BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae adalah tonjolan pada bagian anterior dari mukosa palatal, terdapat di tiap sisi dari raphe palatine median dan dibawah papilla insisivus. 1,2 Rugae palatina telah terbukti sangat individual dan memiliki bentuk yang konsisten seumur hidup dan letaknya di rongga mulut yang dikelilingi oleh gigi, bibir, lidah dan bucal pad, yang memberikan perlindungan dalam kasus-kasus kebakaran atau trauma. 3 Rugae palatina dapat dijadikan alternatif sumber informasi forensik yang membutuhkan waktu singkat, jika metode lain sulit untuk mengidentifikasi seseorang. 3 Ada berbagai macam cara untuk analisis forensik seperti identifikasi sidik jari, tanda gigitan, tanda bibir, perbandingan rekaman gigi, rugoscopy, radiologi dan metode DNA. DNA, sidik jari, dan perbandingan rekaman gigi adalah metode ilmiah yang paling umum digunakan dalam identifikasi forensik. 2,7,8 Prosedur DNA memerlukan waktu yang lama dan tidak tersedia di daerah pedesaan dan daerah terpencil. Meskipun metode ini akurat, metode ini tidak dapat dipakai ketika dibutuhkan hasil pemeriksaan yang mudah didapat dan segera. 9 Keterbatasan pada penggunaan sidik jari terjadi pada situasi 1
2 di mana tangan hangus atau dimutilasi, sementara itu gigi lebih bertahan lama. Identifikasi menggunakan rekaman gigi juga terdapat kemungkinan tidak dapat disimpulkan, karena banyak rekaman gigi antemortem yang tidak akurat dan tidak lengkap. 2,10 Selain itu, perawatan gigi tambahan mungkin telah dilakukan dalam interval waktu antara pembuatan catatan gigi dan kematian seseorang. 11 Negara Republik Indonesia terletak di daerah rawan bencana. Tingginya kerawanan Indonesia terhadap bencana karena posisi geografis Indonesia berada diujung pergerakan tiga lempeng dunia, yaitu Euirasia, Indo Australia dan Pasifik. Kondisi lain yang mempengaruhi adalah secara geografis Indonesia merupakan negara kepuluan yang dilalui jalur cincin gunung api dunia. 4 Bencana alam merupakan bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta (angin : topan, badai, puting beliung; tanah: erosi, sedimentasi, longsor, gempa bumi; air: banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; dan api : kebakaran dan letusan gunung berapi). 5 Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN ISDR) menempatkan Indonesia dalam katagori negara dengan resiko terjadinya bencana alam terbesar. Dalam peta rawan bencana internasional, bencana alam Indonesia menempati posisi tertinggi untuk bahaya tsunami, tanah longsor dan erupsi gunung berapi.
3 Pada kondisi demikian tim forensik kedokteran bersama forensik odontologi sangat diperlukan untuk membantu dalam proses identifikasi korban. Menurut Pederson 6, odontologi forensik adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan. Palatoscopy atau palatal rugoscopy adalah studi pada rugae palatina dengan tujuan untuk menegakkan identitas seseorang. Kegunaan dari rugae palatina diusulkan sebagai salah satu metode identifikasi pada tahun 1889 oleh Harrison Allen. 12 Rugae palatina dibentuk pada minggu ke 12 sampai ke 14 prenatal, dan terus berkembang. Setelah usia 10 tahun rugae palatina tidak berubah baik dalam ukuran maupun bentuk dan sejak umur 24 tahun rugae palatina akan mengalami penurunan yang tidak signifikan baik dalam ukuran maupun bentuk. 21 Karakteristik kualitatif rugae palatina seperti bentuk, arah, dan pola tetap stabil seumur hidup. 2,14 Penelitian yang dilakukan Peteria dan Thakkar 15 menunjukkan bahwa tidak ditemukan perubahan statistik yang signifikan dari bentuk dan ukuran rugae palatina pada kasus paska perawatan orthodonti. Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan pada rugae palatina potensial digunakan untuk mengidentifikasi seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Saraf 2 pada tahun 2011, disimpulkan bahwa pola rugae palatina melalui penggunaan LRA (Logistic Regression Analysis) dapat digunakan sebagai metode tambahan dalam perbedaan antara populasi India laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat mempersempit
4 bidang untuk identifikasi dan memberikan hasil yang berhubungan dengan metode lain seperti visual, sidik jari, dan karakteristik gigi dalam ilmu forensik. Formasi bentuk rugae palatina yang unik telah digunakan dalam proses identifikasi medicolegal yang dapat dibedakan berdasarkan karakteristik morfologi dan kestabilan dalam waktu yang lama. Posisi anatomis dari rugae palatina di dalam mulut tidak berubah seumur hidup. Rugae palatina juga stabil dan tidak mengalami dekomposisi sampai 7 hari paska kematian. 24 Pada penelitian yang dilakukan Ritter R dkk 17 pada tahun 1989, dilaporkan bahwa tidak ada dua rugae palatina yang memiliki konfigurasi yang sama, dan rugae palatina tidak berubah seiring dengan pertumbuhan. Bahkan antara saudara kembar memiliki kemiripan pola rugae palatina namun tidak sama. 2 Penggunaan rugae palatina pada identifikasi forensik disarankan karena biaya pelaksanaan yang rendah, kemudahan aplikasi, dan keakuratannya. Selain itu, rugae palatina memiliki karakteristik yang mencukupi untuk membedakan satu individu dengan yang lain karena tidak ada rugae palatina yang sama satu sama lain. 16 Faktor herediter berperan dalam pola rugae palatina, sehingga dapat dijadikan alat penting dalam identifikasi seseorang dan menentukan garis keturunan keluarga seseorang. 3 Penelitian yang dilakukan Madhusudan K dkk 18 tahun 2014 di rumah sakit Narsinbhai Patel Visnagar India dengan sampel 30 kelompok anggota keluarga yang berkunjung, dinyatakan bahwa ada kemiripan signifikan dari pola rugae palatina anak
5 dengan pola rugae palatina orang tua, yang menunjukkan ada peran hereditas dalam pola rugae palatina. Pada penelitian yang dilakukan Rajesh N dkk 3 pada tahun 2015 pada 30 kelompok anggota keluarga ( orang tua dan anak ) yang berkunjung ke rumah sakit Uvarsad Gandhinagar India, dinyatakan bahwa ada kemiripan yang signifikan secara statistik dari pola rugae palatina anak dengan pola rugae palatina orang tua. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada peran hereditas dalam pola rugae palatina seseorang. Di Indonesia telah dilakukan penelitian mengenai perbedaan pola rugae palatina pada penduduk keturunan Deutro Melayu dengan keturunan Cina di Jawa Tengah oleh Eva Tri 48 pada tahun 2013, dengan hasil terdapat perbedaan bermakna pola rugae palatina pada penduduk keturunan Detro Melayu dan keturunan Cina. 48 Hal ini menunjukkan bahwa rugae palatina juga potensial untuk mengidentifikasi ras atau keturunan seseorang. Indonesia memiliki 360 suku bangsa. Suku-suku bangsa tersebut awalnya berasal dari ras Mongoloid dan Australomelanesid yang membentuk sub-ras Proto Melayu. Selanjutnya sub-ras Proto Melayu dengan ras Mongoloid membentuk ras Deutro Melayu. 19 Beberapa suku di Indonesia yang terdapat di Sumatera Barat adalah suku Minang, suku Mentawai dan suku Nias. Suku Minang merupakan ras Deutro Melayu. 19
6 Suku Minang menganut sistem kekerabatan Matrilineal, yaitu garis keturunan menurut garis dari keturunan ibu kandung atau wanita. Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Garis keturunan dirujuk kepada ibu, sedangkan ayah disebut oleh masyarakat Minang dengan Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga. 49 Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian observasional analitik tentang perbandingan pola rugae palatina pada mahasiswa suku Minang di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas dengan ibu kandungnya. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat kesamaan pola bedasarkan bentuk, panjang, dan daerah rugae palatina pada mahasiswa suku Minang FKG Universitas Andalas dan ibu kandungnya? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan pola rugae palatina pada mahasiswa angkatan 2012 dengan ibu kandung suku Minang di FKG Universitas Andalas
7 1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian 1. Untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan pola berdasarkan bentuk rugae palatina antara anak dan ibu kandung 2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan pola berdasarkan panjang rugae palatina antara anak dan ibu kandung 3. Untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan pola berdasarkan daerah rugae palatina antara anak dan ibu kandung 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis: a. Bagi pengembangan ilmu forensik kedokteran gigi : Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah mengenai hubungan bentuk, ukuran, posisi dan pola rugae palatina pada mahasiswa suku Minang FKG Unand dan ibu kandungnya. b. Bagi peneliti : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesempatan pada peneliti untuk dapat menerapkan ilmu yang telah didapat selama kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas dan menambah pemahaman serta wawasan penulis tentang penggunaan rugoscopy dalam bidang odontologi forensik
8 c. Bagi penelitian selanjutnya : Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan data dasar bagi penelitian selanjutnya 2. Manfaat praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu acuan untuk identifikasi forensik 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah perbandingan pola rugae palatina berdasarkan bentuk, panjang, dan daerah pada mahasiswa angkatan 2012 suku Minang FKG Unand dan ibu kandungnya.