BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini dunia mendapatkan tantangan besar dalam mengolah limbah pohon Kelapa Sawit yang sudah tidak produktif. Indonesia, khususnya Sumatera Utara, memiliki banyak lahan perkebunan kelapa sawit. Laju perkembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, telah mengalami kemajuan yang pesat dalam beberapa tahun ini. Dari data statistik Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia 2009 disebutkan bahwa luas area perkebunan kelapa sawit untuk seluruh daerah di Indonesia mencapai 7.125.331 Ha dan di Sumatera Utara mencapai 636.242 Ha dengan kerapatan 130 143 pohon per hektar. (www.deptan.com). Pohon Kelapa Sawit yang sudah tidak produktif seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.1 sangat penting diusahakan agar menjadi material yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Gambar 1.1 Pohon kelapa sawit yang tidak produktif
Secara umum, bahan yang bersifat lembut dan berpori diyakini mampu menyerap energi suara yang melintasinya. Batang kelapa sawit memiliki sifat lembut dan struktur yang berpori. Berdasarkan pemahaman ini, maka ada kemungkinan batang kelapa sawit dapat dijadikan material akustik yang dapat menyerap energi suara sehingga batang kelapa sawit ini dapat lebih berguna. Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang mana batangnya memiliki sifat fisik yang berbeda dari kulit hingga inti. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Purboyo Guritno dan Basuki Wirjosentono, batang kelapa sawit memiliki sifat fisik dan mekanis yang berbeda pada bagian inti, bagian tengah, dan bagian kulitnya. Kekuatan, kerapatan, serta jumlah seratnya makin menurun dari bagian kulit (Peripheral) hingga intinya. (Guritno, Purboyo & Basuki Wirjo Sentono, 2000). Kebisingan merupakan salah satu masalah yang sangat penting untuk diatasi, karena jelas mengganggu aktivitas maupun kesehatan pada manusia. Salah satu cara untuk mencegah perambatan radiasi kebisingan pada komponen struktur mesin, ruangan bangunan serta kebisingan industri, ialah dengan penggunaan material akustik yang bersifat menyerap atau meredam bunyi sehingga bising yang terjadi dapat direduksi. Setiap manusia pasti menginginkan suasana yang nyaman dan jauh dari kebisingan, tetapi untuk membeli sebuah material akustik, katakanlah sebuah panel akustik memerlukan biaya yang mahal, sebagai contoh panel akustik pada gambar 1.2 panel akustik tipe SH 0011 - Absorption Panel/Plain adalah 88.25 EUR untuk harga per Cart, (www. Aixfoam.Com). Akan tetapi apabila kita membuat material akustik
yang terbuat dari serat batang sawit yang gratis kita dapatkan dan gypsum yang hanya tiga puluh ribu rupiah per 20 kg, maka akan sangat terjangkau harganya. Gambar 1.2 Panel akustik tipe SH 0011 - Absorption Panel / Plain (www. Aixfoam.com) Sampai saat ini, bahan peredam suara yang umum digunakan pada Selencer knlapot ialah glass wall seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.3 karena memiliki koefifien absorpsivitas yang tinggi yaitu 0,99 tetapi harganya sangat mahah yaitu sekitar Rp.300.000,- sampai jutaan, oleh karena itu sangat penting sekali menemukan material akustik alternatif yang murah dan handal. (www. Aixfoam.com). Aplikasi material akustik (glass wall) pada selencer knalpot (a) (b) Gambar 1.3 (a) Glass Wall (b) Selencer knalpot dengan peredam glass wall Pada tahap awal telah diselidiki kemungkinan penggunaan limbah batang sawit sebagai bahan baku panel akustik. Meskipun dilaporkan (Ikhwansyah, Munir 2004) dari kajian awal karakteristik akustik inti kelapa sawit dengan metode simulasi
bahwa bahan komposit polimer yang dibuat dari serat batang kelapa sawit ini cukup layak diproduksi, namun material akustik yang terbuat dari serat batang kelapa sawit dengan perekat gypsum sebagai bahan penyerap suara belum pernah diuji dan penelitian dalam bidang material akustik yang terbuat dari limbah batang kelapa sawit sangat murah dari segi ekonomis karena jumlah batang sawit yang sudah tidak produktif sangat banyak. 1.2. Roadmap Penelitian Cakupan penelitian dari tahun I, II, dan III ditunjukkan pada gambar 1.4. Tahun 2004 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Ikhwansya h, Munir, kajian awal karakterikti k akustik inti kelapa sawit dengan metode simulasi Penyelidikan eksperimental karakteristik akustik bahan komposit polimer yang terbuat dari serat batang kelapa sawit alamiah dengan poliuretane dan resin Program Utama : - Sifat Fisik Batang kelapa sawit - Pembuatan komposit spesimen secara sandwitch - Karakteristik akustik yaitu Koefisien reflection dan koefisien absorpsi Kajian eksperimental akustik bahan komposit polimer yang terbuat dari serat batang kelapa sawit yang dibuburkan memakai resin hasil riset tahun pertama Program Utama : - Pembuatan spesimen dari serat kelapa sawit yang dibuburkan dengan resin yang terbaik hasil tahun I - Karakteristik Akustik - Transmision Loss Simulasi Karakteriktik Akustik bahan komposit polimr yang terbuat dari serat batang kelapa sawit yang susunannya bervariasi menggunakan metode elemen hingga (MEH) Program Utama : - Simulasi MEH analisa dari tahun pertama dan tahun kedua - Verifikasi hasil eksperimental tahun pertama dan kedua Rekomend asi: Pilihan terbaik untuk dijadikan material akustik alternatif Gambar 1.4 Skematik Roadmap penelitian
Menurut Memed, Santoso dan Sutigno (1992) yang meneliti sifat papan gypsum dari kayu sengon mengemukakan bahwa, kadar air papan gypsum ada di sekitar 12 13% dan tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Jenis partikel mempengaruhi kerapatan papan gypsum yaitu yang terbuat dari wol kayu kerapatannya (1,23 g/cm 3 ) lebih tinggi daripada yang terbuat dari tatal (1,09 g/cm 3 ). Walaupun dalam pembuatannya diusahakan seragam mungkin. Hal ini disebabkan oleh tebal papan gypsum yang berbeda, yaitu 1,405 cm untuk yang terbuat dari wol kayu dan 1,43 cm yang terbuat dari tatal, sedang berat bahannya sama. Perlakuan berupa perendaman partikel mempengaruhi penyerapan air dan pengembangan tebal setelah perendaman papan gypsum selama 24 jam, demikian pula interaksi antara macam partikel dan perendaman. Penyerapan air papan gypsum yang partikelnya direndam (21,27%) lebih rendah dari pada partikelnya tidak terendam (30,66%). Demikian pula pengembangan tebal papan gypsum yang partikelnya direndam (1,38%) lebih rendah daripada yang partikelnya tidak direndam (1,965%). Sifat penyerapan air dan pengembangan tebal erat hubungannya, sehingga wajar bila penyerapan air tinggi maka pengembangan tebalnya juga tinggi. Data tersebut di atas tidak berbeda banyak dari hasil penelitian Febrianto (1986) yang membuat papan gypsum dari selembar kayu karet dengan kerapatan 1,03 1,06 g/cm 3. Setelah papan gypsum direndam selama 24 jam maka penyerapan airnya 32,39 48,98% dan pengembangan tebalnya 1,66 3,10%. Hidayati (1989) meneliti papan gypsum dari wol kayu tusam dengan kerapatan 0,73 0,88 g/cm 3. Penyerapan air setelah perendaman air dalam 24 jam adalah 46,19 53,96% dan pengembangan tebalnya 0,81 2,56%.
Hubner (1985) mengemukakan persyaratan papan gypsum menurut standar Jerman, yaitu keteguhan lenturnya (modulus patah) 60 kg/cm 2 untuk yang kerapatannya 1 g/cm 3, 75 80 kg/cm 2 untuk yang kerapatannya 1,1 g/cm 3 dan 85 90 kg/cm 3 untuk yang kerapatannya 1,2 g/cm 3. Bila hal ini dibandingkan dengan data papan gypsum dari kayu sengon maka papan gypsum dari tatal yang tidak direndam, memenuhi persyaratan tersebut sedangkan yang lainnya tidak memenuhi syarat walaupun perbedaannya tidak begitu besar. Disebabkan gypsum memilki kemampuan serap suara seperti pada tabel 1.1 maka dengan alasan itulah gypsum dipakai sebagai perekat pada penelitian ini. Tabel 1.1 Koefisien absorpsi gypsum Frekuensi 150 Hz 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz Koef. Serap Bunyi 0.29 0.10 0.05 0.04 0.07 0.09 Sumber : (Doelle, Leslie L, 1993) 1.2. Perumusan Masalah Tanaman kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, dan setelah itu biasanya pohon kelapa sawit akan di tebang kemudian di biarkan melapuk atau di bakar. Jika tindakan pembakaran dilakukan, maka akan ada berjuta batang pohon kelapa sawit yang akan dibakar yang tentu saja akan menimbulkan pencemaran udara yang ikut memicu terjadinya pemanasan global yang merupakan salah satu permasalahan dunia. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang dapat
menjadikan batang pohon kelapa sawit menjadi lebih berguna sehingga tidak menjadi sarang hama yang merusak pohon kelapa sawit seperti, tikus, kumbang dan gendon. Dengan memanfaatkan batang sawit yang tidak produktif menjadi material akustik berarti memberikan nilai tambah pada limbah batang kelapa sawit, dan pencemaran lingkungan akibat pembakaran limbah batang sawit ini, secara bersamaan juga dapat dikurangi. Limbah batang sawit yang biasanya dibakar ditunjukkan pada gambar 1.5. Gambar 1.5 Limbah batang kelapa sawit Material akustik berbahan batang sawit dengan perekat gypsum diperkirakan akan mampu menjadi material akustik alternatif yang handal dan murah, untuk itulah pengujian ini dilakukan untuk mengembangkan material akustik baru dan menjadi solusi dari limbah batang sawit. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum penyelidikan Tujuan umum penyelidikan ini adalah mendapatkan karakteristik akustik seperti koefisien serap (absorbsi) bunyi pada beberapa frekuensi dari material komposit batang kelapa sawit (Elaeis Guineensis) dengan perekat gypsum.
1.3.2. Tujuan khusus penyelidikan ini adalah: 1. Mengetahui harga amplitudo maksimal dan minimal pada tabung impedance. 2. Mengetahui harga frekuensi yang paling baik diserap material yang diuji. 3. Mendapatkan jenis perbandingan antara air, gergajian batang sawit dan gypsum yang paling tepat yang digunakan dalam pembuatan material akustik alternatif tersebut, sehingga menghasilkan nilai koefisien serap yang optimal. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diperoleh dari penyelidikan ini adalah: 1. Menemukan material akustik alternatif yang handal dan murah. 2. Menjadi solusi masalah limbah dari batang kelapa sawit yang begitu besar di dunia. 3. Mengeliminir terjadinya pemanasan global yang merupakan salah satu masalah dunia yang diakibatkan dari pembakaran limbah batang kelapa sawit. 4. Menambah informasi baru dalam keilmuan di bidang material akustik, khususnya selencer knalpot, enclouser mesin di bidang mesin.