13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Jilbab merupakan jenis pakaian yang memiliki arti sebagai kerudung lebar yang dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada (kbbiweb.id). Jilbab memiliki definsi sebagai kain yang dijulurkan untuk menutupi aurat wanita muslimah kecuali wajah dan tangan. Penggunaan jilbab bukan hanya simbol namun merupakan kewajiban bagi kaum muslimah. Kewajiban menggunakan jilbab termaktub dalam kitab suci Al-Qur an surat Al- Ahzab ayat 59 yang berbunyi : Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Muslimah menggunakan jilbab dalam kehidupan sehari-hari. Jilbab bukan pakaian populer pada mulanya. Pada zaman dahulu, muslimah yang menggunakan jilbab dianggap sebagai musafir dari Arab ataupun tokoh pergerakan agama Islam. Jilbab hanya digunakan saat menghadiri acara keagamaan sehingga menggunakan jilbab diluar kegiatan tersebut masih dianggap asing. Instansi pemerintah dan beberapa lembaga lain juga masih menganggap jilbab sebagai pakaian yang tidak populer sehingga sulit sekali menemukan pekerja instansi kenegaraan maupun pejabat pemerintahan yang menguunakan jilbab. Model jilbab yang dikenakan pada masa itu cenderung stagnan, tidak ada variasi warna, model dan penggunaannya. Bentuk jilbab pada saat itu masih berupa kain polos persegi panjang yang dililitkan menutupi kepala atau saat ini populer dengan sebutan kerudung. Warna jilbab yang dipilih adalah warna-warna natural seperti putih, hitam atau cokelat seperti yang sering digunakan oleh wanita-wanita Arab. Modelnya tidak bervariasi. Bahkan sebagian leher penggunanya masih terbuka, hanya rambut yang ditutupi dengan sempurna.
14 Gambar 1.1 Gambar 1.2 Penggunaan jilbab zaman dulu Penggunaan jilbab masa kini Realita saat ini menunjukkan bahwa penggunaan jilbab sudah mengalami perubahan. Jilbab menjadi populer di kalangan muslimah, baik dari penggunaannya, warna serta model. Semakin banyak muslimah yang memakai jilbab seperti pelajar sekolah, karyawan kantor, pejabat negara, figur publik bahkan pengunjung kafe dan mall. Hijabers adalah salah satu komunitas pengguna jilbab yang lebih stylish. Hijabers dipelopori oleh Dian Pelangi sebagai pemilik brand busana muslimah dengan nama sama. Kehadiran komunitas ini menjadi loncatan besar dalam perubahan mode berjilbab di Indonesia. Mode jilbab yang ditawarkan Dian terinspirasi dari gaya berkerudung perempuan Timur Tengah yang identik dengan kain panjang yang dililitkan di kepala. Jilbab tidak lagi berupa kain segiempat yang dilipat namun berbentuk lain seperti pashmina, scarf, shawl ataupun bergo. Warna dan corak yang ditawarkan juga tidak ada habisnya. Gaya berjilbab ini diterima dengan baik oleh muslimah Indonesia. Model yang dianggap lebih populer ini membuat beberapa kalangan seperti pejabat dan artis tidak sungkan menggunakan jilbab karena tetap bisa tampil modis dan berkelas. Istilah-istilah baru pun bermunculan, namanya tak cuma sekedar jilbab, ada istilah hijab, kudung, kerudung sampai jilbab syar i. Jilbab bukan lagi sekedar pelaksanaan kewajiban maupun simbol agama, jilbab berevolusi menjadi bagian
15 dari tren hingga menunjukkan strata sosial penggunanya. Motivasi muslimah dalam menggunakan hijab menjadi beragam. Ada yang memahaminya sebagai sebuah kewajiban, ada yang merasa bahwa jilbab merupakan bagian dari tren, ada pula yang menganggap bahwa jilbab bisa menonjolkan citra baik. Jilbab mengalami pergeseran nilai yang cukup signifikan dari nilai-nilai utamanya. Jilboobs adalah satu dari sekian fenomena jilbab yang tidak lagi mengedepankan nilai asli dari jilbab. Menurut asal hukumnya, jilbab seyogyanya dijulurkan hingga menutupi dada. Sedangkan para pengguna jilboobs menyingkap jilbabnya sehingga menampakkan dada. Banyak pengguna jilboobs yang tidak sadar sedang mengenakan jilboobs. Masih banyak pengguna jilbab yang belum memahami kewajiban berjilbab sehingga jilbab dipandang hanya sebatas tren atau identitas belaka. Perubahan nilai tersebut tidak lepas dari peranan media dalam mengkonstruksi nilai. Berbeda dari pandangan positivisme yang hanya melihat apakah suatu berita sudah disampaikan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik, paradigma konstruktivisme memandang berita adalah hasil konstruksi sosial pekerja-pekerja media. Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan. Dengan demikian isi media adalah realitas yang telah dikontruksikan dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004:11). Althusser dan Gramsci juga sepakat bahwa media massa bukan sesuatu yang bebas (independen), tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial. Jelasnya, ada berbagai kepentingan yang bermain dalam media massa seperti kebijakan redaksi, kepentingan kapitalisme pemilik modal, kepentingan politik bahkan ideologi wartawan yang menulis berita. Hal ini berarti, adanya suatu realitas yang dapat ditonjolkan ataupun disamarkan dan bahkan dihilangkan dalam suatu berita yang telah dikontruksikan (Sobur, 2004: 30). Salah satu teknik yang digunakan media dalam penyajian informasi adalah framing. Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran
16 tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus dengan memberikan penonjolan pada aspek tertentu. Penonjolan aspekaspek tertentu dari isu berkaitan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis. Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian diksi atau kata, kalimat, gambar atau foto dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak. Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi yang berarti realitas dimaknai dan dikonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting dan lebih mengena dalam pikiran khalayak. Media massa dewasa ini merupakan sarana utama masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang keadaan di sekitarnya maupun di luar lingkungannya. Permasalahannya adalah sebagian besar masyarakat tidak sepenuhnya memahami bahwa realitas media tidak serupa dengan kenyataan yang terjadi sehari-hari di masyarakat. Salah satu jenis media massa adalah majalah. Majalah merupakan media cetak yang diterbitkan berkala, misalnya mingguan, dwimingguan atau bulanan. Majalah berisi bermacam-macam artikel dalam subyek yang bervariasi yang ditujukan kepada masyarakat umum dan ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh banyak orang. Biasanya, majalah didanai oleh iklan, harga penjualan, biaya berlangganan di awal atau ketiganya. (id.wikipedia.org) Majalah memiliki peranan dalam mengkonstruksi realitas sosial. Hal ini disebabkan karena majalah memiliki segmentasi pembaca yang lebih spesifik. Berbeda dengan surat kabar yang bisa dibaca hampir semua kalangan, majalah justru dibaca oleh kalangan tertentu saja. Segmentasi pembaca majalah didasari atas gender, profesi maupun minat. Segmentasi yang spesifik tersebut membuat pembaca memiliki loyalitas dan kepercayaan yang tinggi terhadap majalah yang dibacanya. Oleh sebab itu, pembaca akan menganggap realitas yang dikonstruksi oleh media tersebut sebagai realitas yang sesungguhnya.
17 Majalah juga memiliki kekuatan tersendiri dalam tulisan yang disajikannya. Majalah yang umumnya memiliki masa persiapan pra-cetak lebih lama memiliki tulisan-tulisan mendalam yang disertai dengan riset atau data pendukung. Hal ini tentu berbeda dengan surat kabar yang terbit harian, dimana aktualitas sangat diutamakan sehingga kadangkala berita yang dituliskan kurang mendalam. Majalah memiliki waktu lebih lama dalam persiapannya sehingga tulisan di majalah mampu mengkonstruksi realitas. Perubahan nilai jilbab tersebut tidak lepas dari upaya konstruksi yang dilakukan oleh media Islam, salah satunya majalah Noor. Majalah Noor adalah majalah yang sudah eksis selama 13 tahun di segmen pembaca wanita dewasa muslimah. Noor kerap kali menghadirkan artikel tentang jilbab dalam setiap edisi. Di majalah Noor, jilbab ditampilkan lebih stylish, modern dan dinamis sehingga penggunaan jilbab tidak lagi terlihat asing. Selain menghadirkan artikel tentang jilbab, Noor juga memiliki rubrik fashion yang sering dijadikan rujukan desain busana muslimah. Sebagai salah satu majalah yang sudah bertahan cukup lama, tentu Noor sudah memiliki pelanggan sekaligus pembaca tetap yang memiliki loyalitas tinggi terhadap majalah Noor. Dengan demikian konten yang disajikan oleh majalah Noor akan sangat berpengaruh dalam mengkonstruksi nilai jilbab. Noor tidak hanya memiliki edisi reguler. Pada momen tertentu, Noor menghadirkan edisi spesial. Di tahun 2015 ini, Noor menyajikan edisi spesial Fashion Trend 2015 yang seyogyanya akan dijadikan acuan tren pakaian muslimah khususnya jilbab sepanjang tahun ini. Tentunya nilai jilbab yang dibangun pada edisi ini ikut mempengaruhi nilai jilbab pada masyarakat yang akan menjadi realitas sepanjang tahun 2015. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti upaya majalah Noor dalam mengkonstruksi nilai jilbab di medianya dengan menggunakan analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
18 1.2 Fokus Masalah Berdasarkan konteks masalah yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini menfokuskan masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan berikut : Bagaimana media, dalam hal ini majalah Noor melakukan konstruksi terhadap jilbab? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan berupa : 1. Untuk mengetahui konstruksi yang dilakukan majalah Noor terhadap jilbab 2. Untuk mengetahui nilai jilbab yang dikonstruksi oleh majalah Noor dalam pemberitaannya 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan peneliti dan pembaca tentang peranan media dalam mengkonstruksi nilai jilbab. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca dan juga mahasiswa mengenai analisis framing khususnya konstruksi nilai jilbab di media. 3. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi sumbangsih untuk Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU beserta praktisi Komunikasi lainnya dalam kajian analisis framing dan konstruksi media massa.