1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hakikat manusia adalah menggerakkan hidup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat terjadi apabila manusia memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang melekat pada setiap orang. Hal ini tertuang dalam Pasal 27 ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Memaknai pasal ini tentu saja sangat sederhana, bahwa menjadi tugas bersama untuk mengusahakan agar setiap orang yang mau dan mampu bekerja dapat mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang diinginkannya dan setiap orang yang bekerja dapat memperoleh penghasilan yang cukup layak, bagi si tenaga kerja maupun keluarganya. 1 Ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2) ini kemudian dipertegas dalam Pasal 28D ayat (2) yang menyebutkan bahwa, Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Perlakuan yang layak tersebut harus diatur secara tepat dan lengkap. Pengaturan mengenai hal tersebut dapat ditemui pada perjanjian kerja. Syaratsyarat kerja yang harus dijalankan oleh pekerja juga dicantumkan dalam 1 Sendjun H. Manulang, 1990, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 19
2 perjanjian kerja agar pekerja mengetahui pekerjaan yang harus dilakukan. 2 Terpenuhinya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak akan mengharmoniskan hubungan kerja. Kenyataan yang terjadi, banyak ketidakharmonisan hubungan antara pengusaha dan pekerja. Adanya sifat subordinasi dalam hubungan kerja, memberikan batasan antara pengusaha dengan pekerja yaitu sebagai atasan dan bawahan yang menyebabkan pengusaha bersikap sewenang-wenang pada pekerjaannya. Pemberian upah di bawah standar, waktu kerja yang melebihi ketentuan tanpa disertai dengan uang lembur, tidak adanya jaminan kesejahteraan dan kesehatan bagi pekerja dan keluarga, bahkan sampai terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha. Pemutusan hubungan kerja pada dasarnya merupakan masalah yang kompleks. Bagi pekerja, pemutusan hubungan kerja akan memberi pengaruh psikologis, ekonomis, finansial. Disisi lain, bagi pengusaha terjadinya pemutusan hubungan kerja sebenarnya merupakan kerugian karena sudah melepas tenaga kerja yang selama ini sadar atau tidak sadar sudah dilatih dengan mengeluarkan biaya yang banyak dan sudah mengetahui cara-cara kerja yang dibutuhkan perusahaan, namun pemutusan hubungan kerja justru perlu dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan. 3 2 Jimmy Joses Sembiring, 2010, SMART HRD: Perusahaan Tenang, Karyawan Senang, Visi Media, Jakarta, hlm 72. 3 F.X. Djumialdji, 2006, Perjanjian Kerja, Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 44
3 Hubungan industrial dalam suatu perusahaan tidak selamanya berjalan lancar, di tengah perjalanan dapat muncul perselisihan yang timbul antara pengusaha dengan pekerja. Jenis perselisihan yang terjadi antara para pelaku hubungan industrial yakni perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja. Bilamana terjadi perselisihan industrial, maka dapat asasnya serikat pekerja dan pengusaha itu harus menyelesaikan sendiri secara damai dengan jalan perundingan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila upaya penyelesaian perselisihan industrial yang dilakukan melalui perundingan tidak mencapai kesepakatan, pihak-pihak yang berselisih dapat menempuh jalan penyelesaian melalui jalur pengadilan atau jalur di luar pengadilan melalui mediasi di dinas tenaga kerja dan sosial. Putusnya hubungan kerja berarti bagi buruh permulaan dari segala pengakhiran, permulaan dari berakhirnya mempunyai pekerjaan, permulaan dari berakhirnya kemampuannya membiayai keperluan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya, permulaan dari berakhirnya kemampuannya menyekolahkan anakanaknya dan sebagainya. 4 Sebenarnya pengusaha dan pekerja dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Memang dapat dimengerti alasan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja karena pengusaha bertanggung 4 Imam Soepomo, 1978, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Penerbit Djambatan, Jakarta, hlm 116
4 jawab atas jalannya perusahaan, sehingga pengusaha akan melakukan segala sesuatu termasuk melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerjanya. Waktu terus berjalan dan tidak bisa dihindari. Termasuk satu titik kehidupan yang disebut dengan pensiun. Usia pensiun telah ditentukan dalam peraturan internal perusahaan atau peraturan perusahaan atau di perjanjian kerja bersama. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menentukan usia pensiun adalah 55 tahun. 55 tahun ini adalah usia pensiun normal. Ada beberapa perusahaan yang memberlakukan juga usia pensiun dipercepat (atau usia pensiun dini), biasanya 45 tahun. Pekerja yang telah memasuki usia pensiun, berhak atas imbalan pesangon. Imbalan pesangon untuk manfaat pensiun ini telah diatur di Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 167. Hal ini seperti yag terjadi pada PT. PRIMISSIMA bahwa pekerja yang mendapat pemutusan hubungan kerja karena pensiun menerima uang pesangonnya tidak dibayarkan secara tunai, namun dengan cara mengangsur oleh perusahaan. Ketika perusahaan tidak membayar tunai uang pesangonnya kepada pekerja yang mendapat pemutusan hubungan kerja karena pensiun, maka pekerja merasa dirugikan dengan kondisi tersebut. Disitulah pekerja menjadi bimbang bagaimana agar hak dari pekerja tersebut dapat dipenuhi dengan baik oleh perusahaan. Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) termasuk kategori perselisihan hubungan industrial. Cara-cara yang ditempuh ditentukan oleh pihak-pihak yang bersengketa dalam perselisihan hubungan industrial itu sendiri. Secara garis besar
5 ada dua cara yang dapat di tempuh dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yakni melalui pengadilan hubungan industrial dan yang kedua adalah di luar pengadilan hubungan industrial. Adapun cara-cara yang dapat di tempuh di luar pengadilan hubungan industrial antara lain adalah bipatrit, konsiliasi, arbitrase dan mediasi. Menurut Pasal 2 Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, jenis-jenis perselisihan hubungan industrial meliputi : perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Berdasarkan hal tersebut diatas menarik penulis untuk meneliti lebih lanjut cara penyelesaian kompensasi dan upaya hukum yang dapat dilakukan pekerja yang menerima pemutusan hubungan kerja karena pensiun menurut peraturan yang ada dan kenyataannya di lapangan dengan judul Pelaksanaan Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena Pensiun antara Pekerja dengan PT. Primissima Melalui Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah cara penyelesaian kompensasi atas pemutusan hubungan kerja karena pensiun antara pekerja dengan PT. PRIMISSIMA melalui Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman? 2. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan pekerja dalam hal kompensasi akibat pemutusan hubungan kerja karena pensiun pada PT. PRIMISSIMA yang belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
6 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, beberapa tujuan tersebut yaitu: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui cara penyelesaian kompensasi atas pemutusan hubungan kerja karena pensiun antara pekerja dengan PT. PRIMISSIMA melalui Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman. b. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan pekerja dalam hal kompensasi akibat pemutusan hubungan kerja karena pensiun pada PT. PRIMISSIMA yang belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data dalam rangka menyusun penulisan hukum sebagai suatu prasyarat dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan penulis melalui penelitian kepustakaan di berbagai perpustakaan, penulisan hukum mengenai pemutusan hubungan kerja karena pensiun pernah dilakukan. Beberapa judul yang terkait diantaranya adalah:
7 1. Penulisan hukum dengan judul, Perlindungan hukum terhadap hak pekerja akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) karena efisiensi dalam putusan pengadilan hubungan industrial (analisis kasus putusan PHI No. 02/G/2012/PHI.YK). Penulisan hukum tersebut dilakukan oleh Mardhiyyah Anggun Susdaryanti pada tahun 2014. Penulisan hukum tersebut mengangkat masalah efisiensi pekerja dalam perusahaan serta hak yang didapat oleh pekerja. 5 2. Penulisan hukum dengan judul, Pelaksanaan pemutusan hubungan kerja di PT. Perkebunan Nusantara II. Penulisan hukum tersebut dilakukan oleh Galuh Candra P pada tahun 2012. Penulisan hukum tersebut mengangkat masalah peningkatan pemutusan hubungan kerja, prosedur pemutusan hubungan kerja, dan hak-hak pekerjanya. 6 Penulis pada kesempatan kali ini mengajukan penulisan hukum yang berjudul Pelaksanaan Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena Pensiun antara Pekerja dengan PT. Primissima Melalui Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman. Penulis mengangkat permasalahan tentang cara penyelesaian kompensasi atas pemutusan hubungan kerja karena pensiun antara pekerja dengan PT. PRIMISSIMA melalui Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman dan upaya hukum yang dilakukan pekerja dalam hal kompensasi akibat pemutusan 5 Mardhiyyah Anggun Susdaryanti, 2014, Perlindungan hukum terhadap hak pekerja akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) karena efisiensi dalam putusan pengadilan hubungan industrial (analisis kasus putusan PHI No. 02/G/2012/PHI.YK), Penulisan Hukum, FH. UGM, Yogyakarta. 6 Galuh Candra P, 2012, Pelaksanaan pemutusan hubungan kerja di PT. Perkebunan Nusantara II, Penulisan Hukum, FH. UGM, Yogyakarta.
8 hubungan kerja karena pensiun pada PT. PRIMISSIMA yang belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penulis beranggapan bahwa penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang terdahulu yang hanya membahas mengenai perlindungan hukum terhadap hak pekerja akibat pemutusan hubungan kerja karena efisiensi dan penelitian yang lain hanya membahas mengenai pemutusan hubungan kerja di PT. Perkebunan Nusantara II. Disini yang ingin diteliti oleh penulis sudah lebih mendalam lagi karena tidak hanya berfokus pada pemutusan hubungan kerja saja, tetapi juga pembayaran kompensasi terhadap pekerja yang menerima pemutusan hubungan kerja karena pensiun dan juga bagaimana upaya hukum yang dilakukan pekerja yang menerima pemutusan hubungan kerja. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dianggap asli dan layak untuk diteliti dan penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian yang sudah ada sebelumnya. E. Manfaat Penelitian Suatu penelitian dibuat agar dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak. Penulis berharap penulisan ini dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini merupakan wujud kontribusi bagi perkembangan hukum khususnya dalam bidang ketenagakerjaan, sehingga diharapkan dapat
9 memperkaya ilmu pengetahuan mengenai penyelesaian kompensasi yang harus dilindungi oleh pihak pengusaha. 2. Bagi Perusahaan Penelitian ini mampu memberikan sumbangan pikiran terhadap para perusahaan tentang pentingnya pembayaran kompensasi terhadap pekerja yang mendapat pemutusan hubungan kerja karena pensiun. 3. Bagi Pemerintah Memberikan asupan kepada Pemerintah (dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja) untuk lebih memantau cara penyelesaian pemutusan hubungan kerja karena pensiun antara pekerja dengan perusahaan.