BAB II KERANGKA TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di

FICHA RIDHOANOVA I

BAB VIII SIKAP PEMILIH PEMULA DI PEDESAAN TERHADAP PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

KOMISI PEMILIHAN UMUM,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

ANALISIS ISI PROGRAM TELEVISI LOKAL BERJARINGAN DI BANDUNG (STUDI PADA PROGRAM KOMPAS TV, TVRI, DAN IMTV)

BAB I PENDAHULUAN. juga mampu membentuk opini publik melalui tayangan yang disajikannya, seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan umat

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. adanya berbagai media (channel) yang berguna dalam menyampaikan pesan.

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 12/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

VARIASI GAYA BAHASA SLOGAN DALAM ATRIBUT CALEG PEMILU 2009 DI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II URAIAN TEORITIS. manusia, salah satunya adalah komunikasi massa. Konsep komunikasi massa itu

BAB I PENDAHULUAN. Para pemirsa televisi boleh saja membenci iklan, karena menganggap iklan

Proses dan efek Media

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB II URAIAN TEORITIS

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. memahami kedudukannya serta peranannya dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi yang kian canggih,

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT. NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era persaingan baik secara nasional maupun

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN IKLAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

S A L I N A N. Lampiran : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 03/Kpts/KPU-Kab/ /2012 Tanggal : 7 Mei 2012

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINAI NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu

BAB I PENDAHULUAN. Radio merupakan salah satu media informasi sebagai unsur dari proses

BAB I PENDAHULUAN. satunya dengan kegiatan iklan. Iklan bertujuan untuk mengenalkan pada

BAB I PENDAHULUAN. konsumen makin kritis dalam memilih produk. Agar dapat unggul dalam

I. PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

Sifat Media Penyiaran

PERSEPSI MAHASIWA TERHADAP IKLAN LUX VERSI BANDAR UDARA ATIQAH HASIHOLAN. Ayu Maiza Faradiba. Universitas Paramadina

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Dengan. berkomunikasi, manusia dapat berhubungan dengan sesamanya.

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan

1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Effendy (2003: 254), dalam teori Stimulus-Organism-Responses (S-

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. Strategi pemasaran yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi lain, yaitu Gerbner. Menurut Gerbner (1967) Mass communication is

BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN TINGKAT KETERDEDAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat sekarang ini. Hampir di setiap daerah di Indonesia televisi

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari

Hubungan Terpaan Informasi Politik Partai NasDem di Televisi dan Komunikasi di dalam Kelompok Referensi Terhadap Preferensi Memilih Partai NasDem

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dan selalu diwarnai nilai-nilai yang

Saya lebih takut menghadapi tiga surat kabar daripada seribu ujung bayonet. (Napoleon)

BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tersebut menurun drastis menjadi hanya 18% waktu mereka berusia 16

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjawab pertanyaan berikut: Who Say What In Which Channel To Whom With

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 3TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan inti dari kehidupan. Dalam hidup, apa saja yang kita

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya perekonomian. Keadaan inilah yang mendorong perusahaanperusahaan

CHECKLIST PENGAWASAN KAMPANYE PEMILU KADA JAWABAN

INFORMASI PEMILU DI MEDIA SIARAN

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. jaman, masyarakat dituntut untuk mengetahui berbagai informasi yang beragam. Dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

KOMISI PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Darma, (2009: 91) mengatakan, bahasa politik adalah bahasa yang digunakan

Komunikasi Politik & Rekrutmen Politik. Pertemuan 11-12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah peristiwa komunikasi yang dilakukan melalui media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan film (Effendy, 1991). Severin dan Tankard (1979) sebagaimana dikutip Effendy (1991) menyatakan bahwa komunikasi massa adalah keterampilan, seni dan ilmu. Ia adalah keterampilan, meliputi teknik-teknik tertentu yang dapat dipelajari. Ia adalah seni, yaitu berupa tantangan kreatif seperti menulis naskah untuk televisi dan mengembangkan tata letak iklan. Ia adalah ilmu, meliputi prinsip-prinsip tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikembangkan dan dipergunakan untuk membuat beberapa hal menjadi lebih baik. Sementara itu Devito (1978) sebagaimana dikutip Effendy (1991) mendefinisikan komunikasi massa sebagai berikut, pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak dalam jumlah besar dan agak sukar untuk didefinisikan dan kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio dan visual. Komunikasi massa akan lebih mudah didefinisikan menurut bentuknya, yaitu televisi, radio, surat kabar, dan majalah. Sebagaimana didefinisikan oleh para ahli di atas, maka Effendy (1991) merumuskan ciri-ciri komunikasi massa, sebagai berikut:

1. Komunikasi berlangsung satu arah Pesan yang disampaikan melalui media massa bersifat satu arah, sehingga komunikator tidak dapat mengetahui tanggapan, berupa umpan balik yang disampaikan oleh komunikan, secara langsung pada saat pesan disampaikan. 2. Komunikator pada komunikasi massa bersifat melembaga Media massa sebagai saluran komunikasi merupakan sebuah lembaga, yaitu berupa institusi atau organisasi. Sehingga komunikator yang ada pada media massa bersifat melembaga, yaitu aktivitasnya berada di bawah pengawasan lembaga terkait. 3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum Pesan adalah informasi yang akan disampaikan. Pesan yang bersifat umum, mengandung pengertian bahwa isi pesan tersebut menyangkut kepentingan umum dan disampaikan kepada khalayak secara umum. 4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan Keserempakkan diartikan sebagai kesamaan waktu. Bahwa khalayak menerima pesan yang disampaikan melalui media massa dalam waktu yang serempak atau relatif sama. 5. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen Komunikan merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju. Bersifat heterogen karena berbeda dalam hal jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, cita-cita dan sebagainya.

2.1.2 Televisi sebagai Media Komunikasi Massa Schramm (1964) mengemukakan tiga fungsi media massa dalam rangka perubahan sosial dan pembangunan nasional, yaitu: 1. Menyampaikan informasi tentang pembangunan nasional kepada masyarakat Perhatian masyarakat difokuskan pada kebutuhan terhadap perubahan dan cara melakukan perubahan. 2. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam proses pengambilan keputusan Dengan memperluas cakupan dialog, sehingga mampu melibatkan lebih banyak pihak yang menginginkan perubahan. Pemuka masyarakat diberi kesempatan untuk memimpin dan mendengarkan pendapat masyarakat. Pesanpesan yang menuntut adanya perubahan disampaikan dengan jelas, sehingga arus informasi berjalan lancar. 3. Mendidik tenaga kerja yang dibutuhkan Media massa dapat digunakan sebagai sarana pendidikan dengan menayangkan program acara yang mendidik. Orang dewasa diberi pelajaran membaca, petani diberikan pendidikan pertanian modern dan masyarakat diberi pengetahuan mengenai cara hidup yang sehat. MacBride sebagaimana dikutip Rakhmat (2000) menuliskan empat fungsi media, yaitu fungsi menyampaikan informasi (to inform), fungsi mendidik (to educate), fungsi menghibur (to entertain) dan fungsi mempengaruhi khalayak (to influence). Secara umum, media dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu media lini bawah dan media lini atas (Widyatama, 2005). Media lini bawah memiliki karakteristik sebagai berikut, pertama, jumlah khalayak dan wilayah cakupan

yang dapat dijangkau terbatas. Kedua, media ini mampu menjangkau khalayak yang juga mengakses media yang termasuk ke dalam golongan media lini atas. Ketiga, media ini tidak mampu menjangkau khalayak secara serempak. Contoh dari media lini bawah adalah poster, leaflet, pamflet, brosur, spanduk dan baliho. Media lini atas memiliki karakterisik sebagai berikut, pertama, informasi yang disampaikan bersifat serempak, maksudnya suatu informasi yang sama diterima oleh khalayak luas pada waktu yang relatif sama. Kedua, khalayak bersifat anonim, maksudnya komunikator tidak mengenal khalayak secara personal. Ketiga, media ini memiliki kemampuan dalam menjangkau khalayak yang berada dalam wilayah yang luas. Contoh dari media lini atas adalah surat kabar, majalah, film, radio dan televisi. Televisi berasal dari kata tele yang berarti jauh dan vision yang berarti penglihatan. Segi jauh televisi, mentransmisikan suara dengan menggunakan prinsip pemancar radio, sedangkan segi penglihatan diwujudkan dengan prinsip kamera berupa gambar. Media televisi merupakan media yang bersifat transitory (meneruskan), sehingga pesan-pesan yang diteruskan melalui televisi bukan hanya untuk didengar, tetapi juga untuk dilihat gambarnya (Wahyudi sebagaimana dikutip Kuswandi, 1996). Sebagaimana halnya dengan media massa lain, televisi juga memiliki fungsi tertentu. Effendy (1991) menyebutkan tiga fungsi utama televisi, yaitu fungsi penerangan, fungsi pendidikan dan fungsi hiburan. 1. Fungsi Penerangan Televisi dianggap sebagai media yang mampu menyiarkan informasi dengan sangat memuaskan. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yaang terdapat pada

media massa audio visual tersebut, yaitu immediacy dan realism. Immediacy mengandung pengertian langsung dan dekat. Peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar oleh para pemirsa pada saat peristiwa tersebut berlangsung. Sedangkan realism mengandung makna kenyataan. Maksudnya, stasiun televisi menyiarkan informasi yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnnya. 2. Fungsi Pendidikan Sebagai media komunikasi massa, televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan siaran pendidikan kepada khalayak dalam jumlah banyak secara simultan. Sesuai dengan makna pendidikan yaitu meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat, televisi menyiarkan acara-acara tertentu secara teratur. Selain acara yang secara eksplisit mengandung unsur pendidikan, televisi juga menayangkan acara yang mengandung unsur pendidikan secara implisit. Acara tersebut dapat berupa film, ceramah, maupun iklan layanan masyarakat. 3. Fungsi Hiburan Fungsi televisi sebagai media hiburan dominan terjadi di negara yang bersifat agraris. Hal ini dapat dipahami karena televisi mampu menyajikan gambar dan suara secara bersamaan, sehingga bisa dinikmati oleh segala kalangan. Televisi adalah subsistem dari sistem tata negara dan pemerintahan tempat stasiun televisi beroperasi. Dengan demikian sifat penerangan, pendidikan dan hiburan dari suatu stasiun televisi tergantung pada peraturan yang ditetapkan oleh negara yang bersangkutan. Televisi juga merupakan alat budaya dari tatanan industri yang telah ada dan terutama berfungsi mempertahankan, memantapkan

dan memperkuat dibandingakn mengubah, mengancam atau memperlemah keyakinan dan perilaku (Gross, 1977 sebagaimana dikutip McQuail, 1987). Berdasarkan pemaparan beberapa ahli mengenai fungsi televisi sebagaimana disebutkan diatas, maka fungsi televisi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai media yang digunakan oleh komunikator dalam rangka menyampaikan informasi kepada khalayak, memberikan pengetahuan sekaligus hiburan dan berupaya untuk mempengaruhi khalayak. Gerbner dan Gross (1976) sebagaimana dikutip McQuail (1987) menyatakan bahwa media memiliki peranan penting dalam proses pembentukan masyarakat. Televisi, secara khusus, dianggap mampu memberikan pengaruh yang kuat terhadap khalayaknya. Hal ini disebabkan oleh karakter pesan di televisi yang disajikan secara sistematik dan konsisten sepanjang waktu. Dengan demikian jumlah khalayak yang menyaksikan televisi akan sebanding dengan jumlah pesan yang dapat diterima melalui media televisi. Effendy (1991) menyatakan bahwa sebagai salah satu jenis dari media komunikasi massa, televisi memiliki perbedaan dari media lain. Televisi memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh media massa lain seperti surat kabar, majalah dan radio. Keunggulan tersebut diantaranya: 1. Keunggulan Karakteristik Televisi mampu menyampaikan pesan audio dan visual, berupa suara dan gambar dalam waktu yang bersamaan. Penggunaan televisi melibatkan dua indra secara bersamaan, sehingga komunikan dapat mengolah pesan yang diterima dengan lebih cepat.

2. Menjangkau Khalayak Luas Televisi merupakan media yang hampir dimiliki oleh semua orang. Pesan yang disampaikan melalui televisi dapat diterima oleh khalayak karena kemampuan televisi dalam menjangkau khalayak, mulai dari wilayah perkotaan hingga ke wilayah pedesaan. Fahmi (1997) menambahkan keunggulan lain dari televisi, yaitu kemampuan dalam mengantarkan informasi secara langsung. Sejalan dengan ciri-ciri komunikasi massa, kemampuan televisi tersebut dapat menimbulkan pengetahuan dan mempengaruhi perasaan khalayak. Perin sebagaimana dikutip Waldopo (1999) juga menyebutkan kelebihan lain dari televisi, yaitu sebagai media utama yang digunakan oleh khalayak (a prime source of news). Kemampuan dan kelebihan ini menjadikan televisi sebagai salah satu media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi, berkaitan dengan kepentingan pembangunan bangsa. Termasuk upaya meningkatkan partisipasi politik warga masyarakat dalam Pemilu. Proses penyebaran informasi dengan mengunakan media televisi ini menjadi lebih efektif karena kemampuan televisi dalam menyampaikan informasi dalam bentuk audio dan visual kepada khalayak luas, sehingga dapat menjangkau khalayak yang heterogen dalam jumlah besar dan jangkauan wilayah yang luas secara bersamaan. 2.1.3 Iklan sebagai Produk Televisi Otto Klepper (1986) sebagaimana dikutip Widyatama (2005) mendefinisikan advertising yang berasal dari bahasa latin ad-vere, sebagai upaya memindahkan pikiran dan gagasan dari pihak satu ke pihak lain. Menurut ilmu komunikasi, definisi iklan ditekankan kepada proses penyampaian pesan dari

komunikator kepada komunikan. Menurut ilmu periklanan, definisi iklan ditekankan kepada aspek penyampaian pesan yang kreatif, persuasif dan disampaikan melalui media khusus. Sedangkan menurut ilmu psikologi, definisi iklan lebih menekankan kepada aspek persuasi pesan. Dalam penelitian ini, definisi iklan yang akan digunakan adalah menekankan iklan sebagai suatu proses penyampaian pesan yang bersifat persuasif dengan menggunakan televisi sebagai media. Masyarakat Periklanan Indonesia sebagaimana dikutip Widyatama (2005) mendefinisikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang produk atau jasa yang disampaikan melalui suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sementara periklanan didefinisikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyampaian iklan. Dengan demikian, dapat dituliskan prinsip iklan sebagai berikut: 1. Ada pesan tertentu Pesan yang disampaikan bisa dalam bentuk audio, visual maupun audio visual. Pesan tersebut diterima melalui panca indra, sehingga didapatkan perpaduan antara pesan verbal dan pesan non-verbal. 2. Dilakukan oleh komunikator Komunikator adalah sumber atau penyampai pesan. Komunikator bisa merupakan perseorangan, sekelompok masyarakat, lembaga atau organisasi bahkan negara.

3. Dilakukan dengan cara non-personal Maksud non-personal adalah pesan disampaikan tidak dalam bentuk tatap muka secara langsung, melainkan memerlukan media sebagai perantara. 4. Disampaikan untuk khalayak tertentu Khalayak penerima pesan atau komunikan memiliki sifat yang khusus. Pesan iklan bukan disampaikan untuk semua orang, melainkan kepada sekelompok target sarsaran. Pemilihan terget sasaran didasarkan pada keyakinan bahwa setiap khalayak memiliki kesukaan, kebutuhan, keinginan, karakteristik dan keyakinan yang khusus, sehingga pembuatan pesan harus dirancang agar sesuai dengan target sasaran. 5. Penyampaian pesan mengharapkan dampak tertentu Penyampaian pesan harus dilakukan dengan cara sebaik mungkin agar iklan menjadi efektif. Efektif mengandung pengertian bahwa iklan tersebut harus mampu menggerakkan khalayak agar mau mengikuti pesan yang terkandung dalam iklan. Pesan yang dibuat oleh pengiklan memiliki tujuan agar menimbulkan dampak pada khalayak. Dampak tersebut dapat berupa dampak ekonomis atau dampak sosial. Pengaruh ekonomis adalah dampak yang diharapkan demi mendapat keuntungan ekonomi. Sedangkan dampak sosial adalah keuntungan non-ekonomis, yaitu terbangunnya citra baik berupa penerimaan sosial oleh masyarakat. Trisnanto (2007) menyebutkan bahwa iklan yang efektif harus memiliki tujuan yang jelas, diarahkan pada sasaran yang tepat, diposisikan dengan unik, menggunakan media yang tepat dan mengemas pesan dengan kreatif. Pada dasarnya sebuah pesan akan disebut efektif jika terbentuk kesamaan makna antara pesan yang disampaikan oleh komunikator dan pesan yang diterima oleh

komunikan. Dengan demikian sesuai dengan prinsip periklanan, harus terdapat pesan yang jelas untuk disampaikan kepada khalayak tertentu, menggunakan media sebagai perantara dan mampu menghasilkan dampak sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator. Schramm (1964) menyatakan bahwa media massa juga berfungsi sebagai media propaganda. Bahwa media massa, dalam hal ini televisi dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang efektif untuk menyampaikan pesan, berupa hasil produksi dan memperoleh keuntungan. Dengan kata lain televisi dapat digunakan sebagai sarana promosi barang dan jasa, dalam bentuk iklan. Penelitian ini akan membahas tentang iklan layanan masyarakat yang mengandung pesan ajakan. Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan adalah televisi, dengan menayangkan iklan layanan masyarakat. 2.1.4 Keterdedahan terhadap Iklan Layanan Masyarakat Bittner (1986) sebagaimana dikutip Widyatama (2005) melakukan pembagian terhadap iklan. Secara umum iklan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu iklan standar dan iklan layanan masyarakat. Iklan standar adalah iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan memperkenalkan barang, jasa dan pelayanan untuk konsumen melalui media periklanan. Tujuan periklanan standar adalah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, karena itulah iklan standar ini juga biasa disebut sebagai iklan komersil. Sementara iklan layanan masyarakat adalah iklan yang bersifat non-profit. Iklan jenis ini tidak bertujuan untuk mencari keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan sosial. Keuntungan sosial yang diharapkan dari penyampaian pesan dengan menggunakan jenis iklan ini adalah didapatkannya

citra baik di tengah masyarakat. Terlihat bahwa yang membedakan antara iklan standar dan iklan layanan masyarakat adalah keuntungan yang diharapkan. Iklan layanan masyarakat juga bertujuan untuk memberi informasi, penerangan dan pendidikan kepada masyarakat dengan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dan bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan. Materi pesan yang disampaikan dalam iklan layanan masyarakat adalah berupa informasi publik. Bovee (1986) sebagaimana dikutip Widyatama (2005) mendefinisikan iklan layanan masyarakat sebagai iklan yang digunakan untuk menyampaikan informasi, persuasi dan mendidik khalayak. Iklan persuasi menitikberatkan pada upaya mempengaruhi khalayak untuk melakukan sesuatu, sebagaimana yang diinginkan oleh komunikator. Iklan layanan masyarakat untuk mengikuti pemilu dapat dikategorikan sebagai iklan persuasi. Informasi persuasif diartikan sebagai suatu informasi yang diharapkan mampu mengubah sikap seseorang. Hal ini berhubungan erat dengan usaha persuasi, yaitu usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau perilaku seseorang melalui transmisi (Nimmo, 1999). Menurut William Mc Guire sebagaimana dikutip Nimmo (1999) agar kegiatan persuasi terhadap seseorang dapat dilakukan maka harus melalui enam tahap proses informasi, yaitu (1) pesan bersifat persuasif, (2) individu memberi perhatian terhadap pesan, (3) individu memahami pesan iklan, (4) individu menerima pesan, (5) individu tetap pada opini yang dibentuknya dan (6) individu bertindak lebih lanjut berdasarkan pandangan tersebut.

Pembagian terhadap iklan juga dilakukan oleh Liliweri (1992). Ia membedakan iklan ke dalam lima bentuk, yaitu iklan tanggung jawab sosial, iklan bantahan, iklan pembelaan, iklan perbaikan dan iklan keluarga (Widyatama, 2005). Iklan tanggung jawab sosial bertujuan untuk menyebarkan pesan yang bersifat informatif, penerangan dan pendidikan agar dapat membentuk sikap warga sehingga mereka mau bertanggung jawab terhadap masalah sosial dan kemasyarakatan tertentu. Iklan layanan masyarakat termasuk ke dalam kategori iklan tanggung jawab sosial. Termasuk juga iklan anjuran, yaitu iklan yang pesanpesannya secara tegas menganjurkan masyarakat untuk melakukan tidakan tertentu, contohnya seperti anjuran untuk mengikuti Pemilu. Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai iklan layanan masyarakat di atas, diperoleh kesimpulan bahwa keuntungan sosial yang merupakan tujuan dari iklan layanan masyarakat adalah berupa pertambahan pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap masalah yang diiklankan. Secara normatif, keuntungan sosial tersebut sangat penting bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, karena mereka akan dibangun dan diarahkan pada situasi yang lebih baik. Penyampaian iklan layanan masyarakat juga dapat menguntungkan pihak pengiklan itu sendiri. Selain medapat citra baik dari masyarakat, iklan layanan masyarakat tersebut juga mampu meringankan tugas pihak pengiklan. Penelitian ini difokuskan untuk membahas tentang iklan layanan masyarakat yang mengandung pesan berupa ajakan kepada masyarakat untuk memeriksa DPT ke kelurahan dan mengikuti Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang akan diselenggarakan pada tanggal 8 Juli mendatang. Dengan menonton iklan layanan

masyarakat tersebut, masyarakat diharapkan dapat memiliki kesadaran politik, sehingga ia mau ikut serta dalam kegiatan Pemilu, sehingga menjadikan tugas KPU sebagai pembuat iklan menjadi lebih ringan. Iklan layanan masyarakat untuk mengikuti pemilu dapat dikategorikan sebagai iklan politik. Bovee (1986) sebagaimana dikutip Widyatama (2005) mendefinisikan iklan politik sebagai iklan yang berisi pesan dan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan politik. Misalnya parpol, demokrasi, pemilu, dan lain lain. Iklan politik umumnya dilakukan oleh politisi atau institusi politik, yaitu pemerintah dan parpol. Iklan jenis ini biasanya banyak ditemui pada saat menjelang pemilu, baik pemilu pilpres, anggota dewan hingga pemilihan pejabat. Tujuannya adalah untuk membentuk citra baik bagi organisasi maupun individu, serta mengajak publik untuk mendukung organisasi atau individu yang membuat iklan. Gerbner (1973) sebagaimana dikutip McQuail (1987) menyatakan bahwa televisi, dengan segala produknya, telah menempati posisi yang penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal ini telah mengakibatkan lingkungan simbolik khalayak menjadi terdominasi. Dalam penelitian ini, lingkungan simbolik khalayak diartikan sebagai lingkungan sosial dan individu yang memiliki hubungan dengan khalayak. Lingkungan sosial khalayak kemudian disebut sebagai karakteristik sosiologis yang dibedakan menjadi lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan. Sedangkan individu khalayak kemudian disebut sebagai karakteristik individu yang dibedakan menjadi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status pekerjaan.

Keterdedahan terhadap media massa dipakai sebagai padanan dari media exposure. Terdapat beragam definisi mengenai keterdedahan, diantaranya Furkonulhakim (1989), yang menyatakan bahwa keterdedahan pada media massa adalah aktivitas membaca media massa tercetak, mendengarkan radio dan menonton televisi serta film. Sedangakan Shore sebagaimana dikutip Samsi (2005) mendefinisikan keterdedahan sebagai kegiatan mendengarkan, melihat, membaca, atau secara lebih umum memberikan sejumlah perhatian kepada suatu pesan yang disampaikan dengan menggunakan media sebagai perantara. Andika (2008) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengetahui keterdedahan seseorang terhadap media massa adalah dengan melihat intensitas mereka dalam menggunakan media massa. Media massa yang akan diamati adalah media massa yang memiliki porsi paling besar dalam kehidupan. Hasil penelitian Andika (2008) menunjukkan bahwa diantara sekian banyak media massa yang ada, televisi adalah media massa yang paling sering digunakan oleh mahasiswa. Dengan demikian, sejalan pula dengan kelebihan televisi yaitu sebagai a prime source of news, maka dalam penelitian ini keterdedahan didefinisikan sebagai intensitas seseorang dalam melihat iklan layanan masyarakat yang ditayangkan di televisi. Rodman (2006) mendefinisikan keterdedahan sebagai proses pada diri seseorang untuk mencari pesan yang dapat membantu mereka dalam menentukan sikap. Gerbner (1973) sebagaimana dikutip McQuail (1987) menyebutkan bahwa pendedahan khalayak terhadap informasi di televisi secara terus menerus, dapat menyebabkan penerimaan yang lebih tinggi pada diri khalayak, sehingga akan menimbulkan sikap yang semakin positif. Furkonulhakin (1989) menyebutkan

bahwa keterdedahan terhadap media sangat berkaitan dengan perilaku seseorang dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan media di lingkungannya. Hasil penelitian Lionberger dan Gwin (1982) sebagaimana dikutip Senanggun (1991) juga menyebutkan bahwa terdapat tiga efek keterdedahan pada media massa, yaitu perubahan pada ranah kognisi, afeksi dan konasi. Melalui penelitian ini akan dilihat hubungan antara keterdedahan terhadap iklan dengan sikap. Menurut Baran (2004), terdapat lima elemen mendasar pada keterdedahan terhadap media massa, yaitu kesadaran akan dampak media, pemahaman terhadap proses komunikasi massa, pemahaman terhadap isi media, kemampuan untuk menikmati dan memahami, serta menghargai isi media. Rosengren dan Erick sebagaimana dikutip Samsi (2005) menyatakan bahwa aspek keterdedahan dapat diukur berdasarkan: 1. Waktu yang digunakan dalam mengikuti berbagai informasi menggunakan media 2. Jenis-jenis isi media yang diikuti 3. Hubungan yang terdapat antara individu yang mengkonsumsi informasi baik dengan isi media maupun dengan media Blummer sebagaimana dikutip Senanggun (1991) mengemukakan bahwa pengukuran keterdedahan pada media massa dilihat dari aspek-aspek yang berkaitan dengan penggunaan media massa. Pengukuran terhadap keterdedahan terhadap media sebagaimana dinyatakan oleh Samsi (2005) dapat dilihat salah satunya dari jumlah waktu yang digunakan. Hasil penelitian Biagi (2005) menunjukkan bahwa manusia menggunakan 42 persen dari total waktunya selama

setahun untuk menggunakan media, 33 persen untuk tidur dan hanya 25 persen yang tidak menggunakan media. Dengan demikian, keterdedahan khalayak terhadap iklan layanan masyarakat pada penelitian ini, akan dilihat dari segi frekuensi, durasi dan kelengkapan isi pesan iklan layanan masyarakat di televisi. 2.1.5 Pemilihan Umum Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum mendefinisikan Pemilihan Umum, yang selanjutnya disebut Pemilu, sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu adalah pesta demokrasi yang dilaksanakan secara periodik, setiap lima tahun sekali. Pemilu telah dianggap sebagai salah satu ukuran demokrasi. Hampir seluruh negara di dunia selalu menyelenggarakan pemilu sebagai perwujudan dari demokrasi di negaranya. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan pemilu yang mampu melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat yang sudah memiliki hak suara. Suatu pemilu baru akan dianggap demokratis jika melibatkan berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. Keterlibatan tersebut secara tidak langsung telah mengikutsertakan masyarakat dalam melakukan tugas pemerintahan berupa koreksi terhadap kinerja pemerintah. Koreksi ini dilakukan secara damai dan sesuai dengan aturan pemilu yang berlaku. Rosyadi (2005) menyebutkan bahwa pada dasarnya pemilu memiliki tiga tujuan utama. Pertama, sebagai mekanisme untuk menyeleksi pelaksana pemerintahan dan pelaksana kebijakan umum yang sesuai dengan prinsip

demokrasi. Kedua, sebagai mekanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada Badan Perwakilan Rakyat, sehingga konflik kepentingan bisa dimobilisasi menjadi kepentingan bersama. Ketiga, merupakan sarana untuk memobilisasi dukungan dan aspirasi rakyat terhadap negara dan pemerintahan, dengan ikut serta dalam proses politik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Pasal 1, mencantumkan jenis-jenis pemilu, yaitu: 1. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 3. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ketiga jenis pemilu yang telah disebutkan diatas memiliki tujuan umum yang sama, yaitu untuk memilih wakil rakyat, namun dengan tujuan khusus yang berbeda. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditujukan untuk memilih kepala daerah beserta wakil dari setiap daerah, sehingga yang menjadi kandidat dari tiap daerahpun berbeda. Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertujuan untuk memilih anggota dewan yang bersangkutan. Pemilihan anggota dewan inilah yang disebut dengan Pemilu Legislatif. Sedangkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari suatu negara. 2.1.6 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pemilu merupakan salah satu wujud dari kedaulatan rakyat. Sebagai perwujudan negara hukum dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemilu tersebut baik untuk pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD serta

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan menurut undang-undang yang berlaku. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan oleh MPR, tetapi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar sesuai Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah Pemilihan Umum, baik untuk memilih Anggota DPR, DPD dan DPRD maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Atas dasar itu, maka Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu seperti dinyatakan dalam Pasal 6A undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat dan Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden merupakan suatu proses politik bagi bangsa Indonesia menuju kehidupan politik yang lebih demokratis dan bertanggung jawab. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 2 Undang- Undang No.23 tahun 2003, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Sesuai dengan Pasal 3 UU No.23 tahun 2003, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan: 1. Di seluruh wilayah NKRI sebagai satu daerah pemilihan. 2. Setiap lima tahun sekali pada hari libur atau hari yang diliburkan. 3. Sebagai satu rangkaian dengan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD. 4. Harus sudah menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih selambatlambatnya 14 hari sebelum masa jabatan Presiden berakhir. Pemungutan suara untuk pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan selambat-lambatnya tiga bulan setelah pengumuman hasil Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya tanpa beban psikologis untuk melaksanakan kegiatan lain yang dapat mengganggu konsentrasi penyaluran aspirasinya pada saat pemungutan suara. Masyarakat pemilih pada penelitian ini, difokuskan kepada pemilih pemula yang berada di pedesaan. 2.1.7 Pemilih Pemula di Pedesaan Kata desa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu desi atau dusun, yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal atau tanah leluhur. Pengertian ini merujuk kepada suatu kesatuan hidup dengan satu kesatuan norma dan memiliki batas yang jelas (Purnomo, 2004). Batas suatu desa merupakan batas wilayah yang dapat dibentuk oleh pemerintah maupun masyarakat desa itu sendiri. Batas suatu desa juga dapat diartikan sebagai batas secara sosial, yaitu batas khas yang

membedakan antara masyarakat satu dan masyarakat lain, yang masih berada dalam suatu desa. Raharjo (1999) menyatakan bahwa ciri utama yang melekat pada suatu desa adalah sebagai tempat tinggal menetap dari suatu kelompok masyarakat dalam jumlah yang relatif kecil. Masyarakat desa memiliki ketergantungan terhadap suatu wilayah tertentu, sebagai contohnya adalah kota. Raharjo (1999) menyatakan bahwa keterkaitan antara desa dan kota dapat dilihat dari segi struktur kekuasaan. Pemilih pemula adalah golongan penduduk yang berada dalam rentang usia 17 sampai 21 tahun, yang baru pertama kali ikut serta dalam kegiatan pemilu. Pemilih pemula memiliki peranan penting dalam setiap pelaksanaan pemilu di Indonesia, karena pemilih pemula berbeda dari pemilih yang sudah pernah memilih sebelumnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi usia, antusiasme mengikuti pemilu dan dalam menentukan pilihan (Rimbatmaja, 2004). Hurlock (1980) menetapkan usia 17 sebagai garis pemisah antara masa remaja awal dan masa remaja akhir. Ahmadi (2005) menyatakan bahwa pada usia tersebut, seseorang mulai aktif mencari kegiatan sebagai upaya untuk menemukan dirinya (konsep akuan), dan mencari pedoman hidup sebagai bekal di masa depan. Selama masa upaya penemuan diri, seseorang mulai menyadari keberadaan diri dan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga ia akan berusaha untuk ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan di masyarakat. Masa pencarian pedoman hidup adalah masa dimana seseorang mulai aktif menerima seluruh norma yang berlaku di masyarakat, untuk kemudian diintegrasikan ke dalam dirinya.

Ahmadi (2005) menyebut usia 18 sampai 21 tahun sebagai masa adoleson, yaitu masa dimana seseorang sudah mengenali dirinya, mulai membuat rencana mengenai kehidupan dan mulai menentukan jalan hidup. Sedangkan Hurlock (1980) menyebut usia 18 sampai 40 tahun sebagai masa dewasa dini, yaitu periode penyesuaian diri seseorang terhadap pola kehidupan dan harapan sosial yang baru. Berkaitan dengan konsep pemilih pemula, maka seseorang yang berada dalam masa remaja akhir maupun masa dewasa dini, dikategorikan sebagai pemilih yang masih berada dalam fase perkembangan. Mereka memiliki kecenderungan untuk bersikap kritis dan banyak bertanya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengumpulkan informasi dan membentuk definisi mengenai realita sosial di sekitar berdasarkan pandangannya sendiri. Realita sosial yang dimaksud adalah situasi sosial, ekonomi dan politik yang berlangsung di suatu negara serta pemaknaan pemilih terhadapnya. Pemilih pemula yang akan dikaji dalam penelitian ini, difokuskan pada pemilih pemula yang bertempat tinggal menetap di pedesaan dan berada dalam rentang usia antara 17-21 tahun. Mereka kemudian lebih difokuskan lagi kepada pemilih pemula yang sudah pernah melihat tayangan iklan layanan masyarakat untuk mengikuti Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 di televisi. Salah satu sumber informasi pemilih pemula di pedesaan mengenai Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 Juli mendatang adalah televisi. Stasiun televisi yang menyangkan iklan layanan masyarakat untuk mengikuti Pemilu, berlokasi di kota. Demikian juga dengan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mencalonkan diri untuk kemudian dipilih pada Pemilu.

Mereka juga bertempat tinggal di kota. Terlihat bahwa masyarakat desa menggantungkan salah satu unsur kehidupannya, yaitu kehidupan politik mereka kepada kota. 2.1.8 Sikap Pemilih Pemula terhadap Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Mar at (1981) mendefinisikan sikap sebagai produk dari proses sosialisasi yang mengakibatkan seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Dalam psikologi sosial, sikap didefinisikan sebagai suatu bentuk yang memungkinkan untuk terlihatnya sebuah aktivitas. Baron dan Bryne (2000) mendefinisikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi terhadap lingkungan sosial. Perilaku mempunyai keterkaitan yang erat dengan sikap, namun konsep sikap tidak bisa disamakan dengan konsep perilaku. Rogers (1995) menyebutkan bahwa pada dasarnya perilaku adalah tindakan individu yang terarah pada tujuan untuk memuaskan kebutuhannya, sedangkan sikap belum menunjukkan adanya suatu tindakan atau aktivitas, melainkan hanya sebatas kecenderungan. Newcomb (1978) sebagaimana dikutip Mar at (1981) juga melakukan pembatasan terhadap pengertian sikap, bahwa sikap adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Dengan demikian sikap dapat didefinisikan sebagai kecenderungan terhadap kemungkinan yang dapat terjadi, belum merupakan tindakan atau aktivitas, melainkan berupa predisposisi tingkah laku. Predisposisi untuk bertindak mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Kognisi menjawab pertanyaan tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek, berhubungan dengan keyakinan, ide dan konsep, serta menyangkut pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap sesuatu.

Afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan terhadap objek, berupa perasaan senang atau tidak senang (penilaian positif atau negatif). Konasi menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan atau kesiapan bertindak, berupa kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku. Wright (1978) mengemukakan bahwa iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran, baik untuk pemasaran barang, layanan, gagasan atau ide melalui saluran atau media tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Dihubungkan dengan khalayak sasaran, Nimmo (1999) mengemukakan bahwa iklan mendekati khalayak sebagai individu secara tunggal, independen terpisah dari kelompok manapun yang menjadi identitasnya di masyarakat. Pemilihan media menjadi penting dalam upaya menentukan khalayak sasaran. Menurut Sutisna (2002), pemilihan media iklan harus didasarkan pada tujuan penyampaian pesan. Lowe sebagaimana dikutip Kotler (1994) menyatakan bahwa televisi adalah sebuah metode yang paling populer untuk menyampaikan pesan-pesan iklan kepada khalayak. Kaid sebagaimana dikutip Nursal (2004) mengemukakan bahwa ada tiga pengaruh iklan politik di televisi terhadap pemilih, yaitu pengetahuan, persepsi pemilih dan preferensi pilihan. Gonzales sebagaimana dikutip Jahi (1988) mengklasifikasikan efek keterdedahan pesan di media massa ke dalam tiga dimensi sikap, yaitu: 1. Kognisi

Kognisi sosial adalah tata cara seseorang dalam menginterpretasi, menganalisa, mengingat dan menggunakan informasi berkaitan dengan dunia sosial, meliputi pengetahuan, keyakinan dan persepsi (Baron dan Bryne, 2003). Tahap ini adalah tahap awal dari pengaruh iklan yang disampaikan kepada khalayak. Hal ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi (Rakhmat, 2000). Pada tahap ini khalayak mulai menyadari atau mengenali iklan yang dilihat, sehingga perhatiannya tertuju pada iklan tersebut. Rakhmat (2000) menyebutkan bahwa perhatian khalayak akan timbul jika mereka memusatkan perhatian pada satu stimulus dan mengenyampingan stimulus yang lain. Stimuli timbul karena adanya sifat-sifat yang menonjol dari pesan, bisa dalam bentuk gerakan, intensitas, kebaruan dan pengulangan. Sesuai dengan kelebihan televisi dalam hal perpaduan pesan berupa gambar dan suara, Postman sebagaimana dikutip Rahayu (2004) mengatakan bahwa gambar memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam menimbulkan perhatian pada diri khalayak dibandingkan dengan hanya kalimat (baik lisan maupun tulisan). Gambar dalam hal ini diartikan sebagai gambar bergerak di televisi. Berkaitan dengan intensitas penayangan iklan layanan masyarakat di televisi, diduga bahwa tingginya intensitas penayangan dan pengulangan dapat menimbulkan efek yang lebih kuat dalam ingatan individu, terlebih bila penyajian iklan menarik. Pengaruh penayangan iklan layanan masyarakat untuk mengikuti pemilu di televisi terhadap aspek kognitif terjadi apabila terdapat perubahan pengetahuan atau tercapainya pemahaman pada diri khalayak.

Shanty (1992) menyatakan bahwa unsur-unsur pengetahuan remaja mengenai suatu iklan, tidak akan sama antara remaja yang satu dengan remaja yang lain. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang ada di dalam diri individu. Faktor individu yang dinilai dapat mempengaruhi pengetahuan yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Susanti (1992) menyatakan bahwa usia berpengaruh terhadap tingkat perhatian dan pemahaman khalayak terhadap iklan. Khalayak yang berada pada golongan usia muda memiliki pengetahuan yang tinggi terhadap iklan layanan masyarakat. Hasil penelitian Hasanah (1992) dan Pandjaitan (1998) menambahkan bahwa tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi pengetahuan khalayak terhadap iklan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan yang dimilikinya terhadap iklan, sedangkan dari curahan waktu bekerja, pengetahuan akan semakin tinggi dengan semakin banyaknya waktu bekerja. 2. Afeksi Baron dan Bryne (2003) mendefinisikan afeksi sebagai perasaan dan suasana hati yang dirasakan oleh seseorang. Rakhmat (2000) mengemukakan bahwa afeksi berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap. Afeksi terjadi ketika pesan yang disampaikan melalui iklan layanan masyarakat di televisi mampu membuat khalayak tersentuh hatinya, sehingga timbul perasaan tertentu. Perasaan tersebut dapat berupa liking dan preference atau terbentuknya sikap positif dan negatif pada diri khalayak. Pada tahap ini khalayak sudah memiliki niat dan mulai menginginkan apa yang ada di dalam iklan tersebut.

Aakr, Batra dan Myers (1996) menyatakan bahwa komponen afektif memiliki fungsi evaluatif yang penting dalam membentuk sikap. Sikap yang terbentuk pada diri seseorang adalah kecenderungan untuk bertindak dengan pola tertentu, pada situasi tertentu (Rakhmat, 2000). Nimmo (1989) menyebutkan empat konsekuensi afektif yang mungkin timbul dari penerusan pesan politik melalui media massa, yaitu menjernihkan atau mengkristalkan nilai politik khalayak, memperkuat nilai yang dianut khalayak, memperkecil nilai yang dianut khalayak dan memindahkan minat khalayak dari satu bentuk persuasi ke bentuk persuasi yang lain. Hasil penelitian efek komunikasi massa yang dilakukan Lazarsfeld et al. (1940) menunjukkan bahwa delapan persen responden menunjukkan bahwa kampanye memberi pengaruh terhadap pembalikan sikap (conversion), 42 persen responden menunjukkan bahwa kampanye mengaktifkan kecenderungan memilih (activation) dan 50 persen responden menunjukkan bahwa kampanye memberi pengaruh terhadap penguatan pilihan (reinforcement). Hal ini sejalan dengan pendapat Effendy (1986) yang mengemukakan bahwa komunikasi massa menimbulkan efek yang mengubah atau mempertahanan sikap. Faktor individu yang dinilai dapat mempengaruhi afektif khalayak yang melihat iklan layanan masyarakat untuk mengikuti pemilu adalah usia, pendidikan, jenis kelamin dan pekerjaan. Susanti (1992) dalam penelitianya menyatakan bahwa faktor usia mempengaruhi respon sikap khalayak terhadap iklan. Berdasarkan usia, khalayak dengan golongan usia tua memiliki sikap yang positif terhadap iklan layanan masyarakat.

3. Konasi Azwar (1998) sebagaimana dikutip Reza (2007) mendefinisikan konasi sebagai komponen sikap yang menunjukkan bagaimana kecenderungan perilaku yang terdapat dalam diri seseorang, berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konasi tidak hanya meliputi perilaku yang dapat dilihat secara langsung saja, namun juga dapat berupa perkataan maupun pernyataan. Rakhmat (2000) menganalogikan dimensi perilaku dengan keadaan jika suatu pesan mampu membuat khalayak memiliki kecenderungan tertentu dalam bertingkah laku. Dimensi ini biasanya ditunjukkan melalui pengambilan keputusan khalayak ketika mereka dihadapkan pada beberapa pilihan. Dalam kasus penayangan iklan layanan masyarakat untuk mengikuti Pemilu di televisi, dimensi ini ditandai dengan pernyataan khalayak yentang keputusannya untuk ikut serta dalam kegiatan Pemilu atau tidak. Terdapat kecenderungan yang kompleks antara dimensi kognisi, afeksi dan konasi. Meskipun ketiga dimensi ini berhubungan satu sama lain, namun masingmasing bersifat independen dan terjadi dalam beberapa sekuen. Perubahan dalam satu dimensi tidak selalu harus diikuti oleh pengubahan dalam dimensi lainnya (Gonzales, sebagaimana dikutip Jahi, 1988). Namun demikian, dalam penelitian ini, komponen konasi berupa kecenderungan berperilaku pada pemilih pemula, diasumsikan mendapat pengaruh dari komponen kognisi berupa pengetahuan dan afeksi berupa perasaan. Pada akhirnya, interaksi antara ketiga dimensi ini akan menghasilkan total attitude.

2.2 Kerangka Pemikiran Gerbner (1973) sebagaimana dikutip McQuail (1987) menyatakan bahwa televisi telah menempati peran penting dalam kehidupan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan simbolik menjadi terdominasi. Lingkungan simbolik dalam penelitian ini diartikan sebagai lingkungan sosial dan individu. Lingkungan sosial kemudian disebut sebagai karakteristik sosiologis, yaitu karakteristik yang dimiliki oleh individu dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Karakteristik sosiologis yang dilihat dalam penelitian ini adalah lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan. Masing-masing lingkungan tersebut digunakan untuk melihat sejauh mana pemilih pemula telah mengetahui dan membicarakan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 di lingkungan sosialnya. Karakteristik individu adalah karakteristik yang dimiliki oleh individu secara personal. Karakteristik individu yang dilihat dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status pekerjaan. Gerbner (1973) sebagaimana dikutip McQuail (1987) menyatakan bahwa tiap karakteristik, baik karakteristik individu maupun karakteristik sosiologis memiliki hubungan dengan tingkat keterdedahan, dalam hal ini keterdedahan pemilih pemula terhadap iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 yang ditayangkan di televisi. Andika (2008) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengetahui keterdedahan seseorang terhadap media massa adalah dengan melihat intensitas mereka dalam menggunakan media massa, yang dalam penelitian ini disebut frekuensi. Rosengren dan Erick sebagaimana dikutip Samsi (2005), menyatakan

bahwa aspek keterdedahan juga dapat diukur berdasarkan waktu yang digunakan atau durasi dan jenis isi media atau isi pesan. Furkonulhakim (1989) menyebutkan bahwa keterdedahan terhadap media sangat berkaitan dengan perilaku seseorang dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan media di lingkungannya. Lionberger dan Gwin (1982) sebagaimana dikutip Senanggun (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga efek keterdedahan pada media massa, yaitu perubahan pada ranah kognisi, afeksi dan konasi. Kognisi diketahui dengan melihat pengetahuan maupun informasi yang dimiliki oleh pemilih pemula di pedesaan berkaitan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009. Afeksi merupakan perasaan suka atau tidak suka yang dimiliki oleh pemilih pemula di pedesaan terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009. Konasi adalah kecenderungan pemilih pemula untuk mengikuti atau tidak mengikuti Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, diketahui dengan melihat keputusan pemilih pemula untuk bersedia memeriksa nama ke kelurahan dan ikut serta dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009. Melalui penelitian ini akan dilihat hubungan antara keterdedahan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dengan sikap pemilih pemula di pedesaan. Semakin tinggi keterdedahan pemilih pemula di pedesaan terhadap tayangan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, maka akan menimbulkan sikap yang semakin positif terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009. Semakin rendah keterdedahan pemilih pemula di pedesaan terhadap tayangan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, maka akan

menimbulkan sikap yang semakin negatif terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009. Karakteristik Individu Usia Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Status Pekerjaan Keterdedahan Iklan Layanan Masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 Frekuensi Durasi Isi Pesan Sikap Pemilih Pemula di Pedesaan terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 Kognisi Pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan, berkaitan dengan Pemilu Presiden Afeksi Perasaan dan suasana hati, berkaitan dengan Pemilu Presiden Karakteristik Sosiologis Lingkungan Keluarga Lingkungan Tempat Tinggal Lingkungan Kerja Konasi Kecenderungan untuk ikut serta dalam Pemilu Presiden Ket: hubungan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan antara Keterdedahan Iklan Layanan Masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dengan Sikap Pemilih Pemula di Pedesaan

2.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik individu yang terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan mempunyai hubungan dengan tingkat keterdedahan pemilih pemula di pedesaan terhadap iklan layanan masyarakat tentang Pemilu. 2. Karakteristik sosiologis yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan mempunyai hubungan dengan tingkat keterdedahan pemilih pemula di pedesaan terhadap iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009. 3. Tingkat keterdedahan pemilih pemula di pedesaan terhadap iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, yang terdiri dari frekuensi, durasi dan isi pesan, mempunyai hubungan positif dengan sikap pemilih pemula di pedesaan. Komponen sikap tersebut meliputi kognisi, afeksi dan konasi. 2.4 Definisi Operasional Rumusan definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik Individu adalah kondisi atau keadaan spesifik individu yang berkaitan langsung dengan dirinya, dan dapat diukur dengan: a. Mengidentifikasi usia pemilih pemula, yaitu lama hidup seseorang sejak lahir hingga sekarang yang diukur dalam satuan waktu. Dibedakan menjadi dua kategori, yaitu 17 tahun yang diberi kode 1 dan 18 sampai 21 tahun yang diberi kode 2.

b. Mengidentifikasi jenis kelamin pemilih pemula, yaitu perbedaan individu berdasarkan identitas biologis. Dibedakan menjadi dua kategori, yaitu lakilaki yang diberi kode 1, dan perempuan yang diberi kode 2. c. Mengidentifikasi tingkat pendidikan pemilih pemula, yaitu jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah atau sedang dijalani. Spesifikasi kode tingkat pendidikan adalah: Tingkat pendidikan pemilih pemula tidak sekolah, SD/ sederajat (rendah) diberi kode 1. Tingkat pendidikan pemilih pemula SLTP/ sederajat, SMA/ sederajat (sedang) diberi kode 2. Tingkat pendidikan pemilih pemula lanjutan setelah SMA (tinggi) diberi kode 3. d. Mengidentifikasi status pekerjaan pemilih pemula, yaitu kegiatan yang dijadikan sebagai sumber pemasukan keuangan bagi responden. Dibedakan menjadi dua kategori, yaitu bekerja yang diberi kode 1, dan tidak bekerja yang diberi kode 2. 2. Karakteristik Sosiologis adalah kondisi atau situasi yang berkaitan dengan keadaan di lingkungan sosial pemilih pemula, dan dapat diukur dengan: a. Mengidentifikasi lingkungan keluarga pemilih pemula, yaitu kondisi atau situasi yang menggambarkan suasana di lingkungan keluarga pemilih pemula. Hal ini dibedakan berdasarkan tingkat keseringan pemilih pemula dalam membicarakan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 bersama dengan anggota keluarga di rumah dalam kurun waktu satu minggu.

Spesifikasi kode lingkungan keluarga pemilih pemula adalah: Tidak pernah membicarakan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dengan anggota keluarga, dalam kurun waktu satu minggu (tidak pernah) diberi kode 1. Jarang membicarakan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dengan anggota keluarga, dalam kurun waktu satu minggu (jarang) diberi kode 2. Sering membicarakan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dengan anggota keluarga, dalam kurun waktu satu minggu (sering) diberi kode 3. b. Mengidentifikasikan lingkungan tempat tinggal pemilih pemula, yaitu kondisi atau situasi yang menggambarkan suasana di lingkungan sekitar tempat tinggal pemilih pemula. Hal ini dibedakan berdasarkan tingkat keseringan pemilih pemula dalam membicarakan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 bersama dengan warga sekitar dalam suasana non-formal, dalam kurun waktu satu minggu. Spesifikasi kode lingkungan tempat tinggal pemilih pemula adalah: Tidak pernah membicarakan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dengan warga sekitar (tidak pernah) diberi kode 1. Jarang membicarakan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dengan warga sekitar, dalam kurun waktu satu minggu (jarang) diberi kode 2.