum minimal yang dibutuhkan untuk menyalurkan suatu informasi. 26

2.8 Sistem ALOHA Sistem ALOHA pada TDMA terdiri dari Fixed, Reserved ALOHA dan Pure ALOHA. 1. Fixed Pada Fixed, PN (Pseudo Noise) dibagi-bagi berdasarkan assignment yang tetap. Sebuah carrier dengan bandwidth tertentu menyalurkan sinyal digital dengan suatu kecepatan R bit per second (bps). Stasiun-stasiun pengguna memakan frekuensi tersebut untuk memancarkan bit informasinya (r bit per second, dimana r<<r) dengan kecepatan R untuk sebagian waktu. Dalam sistem ini, tiap stasiun memancar dengan kecepatan R walaupun kebutuhan hanya r. Dengan demikian, power pancar yang dibutuhkan relatif besar walaupun untuk waktu yang sejenak. Jadi untuk tiap user disediakan satu kanal khusus yang tidak digunakan oleh user lain. 2. Reserved ALOHA Pada Reserved ALOHA, setiap stasiun remote yang ingin melakukan hubungan komunikasi harus memesan kanal yang idle terlebih dahulu melalui kanal yang disediakan. Kanal ini dapat diakses secara random oleh semua user. Reserved ALOHA kemungkinan tabrakanpun akan sangat kecil, tetapi membutuhkan biaya tambah yang lebih besar dari sistem ALOHA sebelumnya. Throughput dari Reserved ALOHA ini dapat mencapai < 81 %, ALOHA ini sangat jarang digunakan untuk komunikasi data walaupun probabilitas dari keberhasilan kirimnya sangat besar. Hal ini dikarenakan biayanya akan lebih besar untuk penambahan perangkat. 3. Pure ALOHA Sistem Pure ALOHA ini membiarkan user untuk melakukan transmisi secara kontinu (kapan saja ia mau) bila ada data yang mau dikirim jadi tiap stasiun pengguna memancarkan carriernya secara random tidak terikat waktu dan tanpa peduli akan keberadaan stasiun remote lain. Hal ini memungkinkan terjadinya tabrakan antar data-data 27

yang dikirim oleh pengguna lainnya dan data yang bertabrakan itu akan bertabrakan. Akan tetapi dengan sifat umpan balik dari broadcast, maka pengirim akan mengetahui apakah data yang bersangkutan sudah rusak atau tidak dengan cara mendengarkan saluran sama seperti cara yang dipakai oleh pengguna lainnya. Bila data yang dikirim telah rusak karena tabrakan maka pengirim perlu menunggu dalam waktu random untuk berusaha mengirim kembali. Tabrakan ini dapat terjadi jika terdapat dua user yang mencoba untuk menduduki saluran pada saat yang sama, sehingga data-data yang dikirim akan hancur. Throughput dari Pure ALOHA adalah 18 %. 28