I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asepsis merupakan prinsip dalam dunia kedokteran gigi yang harus dijalankan pada praktek sehari-hari dan salah satu caranya adalah dengan kontrol infeksi silang. Kontrol infeksi silang merupakan permasalahan yang terus dihadapi oleh praktisi kedokteran gigi saat ini untuk mencegah penularan penyakit melalui rongga mulut (Venkatasubramanian dkk., 2010). Salah satu tindakan pencegahan infeksi silang tersebut adalah melakukan sterilisasi instrumen endodontik ketika instrumen tersebut digunakan berulang kali, termasuk didalamnya adalah file NiTi (Raju dkk., 2013; Punathil dkk., 2014). Disamping memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan file endodontik manual maupun stainless steel, file NiTi putar juga memiliki kekurangan yaitu biaya operasional yang tinggi dan menyebabkan dokter gigi sebagai penggunanya menggunakan alat ini tidak sekali pakai (O Hoy dkk., 2003; Lee dkk., 2012). Menurut peraturan British Department of Health Tahun 2013, para dokter gigi hendaknya memperlakukan reamer dan file endodontik sebagai alat dengan penggunaan sekali pakai (single-use instrument) untuk mengurangi risiko penularan penyakit, terlepas dari bagaimanapun desain asal pabriknya. Meskipun begitu, berdasarkan penelitian survei yang dilakukan oleh Lee dkk. (2012), 54,3% dari 348 dokter gigi menggunakan satu file NiTi putar untuk lebih dari sepuluh kali penggunaan dan hanya 1,9% dokter gigi yang menggunakan satu file untuk satu kali penggunaan. Oleh karena tingginya angka penggunaan berulang dari file 1
NiTi maka prosedur pembersihan yang efektif harus dilakukan sebelum melanjutkan ke proses sterilisasi (O Hoy dkk., 2003). Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa mengelap file dengan kain kasa yang telah direndam alkohol, menyikat file dibawah aliran air, atau menggunakan alat ultrasonic bath terbukti tidak efektif dalam membersihkan dan mendisinfeksi file (Sood dkk., 2006). Menurut American Dental Association (ADA) tahun 2009, peralatan kedokteran gigi dengan tipe kritis seperti file jika akan digunakan kembali hanya dapat diproses ulang dengan sterilisasi atau dengan disinfektan tingkat tinggi. Disinfektan tingkat tinggi adalah bahan kimia yang dapat digunakan sebagai sterilan yang digunakan dalam waktu yang lebih singkat atau bahan kimia yang dapat membunuh semua bentuk mikroorganisme dalam atau pada permukaan peralatan medis maupun peralatan kedokteran gigi, termasuk spora dalam jumlah sedikit (Rutala dan Weber, 2013). Terdapat beberapa jenis disinfektan tingkat tinggi yang diakui, diantaranya adalah glutaraldehid, disinfektan berbahan dasar glutaraldehid, dan natrium hipoklorit (Food and Drug Administration (FDA, 2015). Natrium hipoklorit (NaOCl) merupakan disinfektan tingkat tinggi yang mekanisme kerjanya adalah membunuh mikroorganisme dengan mengoksidasi ikatan peptida pada membran sel dan mendenaturasi protein (Maris, 1995). Akan tetapi, menurut beberapa penelitian merendam file kedalam larutan NaOCl dengan konsentrasi 5,25% selama 5 menit dianggap paling efektif untuk disinfeksi file meskipun dapat menyebabkan korosi dan pelepasan unsur nikel dari file yang 2
memperbesar risiko patahnya file NiTi putar saat digunakan (Bonaccorso dkk., 2007; Punathil dkk., 2014). Disinfektan lain yang dapat digunakan selain NaOCl adalah glutaraldehid. Glutaraldehid merupakan disinfektan kuat, bersifat bakterisida, virusida, dan fungisida, serta bersifat non-korosif sehingga dapat menjadi alternatif bahan disinfektan untuk file NiTi. Glutaraldehid yang digunakan sebagai disinfektan adalah glutaraldehid alkali dengan konsentrasi 2% dan lama kontak antara 2 sampai 10 menit (Tjay dan Rahardja, 2007; Raju dkk., 2013). Glutaraldehid memiliki mekanisme kerja berupa bakterisida melalui proses alkilasi protein membran dan inti sel (Maris, 1995). Selain glutaraldehid murni saat ini banyak juga dipasarkan berbagai macam disinfektan berbahan dasar glutaraldehid dengan berbagai konsentrasi yang dicampur dengan disinfektan lain sehingga meningkatkan efektivitas serta memperpanjang masa simpan disinfektan tersebut (Rutala dan Weber, 2008). Menurut Steinhauer (2010), efektivitas disinfektan tingkat tinggi dapat diuji dengan menggunakan bakteri yang dapat membentuk spora seperti Bacillus subtilis. Bakteri ini digunakan sebagai standar mikroorganisme uji disinfektan tingkat tinggi karena sifatnya yang dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrim melalui pembentukan endospora. Selain itu Environmental Protection Agency (EPA) tahun 2014 yang merupakan lembaga kesehatan lingkungan hidup Amerika Serikat juga mengatakan dalam menguji disinfektan tingkat tinggi pada peralatan dengan permukaan keras harus menggunakan B. subtilis sebagai mikroorganisme uji. 3
Mengingat pentingnya proses disinfeksi sebagai salah satu pencegahan infeksi silang yang diakibatkan oleh tingginya angka penggunaan ulang file NiTi putar serta meningkatnya risiko file NiTi yang patah akibat berkontak dengan NaOCl maka penting untuk mencari alternatif disinfektan yang efektif selain NaOCl, dan salah satu disinfektan kuat yang dapat menjadi alternatif adalah glutaraldehid. Hal ini dilakukan demi terjaganya asepsis selama perawatan saluran akar sehingga kesuksesan perawatan saluran akar dapat tercapai. Berdasarkan kasus dan alasan yang telah dipaparkan, maka masalah perbandingan efektivitas disinfektan berbahan dasar glutaraldehid, glutaraldehid murni, dan NaOCl dalam mengeliminasi B. subtilis penting untuk diangkat dalam penelitian ini. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan permasalahan, yaitu apakah terdapat perbedaan daya antibakteri disinfektan instrumen preparasi saluran akar natrium hipoklorit 5,25%, glutaraldehid 2%, dan disinfektan berbahan dasar glutaraldehid. C. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menguji perbandingan daya antibakteri disinfektan instrumen preparasi saluran akar natrium hipoklorit 5,25%, glutaraldehid 2%, dan disinfektan berbahan dasar glutaraldehid yang diuji secara in vitro. Pada penelitian sebelumnya Punathil dkk. (2014) melakukan penelitian untuk menguji sterilisasi file endodontik manual yang terkontaminasi B. subtilis 4
dengan NaOCl 5,25% dan sterilisator glass-bead. Raju dkk. (2013) juga melakukan penelitian mengenai sterilisasi terhadap file endodontik manual yang terkontaminasi B. stearothermophillus dengan empat metode sterilisasi yang berbeda yaitu dengan otoklaf, laser karbon dioksida, sterilisator glass-bead, dan glutaraldehid 2%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terdapat perbedaan dalam hal metode penelitian menggunakan teknik difusi agar serta hanya membandingkan daya antibakteri sebagai langkah disinfeksi saja bukan sterilisasi untuk pencegahan infeksi silang secara praktis, dan cepat. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu untuk mengetahui perbandingan daya antibakteri disinfektan instrumen preparasi saluran akar natrium hipoklorit 5,25%, glutaraldehid 2%, dan disinfektan berbahan dasar glutaraldehid sebagai disinfektan instrumen preparasi saluran akar terhadap B. subtilis. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi ilmiah kepada rekan sejawat mengenai disinfektan yang memiliki daya antibakteri terbaik antara NaOCl 5,25%, glutaraldehid 2%, dan disinfektan berbahan dasar glutaraldehid yang sebaiknya digunakan untuk disinfeksi instrumen preparasi saluran akar yang terkontaminasi. 5
2. Menjadi bahan penelitian yang dapat dilanjutkan menjadi bahan penelitian selanjutnya. 6