1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni bermedia bahasa yang diciptakan oleh pengarang melalui proses kreatif (Noor, 2010:4). Dalam proses kreatifnya, pengarang mewujudkan karya dengan dukungan beberapa unsur lain. Unsur-unsur tersebut dapat berupa pengalaman pengarang, teknik meramu (konsep estetika seni), serta sistem sosial budaya. Hal tersebut yang mendorong teks sastra memiliki nilai hiburan dan kebermanfaatan (pinjam istilah Horatio : dulce et utile). Melalui karyanya, pengarang membawa penikmatnya untuk melihat potret fenomena kehidupan sehari-hari yang telah diolah secara imajinatif dan kreatif menjadi karya sastra. Pada sastra anak pun demikian. Sastra anak selalu menghadirkan dua hal penting di atas. Konsep hiburan (dulce) yaitu memberikan kepuasan pada imajinasi anak dalam mengeksplorasi kehidupan nyata yang dilukiskan dalam kisah menarik berupa cerita. Konsep bermanfaat (utile) yaitu memberikan pemahaman nilai-nilai pada anak. Seperti yang diungkapkan Sarumpaet (2009:12) bahwa sastra anak betapa pun maksudnya untuk menghibur, tetap saja ia bersifat mendidik. Saxbi (dalam Nurgiyantoro, 2013:36) juga mengemukakan bahwa sastra anak memiliki kontribusi besar bagi perkembangan anak berupa pengalaman (emosi dan bahasa), personal (kognitif, sosial, etis, dan spiritual), eksplorasi-penemuan, dan imajinasi-kenikmatan. 1
2 Berbicara mengenai sastra anak, Sarumpaet (2009:13) mengategorikannya menjadi beberapa genre. Kita mengenal dongeng sebagai salah satu genrenya. Dongeng adalah struktur kehidupan imajinatif yang dituturkan pengarang melalui bahasa (Kurniawan, 2013: 74). Sudjiman (1984:20) menyebutkan bahwa dongeng adalah cerita tentang makhluk khayali. Salah satu komponen penting yang membangun dongeng adalah tokoh. Tokoh merupakan individu yang mengalami peristiwa dalam rangkaian cerita (Sugihastuti dan Suharto, 2002:50). Menurut peranannya, tokoh dibagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah tokoh utama (tokoh sentral). Sayuti (2000:73) mengungkapkan bahwa tokoh utama merupakan tokoh yang mendominasi jalannya cerita. Tokoh utama hadir pada peristiwaperistiwa yang menjadi inti cerita. Oleh karena itu, melalui tokoh utama cerita, orang tua dapat menghadirkan prototype individu yang dapat dipelajari anak-anak dengan baik. Pada umumnya, orang tua menyajikan dongeng untuk anak dengan tujuan agar mereka dapat belajar tentang nilai-nilai didaktis yang terkandung di dalamnya. Selain itu dongeng juga dapat memberikan pemahaman dan gambaran nyata tentang dunia melalui jalan sederhana yaitu lewat cerita. Hal tersebut sudah tepat, karena sastra anak memang sengaja diciptakan untuk dibaca oleh anak-anak agar mereka dapat belajar dari cerita yang dikisahkan. Nilai-nilai yang terimplementasi dalam dongeng, dikemas dengan sederhana dan sesuai dengan sudut pandang anak, sehingga mudah untuk diterima dan dipahami oleh logika anak. Seperti yang diungkapkan oleh Hidayat (2009) bahwa dongeng yang dikisahkan pada masa kanak-
3 kanak dapat memberikan sugesti serta menjadi konsep yang tertanam pada diri anak. Isi cerita yang dipahami anak dapat mempengaruhi cara berpikirnya, sehingga dapat berpengaruh pula pada pola kepribadian dan tingkah lakunya dalam menghadapi sebuah problema. Salah satu hal yang dapat dipelajari oleh anak dari dongeng yang dibacanya adalah mengenai konsep kecerdasan. Sebab, definisi kecerdasan dalam benak anakanak masih terlalu abstrak. Padahal, kecerdasan adalah aspek fitrah yang melekat pada dirinya sejak lahir. Kecerdasan akan selalu difungsikan selama hidupnya kelak. Maka, sangat penting bagi orang dewasa untuk memberikan pemahaman kepadanya sejak dini. Melalui perilaku para tokoh di dalam dongeng, anak-anak diajak untuk lebih mudah dalam memahami hal tersebut. Para ahli mendefinisikan kecerdasan dengan amat beragam. Salah satu ahli yang mendefinisikannya adalah Stenberg (dalam Ling dan Jonathan Catling, 2012: 214-215) yang mengungkapkan bahwa kecerdasan merupakan aktivitas mental yang mengarah pada kegiatan adaptasi, seleksi, maupun pembentukan lingkungan yang relevan terhadap kehidupan seseorang. Dari definisi yang diungkapkan oleh Stenberg, dapat dipahami bahwa manusia selalu memanfaatkan kecerdasan dalam melakukan kegiatannya sehari-hari untuk terus bertahan hidup. Senada dengan Stenberg, Gardner (2013:19-21) mengungkapkan bahwa pada hakikatnya kecerdasan merupakan sistem komputasi kemampuan untuk memproses informasi yang terlibat dalam proses pemecahan masalah (problem solving) dan atau merancang produk.
4 Sedikit perbedaan antara pembahasan Gardner dengan Stenberg yang membicarakan keccerdasan secara universal, Gardner mengungkapkan bahwa kecerdasan manusia dapat dikelompokkan menjadi delapan jenis. Teori tersebut kemudian dikenal dengan teori kecerdasan jamak (Multiple Intelligences). Kedelapan jenis tersebut adalah kecerdasan linguistik (bahasa), kecerdasan logis-matematik, kecerdasan spasial (visual-gambar), kecerdasan kinestetik (gerak), kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Diungkapkan lebih lanjut oleh Gardner (dalam Armstrong, 2013: 15-17) bahwa teori kecedasan jamak ini bukanlah teori tipe yang dipergunakan untuk menentukan salah satu kecerdasan yang paling sesuai. Multiple Intelligences adalah adalah teori fungsi kognitif dan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan dan kapasitas dalam delapan jenis kecerdasan. Satu atau lebih dari kedelapan aspek kecerdasan tersebut sangat mungkin dimiliki dan dipergunakan oleh seseorang secara bersama-sama. Dari kedelapan aspek tersebut, seseorang sangat mungkin untuk telihat dominan pada salah satu aspek kecerdasan di dalam kehidupannya, sementara aspek-aspek lain akan mengiringi untuk mendukungnya. Ketika membaca majalah Bobo terbitan tahun 2014, peneliti menemukan beberapa fenomena yang berkaitan dengan pemaparan di atas. Pada pembacaan dongeng berjudul Meja Segitiga dan Sebuah Pertengkaran karya Nina S. misalnya, peneliti menemukan fragmen yang menunjukkan aspek kecerdasan spasial. Tokoh Liliput Tua dalam dongeng tersebut teridentifikasi mewakili individu yang memiliki aspek kecerdasan spasial dominan. Hal tersebut dikarenakan tokoh Liliput Tua
5 mampu mengimajinasikan bentuk-bentuk benda dalam imajinasinya. Kepekaan pada bentuk abstrak sebuah benda adalah salah satu ciri individu yang kecerdasan spasialnya dominan. Hal tersebut tampak pada fragmen berikut. Liliput Tua pun mengeluarkan beberapa benda dari tasnya yang besar. Satu kayu lebar berbentuk segitiga, tiga balok kayu panjang, dan kotak perkakas berisi paku, palu, dan kertas amplas. Tolong bantu aku mengamplas dan merangkai kayu-kayu ini hingga berbentuk meja, ujar Liliput Tua. Liliput Tua tersenyum bangga, Nah, sekarang, letakkan meja kayu ini ke dekat meja baru itu sampai sisinya menempel. Keempat liliput itu langsung mengerjakannya. Dan, oh, alangkah terkejutnya mereka! Ternyata, ukuran meja segitiga kayu itu, sama dengan ukuran meja baru mereka. Dan saat ditempelkan, meja itu jadi berbentuk segi empat! Sekarang, sudah ada empat sisi meja yang sama dan adil untuk kalian berempat, ucap Liliput Tua. (Meja Segitiga dan Sebuah Pertengkaran, Edisi 45:48-49). Selain itu, pada pembacaan judul lain, peneliti juga menemukan aspek kecerdasan dominan lainnya. Pada pembacaan dongeng bejudul Satu Blub Ajaib karya Rae Sita Patapa, peneliti menemukan fragmen yang menunjukkan aspek kecerdasan interpersonal. Tokoh Riga dalam dongeng tersebut teridentifikasi melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa aspek kecerdasan interpersonal dominan di dalam dirinya. Ia berperilaku peduli terhadap kepentingan orang lain. Kepedulian dalam dirinya itu muncul ketika melihat kondisi individu lain. Hal tersebut tergambar pada fragmen berikut. Riga menghela napas. Kalau begitu, gunakan saja blub-mu untuk pulang. Orang tuamu pasti merindukanmu. Blub mendongak. Matanya membundar Tapi permintaan pentingmu tadi?
6 Riga menggaruk-garuk kepalanya sambil tersenyum malu Ah, itu tidak benar-benar penting, kok. Masih banyak hal yang jauh lebih penting dari itu. (Satu Blub Ajaib, Edisi 02: 25) Pada pembacaan judul lain, peneliti kembali menemukan aspek kecerdasan jamak. Dongeng berjudul Cita-Cita Beni Beo karya Utami Panca Dewi, teridentifikasi menunjukkan aspek kecerdasan linguistik yang dominan pada tokoh Beni Beo. Pada dongeng tersebut, tokoh Beni Beo terlihat amat cakap menggunakan bahasa. Salah satu ciri individu yang aspek kecerdasan linguistiknya dominan adalah kemampuannya menggunakan bahasa secara efektif. Hal tersebut ditunjukkan pada fragmen berikut. Beni Beo tidak peduli. Ia pun mendongeng tentang Katak yang Ingin Jadi Lembu. Suaranya bisa menirukan lenguhan lembu dan teriakan katak. Saat menirukan perut katak yang meletus, suaranya sangat mirip. Seluruh isi kelas terdiam seperti tersihir. Kata Ibuku, dengan dongeng kita bisa membagi pengetahuan kepada sesama. Makannya pendongeng harus banyak membaca buku. Pamanku juga mendongeng di depan anak-anak burung yang sedang sakit. Dan Paman bisa membuat mereka bahagia, (Cita-Cita Beni Beo, Edisi 23:13) Dari beberapa temuan tersebut, peneliti mengasumsikan bahwa tokoh-tokoh dalam dongeng majalah Bobo sepanjang rentang tahun 2014 sarat dengan aspek kecerdasan jamak. Sehubungan dengan hal tersebut, maka teori relevan yang dapat digunakan oleh peneliti untuk dapat mengungkapkan asumsi tersebut adalah teori psikologi sasta. Wellek dan Warren (1995) menyebutkan ada empat kemungkinan pengertian psikologi sastra. Keempat pengertian tersebut yaitu: (1) studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi, (2) studi proses kreatif, (3) studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, (4) mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). Pendekatan psikologi sastra yang
7 digunakan pada penelitian ini menekankan pada aspek ketiga, yaitu studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Untuk membuktikan kebenaran asumsi tersebut, maka penelitian bejudul Aspek Kecerdasan Jamak pada Tokoh Utama dalam Dongeng-dongeng Majalah Bobo Tahun 2014 (Perspektif Multiple Intelligences-Howard Gardner) perlu dilakukan. B. Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana aspek kecerdasan jamak pada tokoh utama dalam dongeng-dongeng majalah Bobo tahun 2014? C. Tujuan Tujuan dari penelitian dengan judul Aspek Kecerdasan Jamak pada Tokoh Utama dalam Dongeng-dongeng Majalah Bobo Tahun 2014 (Perspektif Multiple Intelligences-Howard Gardner) adalah mendeskripsikan aspek kecerdasan jamak pada tokoh utama dalam dongeng-dongeng pada majalah Bobo tahun 2014. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis yaitu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian sastra, khususnya sastra anak, sekaligus sebagai wujud apresiasi untuk kemajuan sastra anak di masa mendatang.
8 2. Manfaat praktis yaitu membantu pembaca untuk memahami aspek kecerdasan jamak pada tokoh utama dalam dongeng-dongeng pada majalah Bobo tahun 2014. E. Sistematika Penulisan Bab I pendahuluan menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan. Subbab latar belakang mengungkapkan alasanalasan diadakannya penelitian ini. Subbab rumusan masalah berisi tentang penegasan topik masalah yang akan dibahas pada penelitian. Subbab tujuan memuat tentang tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian. Subbab manfaat penelitian menguraikan manfaat praktis dan teoretis dari penelitian ini. Adapun subbab sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penyusunan laporan penelitian. Bab II kajian pustaka memuat penelitian relevan dan landasan teori. Subbab penelitian relevan yang digunakan yaitu penelitian-penelitian serupa yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian relevan yang dimaksud penulis mencakup dua hal, yaitu penelitian yang menggunakan aspek kecerdasan jamak sebagai objek penelitian dan penelitian yang menggunakan majalah Bobo sebagai sumber data penelitian. Penelitian relevan akan menguatkan posisi penelitian ini dan perbedaannya dengan penelitian-penelitian terdahulu. Landasan teori berisikan beberapa teori yang digunakan penulis untuk keperluan menganalisis objek penelitian. Teori yang digunakan penulis yaitu tentang tentang dongeng sebagai
9 bagian dari sastra anak, psikologi sastra, dan teori kecerdasan jamak (multiple intelligences). Bab III metode penelitian. Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitiannya. Bab ini antara lain berisikan: objek penelitian, data dan sumber data, pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta teknik penyajian data. Subbab objek penelitian berisikan variabel yang akan menjadi tumpuan perhatian penelitian. Subbab data berisi tentang sumber informasi yang akan diseleksi menjadi bahan analisis. Subbab sumber data berisikan sumber data penelitian yang diperoleh. Subbab pendekatan penelitian merupakan instrumen pegangan peneliti dalam menganalisis objek penelitiannya. Subbab teknik pengumpulan data berisikan cara peneliti dalam mengumpulkan data guna kepentingan penelitian. Subbab teknik analisis data berisi cara peneliti dalam menganalisis data penelitiannya. Subbab teknik penyajian yang merupakan langkah peneliti dalam menyajikan data serta hasil analisisnya. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini memaparkan tentang analisis aspek kecerdasan jamak pada tokoh utama dalam dongeng-dongeng pada majalah Bobo tahun 2014. Kecerdasan jamak yang dibahas meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematik, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Dalam memaparkan analisisnya, peneliti tak berhenti pada proses analisis saja. Peneliti juga menginterpretasikan hasil analisisnya tersebut untuk mencari makna yang lebih luas.
10 Bab V berisi kesimpulan dan saran. Pada subbab kesimpulan berisi tentang kesimpulan penelitian yang dilakukan. Kesimpulan yang disebutkan dalam penelitian ini selaras dengan hasil analisis yang dilakukan. Subbab saran berisi tentang saran yang diberikan peneliti. Saran tersebut ditujukan bagi dua pihak, yaitu bagi pembaca secara umum dan bagi para peneliti berikutnya. Saran tersebut ditulis dengan menyesuaikan dari bagian kesimpulan yang disampaikan.