224 BAB VI P E N U T U P A. Kesimpulan 1. Bentuk apa yang bisa dilihat dan apa yang bisa dicatat pertunjukan wayang kulit purwa lakon Subali Lena sajian dalang Enthus Susmono dalam acara Tirakatan Malem Jum at Kliwon di Taman Budaya Surakarta, adalah perangkat dan operasional penyajiannya. Perangkatnya ada cerita, pelaku, dan perabot, sedang operasional penyajiannya berkaitannya dengan cerita, pelaku, penataan pelaku dan perabot, serta jalannya pertunjukan mulai dari jejer sampai adegan tanceb kayon. Operasional penyajian yang bisa dilihat dan dicatat kaitannya dengan perangkat cerita dan pelaku, operasional penyajian kaitannya dengan penataan pelaku dan perabot, serta jalannya penyajian. Berdasarkan apa yang bisa dilihat dan dicatat baik perangkat dan opersional penyajian tersebut, menunjukkan bahwa pertunjukan wayang kulit purwa lakon Suibali Lena sajian dalang Enthus Susmono bentuknya masih tradisi dalam jalur pakem, adapun beberapa pergeseran atau perkembangan seperti ceritanya ada para nabi, pelaku dalangnya berserban, pesindennya berjilbab, perabot kelirnya melingkar, gamelannya ditambah rebana, operasionalnya ada shalawatan, dan ada adegan lain dalam jejeran, adalah sebagai ciri khas pertunjukan wayang kulit pursa sajian dalang Enthus Susmono dan bisa ditolelir atas keberadaannya. 2. Pertunjukan wayang kulit purwa lakon Subali Lena sajian dalang Enthus Susmono mengandung nilai-nilai etis yang sangat fundamental. Nilai-nilai etis yang sangat fundamental itu terdiri dari konsep hati nurani yang bisa memberikan
225 petunjuk bagi seseorang dalam menentukan sikap, keadilan sebagai kebenaran yang ideal, hak dan kewajiban yang harus didahukan keweajiban, serta kebebasan dan tanggung jawab sebagai perilaku yang konsisten. Keempat hal yang ditemukan dalam pertunjukan wayang kulit purwa lakon Subali lena sajian dalang Entus Susmono tersebut layak dikatakan sebagai etika. Ajaran moral yang telah disistematisasikan ke dalam etika oleh peneliti itu, hampir sebagaian besar tercermin dalam dialog tokoh wayang. 3. Relevansi nilai-nilai etis pertunjukan wayang kulit purwa lakon Subali Lena sajian dalang Enthus Susmono dengan ajaran moral Syaikh Maulana Ilyasa adalah bisa mengantarkan manusia sampai pada kepahaman agama. Nilai-nilai etis pertunjukan wayang kulit purwa lakon Subali Lena sajian dalang Enthus Susmono yang relevan dengan ajaran moral Syaikh Maulana Ilyas tersebut adalah nilai hak dan kebebasan relevan dengan ajaran dakwah tahap ta aruf, nilai keadilan, kewajiban dan tanggungjawab relevan dengan tahap targhib, sedang nilai hati nurani relevan dengan tahap tasykil-takhruj. Pertunjukan wayang kulit purwa lakon Subali Lena sajian dalang Enthus Susmono tersebut walaupun sumber cerita berasal dari Ramayana yang bernafaskan agama Hindu, tetapi karena dikemas sedemikian rupa dengan nuansa dakwah Islami, baik fisik, ucapan (ontowacana) maupun banyolan (lucu), maka nilai-nilai etis di dalamya kemudian relevan dengan ajaran moral Syaikh Maulana Ilyas, sekaligus relevan pula dengan upaya berbaikan moralitas umat dan pelestarian wayang khususnya di negeri ini.
226 B. Saran Saran dalam penelitian ini diberikan kepada berbagai pihak pertama para peneliti berikutnya yang mengambil topik sama, kedua dalang Enthus Susmono, ketiga para penonton orang-orang Islam, dan keempat para alim-ulama. 1. Saran kepada para peneliti berikutnya yang mengambil topik sama, agar objek materialnya bisa disempurnakan, sebab dalam penelitian ini banyak objek material yang tidak diambil, misalnya: kegiatan harian dalang Enthus Susmono di luar pertunjukan wayang kulit purwa lakon Subali Lena baik sebelum maupm sesudahnya. 2. Saran kepada para peneliti berikutnya pula, agar materi filsafat: pertunjukan wayang kulit purwa lakon Subali Lena sajian dalang Enthus Susmono ini bisa diteliti dengan pendekatan lain. Pentingnya penelitian objek material pertunjukan wayang kulit purwa lakon Subali Lena sajian dalang Enthus Susmono ini dengan pendekatan lain, sebab objek material ini sangat layak: mempunyai nilainilai filsafat yang sangat tinggi, karena bersangkutan dengan inti kehidupan. 3. Saran kepada dalang Enthus Susmono, karena pertunjukan wayang kulit purwa telah diterima oleh masyarakat, maka agar hendaknya proses dalam hal ini ajaran etika dakwah tahap ta aruf dan targhib tetap ditempuh sebagai per-hidmat-an atau pelayanan kepada masyarakat, tetapi di tingkatkan atas kesungguhannya sebagai dakwah sampai pada tahap tasykil dan takhruj, sebab, apabila tidak ditingkatkan sampai pada tahap tasykil dan takhruj, setidaknya akan menuai dua kerugian: pertama menghalangi orang yang ada di bawahnya ibarat naik tangga. Ibarat naik tangga, apabila orang yang di atas dalam hal ini dalang Enthus Susmono sendiri
227 tidak terus naik, maka orang yang ada di bawah: para penonton juga tidak akan naik, karena ketetegan atau terhalang oleh orang yang di atasnya. Kedua bisa-bisa disangsikan atas kesungguhan dan kebenaran dakwahnya hingga jatuh dalam hukum menjual ayat. Kesempurnaan aplikasi sesuai dengan ajaran etika Syaikh Maulana Ilyas dalam pertunjukan wayang kulit purwa inilah sekaligus merupakan inovasi yang hendak peneliti lakukan. 4. Saran kepada para penonton orang-orang Islam, karena pertunjukan wayang kulit purwa telah ditunaikan,maka agar hendaknya meningkatkan kesungguhannya untuk dakwah sesuai dengan ajaran etika tahap demi tahap, diawali dari keluar dakwahkhuruj fii sabiilillaah tiga hari lebih dulu, kemudian empatpuluh hari, selanjutnya empat bulan. 5. Saran kepada para alim ulama, agar hendaknya wayang tidak dilihat dengan etika syariat. Wayang kalau dilihat dengan etika syariat, jelas banyak yang tidak syar i atau bahkan tidak ada yang syar i baik perangkat: cerita, perabot, pelaku, maupun operasional penyajiannya. Wayang jangankan dilihat dengan etika syaria at, yang namamya shalat lima kali sehari dan zakat dua setengah persen itu pun juga belum syar i penuh, sebab shalat itu seperti dalam peristiwa isra -mi rajyang dikehendaki Allah sebenarnya tidak hanya lima kali sehari tetapi limapuluh kali sehari atau bahkan lebih, dan zakat itu yang dikehendaki itu tidak hanya dua setengah persen tetapi seluruh: innallaahastaral mukminiina anfusahum wa amwalahum bi annalahumul jannah : sesungguhnya seluruh harta dan diri orangorang yang beriman itu telah dibeli oleh Allah dengan syurga (al-qur an). Shalat kalau hanya lima kali sehari dan zakat kalau hanya dua setengah persen, itu
228 karena kebijakan Allah terhadap lemahnya manusia, hingga yang penting sekarang ini bagaimana bisa menyambungkan wayang dengan takhruj: keluar dakwah tiga hari, empatpuluh hari, atau empat bulan, agar manusia paham agama. Manusia kalau paham agama, maka wayang akan dijadikan sebagai dakwah, hingga kecuali wayang itu sendiri bisa hidup lestari, juga yang penting manusianya paham agama. Manusia sebaliknya kalau tidak paham agama, maka wayang itu hanya akan dijadikan sebagai alat untuk mencari dunia, hingga wayang itu sendiri kecuali tidak bisa hidup lestari, yang menyedihkan lagi manusianya tidak paham agama. Manusia dengan wayang itu gambarannya seperti Nabi Musa dengan tongkatnya: Nabi Musa ketika belum paham agama, tongkatnya hanya digunakan untuk mengambil daun-daunan bagi makan ternaknya, tetapi setelah manusia paham agama, tongkatnya digunakan untuk menyelesaikan masalah besar menghadapi tukang sihir dan Raja Fir aun: bisa menjadi ular mengalahkan tukang sihir, bisa membelah laut mengalahkan Raja Fir aun.