ADAPTASI TANAMAN DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HIJAUAN PAKAN Oleh: ENY PUSPANI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunianya makalah dengan judul Strategi Penanaman STS dalam Usaha Meningkatkan Efisiensi Manfaat Lahan dapat diselesaikan pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya saran dan kritik yang bersifat menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi yang bermanfaat bagi pembaca. Denpasar; Nopember 2014 Penulis iv
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI......ii I. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Tujuan Penulisan...2 1.3 Manfaat Penulisan...2 II. TINJAUAN PUSTAKA...3 2.1 Sistem Tiga Strata (STS)...3 2.2 Persiapan Lahan dan bibit tanaman STS...4 2..2.1 Pengolahan lahan...4 2.2.2 Bibit untuk lahan kering...5 2.2.2.1 Rumput dan leguminosa (stratum 1)...5 2.2.2.2 Semak (stratum 2)...6 2.2.2.3. Pohon (sebagai stratum 3)...7 2.2.3 Bibit Untuk Lahan Khusus...8 2.3 Cara Penanaman Hijauan Pakan Ternak pada STS...9 2.3.1. Rumput dan leguminosa (stratum 1)...9 2.3.2 Semak (stratum 2)...10 2.3.3. Pohon...11 2.4 Penyulaman Tanaman STS...11 2.5 Integrasi Tanaman dengan STS...12 III. METODE PENULISAN...13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...14 4.1 Strategi Penanaman STS dalam Usaha Meningkatkan Efisiensi Manfaat Lahan...14 1
4.1.1. Rumput dan leguminosa (stratum 1)...14 4.1.2 Semak (stratum 2)...15 4.1.3 Pohon (stratum 3)...15 4.1.4 Bagian inti...16 V. PENUTUP......17 5.1 Kesimpulan...17 5.2 Saran...17 DAFTAR PUSTAKA...18 2
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan asset yang paling utama bagi petani karena lahan yang dikelola dengan baik akan menjadi sumber penghasilan. Lahan adalah tempat tumbuhnya tanaman, dimana produktivitasnya sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, varietas yang ditanam, lingkungan dan kondisi lahan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan kreativitas yang tinggi bagi petani untuk mengintensifkan usahataninya. Dari 55.854.361 ha lahan di Indonesia 90,79% adalah lahan untuk pertanian dan hanya 9,21% untuk lahan pekarangan. Dari 50.711. 665 ha lahan pertanian, 82,28% adalah pertanian lahan kering dan hanya 17,72% merupakan pertanian lahan basah. Dilihat dari penguasaan lahan 96,6% lahan pertanian di Indonesia merupakan pertanian rakyat, hanya 3,4 % merupakan pertanian komersial. Sehingga dapat dikatakan pertanian di Indonesia adalah pertanian lahan sempit karena luas lahannya rata-rata 0,5 ha dengan kisaran 0,25 7,5 ha, (Nitis, 2007). Pada pertanian lahan sempit, hampir semua lahan dipakai untuk tanaman pangan dan perkebunan, Tidak ada lahan khusus yang disediakan untuk menanam semak dan pohon. Pakan ternak tumbuh pada galangan, lahan tidur, pinggir jalan, lapangan dan lahan yang tidak dipakai untuk tanaman kebutuhan manusia. Sedangkan masalah utama yang dihadapi oleh petani di lahan kering adalah tidak tersedianya secara khusus pakan hijauan untuk kebutuhan ternak sepanjang tahun. Apabila ditinjau dari sub sektor peternakan, kedua permasalahan ini akan berdampak langsung pada peningkatan produktivitas ternak dalam kaitannya dengan penyediaan pakan karena sebagian besar pakan ternak 3
khususnya ternak ruminansia terdiri dari hijauan. Untuk itu kontinyuitasnya harus terjaga sepanjang tahun. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan suatu sistem penanaman hijauan pakan ternak sehingga dapat tersedia sepanjang tahun. Sistem tiga strata atau STS adalah suatu tata cara penanaman dan pemangkasan, legume, semak dan pohon, sehingga hijauan pakan ternak tersedia sepanjang tahun. Sistem ini dapat digunakan untuk mengatasi kendala penyediaan hijauan pakan ternak karena pada waktu musim hujan sebagian besar (> 60%) hijauan pakan ternak terdiri dari rumput dan legume, pada pertengahan musim kering sebagian besar pakan ternak terdiri dari semaksemak ( stratum 2), dan pada akhir musim kering, sebagian besar pakan ternak terdiri dari daun pohon-pohonan (sebagai stratum 3). STS sangat potensial untuk lahan yang mengalami musim kering yang panjang yaitu 7-9 bulan. Pada lahan yang tidak mengalami musim kering yang panjang, STS dapat juga diterapkan dengan memilih jenis tanaman unggul sehingga daya tampung lahan dapat ditingkatkan. STS merupakan sistem penanaman rumput /leguminosa, semak dan pohon pada satu areal secara tercampur. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan suatu strategi penanaman hijauan pakan ternak sehingga efisiensi manfaat lahan dapat ditingkatkan Paper ini akan membahas mengenai penerapan konsep STS dalam menyusun strategi penanaman STS untuk meningkatkan efisiensi manfaat lahan khususnya pada lahan kering. 4
1.2 Tujuan Tujuan penyusunan paper ini adalah untuk menerapkan konsep STS dan menyusun strategi penanaman hijauan pakan ternak sehingga efisiensi manfaat lahan dapat ditingkatkan. 1.3 Manfaat Manfaat dari penyusunan paper ini adalah : mendapatkan suatu strategi penanaman hijauan pakan ternak berdasarkan konsep STS, sehingga efisiensi manfaat lahan dapat ditingkatkan. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Tiga Strata (STS) STS adalah tata cara penanaman dan pemangkasan rumput, leguminosa, semak, dan pohon, secara teratur, sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun. Dengan STS kekurangan hijauan pada musim kering serta turunnya berat badan ternak ruminansia dapat ditanggulangi. Caranya adalah dengan menanam dan memangkas rumput dan leguminosa (sebagai stratum 1), semak (sebagai stratum 2), dan pohon (sebagai stratum 3) sedemikian rupa sehingga tersedia pakan hijauan sepanjang tahun. Pada waktu musim hujan, sebagian besar (70%) sumber pakan ternak adalah berasal dari rumput dan leguminosa (sebagai stratum satu). Pada awal musim kering sebagian besar (45%) hijauan makanan ternak berasal dari semak-semak (sebagai stratum dua). Pada akhir musim kering, sebagian besar (45%) hijauan makanan ternak berasal dari pohon-pohonan (stratum tiga) (Gambar 1) (Nitis, 2003). Selanjutnya dijelaskan pula mengenai deskripsi STS, mulai dari lahan yang dibutuhkan untuk satu unit STS, jenis dan jumlah tanaman yang ditanam pada bagian inti, bagian selimut, dan bagian pinggir. Satu unit STS memerlukan lahan seluas 2.500 m 2, untuk inti 1.600 m 2, bagian selimut 900 m 2, dan bagian pinggir mempunyai keliling 200 m. Bagian inti adalah lahan yang terletak di tengah-tengah unit. Lahan ini tetap ditanami tanaman pangan. Tata cara penanaman pada bagian inti ini, adalah seperti yang biasa dilakukan oleh petani. Bagian selimut adalah lahan yang berada diantara bagian inti dan bagian pinggir ditanami rumput serta leguminosa. Bagian pinggir adalah bagian paling luar yang sekaligus menjadi batas keliling dari satu unit STS, ditanami pohon dengan jarak tanam 5 m. Di antara dua pohon tersebut ditanami semak dengan jarak 6
tanam 10 cm. Setelah semua jenis pohon ditanam, sesuai dengan masingmasing stratumnya, maka setiap 2.500 m 2 STS, akan terdapat 1.600 m 2 tanaman pangan atau industri, 900 m 2 rumput dan leguminosa, 2.000 semak, dan 42 pohon (Gambar 2).. Sistem Tiga Strata dapat diterapkan pada pertanian lahan kering yang curah hujannya kurang dari 1500 mm per tahun dengan 8 bulan musim kering dan 4 bulan musim hujan, pada pertanian lahan kering yang topografinya datar ataupun miring yang kurang produktif untuk pertanian pangan, pada lahan perkebunan dan kehutanan yang mengintegrasikan ternak ruminansia (sapi, kambing atau biri-biri) serta pada lahan tidur dan lahan kritis. 2.2 Persiapan Lahan dan bibit tanaman STS 2.2.1 Pengolahan lahan Pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki struktur, drainase dan distribusi kesuburan tanah serta membasmi gulma sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal. Pengolahan lahan dilakukan pada akhir musim kering dan dilakukan seperlunya saja, disesuaikan dengan kontur tanah dengan tujuan mengurangi erosi. Misalnya kalau tanah miring ke timur, maka pengolahan lahan dari arah selatan Pengolahan lahan juga tidak boleh terlalu intensif karena bisa menyebabkan struktur tanah rusak dan berlumpur. Sebaliknya pengolahan yang terlalu ringan menyebabkan cepatnya tumbuh gulma. Setelah diolah tanah dibiarkan istirahat sehingga gulma tumbuh sampai musim hujan datang. Pada awal musim hujan, tanah dibajak dan digaru kembali untuk membunuh gulma yang tumbuh kembali sehingga lahan menjadi bersih dan siap untuk ditanami. Lahan yang digunakan dalam STS adalah lahan datar maupun lahan miring seluas 25 are. Bentuk lahan tidak harus persegi empat. dan dapat 7
disesuaikan dengan batas-batas pemilikan lahan. Dapat digunakan lahan yang sedang/masih ditanami, lahan tidur maupun lahan kritis. 2.2.2 Bibit untuk lahan kering 2.2.2.1 Rumput dan leguminosa (stratum 1) Leguminosa memiliki nilai gizi yang tinggi sebagai sumber protein. Oleh karena itu mutlak diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ternak yang optimal. Disamping itu legume dapat menambah kesuburan tanah karena pada akarnya terdapat bintil-bintil zat lemas (nodul akar) yang dapat memfiksasi N atmosfer.. Adapun rumput unggul yang dapat dipakai adalah sebagai berikut :: 1. Rumput buffel (Cenchrus ciliaris). Berasal dari Afrika Timur, produksinya tinggi yaitu 6,5 8,4 ton MD/ha/tahun, tahan kekeringan, nilai gizi dan mudah berkembang biak (Bryant dan Slater, (1974). Rumput Buffel mempunyai 3 kultivar yaitu jenis tinggi, sedang dan rendah. Rumput ini tumbuh pada curah hujan 350 890 mm/tahun dan tidak tahan terhadap naungan atau tanah yang berdrainase jelek 2. Rumput Panikum (Panicum maximum). Dapat beradaptasi dengan baik pada curah hujan 760 mm, tahan naungan, tahan kekeringan, responsive terhadap pupuk dan dapat dicampur dengan baik dengan leguminosa (Prosea, 1992). Rumput Panikum mempunyai 3 kultivar yaitu jenis tinggi, sedang dan rendah. Produksinya 6,7 8,9 ton DM/tahun. Kelemahannya adalah biji setelah dipanen mengalami dormasi selama lebih kurang 18 bulan. 3. Rumput Urokloa (Urochloa mosambicensis). Rumput ini tahan kekeringan, hidup baik 400 800 mm/tahun dan pertumbuhannya membentuk rumpun (Prosesa, 1992). Hidup sangat baik pada tanah yang subur dengan drainase yang baik 8
4. Rumput unggul lain. Contohnya : Setaria splendida, Chloris gayana, Brachiaria decumbus Jenis leguminosa yang dapat dipakai adalah : 1. Stylosanthes. Leguminosa ini mempunyai varietas yang sangat banyak, ada yang berdaun lebar ( S. guyanensis), batangnya keras dan berupa semak-semak (S. scabra), berbatang lembut ( S. guyanensis cv. Oxley fine stem) dan berdaun kecil ( S. humilis, S. hamata)(bryant dan Slater, 1974). Produksinya sangat bervariasi 2. Centro (Centrocema pubescens). Leguminosa ini tumbuh baik pada curah hujan 1270 mm, tahan terhadap naungan, berdaun relative lebar dan sifat tumbuhnya membelit (Briant dan Slater, 1974). Awal pertumbuhan lambat sehingga perlu pengolahan lahan yang baik sewaktu menanamnya. Centro sering dijumpai sebagai tanaman penutup lahan di kebun kelapa, kapok dan karet. Centro disenangi ternak, bernilai gizi tinggi, tahan pengembalaan, tahan penyakit, tetapi produksinya relative rendah 3. Siratro (Macroptilium atropurpureum). Tumbuh membelit, nilai gizi tinggi, tahan kekeringan, disenangi ternak dan hidup dengan baik bila dicampur dengan rumput. Tetapi sering diserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan yang hidup dalam tanah sehingga sulit dibasmi. 2.2.2.2 Semak (stratum 2) Semak yang dapat dipakai adalah : 1. Gamal (Gliricidia sepium). Gamal dikembangkan dengan stek sehingga dapat berkembang dengan cepat. Kurang disukai ternak karena mempunyai bau yang khas yang disebabkan oleh alkaloid, teutama pada daun muda. Kurang potensial sebagai sumber hijauan pada 9
musim kering karena daunnya rontok.. Dengan memangkas sebelum daun rontok, efisiensi pemanfaatan gamal dapat ditingkatkan. 2. Lamtoro ( Leucaena leucocephala). Merupakan sumber hijauan yang potensial. Nilai gizinya tinggi, disenangi oleh ternak, beradaptasi pada lahan kritis, produksinya tinggi dan mudah dikembangkan. Daun lamtoro mengandung zat racun yang disebut mimosin yang apabila dimakan ternak sebanyak 30% menyebabkan kerontokan bulu (Bryant and Slater, 1974). Namun untuk daerah tropis mimosin tersebut tidak berbahaya karena pada perut (rumen)) temak tropis terdapat bakteri yang dapat menetralisasi mimosin tersebut (Hegarty et al., 1985). 3. Lamtoro merah (Acacia villosa). Akasia diharapkan dapat berfungsi sebagai pengganti lamtoro sebab tanaman itu tidak diserang oleh kutu loncat. Akasia dikembangbiakan dengan biji, tetapi awal pertumbuhan sangat lambat, cepat berbunga dan berbuah 4. Turi (Sesbania grandiflora). Turi dikembangbiakan dengan biji. Daunnya merupakan sumber hijauan yang baik, nilai gizinya tinggi, disenangi oleh ternak dan dapat diberikan kepada ternak pada musim kering. Produksi daunnya relatif rendah (Prosea, 1992). 2.2.2.3. Pohon (sebagai stratum 3) Adapun pohon yang dapat dipakai adalah sebagai berikut : 1. Bunut (Ficus spoacelli.). Bunut tahan hidup pada lahan kering dan miring karena mempunyai sistem perakaran yang dalam (Prosea, 1992). Daun bunut disenangi oleh ternak, produksinya tinggi dan pohon ini dikembangbiakan dengan stek. Pada musim kering daunnya tidak rontok sehingga merupakan hijauan potensial pada musim kering. Kelemahannya terletak pada pertumbuhannya yang lambat dan daunnya 10
yang mengeluarkan getah ('latex'). 2. Santen (Lannea coromandilica). Kayu santen sangat tahan terhadap kekeringan karena mempunyai kulit batang yang sangat tebal. Pohon ini cukup baik sebagai sumber hijauan terutama pada musim kering. Namun, pada musim kering daunnya rontok dengan produksi daun yang relatif rendah. 3. Waru (Hibiscus tillleaceus). Adaptasi pohon ini sangat bervariasi yaitu dari lahan basah sampai kering. Produksinya tinggi dengan nilai gizi yang tinggi pula. Waru tahan terhadap tanah bergaram, tetapi kurang mampu beradaptasi terhadap lahan miring dengan lapisan tanah yang dangkal. 2.2.3 Bibit Untuk Lahan Khusus STS dapat diterapkan pada lingkungan yang beragam oleh karena itu jenis hijauan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya.. Misalnya untuk lahan kering akan berbeda dengan yang untuk lahan basah ataupun lahan perkebunan. Untuk lahan basah, dipilih jenis hijauan yang produksinya tinggi antara lain : rumput gajah, rumput raja, (stratum I), kaliandra, turi, lamtoro (sratum 2) dan albizia, dadap, waru (stratum 3). Pada lahan perkebunan jenis hijauan yang, dipilih adalah yang tahan terhadap naungan antara lain :,.Stenotaphrum spp. Panicum spp, Centro, Arachis spp (Stratum 1 ),. gamal, akasia (Stratum 2), dadap, waru (stratum 3). Untuk lahan yang kondisinya belum diketahui secara pasti, dapat dipilih jenis hijauan yang variasi hidupnya sangat luas. Adapun jenis rumput yang variasi hidupnya luas antara lain B. humidicola, P maximum dan P notatum. Jenis rumput brachiaria cocok dikembangkan,pada lahan asam, sedangkan pada lahan tergenang dan ternaung adalah rumput P maximum dan P notatum. Di lain pihak C ciliaris cocok untuk lahan alkali (basa).. 11
Seperti halnya rumput, leguminosa yang dapat hidup pada lingkungan yang luas antara lain macroptilium (siratro). Leguminosa yang cukup tahan terhadap tanah asam antara lain jenis A. pintoi, Desmodium, Macroptilium, Pueraria dan S. Hamata. Namun sangat sedikit yang tahan terhadap air tergenang. Siratro cukup baik dikembangkan pada lahan kering yang kurus dan ternaung, sedangkan centro pada lahan lembab yang kurus dan ternaung dan Arachis, menghendaki lahan yang relatif subur dan ternaung. Jenis semak dan pepohonan mempunyai toleransi yang luas terhadap lingkungan, khususnya pada lahan asam dan kering adalah G. sepium (gamal), L. leucocephala (lamtoro) dan Sesbania grandi flora (turi). Jenis A, lebbek C. colothyrsus (kaliandra) dan Desmanthus cukup berpotensi untuk dikembangkan pada lahan asam asal tidak ternaung. Demikian pula A. lebbeck dan sesbania tumbuh cukup baik pada lahan bergaram. 2.3 Cara Penanaman Hijauan Pakan Ternak pada STS STS merupakan sistem penanaman rumput/leguminosa, semak dan pohon pada satu areal secara tercampur. Pengembangan STS ditujukan pada lahan non produktif, khususnya pada lahan miring yang sering mengalami erosi bila dimanfaatkan untuk penanaman palawija. Apabila lahannya subur (produktif) dan petani masih memerlukan hasil palawija maka bagian inti ditanami palawija hanya pada pinggiran petak yang luasnya 25 are, sedangkan bagian dalam petak ditanami dengan palawija. Apabila lahannya kurang subur (tidak dipakai untuk penanaman tanaman pangan/ perkebunan) pohon dan semak ditanam pada pinggiran petak sedangkan ditengah-tengah petak ditanami dengan rumput unggul dan leguminosa. Pilihan lain, semak/pohon ditanam berlarik dan di antara larikan tersebut ditanami rumput/leguminosa ( Intensive Feed Garden). Bila lahannya miring dan berteras, di bawah teras ditanam semak secara berlarik 12
mengikuti arah teras yang fungsinya sebagai penyangga teras. Jarak tanam semak adalah I m dan di bawahnya dapat dikembangkan rumput.dan leguminosa selebar 1 m mengikuti teras. 2.3.1. Rumput dan leguminosa (stratum 1) Rumput dan leguminosa ditanam berkeliling pada pinggiran petak. Lebar petak untuk rumput dan leguminosa adalah 5 m sehinggga di dalam petak yang luasnya 25 are terdapat 9 are untuk rumput dan leguminosa. Penanaman rumput dan leguminosa dapat sendiri-sendiri (monokultur) atau dicampur. Kalau dicampur, sebaiknya rumput dicampur dengan leguminosa atau rumput yang tumbuhnya tegak dicampur dengan leguminosa yang tumbuhnya membelit sehingga rumput merupakan tumpuan bagi leguminosa. Contohnya Stelo scabra dan sentrocema ditanam bersama-sama, sehingga stelo scabra yang berbentuk perdu merupakan panjatan bagi centrocema yang menjalar. Biji legume Stelo scabra dan Stelo verano harus digosok dengan kertas amplas sampai bersih, agar dapat berkecambah lebih cepat. Kalau tidak digosok dengan kertas amplas, berkecambahnya pada tahun pertama agak rendah. Biji rumput buffel, urokloa dan panikum dan biji legume centrocema harus dicelup pada air panas suam kuku selama 15 menit agar berkecambah lebih cepat. Harus ditanam langsung sehabis dicelupkan pada air panas tersebut. Cara penanaman rumput/ leguminosa adalah sebagai berikut. : setelah tanah diolah dengan baik, dibuat larikan-larikan dengan garu sedalam 1-2 cm dengan jarak larikan 10 cm. Arah larikan tegak lurus dengan kontour untuk mencegah erosi. Setelah diberi perlakuan (antara lain skarifikasi dan inokulasi) biji tersebut dicampur dengan pasir lalu disebarkan pada larikan untuk kemudian ditimbuni kembali. Jumlah biji yang ditanam adalah 16 kg/ha atau 1,44 kg/petak. Setelah ditanam pada larikan yang telah tersedia, biji selanjutnya ditimbuni dengan tanah dengan menarik pelepah kelapa/cabang kayu berdaun menyilang larikan. 13
Penanaman dilakukan pada musim hujan yaitu menjelang penanaman palawija.. Penirnbunan dengan tanah dimaksudkan untuk mencegah hilangnya biji karena diterbangkan oleh angin dan dilarikan oleh semut atau untuk menjaga kelembaban biji. 2.3.2 Semak (stratum 2) Gamal dan lamtoro ditanam sebagai pagar dari petak. Gamal yang ditanam berupa stek dari cabang yang berumur kira-kira 1 tahun dengan panjang 1, 25 m, ditanam sedalam 15-25 cm pada jarak 10 cm. Penanaman berlarik (sebagai pagar) dengan panjang larikan 5 m, sehingga dalam 1 petak terdapat 20 larikan gamal atau sejumlah 1000 batang stek. Penanaman stek gamal dilakukan pada permulaan musim hujan yaitu pada akhir bulan November. Untuk mencegah agar stek gamal tidak rebah harus dijepit dengan bambu pecah 4. Biji lamtoro ditanam berlarik sepanjang 5 m. Biji lamtoro ditanam sedalam 3-5 cm pada jarak 10 cm, sehingga jumlah larikan petak didapat 20 baris atau 1000 batang tanaman. Gamal dan lamtoro ditanam berselang-seling pada pagar petak. Penanaman biji lamtoro dilakukan pada permulaan musim hujan saat tanah tidak terlalu basah. 2.3.3. Pohon Pohon ditanam berupa stek yang panjangnya 1,75-2 m.. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, tetapi waru ditanam pada musim hujan. Pohon ditanam sedalam 20-30 cm pada jarak 5 m, sehingga pada setiap petak terdapat 14 pohon bunut, 14 kayu santen dan 14 waru. Penanamannya berselang-seling antara bunut, santen dan waru. Setelah stek dimasukkan, lubang harus ditutup dengan tanah dan dipadatkan. Dalam pelaksanaannya 14
sering diadakan modifikasi mengingat kemampuan tumbuh dari jenis pohon itu berbeda. Pada lahan miring ditanam bunut dan kayu santen, sedangkan pada lahan datar waru. Penanamannya tidak perlu berselang-seling, tetapi jumlah masing-masing pohon adalah tetap yaitu 14 pohon bunut, 14 kayu santen dan 14 waru. 2.4 Penyulaman Tanaman STS Cara penyulaman tanaman adalah sebagai berikut : Penyulaman rumput, legume, semak dan pohon dilakukan 2 bulan sesudah penanaman, yaitu pada musim hujan. Penyulaman rumput dan legume dilakukan kalau 25% dari setiap petak atau larikan tidak ditumbuhi rumput atau legume unggul. Pohon dan gamal yang disulam adalah stek yang tunasnya belum tumbuh, kulit batang kering atau yang mati, 2.5 Integrasi Tanaman dengan STS Apabila lahan bagian inti ditanami palawija pada permulaan musim hujan (bulan Nopember) maka jenis palawija yang dapat ditanam disesuaikan dengan kebiasaan setempat seperti jagung, kedelai, ketela pohon, kacang tanah, kacang merah dan turi. Waktu panen disesuaikan dengan umur tanaman dan kebiasaan masyarakat setempat. Turi sesudah berumur 6 bulan dapat dipanen setiap hari untuk sayur. Tetapi untuk pakan ternak turi dipanen pada waktu musim kering. Jerami palawija dapat dikeringkan dan disimpan untuk pakan ternak. Apabila memanen ketela pohon, sebelum mencabutnya, maka daun pada pucuk batang dipetik dan diberikan ke ternak. Batang disimpan untuk bibit dan untuk pakan ternak pada waktu musim kemarau (musim kering yang lama). Selain ditanami palawija, lahan inti juga dapat ditanami tanaman perkebunan seperti buah-buahan (kelapa, mangga, jeruk, nangka) dan tanaman 15
industri (kopi, kapuk, panili, cengkeh, kapulaga). Apabila perkebunan sudah ada, maka pagar diganti dengan stratum 2 dan stratum 3, Stratum 1 dibuat disekeliling pinggir kebun dengan lebar 5 m dan ditanami dengan rumput dan legume unggul tahan naungan seperti rumput Stenotaprum dan legume Desmodium ovalifolium. 16
III. METODE PENULISAN Berdasarkan tujuan dari penulisan makalah ini, maka diterapkan beberapa metoda antara lain: 1. Penelahan terhadap pustaka yang ada, baik berupa hasil penelitian maupun artikel yang dipublikasikan pada media elektronik (internet), ataupun media cetak berupa buku, jurnal ilmiah, ataupun majalah. 2. Penginterpretasian dari materi kuliah dan praktikum mata kuliah Sistem Tiga Strata yang diperoleh di Program S-3 Peternakan 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Strategi Penanaman STS dalam Usaha Meningkatkan Efisiensi Manfaat Lahan STS merupakan sistem penanaman rumput/leguminosa, semak dan pohon pada satu areal secara tercampur. STS dapat diterapkan pada lingkungan yang beragam, oleh karena itu jenis hijauan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya.. Misalnya untuk lahan kering akan berbeda dengan yang untuk lahan basah ataupun lahan perkebunan. Berikut disampaikan strategi penanaman STS pada lahan kering dengan tujuan meningkatkan efisiensi manfaat lahan. 4.1.1. Rumput dan leguminosa (stratum 1) Rumput unggul yang dapat dipakai adalah buffel, Panicum dan Urokloa, sedangkan legumnya adalah Stelo verano dan Centrocema. Jenis rumput dan legume unggul ini tahan terhadap kekeringan. Rumput dan legume ditanam selang seling berkeliling pada pinggiran petak dan ditanam berlarik. Pada bagian selimut ini dibuat petak-petak berukuran panjang 9 m dan lebar 5 m. Pada petak-petak ini dibuat larikan berjarak 10 cm dengan kedalaman 1 cm untuk ditanami biji rumput dan legume. Larikan dibuat tegak lurus dengan kemiringan lahan sehingga biji tanaman tidak dihanyutkan air hujan. Rumput Panicum ditanam dekat Centrocema karena Panicum yang tumbuh tegak merupakan panjatan bagi centrocema yang menjalar. Panikum dan centro dapat ditanam dekat pagar karena tahan terhadap naungan. Selain itu centro dapat juga ditanam di pagar karena sifatnya yang tahan naungan dan membelit. Rumput bufel dan urokloa tumbuh bagus di daerah terbuka, karena tidak tahan naungan. Oleh karena itu ditanam jauh dari pagar.± 2,5 m atau lebih dari pagar (Suarna, 1990). Jenis legume stylo verano jangan ditanam di dekat 18
pagar karena tidak tahan naungan. Untuk mendapatkan produksi yang tinggi stylo verano ditanam dekat centrocema karena fiksasi N oleh centrocema akan berpengaruh positif terhadap stylo verano. Kehadiran legume pada STS sangat penting karena pada akar legume dijumpai adanya bintil-bintil zat lemas (nodul akar) yang mengandung bakteri yang dapat memfiksasi N atmosfer sehingga dapat menambah kesuburan lahan. 4.1.2 Semak (stratum 2) Semak yang dapat dipakai adalah gamal dan lamtoro. Kedua jenis semak ini tahan kekeringan, produksi tingginya, bernilai gizi tinggi dan mudah dikembangbiakan. Cara penanamannya adalah ditanam berselang-seling sebagai pagar dari petak dengan jarak 10 cm, Perkembangbiakan gamal dilakukan dengan stek. Gamal ditanam dengan kedalaman 25 cm dan lebar 25 cm. Sedangkan lamtoro yang ditanam adalah bijinya, sedalam 5 cm. Gamal dan lamtoro mempunyai perakaran yang dalam, lebat dan kuat sehingga dapat menahan tanah dan kerikil dari kikisan air hujan. Cabang yang banyak dengan daun yang lebat merupakan kanopi yang baik untuk menahan air hujan, sehingga mengurangi sentakan air hujan yang jatuh ke tanah. Daun yang gugur pada musim kering, merupakan humus yang dapat menyerap air hujan, sehingga mengurangi air hujan yang merembes mengikis tanah. Pada lahan miring semak berfungsi menahan kerikil besar dan batu yang mengelinding dihanyutkan oleh air hujan. Diantara kedua jenis semak ini, naungan lamtoro memberikan efek yang lebih bagus daripada gamal terhadap produksi hijauan yang ada dibawahnya. Rumput Bufel yang tidak tahan naungan ditanam dekat dengan lamtoro akan memberikan hasil yang lebih bagus dibandingkan dengan gamal. Hal ini berkaitan dengan perbedaan morfologi daun sehingga jumlah sinar yang dapat dilewatkan lebih banyak oleh lamtoro dibandingkan gamal. 19
4.1.3 Pohon (stratum 3) Jenis pohon yang dapat dipakai adalah bunut, santen dan waru Penanaman pohon dilakukan berselang-seling disekeliling batas STS dengan jarak 5 m, kedalaman 50 cm dan lebar 25 cm. Pohon bunut dan santen sangat tahan terhadap kekeringan dan lahan yang miring karena mempunyai sistem perakaran yang dalam dan kuat. Perakaran yang dalam sangat menguntungkan karena tidak terjadi kompetisi dengan strata 1 dan 2. Produksinya tinggi dan mudah dikembangbiakan. Sedangkan pohon waru mempunyai daya adaptasi yang sangat bervariasi yaitu dari lahan basah sampai kering. Produksinya tinggi dan bernilai gizi tinggi. Pohon waru ditanam pada tempat yang datar karena sistem perakarannya dangkal dan batangnya berkulit tipis sehingga sangat tergantung pada kadar air tanah. 4.1.4 Bagian inti Pada bagian inti dapat ditanami tanaman pangan/palawija. Di bawah larikan tanaman semusim, misalnya jagung ditanami tanaman yang berfungsi sebagai penutup tanah karena mempunyai pertumbuhan yang rapat dan rendah, yaitu tanaman leguminosa seperti centrocema pubercens, Pueraria phasoloides dan Arachis prostrate. Tanaman ini dipotong pada saat tanaman pangan akan ditanam. Dengan cara ini diharapkan kesuburan lahan akan bertambah karena sumbangan nitrogen dari bintil-bintil akar, sehingga efisiensi manfaat lahan juga meningkat. 20
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam menaman tanaman hijauan pakan ternak STS diperlukan suatu strategi penanaman atau cara mengatur penanaman tanaman, sehingga efisiensi manfaat lahan dapat ditingkatkan. 2. Pengaturan jenis tanaman yang ditanam pada STS meliputi pengaturan tanaman rumput/leguminosa (strata 1), semak (strata2) dan pohon (strata 3). 3. Jenis tanaman yang dipilih untuk ditanam pada STS adalah jenis unggul yang meliputi strata 1 terdiri dari rumput (buffel, urokloa dan panikum ), leguminosa ( centrocema dan stylo verano), strata 2 terdiri dari semak (lamtoro dan gamal) dan strata 3 terdiri dari pohon (bunut, santen dan waru). 5.2 Saran Saran yang dapat dikemukakan disini adalah perlu dicari alternatif jenis hijauan pakan ternak lokal yang sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, dalam upaya memanfaatkan plasma nutfah yang ada. 21
DAFTAR PUSTAKA Nitis, I M. 2001. Peningkatan Produktivitas Peternakan dan Kelestarian Lingkungan Pertanian Lahan Kering dengan Sistem Tiga Strata. Buku Ajar. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar. Nitis, I M. 2007. Gamal di Lahan Kering. Arti Foundation. Denpasar. LPM Unud. 2005. Petunjuk Praktis Tata Laksana Sistem Tiga Strata. Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Udayana, Denpasar. 22