BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS AKHIR. Analisa Perencanaan Frekuensi pada Jaringan W-MAN Menggunakan Sistem WiMAX pada Area Jakarta

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB II LANDASAN TEORI. II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2,3 GHz

BAB II DASAR TEORI 2.1 Posisi Teknologi WiMAX

ESTIMASI CAKUPAN JARINGAN WIMAX DAN ANALISIS PERFORMANSINYA UNTUK DAERAH MAKASSAR, MAROS, SUNGGUMINASA, DAN TAKALAR

ANALISIS JENIS MATERIAL TERHADAP JUMLAH KUAT SINYAL WIRELESS LAN MENGGUNAKAN METODE COST-231 MULTIWALL INDOOR

Pengukuran Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX 2.3GHz di Lingkungan Kampus ITB

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

2.2 FIXED WIRELESS ACCESS (FWA)

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll


Sharing Alokasi Frekuensi BWA 3.5 GHz dan Satellite Ext-C (down link GHz) FSS

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Radio dan Medan Elektromagnetik

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

Perancangan dan Analisis Desain Jaringan Mobile WiMax e di daerah Sub urban (Studi Kasus di Kota Kediri)

PERENCANAAN SISTEM JARINGAN RADIO SELULER CDMA DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0

Prakiraan Kebutuhan Akses Broadband dan Perencanaan Jaringan Mobile WiMAX untuk Kota Bandung

ANALISIS IMPLEMENTASI JARINGAN CDMA20001X EVDO REV-A DI KOTA MALANG

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB III PERENCANAAN REPEATER GSM DI GEDUNG GRAHA PDSI. berapa jarak maksimum yang dapat dicapai antara transmitter r

BAB II LANDASAN TEORI

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

BAB IV. Pada bab ini akan dibahas mengenai perhitungan parameter-parameter pada. dari buku-buku referensi dan dengan menggunakan aplikasi Java melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

ANALISA KINERJA LOCAL MULTIPOINT DISTRIBUTION SERVICE (LMDS) SEBAGAI AKSES LAYANAN NIRKABEL PITA LEBAR O L E H RUDIANTO BM. HARIANJA

BAB IV LINK BUDGET ANALYSIS PADA JARINGAN KOMUNIKASI

TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT (Arni Litha)

BAB 4 ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN

CARA KERJA SATELIT. Dalam hal perencanaan frekuensi ini (frequency planning), dunia dibagi menjadi 3, yaitu:

Antenna NYOMAN SURYADIPTA, ST, CCNP

BAB III PERHITUNGAN LINK BUDGET SATELIT

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

Perencanaan Kebutuhan Base Station Jaringan Fixed WiMAX Berdasarkan Demand Site

STUDI KELAYAKAN MIGRASI TV DIGITAL BERBASIS CAKUPAN AREA SIARAN DI BEKASI

BAB III PERFORMANSI AKSES BWA

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Wireless Metropolitan Area Network (WMAN) Dengan Menggunakan Worldwide Interoperability For Microwave Access (WIMAX)

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

Dukungan yang diberikan

I. PENDAHULUAN. kebutuhan informasi suara, data (multimedia), dan video. Pada layanan

Planning cell site. Sebuah jaringan GSM akan digelar dikota Bandung Tengah yang merupakan pusat kota yang memiliki :

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

Perencanaan Jaringan 3G UMTS. Kota Bekasi, Jawa Barat. Aldrin Fakhri Azhari

2.1. KONSEP PENGUATAN DAYA (LOSS DAN DECIBELL)

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI WIMAX UNTUK LAYANAN BROADBAND DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

Analisis Penggunaan Frequency Band 400 MHz dan 700 MHz untuk Layanan Broadband PPDR di Indonesia

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

BAB III DATA DAN ASPEK PERENCANAAN

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

TAKARIR. Kapasitas transmisi dari sambungan elektronik. Percakapan melalui jaringan intenet.

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI


PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL

BESAR DAN UKURAN KINERJA TELEKOMUNIKASI

BAB II DASAR TEORI. cara menitipkan -nya pada suatu gelombang pembawa (carrier). Proses ini


BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin

PERANCANGAN JARINGAN INDOOR 4G LTE TDD 2300 MHZ MENGGUNAKAN RADIOWAVE PROPAGATION SIMULATOR

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

PERENCANAAN BASE STATION UNTUK JARINGAN SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK BERBASIS WCDMA DI WILAYAH SUB URBAN

Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

PERHITUNGAN LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI GSM DI DAERAH URBAN CLUSTER CENTRAL BUSINESS DISTRIC (CBD), RESIDENCES, DAN PERKANTORAN

Komunikasi Bergerak Frekuensi 2.3 GHz Melewati Pepohonan Menggunakan Metode Giovanelli Knife Edge

ANALISIS PENGARUH HANDOVER PADA MOBILE WIMAX UNTUK LAYANAN LIVE STREAMING

ANALISIS RSCP PADA HSDPA DAN HSUPA DI WILAYAH KOTA MALANG

Transkripsi:

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini akan dibahas tahap dan parameter perencanaan frekuensi dan hasil analisa pada frekuensi mana yang layak diimplemantasikan di wilayah Jakarta. 4.1 Parameter Perhitungan Beberapa parameter yang akan diperhatikan untuk penentuan frekuensi pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Kapasitas Sel 2. Coverage Sel 3. Ketersediaan Bandwidth 4.1.1 Kapasitas 4.1.1.1 Perhitungan Jumlah Pelanggan Berdasarkan data pelanggan yang didapat, dilakukan estimasi jumlah pelanggan hingga 5 tahun kedepan sehingga hasil perencanaan dapat digunakan hingga 5 tahun kedepan atau dengan jumlah pelanggan maksimal yang sudah diperkirakan. Perkiraan jumlah pelanggan tersebut dapat ditentukan dengan persamaan 3.1. ( Fp) n Lp = Ls 1 +. (4.1) dimana : Lp : Jumlah prediksi pelanggan n tahun kedepan Ls : Jumlah pelanggan tahun pertama Fp : Faktor pertumbuhan pelanggan (%) n : Jumlah tahun prediksi Perhitungan jumlah pelanggan : Lp = 59.662 (1+,3) 5 = 221.521 pelanggan 28

Berikut adalah data dari asumsi pasar untuk pelanggan FWA Wimax pada daerah Jakarta : Tabel 4.1 Data Asumsi Jumlah Pelanggan (Urban) Asumsi untuk kasus urban Jumlah Market segment Residential + Bisnis Coverage area 661.52 Jumlah populasi residential 2,88,173 Jumlah populasi SME 2,386,484 Jumlah populasi Corporate 1,491,552 Total populasi 5,966,871 Tingkat pertumbuhan demand 3% Market penetrasi thn 1 1% Demand Residential tahun 1 2,882 Demand SME tahun 1 23,865 Demand Corporate tahun 1 14,916 Total demand tahun 1 59,662 Pada data tersebut target pasar yang akan dicapai dari seluruh calon pelanggan/total populasi pada daerah jakarta yaitu sebesar 1%. Berikut adalah asumsi jumlah demand pertahun dengan peningkatan jumlah demand sebesar 3%. Tabel 4.2 Data Asumsi Jumlah Demand Tahun 21 211 212 213 214 215 Residential 2,882 27,146 35,29 45,877 59,64 77,532 SM Enterprise 23,865 31,24 4,332 52,431 68,16 88,68 Coorporate 14,916 19,39 25,27 32,769 42,6 55,38 Total 59,662 77,561 1,829 131,78 17,41 221,521 Berdasarkan pembagian bandwidth dan asumsi jumlah pelanggan diatas, maka asumsi jumlah trafik berdasarkan peramalan akan ditampilkan pada tabel dibawah : 29

Tabel 4.3 Kebutuhan Data hingga Tahun 215 Pembagian Demand Residential Data Rate (kbps) 21 211 212 213 214 215 Internet Access 128 2,672,862 3,474,721 4,517,137 5,872,278 7,633,961 9,924,15 Small Medium Enterprise Basic service 256 4,582,49 5,956,664 7,743,663 1,66,762 13,86,791 17,12,828 Premium service 512 3,54,699 3,971,19 5,162,442 6,711,175 8,724,527 11,341,885 Coorporate Basic service 124 9,164,98 11,913,328 15,487,326 2,133,524 26,173,581 34,25,656 Premium service 248 12,218,798 15,884,437 2,649,768 26,844,699 34,898,19 45,367,541 Total (Kbps) 31,692,57 41,2,259 53,56,337 69,628,438 9,516,969 117,672,6 Total (MBps) 3,95 4,235 52,35 67,997 88,395 114,914 4.1.1.2 Perhitungan Kapasitas sel Mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh IEEE 82.16-24 bahwa perhitungan raw bit rate pada WiMAX menggunakan teknik OFDM (Orthogonal Frekuensi Division Multiplexing). Perhitungan raw bit rate atau laju bit system dipengaruhi oleh jumlah bit permodulasi (b m ), coding rate (C r ), dan periode symbol (T s ). sehingga perhitungan bit rate menggunakan formula : Bit Rate = N USED xb m C x T dimana : Cr = Coding rate Ts = Periode symbol OFDM b m = bit permodulasi r s..(4.2) Berdasarkan WiMax Forum bahwa setiap frekuensi memiliki channel bandwidth dan beberapa parameter yang berbeda. Maka perhitungan bit rate berdasarkan persamaan 3.2 yang menggunakan modulasi 1/2 16QAM, bm (QAM) = 3 dan Coding Rate = ½ adalah : 3

Frekuensi Tabel 4.4 Perhitungan Bit Rate Bandwidth (khz) Bit Rate (Mbps) 25 5 6.353 38 7 8.824 5 1 12.76 58 1 12.76 4.1.1.3 Perhitungan Jumlah Sel Berdasarkan hasil perhitungan estimasi kebutuhan kapasitas (data rate) pelanggan serta hasil perhitungan kapasitas sel tiap frekuensi, maka didapatkan jumlah sel yang dibutuhkan agar dapat meng-handle trafik dari hasil estimasi pelanggan. Untuk menghitung jumlah sel menggunakan persamaan berikut : Σ Sel = dimana : Kapasitas Data Pelanggan( Data Rate) C (4.3) Kapasitas Sel C = concentration factor, dimana nilai C=5. Sebagai contoh yaitu dengan C = 5, misalnya jika kapasitas sebesar 6 Mbps maka tidak akan digunakan sendiri tetapi dibagi dengan 5 user (sharing bandwidth system). Tabel 4.5 Perhitungan Jumlah Sel No Frek 21 211 212 213 214 215 1 25 97 127 165 214 278 362 2 38 7 91 119 154 2 26 3 5 49 63 82 17 139 181 4 58 49 63 82 17 139 181 31

4.1.2 Coverage sel Perhitungan Coverage sel akan menentukan radius setiap sel yang akan dibangun untuk setiap daerah layanan. Berikut adalah hasil perhitungan dari beberapa parameter yang akan menentukan radius sel untuk tiap frekuensi yang akan dianalisa : 4.1.2.1 Maximum Allowable Path Loss (MAPL) Perhitungan MAPL (Maximum Allowable Path Loss) digunakan sebagai dasar loss maksimum yang dizinkan dalam perencanaan suatu coverage sel. Parameter ini dihitung menggunakan persamaan : Lp max = EIRP S _ BTS + Gb Lcable FM... (4.4) dimana ; Lp max : Loss maksimum yang diperbolehkan EIRP : EIRP S _ BTS : RSL Lcable FM : Cable Loss : Fading Margin EIRP (Equivalent Isotropic Radiated Power) EIRP merupakan besaran yang menyatakan kekuatan daya pancar suatu antena di bumi, dapat dihitung dengan rumus : EIRP = P + G Lbody (4.5) dimana ; P : Daya Pancar G : Gain Antena Lbody : Body Loss 32

Pada perhitungan kali ini, parameter yang digunakan yaitu menggunakan asumsi : Daya Pancar, P =26 Gain Antena, Body Loss, Lbody =2 G =18 Maka perhitungan EIRP adalah : EIRP = P + G Lbody = 26 + 18-2 = 42 dbm RSL (Receive Signal Level) RSL adalah kemampuan penerima menerima daya minimum.semakin kecil nilai RSL maka akan semakin baik sensitifitas penerima.nilai RSL dapat dihitung dengan persamaan : RSL =( Eb /No) + (NF -24 )+ (1 log x Laju Bit)... (4.6) dimana : RSL Eb No NF : Receive Signal Level : Energi per bit : Rapat daya noise : Noise figure dengan Eb/No untuk BER 1-6 dengan modulasi 16-QAM adalah 14 db, Maka dari persamaan 3.6 nilai RSL untuk frekuensi 2.5 GHz adalah : RSL =( Eb /No) + (NF -24 )+ (1 log x Laju Bit) =14 + (5-24) + 1 log (6.3 Mbps) = -185 dbw + 67.99 db = -117.65 dbw = -87 dbm Dengan cara yang sama didapatkan nilai RSL untuk masing-masing frekuensi sebagai berikut : 33

Tabel 4.6 Perhitungan RSL Frekuensi Data rate RSL (dbw) RSL (dbm) 2.5 GHz 6352941-117 -86.9725 3.8 GHz 8823529-116 -85.54358 5 GHz 1275882-114 -83.95995 5.8 GHz 1275882-114 -83.95995 Dari nilai EIRP dan RSL, maka MAPL dapat ditentukan menggunakan rumus pada persamaan 4.4 : Fading margin yang digunakan dalam standar adalah 1 db Lp max = EIRP S _ BTS + Gb Lcable FM = 42 (-86.9725) +17-5-1 = 13,97dB Dan hasil perhitungan Lp max di masing-masing frekuensi adalah : Tabel 4.7 Perhitungan Lp max No Frekuensi Lp Max (dbm) 1 2.5 GHz 13.97 2 3.8 GHz 129.54 3 5 GHz 127.96 4 5.8 GHz 127.96 4.1.2.2 Perhitungan Redaman Ruang Bebas (Free Space Loss) Pada perhitungan untuk menetukan radius sel maka dicari nilai Free space loss (Fsl) yaitu loss yang terjadi pada ruang bebas antara dua buah antena radio isotropis (pemancar dan penerima). Free space loss kali ini dihitung dengan menggunakan nilai frekuensi yang berbeda pada jarak yang sama yaitu pada jarak d = 1 meter. Free spaceloss ( Fsl) = 32,5 + 2log ( d ) + 2log ( f ).(4.7) dimana : Fsl = Free Space loss do=jarak antara antenna pengirim dan penerima 34

f= frekuensi sinyal Tabel 4.8 Free Space Loss tiap frekuensi No Frekuensi Fsl(db) 1 2.5 GHz 8.4588 2 3.8 GHz 84.9567 3 5 GHz 86.4794 4 5.8 GHz 87.76856 4.1.2.3 Radius dan Luas Sel Penentuan Radius Sel Pada Tugas Akhir Kali ini menggunakan model propagasi SUI (Stanford University Interim) [5]. Persamaan yang digunakan untuk model propagasi SUI yaitu : L = Fsl ( d d ) + 1γ log1 ( ) + PL PL s d f + h +...(4.8) Pada perhitungan kali ini, parameter yang digunakan yaitu menggunakan asumsi : Tinggi BTS, h b =4m. Tinggi Receiver (), h = 5m, Parameter lain yang akan digunakan pada perhitungan kali ini yaitu nilai a, b, c yang akan digunakan untuk menghitung besar nilai γ : γ = a bh + c /...(4.9) b h b Tabel 4.9 Model Parameter γ Model parameter Terrain Type A Terrain Type B Terrain Type C A 4.6 4 3.6 B (m^-1).75.65.5 C (m) 12.6 17.1 2 hb 4 4 4 y 4.615 4.168 3.9 Karena Jakarta merupakan daerah yang padat dan termasuk dalam kategori daerah urban, maka kategori yang cocok untuk daerah tersebut adalah kategori daerah A (Terrain Type A). 35

Faktor koreksi frekuensi PL f = 6log f / 2.(4.1) No Tabel 4.1 Hasil perhitungan Frekuensi PL f 1 2.5 GHz.5814678 2 3.8 GHz 1.67252166 3 5 GHz 2.3876452 4 5.8 GHz 2.774387987 Faktor koreksi antena penerima Karena jakarta merupakan daerah kategori type A, maka PL h = 1.8log( h / 2), dengan h = 5 m = 1.8log(5/ 2) = - 4,2977 Perhitungan radius sel : L = Fsl ( d d ) + 1γ log1( ) + PL f + PL d h 1γ log ( d ) = L Fsl ( d ) PL f PLh 1 d log ( d ) = 1 d L Fsl( d ) PL f PL h 1γ d = L Fsl( d ) PL f PL h 1 γ 1 d.(4.11) berdasarkan rumus SUI model pada persamaan 4.11 diatas, maka akan didapatkan nilai radius sel sebagai berikut : 36

Tabel 4.11 Radius Sel pada tiap frekuensi No Frekuensi PLh d(km) PL f 1 2.5 GHz.5814678-4.2977 1.49633 2 3.8 GHz 1.67252166-4.2977 1.1726 3 5 GHz 2.3876452-4.2977.871384 4 5.8 GHz 2.774387987-4.2977.81475 Setelah mendapatkan radius sel dari masing-masing frekuensi, maka langkah akhir adalah menentukan luas sel dari masing-masing frekuensi tersebut. Untuk menghitung Luas sel maka harus mengasumsikan bentuk sel. Pada tugas akhir kali ini,bentuk sel yang digunakan yaitu Hexagonal, dengan persamaan : Luas Sel = 2 2,598( d ) (4.12) Tabel 4.12 Tabel Luas Sel No Frekuensi Luas Sel(km) 1 2.5 GHz 5.81693112 2 3.8 GHz 3.147597172 3 5 GHz 1.972687576 4 5.8 GHz 1.668856932 Dari hasil perhitungan Luas Sel, maka dapat diketahui jumlah sel yang dibutuhkan: Σ Sel = Luas Daerah Layanan Luas Sel ( km 2 ( km )....(4.13) ) 2 37

Berdasarkan parameter-parameter yang ditentukan dalam penentuan frekuensi optimal yang akan diimplementasikan pada daerah layanan maka parameter tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai bahan perbandingan dalam penentuan frekuensi. 4.2 Analisa Kapasitas Sel Peran dari kapasitas sel digunakan sebagai salah satu parameter dalam penentuan frekuensi. Karena masing- masing frekuensi memiliki bandwidth channel yang berbeda maka penentuan jumlah sel berdasarkan kapasitas akan berbeda pada setiap frekuensi. Berikut adalah kapasitas sel pada tiap frekuensinya: 14. 12. 1. 8. 6. 4. 2.. Kapasitas Sektor (Mbps) 5 MHz 7 MHz 1 MHz 1 MHz Kapasitas Sektor (Mbps) Gambar 4.1 Hasil kapasitas sektor tiap frekuensi Gambar diatas menyatakan bahwa dengan bandwidth channel yang berbeda maka data rate pun akan berbeda dan terlihat semakin besar frekuensi dengan bandwidth channel yang besar pula maka akan semakin besar kapasitas tiap sektor yang dihasilkan. Dan untuk mengetahui jumlah sel yang akan dibangun sehingga dapat memenuhi asumsi jumlah pelanggan, dapat ditentukan dan diketahui dari kebutuhan data rate pelanggan dan hasil kapasitas sektor pada tiap frekuensinya. Dapat ditunjukkan sebagai berikut : 38

Jumlah Sel 4 35 3 25 2 15 1 5 Estimasi Jumlah Sel 362 278 26 214 2 181 181 165 154 127 139 139 119 97 17 17 91 7 82 82 49 49 63 63 21 211 212 213 214 215 2.5 GHz 3.8 GHz 5 GHz 5.8 GHz Gambar 4.2 Jumlah Sel Terlihat bahwa semakin besar frekuensi yang berarti semakin besar bandwidth channel maka jumlah sel akan semakin sedikit dan sebaliknya semakin kecil bandwidth channel maka akan semakin banyak jumlah sel yang akan dibangun untuk menangani pelanggan dalam suatu wilayah layanan. Berdasarkan analisa ini frekuensi yang baik yang digunakan adalah frekuensi 5 atau 5.8 GHz hal ini karena jumlah sel yang dibutuhkan paling sedikit sehingga akan menjadi sangat efisien. 4.3 Analisa Coverage sel 4.3.1 Redaman Ruang Bebas (FSL) Pada kondisi perhitungan radius yang perlu diperhatikan pertama kali adalah pada kondisi free space loss (FSL), yaitu kondisi dimana antara pengirim dan penerima tidak ada penghalang termasuk pada freznel zone. Berikut adalah grafik perbandingan antara frekuensi terhadap free space loss (FSL) berdasarkan rumus Free Spece Loss pada persamaan 3.6 sebagai berikut : 39

9. 88. 86. 84. 82. 8. 78. 76. Free Space Loss (db) 2.5 GHz 3.8 GHz 5 GHz 5.8 GHz Free Space Loss (db) Gambar 4.3 Perbandingan Frekuensi pada kondisi FSL Dari Gambar 4.3 diatas terlihat bahwa FSL ternyata berbanding lurus dengan frekuensi dimana semakin tinggi frekuensi maka loss yang terjadi akan semakin tinggi pula dan sebaliknya loss akan semakin kecil pada saat frekuensi rendah dan frekuensi 2.5 GHz yang memiliki nilai FSL terendah. 4.3.2 SUI Propagation Model Pada SUI propagatin model, nilai yang mempengaruhi path loss yaitu Free Space Loss (FSL) pada jarak d frekuensi dan tinggi. Dengan parameter tersebut maka dapat ditentukan radius sel berdasarkan MAPL (Maximum Allowable Path Loss) yang telah ditentukan. Sedangkan nilai MAPL ditentukan berdasarkan nilai RSL (Receive Signal Level), dimana nilai RSL tergantung dari kapasitas sel/bit rate nya. Berdasarkan Gambar 4.4 semakin besar frekuensi yang digunakan maka nilai RSL (Receive Signal Level) semakin kecil dan sebaliknya dimana frekuensi 5 GHz dan 5.8 GHz memiliki nilai RSL paling kecil yang berarti pada frekuensi ini memiliki sensitifitas penerima yang paling baik. 4

-82-83 Receive Signal Level (dbm) 2.5 GHz 3.8 GHz 5 GHz 5.8 GHz -84-85 -86-85.54357662-83.9599517-83.9599517-87 -86.9725166-88 Receive Signal Level (dbm) Gambar 4.4 Perbandingan Frekuensi terhadap RSL Sehingga nilai MAPL terhadap frekuensi juga akan memiliki kondisi sama yaitu berbanding terbalik dengan nilai frekuensi seperti terlihat berikut : 132 131 13 129 128 127 126 Maximum Allowable Path Loss(dBm) 13.97 129.54 127.95 127.95 2.5 GHz 3.8 GHz 5 GHz 5.8 GHz Maximum Allowable Path Loss(dBm) Gambar 4.5 Perbandingan Frekuensi terhadap MAPL Dari grafik dapat dilihat juga bahwa nilai MAPL berbanding terbalik dengan frekuensi dimana semakin tinggi frekuensi maka semakin rendah nilai MAPL nya. Dimana pada frekuensi 5 GHz dan 5.GHz memiliki nilai MAPL terendah yaitu 127.95 dbm. 41

Dan salah satu nilai lagi yang sangat mempengaruhi terhadap perhitungan radius sel adalah nilai PL f karena nilai PL f berbeda pada tiap frekuensi yang digunakan dalam penentuan radius sel tersebut. Berikut adalah nilai PL f pada setiap frekuensinya. 3 Faktor Koreksi Frekuensi 2.5 2 1.5 1.67252166 2.3876452 2.774387987 1.5.5814678 2.5 GHz 3.8 GHz 5 GHz 5.8 GHz Faktor Koreksi Frekuensi Gambar 4.6 Perbandingan frekuensi terhadap PL f Dari grafik tersebut menyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi pula nilai PL f, pengaruh dari PL f pada penentuan radius sel yaitu semakin kecil nilai PL f maka path loss akan semakin kecil pula dengan begitu radius sel akan menjadi semakin jauh. 4.3.3 Jumlah Sel berdasarkan Coverage Radius sel dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa parameter yaitu MAPL, FSL serta faktor koreksi frekuensi ( PL f 42 ), dengan parameter tersebut kita dapat menentukan besarnya radius sel untuk tiap-tiap frekuensi, berdasarkan persamaan 4.12 dapat ditentukan luas sel untuk tiap frekuensi, berikut adalah grafik yang menampilkan perbandingan antara radius sel (jarak) untuk tiap frekuensi :

1.5 Radius Sel (Km) 1. 1.496.5 1.11.871.81. 2.5 GHz 3.8 GHz 5 GHz 5.8 GHz Radius Sel (Km) Gambar 4.7 Perbandingan Frekuensi terhadap Radius Sel Dapat dilihat bahwa frekuensi akan sangat berpengaruh terhadap besarnya jarak (radius) sel, dimana dapat dilihat bahwa frekuensi berbanding terbalik terhadap jarak (radius) sel atau dengan kata lain dinyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi yang digunakan maka radius sel akan semakin kecil. Sedangkan dengan berdasarkan data luas jakarta, maka jumlah sel yang akan dibangun berdasarkan luas tersebut adalah : 5 4 Jumlah Sel(km) 335 396 3 2 1 114 21 2.5 GHz 3.8 GHz 5 GHz 5.8 GHz Jumlah Sel(km) Gambar 4.8 Perbandingan Frekuensi terhadap Jumlah Sel 43

Dari grafik diatas menyatakan bahwa frekuensi berbanding lurus dengan jumlah sel yang akan dibangun atau dengan kata lain bahwa semakin tinggi frekuensi maka jumlah sel yang akan dibangun akan semakin banyak pula. Hal ini berhubungan erat dengan jarak seperti yang telah dinyatakan diatas yang dapat dilihat pada Gambar 4.7 yang menyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi maka semakin kecil jarak untuk setiap sel, hal tersebut menyebabkan semakin banyaknya jumlah sel. Dan frekuensi 5.8 GHz memiliki jumlah sel terbanyak. 4.4 Analisa Ketersediaan Band Frekuensi Berdasarkan alokasi band frekuensi yang telah dialokasikan oleh Ditjen Postel, maka dapat dianalisa ketersediaan band frekuensi untuk tiap kandidat frekuensi yang digunakan pada Tugas Akhir ini : Frekuensi 2.5 GHz Pada frekuensi ini, sistem yang beroperasi yaitu Broadband Wireless Access (BWA) yaitu menduduki frekuensi 25-252 MHz dan 267-269 MHz, sehingga masih banyak band yang dapat digunakan untuk aplikasi system WiMAX Frekuensi 3.8 GHz Pada frekuensi ini, sistem yang beroperasi yaitu satellite Palapa B4 dan Telkom 1 yaitu menduduki frekuensi 372-418 MHz (downlink), selain itu frekuensi C- Band dan Ext C-band yang digunakan oleh Palapa C2 juga menduduki frekuensi diatas. Dengan begitu, maka frekuensi ini tidak dapat digunakan karena telah penuh digunakan oleh sistem lain. Frekuensi 5 GHz Pada frekuensi ini, belum ada sistem yang beroperasi baik Broadband Wireless Access (BWA) maupun satellite, sehingga masih banyak band yang dapat digunakan untuk aplikasi sistem WiMAX Frekuensi 5.8 GHz Pada frekuensi ini, sistem yang beroperasi yaitu Broadband Wireless Access (BWA) yaitu menduduki frekuensi 5725-5825 MHz, selain itu juga frekuensi ini, merupakan unlicensed band yang digunakan untuk ISM (Industrial, Science, 44

Medical). Sehingga untuk aplikasi ini system WiMAX masih harus berbagi dengan system tersebut diatas, tetapi system WiMAX masih dapat menggunakan frekuensi 5.8 GHz karena masih ada beberapa band yang masih tersedia. 4.5 Penentuan Frekuensi Parameter-parameter yang telah ditentukan diatas tersebut akan dibandingkan sehingga akan ditemukan frekuensi yang optimal yang akan diimplementasikan pada daerah Jakarta. Maka dapat dilakukan perbandingan diantara parameter yang telah ditentukan. Dan berdasarkan analisa coverage dan kapasitas, terlihat bahwa jumlah sel berbeda untuk setiap frekuensi, sehingga dapat dilihat perbandingan untuk tiap perbedaaan tersebut pada grafik berikut : 45 4 35 3 25 2 15 1 5 2.5 GHz 3.8 GHz 5 GHz 5.8 GHz Coverage Sel Kapasitas Sel Gambar 4.9 Perbedaan Jumlah Sel Dengan membandingkan antara jumlah sel yang dibutuhkan berdasarkan analisa coverage dengan analisa kapasitas dapat diprediksi tipe frekuensi mana yang optimal dan layak untuk digunakan pada kota Jakarta yaitu dengan menggunakan skenario yaitu membandingkan selisih antara jumlah sel yang dibutuhkan berdasarkan coverage dengan jumlah sel yang dibutuhkan jika menggunakan analisa kapasitas, setelah ditemukan maka frekuensi tersebut dilihat kelayakannya, berikut adalah analisa untuk tiap frekuensi : 45

Frekuensi 2.5 GHz Sesuai dengan Gambar 4.1 diatas yaitu perbandingan jumlah sel antara analisa coverage dan kapasitas dapat dilihat selisih perbedaan kapasitas antara keduanya yaitu sebesar 248 sel dimana pada analisa coverage dibutuhkan jumlah sel sebanyak 114 buah untuk mengcover luas wilayah Jakarta sedangkan jumlah sel yang dibutuhkan untuk menangani offered trafik dibutuhkan sebanyak 362 sel. Dengan begitu pada frekuensi ini jumlah sel yang dibutuhkan pada analisa coverage lebih kecil bila dibandingkan pada analisa kapasitas, karena jumlah sel yang akan digunakan untuk mengcover daerah Jakarta tidak dapat menangani offered trafik yang ada, maka frekuensi 2.5 GHz belum optimal sehingga tidak layak untuk digunakan di Jakarta. Frekuensi 3.8 GHz Pada frekuensi ini selisih perbedaan jumlah sel antara analisa coverage dan kapasitas sel yaitu sebesar 5 sel dimana pada analisa coverage dibutuhkan jumlah sel sebanyak 21 buah untuk mengcover luas wilayah Jakarta sedangkan jumlah sel yang dibutuhkan untuk menangani offered trafik dibutuhkan sebanyak 26 sel, pada frekuensi ini jumlah sel yang dibutuhkan pada analisa coverage lebih kecil bila dibandingkan pada analisa kapasitas, karena jumlah sel yang akan digunakan untuk mengcover daerah Jakarta tidak dapat menangani offered trafik yang ada, maka frekuensi ini tidak layak digunakan di area Jakarta. Frekuensi 5 GHz dan 5.8 GHz Pada kedua frekuensi ini selisih perbedaan jumlah sel antara analisa coverage dan kapasitas sel yaitu sebesar 154 sel dan 216 sel dimana pada analisa coverage dibutuhkan jumlah sel sebanyak 335 buah dan 396 buah untuk mengcover luas wilayah Jakarta sedangkan jumlah sel yang dibutuhkan untuk menangani offered trafik dibutuhkan sebanyak 181 sel untuk frekuensi 5 GHz dan 5.8 GHz,pada frekuensi ini jumlah sel yang 46

butuhkan pada analisa coverage lebih besar bila dibandingkan pada analisa kapasitas, karena jumlah sel yang akan digunakan untuk mengcover daerah Jakarta dapat menangani offered trafik yang ada, maka frekuensi ini layak digunakan di area Jakarta. Dan jika memperhatikan ketersediaan band frekuensi pada frekuensi tersebut maka frekuensi tersebut dapat digunakan. Gambar 4.1 Perbandingan Jumlah Sel 47