BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan orang terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. Dari anak kecil sampai orang dewasa mempunyai kegiatan atau aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

LAMPIRAN I KUESIONER DATA PENUNJANG KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tergolong tinggi, sehingga para petugas kesehatan seperti dokter,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia

VALIDITAS. Item Koefisien Korelasi. Item Koefisien Korelasi. Keterangan : Item diterima : 48 Item direvisi : - Item dibuang : -

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

DATA PRIBADI. 2. Menurut anda kesulitan dalam mempelajari Fisika A. Ada, yaitu. B. Tidak ada, alasan..

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang melibatkan penguasaan suatu kemampuan, keterampilan, serta

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL DAN BAGAN...xi. DAFTAR LAMPIRAN...xii Latar Belakang Masalah...

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN... i. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR BAGAN...

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini kehidupan manusia, termasuk Indonesia telah memasuki era

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini banyak tantangan yang dihadapi manusia, salah satunya

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan..i. Kata Pengantar.ii. Daftar Isi..v. Daftar Tabel ix. Daftar Bagan...x. Daftar Lampiran...xi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Hurlock (1999), masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan tersebut berdampak pada semakin ketatnya persaingan. Agar mampu bersaing, maka siswa diharapkan mempunyai kompetensi. Salah satu cara untuk mendapatkan kompetensi ialah melalui pendidikan formal juga non formal. Pendidikan formal ditempuh melalui institusi pendidikan, dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT). Sedangkan pendidikan non formal diperoleh melalui kursus dan pelatihan, baik dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Pendidikan formal maupun non formal berkaitan dengan proses pembelajaran yang telah dimulai sejak siswa berusia dini. Dalam pendidikan formal, setiap proses pembelajaran akan melewati mata rantai proses penyampaian materi pelajaran dan diakhiri dengan tes prestasi belajar. Hasil evaluasi belajar akan menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam pelajaran yang terlihat pada prestasi akademik siswa selama siswa mengenyam pendidikan. Prestasi siswa di sekolah, disebut prestasi akademik yang merupakan hasil penilaian atau evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah mencapai sasaran

hasil belajar (Winkel, 1983). Prestasi akademik seringkali diukur berdasarkan nilai rapor siswa setiap semester. Tinggi atau rendahnya prestasi akademik siswa dapat dilihat melalui proses pembelajaran sesuai dengan ketentuan kurikulum yang berlaku. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh hal-hal dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa. Menurut Winkel (1983) salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar ialah fakor inteligensi. ldealnya, siswa dengan inteligensi tinggi akan berkorelasi dengan prestasi akademik yang tinggi pula. Namun pada kenyataannya tidak selalu demikian. Menurut keterangan yang diberikan oleh seorang guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP) di SMA X Bandung, terdapat 49,5% siswa kelas XI yang dikategorikan underachiever. Siswa yang termasuk underachiever di SMA X dikategorikan berdasarkan inteligensi yang berada pada rata-rata atau bahkan di atas rata-rata sedangkan prestasi akademiknya atau nilai rapornya berada di bawah ratarata kelas. Prestasi akademik merupakan hal yang penting dalam proses pendidikan yang dijalankan siswa underachiever, karena prestasi merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan siswa underachiever dalam bidang akademik, tidak terkecuali para remaja ketika menjadi siswa di sekolah menengah atas. Siswa underachiever menyadari bahwa untuk memperoleh prestasi akademik yang memuaskan, mereka harus menetapkan strategi dalam proses pembelajaran yaitu dengan memahami materi pelajaran, mengulang kembali materi yang telah diberikan, mempersiapkan diri untuk menghadapi ulangan-ulangan harian di kelas, menyelesaikan tugas-tugas, dan

mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian akhir semester. Dalam menjalani proses tersebut, tidak jarang siswa menemui hambatan baik dari dalam maupun dari luar dirinya yang membuat siswa tidak optimal dalam belajar untuk meraih prestasi akademik. Demikian juga halnya dengan siswa kelas XI yang underachiever di SMA X. Hambatan dari dalam diri yang dirasakan oleh siswa underachiever pada umumnya berbentuk motivasi belajar yang kurang, kurang percaya diri akan kemampuannya, dan rasa bosan ketika belajar. Sedangkan hambatan dari luar berbentuk soal-soal ujian yang dirasakan terlalu sulit, kurangnya waktu untuk belajar karena padatnya tugas dari guru, kesibukan yang terlalu banyak dan ajakan temanteman yang tidak dapat ditolak untuk bermain. Apa pun yang menjadi hambatan siswa underachiever dalam upaya memperoleh prestasi akademik yang optimal, penyelesaiannya akan kembali kepada siswa yang bersangkutan. Siswa underachiever yang memandang hambatan sebagai tantangan yang harus di atasi akan menjalani proses belajar secara optimal, dan ini akan berdampak pada prestasi akademik. Sebaliknya, siswa underachiever yang memandang hambatan sebagai rintangan akan menjalani proses belajar secara tidak optimal sehingga berdampak pada prestasi akademiknya yang tidak optimal pula. Untuk mengatasi hambatan tersebut maka siswa underachiever perlu memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu memperoleh prestasi akademik yang optimal. Belief seseorang tentang kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang dihadapi disebut dengan self-efficacy (Bandura, 2002).

Jika siswa underachiever memiliki self-efficacy yang tinggi maka hal tersebut akan membuat siswa underachiever memiliki pola kegiatan belajar yang telah ditentukan untuk menghasilkan prestasi akademik yang optimal, kegiatan-kegiatan tersebut seperti berusaha secara optimal dalam mengerjakan tugas sekolah dari guru, mendengarkan apabila guru menerangkan di kelas, mengulang kembali pelajaran yang telah dipelajari disekolah, tidak mudah menyerah apabila mengalami hambatan dalam belajar. Selain itu, bila mereka memperoleh nilai ulangan harian yang tidak memuaskan maka siswa underachiever akan memperbaikinya pada ulangan yang berikutnya dengan belajar lebih giat lagi, menambah waktu belajar di rumah juga mengikuti kegiatan les tambahan di luar jam belajar di sekolah. Sebaliknya, siswa underachiever dengan self-efficacy yang rendah akan menghindari tugas-tugas yang sulit yang dipandang sebagai ancaman terhadap diri mereka. Ketika berhadapan dengan tugas-tugas yang sulit, mereka terpaku pada kelemahan-kelemahan mereka. Siswa underachiever tersebut akan menurunkan usahanya dan cepat menyerah dalam menghadapi kesulitan. Siswa underachiever lambat bangkit dari kegagalan karena mereka memiliki performa yang kurang, hanya dengan sedikit kegagalan saja mereka bisa kehilangan keyakinan mengenai kemampuan mereka, sehingga performance mereka dalam prestasi akademik tidak optimal. Berdasarkan survei awal mengenai self-efficacy dalam bidang akademik yang dilakukan terhadap 15 siswa kelas XI yang underachiever di SMA X Bandung, diketahui bahwa sebesar 60% siswa underachiever merasa yakin pada

kemampuannya untuk mencapai nilai yang optimal secara akademik, mempunyai ciri-ciri tingkah laku sebagai berikut. Mengenai pilihan untuk menentukan goal, 77,8% siswa underachiever memilih goal yang menantang dengan menetapkan target nilai ujian di atas rata-rata kelasnya. Sedangkan 22,2% siswa underachiever lainnya memilih menetapkan target nilai cukup untuk naik kelas. Mengenai usaha yang dikeluarkan, 44,4% siswa underachiever banyak berlatih soal-soal jauh sebelum ujian, mereka belajar sedikit demi sedikit agar lebih dapat memahami materi, sedangkan 55,6% siswa underachiever lainnya hanya belajar sehari sebelum ujian dan kurang berusaha memahami teori. Mengenai daya tahan dalam menghadapi rintangan, 66,7% siswa underachiever mengatasi hambatan secara langsung dengan belajar bersama teman dan mengatur waktu belajar sebaik-baiknya. Sedangkan 33,3% siswa underachiever lainnya berusaha belajar lebih rajin, akan tetapi jika hambatan dialami terus menerus, mereka cenderung menurunkan usahanya. Terakhir mengenai penghayatan perasaan, 55,6% siswa underachiever tidak merasakan stres dan kecemasan yang berlebihan jika mengalami kegagalan dalam mencapai nilai optimal. Sedangkan 44,4% siswa underachiever lainnya merasakan stres dan kecemasan yang berlebihan jika mengalami kegagalan ketika tidak berhasil memperoleh nilai yang optimal. Sedangkan 40% siswa underachiever lainnya yang merasa tidak yakin dengan kemampuannya, mempunyai ciri-ciri tingkah laku sebagai berikut, mengenai pilihan untuk menentukan goal, 33,3% siswa underachiever memilih goal yang menantang dengan menetapkan target nilai ujian di atas rata-rata kelasnya, sedangkan 66,7%

siswa underachiever lainnya memilih menetapkan target nilai cukup untuk naik kelas. Mengenai usaha yang dikeluarkan, 16,7% siswa underachiever banyak berlatih soalsoal jauh sebelum ujian, mereka belajar sedikit demi sedikit agar lebih dapat memahami materi, sedangkan 83,3% siswa underachiever lainnya hanya belajar sehari sebelum ujian dan kurang berusaha memahami teori. Mengenai daya tahan dalam menghadapi rintangan, 33,3% siswa underachiever mengatasi hambatan secara langsung dengan belajar bersama teman dan mengatur waktu belajar sebaik-baiknya. Sedangkan 66,7% siswa underachiever lainnya menghindari hambatan dan lebih memilih hiburan. Terakhir mengenai penghayatan perasaan, 100% siswa underachiever merasakan stres dan kecemasan yang berlebihan jika mengalami kegagalan dalam mencapai nilai optimal. Berdasarkan data survei awal tersebut, peneliti menemukan adanya variasi dalam derajat self-efficacy bidang akademik siswa yang underachiever di SMA X Bandung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai derajat self-efficacy bidang akademik pada siswa kelas XI yang underachiever di SMA X Bandung. 1 2. Identifikasi Masalah Bagaimana gambaran derajat self-efficacy pada siswa kelas XI yang underachiever di SMA X Bandung.

1. 3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud penelitian ini ialah untuk memperoleh gambaran mengenai selfefficacy pada siswa kelas XI yang underachiever di SMA X Bandung. 1. 3. 2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mendalami self-efficacy beserta faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy pada siswa kelas XI yang underachiever di SMA X Bandung. 1. 4. Kegunaan Penelitian 1. 4. 1. Kegunaan Teoretis 1. Memberikan masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan mengenai derajat self-efficacy pada siswa-siswi kelas XI yang underachiever di SMA X Bandung. 2. Memberikan sumbangan informasi bagi mahasiswa Psikologi lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai self-efficacy pada siswa yang underachiever. 1. 4.2. Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi kepada siswa SMA mengenai gambaran derajat selfefficacy, agar siswa SMA terutama yang underachiever dapat meningkatkan keyakinan di dalam dirinya bahwa sebenarnya dirinya mampu memperoleh prestasi akademik yang optimal serta meningkatkan usahanya dalam

mengatasi hambatan dan memberi dorongan kepada siswa dalam mencapai tujuannya yaitu memperoleh prestasi akademik yang optimal. 2. Memberikan informasi kepada para orangtua dan pendidik mengenai gambaran derajat self-efficacy siswa yang underachiever, agar para orangtua dan guru dapat membantu siswa yang underachiever tersebut. 1. 5. Kerangka Pikir Masa remaja akhir berkisar antara 16-22 tahun dan siswa SMA berada pada tahap perkembangan remaja akhir. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa yang ditandai dengan terjadinya perubahan biologis, kognitif dan sosial (Santrock, 1999). Sebagai remaja yang akan memasuki masa dewasa, maka para siswa harus mulai belajar untuk memikul tanggung jawab yang penuh bagi diri mereka sendiri dalam hampir setiap dimensi kehidupan, salah satunya adalah dalam bidang pendidikan yaitu dengan menuntut ilmu sebagai bekal bagi kehidupan di masa depan. Tolok ukur keberhasilan siswa dalam menjalani proses pendidikan tercermin melalui prestasi akademik. Prestasi akademik mencerminkan kecakapan siswa yang terlihat setelah melewati suatu proses pembelajaran. Menurut Winkel (1983), proses belajar siswa ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah taraf inteligensi, motivasi belajar, perasaan, sikap, minat, dan keadaan fisik, sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan tempat belajar (fasilitas sekolah dan interaksi antara siswa dan guru), lingkungan keluarga (keadaan sosio-

ekonomi keluarga dan keadaan sosio-kultur), dan faktor situasional (keadaan politikekonomis, keadaan waktu dan tempat, keadaan musim). Inteligensi merupakan salah satu faktor internal yang dapat memprediksi prestasi akademik siswa. Bila siswa memiliki inteligensi tinggi, maka akan memiliki peluang lebih besar untuk berprestasi dalam bidang akademik. Ini berarti, dapat dikatakan bahwa inteligensi merupakan salah satu faktor yang berperan besar, khususnya dalam keberhasilan akademik yang dicapai siswa. Siswa achiever dan underachiever dapat dilihat melalui perbandingan antara prestasi akademik dan potensi kecerdasan (IQ). Siswa underachiever adalah siswa yang prestasi akademiknya atau nilai rapornya berada di bawah potensi kecerdasan yang dimiliki, yaitu siswa yang memiliki prestasi akademik atau nilai rapor di bawah rata-rata kelasnya, sedangkan seharusnya siswa tersebut mampu untuk memperoleh nilai minimal sama dengan rata-rata kelas atau bahkan di atas rata-rata kelasnya. Memperoleh prestasi akademik yang memuaskan merupakan keinginan sekaligus goal yang ingin diraih setiap siswa. Akan tetapi, siswa underachiever merasa cukup puas dengan prestasi yang telah mereka peroleh selama ini, meskipun prestasi yang mereka raih masih di bawah rata-rata kelas, padahal mereka memiliki potensi di atas rata-rata dan hal ini menunjang keberhasilah prestasi akademik yang lebih baik. Greene (1986) mengungkapkan faktor yang melatarbelakangi seorang siswa menjadi underachiever adalah masalah belajar, masalah keluarga, keadaan lingkungan sekitar siswa dan masalah emosional. Siswa underachiever di kelas XI

yang masih tergolong remaja, masih rentan terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya sehingga siswa tersebut membutuhkan keyakinan terhadap dirinya sendiri. Menurut Bandura, belief seseorang tentang kemampuan dirinya dapat memprediksi performance akademiknya (Bandura, 2002). Belief siswa underachiever mengenai kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan sumber-sumber dari suatu tindakan yang diperlukan untuk mengahadapi situasi-situasi inilah yang disebut selfefficacy. Self-efficacy yang dimiliki siswa underachiever akan terlihat pada pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkan, berapa lama dirinya dapat bertahan saat dihadapkan pada kesulitan-kesulitan belajar, serta bagaimana penghayatan perasaannya (Bandura, 2002). Self-efficacy dapat dibentuk melalui empat sumber utama. Sumber yang pertama adalah mastery experiences, yaitu pengalaman ketika siswa underachiever mampu memperoleh hasil yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Pengalaman kegagalan dalam mengikuti jenjang pendidikan baik akademik mau pun non akademik akan menurunkan derajat efficacy dalam diri siswa. Pengalaman kegagalan cenderung menghambat penilaian efficacy siswa underachiever terutama bila kegagalan terjadi saat efficacy belum terbentuk secara mantap, misalnya jika siswa underachiever memperoleh nilai rapor yang kurang dari rata-rata kelas atau di bawah angka 6, maka hal ini akan menurunkan derajat efficacy siswa underachiever. Sedangkan pengalaman keberhasilan di masa lalu dalam berbagai kompetisi baik akademik maupun non akademik akan meningkatkan derajat efficacy siswa

underachiever. Misalnya jika siswa underachiever naik kelas, maka pengalaman naik kelas tersebut akan meningkatkan efficacy siswa underachiever tersebut. Sumber yang kedua adalah vicarious experiences, yaitu pengalaman yang dapat diamati dari model sosial. Dalam hal ini, misalnya siswa underachiever memandang orang-orang sekitarnya, misalnya saudara kandungnya, kakak atau adiknya yang memiliki inteligensi di atas rata-rata sama dengan dirinya, mengalami kegagalan meskipun telah berusaha keras, maka hal ini akan menurunkan efficacy siswa underachiever tersebut. Namun, bila siswa underachiever memandang model sosial atau orang lain yang serupa dengan dirinya mengalami kesuksesan melalui usaha terus menerus, maka hal ini akan meningkatkan efficacy dalam diri siswa underachiever bahwa dirinya juga memiliki kemampuan untuk menguasai aktivitas yang kurang lebih sama untuk mencapai kesuksesan. Sumber yang ketiga adalah verbal/social persuasion, yaitu penguatan keyakinan bahwa siswa underachiever memiliki hal-hal yang dibutuhkan untuk berhasil. Misalnya jika siswa underachiever kurang dipersuasi secara verbal oleh orang-orang yang signifikan seperti orangtua, teman dan guru bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk berprestasi, maka siswa underachiever cenderung tidak menggerakkan usaha yang lebih besar dalam berprestasi dan cenderung terpaku pada ketidakmampuan diri mereka di saat menghadapi kesulitan dalam belajar. Sebaliknya, misalnya siswa underachiever mendapatkan pujian dari orangtua, teman dan guru atas perolehan nilai ulangan hariannya yang memuaskan, maka hal ini

cenderung akan menggerakkan usaha yang lebih besar dan mempertahankan prestasi akademik yang telah diperolehnya. Sumber yang keempat adalah physiological and affective states, yaitu kondisi fisik dan emosional yang dialami siswa underachiever. Suasana hati mempengaruhi penilaian seseorang terhadap personal efficacynya. Sebagian siswa underachiever bergantung pada keadaan fisik dan keadaan emosional dalam menilai kemampuan dirinya. Siswa underachiever memiliki masalah yang berkaitan dengan emosinya, yaitu memiliki toleransi yang rendah terhadap stres, maka setiap masalah yang timbul akan membuatnya merasa stres. Dalam hal ini, prestasi akademik siswa underachiever yang kurang optimal akan menimbulkan masalah bagi dirinya karena tidak dapat memenuhi tuntutan orangtuanya. Siswa underachiever merasa masalah tersebut akan membuatnya stres sehingga mengakibatkan kondisi fisiknya terganggu dan mudah terserang penyakit (Bandura, 2002). Sumber-sumber pengaruh utama tersebut merupakan informasi bagi siswa underachiever yang kemudian akan diolah untuk membentuk self-efficacy. Informasi yang relevan untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan diri yang disampaikan melalui keempat sumber tersebut, akan menjadi instruktif hanya jika melalui pemrosesan secara kognitif terhadap informasi efficacy yang diperoleh. Oleh karena itu informasi tersebut akan diseleksi, ditimbang, dan diintegrasikan kedalam penilaian self-efficacy. Pengalaman yang telah diproses secara kognitif inilah yang akan menentukan derajat self-efficacy siswa dalam hal akademik.

Empat sumber pengaruh utama tersebut akan menentukan derajat self-efficacy, yang dapat terlihat melalui keyakinan siswa underachiever mengenai pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkan, daya tahan, dan penghayatan perasaan. Siswa underachiever dengan self-efficacy yang tinggi akan menentukan tujuan yang menantang dan berkomitmen terhadap tujuan tersebut. Ketika mereka menemui hambatan saat mengerjakan tugas-tugas sekolah, mereka akan menganggap hambatan tersebut sebagai tantangan yang harus dikuasai, dan bukan sebagai ancaman atau sesuatu yang harus dihindari. Mereka tetap mempertahankan usahanya pada saat menghadapi kegagalan dan yakin bahwa mereka dapat mengatasi hambatan tersebut. Siswa underachiever dengan self efficacy yang tinggi akan lebih memilih goal yang menantang dan tidak cepat menyerah dengan hambatan yang ditemuinya ketika sedang berusaha untuk mencapai goal tersebut. Ketika siswa underachiever tersebut menemui hambatan belajar, mereka akan menambah waktu untuk belajar dan tidak mencari kegiatan yang lain agar dapat menjawab soal-soal yang sulit tersebut. Usaha yang penuh keyakinan tersebut akan mengurangi stres dan menurunkan kerentanan terhadap depresi. Dalam hal ini, menurut Bandura (2002) siswa underachiever memiliki self-efficacy yang tinggi. Sebaliknya, siswa underachiever dengan self-efficacy yang rendah biasanya memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan-tujuan yang telah mereka tetapkan. Siswa underachiever tersebut akan menghindari tugas-tugas sulit yang dipandang sebagai ancaman bagi dirinya. Siswa-siswa tersebut akan menurunkan usahanya dan dengan cepat menyerah ketika menghadapi kesulitan.

Hanya dengan sedikit kegagalan saja, mereka bisa kehilangan keyakinan mengenai kemampuan mereka. Siswa underachiever dengan self efficacy yang rendah biasanya tidak memiliki goal yang menantang, mereka mengembangkan perasaan bahwa dirinya telah memperoleh nilai yang cukup dalam hal akademik, sehingga kurang memiliki keinginan untuk berusaha meningkatkan prestasi akademik di semester berikutnya. Siswa underachiever tersebut juga tidak berusaha untuk menambah waktu belajarnya, baik waktu belajar sendiri maupun mengikuti les pelajaran. Ketika siswa tersebut menemui kesulitan dalam belajar, siswa underachiever tidak dapat bertahan untuk tetap belajar, sebaliknya mereka akan lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain. Siswa underachiever juga mudah merasa stres dan frustrasi karena tidak dapat memenuhi tuntutan orangtuanya dalam bidang akademik. Dalam hal ini, menurut Bandura (2002) siswa underachiever memiliki self-efficacy yang rendah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa pencapaian prestasi akademik yang memuaskan ditentukan oleh banyak faktor. Salah satu faktornya ialah self-efficacy. Derajat self-efficacy yang diperoleh dari berbagai macam sumber akan membentuk self-efficacy, kemudian diproses melalui empat proses utama yang akan mempengaruhi tingkah laku siswa underachiever. Penjelasan tersebut akan digambarkan pada skema kerangka pemikiran berikut:

S K E M A K E R A N G K A P I K I R

1. 6. Asumsi Penelitian Berdasarkan kerangka pikir, peneliti mempunyai asumsi bahwa: 1. Mastery experience, vicarious experience, verbal persuasion, dan physiological and affective states yang merupakan sumber informasi bagi siswa kelas XI yang underachiever akan diolah secara kognitif dan menghasilkan derajat self-efficacy yang beragam. 2. Derajat self-efficacy bidang akademik rendah apabila siswa kelas XI yang underachiever tidak yakin dalam memilih goal yang menantang, tidak yakin untuk dapat berusaha semaksimal mungkin, tidak yakin untuk tetap bertahan bila menghadapi hambatan atau kegagalan, dan tidak yakin dalam menghayati perasaan untuk tetap tabah menghadapi kegagalan. 3. Derajat self-efficacy bidang akademik tinggi apabila siswa kelas XI yang underachiever memiliki keyakinan dalam memilih goal yang menantang, memiliki keyakinan untuk dapat berusaha semaksimal mungkin, memiliki keyakinan untuk tetap bertahan bila menghadapi hambatan atau kegagalan, dan memiliki keyakinan dalam menghayati perasaan untuk tetap tabah menghadapi kegagalan.