BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Jumlah Unit Usaha di Indonesia Tahun (unit) (unit) 99,99 2. Usaha Besar (unit) (orang) (orang)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2416

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Indeks Beberapa Konsumsi Kelompok Barang/Jasa Triwulan III-2015 (BPS Jawa Barat, 2015)

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

Bab 4 P E T E R N A K A N

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, industri kreatif dibagi menjadi 15 subsektor, diantaranya: mode,

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah tangga juga ikut meningkat. Di tambah dengan sektor pengolahan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek penelitian Sejarah Resto Rumah Soto Padang Gambar 1. 1 Logo Resto Rumah Soto Padang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi bisnis saat ini telah mendapat tantangan besar dari persainganusaha

BAB I PENDAHULUAN. Republika.co.id, Jakarta)

STUDI KELAYAKAN BUDIDAYA PUYUH DI DESA RAJAMANDALA KULON KECAMATAN CIPATAT KABUPATEN BANDUNG BARAT

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri PETERNAKAN di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan. Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991).

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Umum Perusahaan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

I. PENDAHULUAN. Beternak merupakan usaha yang dikembangkan untuk mendapat keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN. Armiati dan Yusmasari

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

tentang Prinsip-prinsip Pembuatan Kandang dan Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Macam-macam Kandang. Modul empat, membahas materi Sanitasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Industri properti di Indonesia walaupun mengalami guncangan pada tahun

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR

BAB II. PERJANJIAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Data Direktorat

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh :

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

BAB I PENDAHULUAN. 11,47 Triliun atau tumbuh sebesar 25,1% dibandingkan laba akhir tahun 2015 sebesar Rp.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan dan Kegunaan Penelitian 11

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor

PENDAHULUAN. Tabel 1. Konsumsi Telur dan Daging Broiler pada Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

a home base to excellence Mata Kuliah : Rancangan Bisnis (Kewirausahaan Lanjut) Kode : LSE 304 Review BMC Pertemuan - 1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN KUTAI

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum Keramat Bey Berry

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER DI KOTA MEDAN Helmi Mawaddah *), Satia Negara Lubis **) dan Emalisa ***) *)

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian yang memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat, terutama masyarakat pada daerah-daerah kecil di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan bahwa jumlah UKM di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 57.895.721 juta unit atau 99,99% dari total unit usaha yang ada di Indonesia dimana hal tersebut berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 60,34% serta berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia sebesar 114.144.082 juta orang atau 96,99% dari total tenaga kerja di Indonesia. Tabel I.1 Jumlah Unit Usaha di Indonesia Tahun 2013 Indikator UNIT USAHA Satuan (unit) Tahun 2013 Jumlah Pangsa (%) 57.900.787 1. UKM (unit) 57.895.721 99,99 2. Usaha Besar (unit) 5.066 0,01 TENAGA KERJA (orang) 117.681.244 1. UKM (orang) 114.144.082 96,99 2. Usaha Besar (orang) 3.537.162 3,01 PDB (Rp. Milyar) 9.014.951,2 1. UKM (Rp. Milyar) 5.440.007,9 60,34 2. Usaha Besar (Rp. Milyar) 3.574.943,3 39,66 (Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM) 1

Mencari pekerjaan dimasa sekarang ini merupakan hal yang cukup sulit, banyak sekali calon pekerja yang berkeinginan untuk bekerja di instansi pemerintahan atau swasta, tetapi lapangan pekerjaan saat ini sangat terbatas. Hal tersebut menyebabkan jumlah pengangguran semakin banyak. Adanya sektor UKM dapat membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru untuk masyarakat. Sehingga jumlah pengangguran dapat berkurang. Wirausaha merupakan salah satu usaha untuk mengatasi meningkatnya jumlah pengangguran. Selain menguntungkan dari segi ekonomi, sebagaian besar kegiatan wirausaha juga sangat membantu usaha-usaha lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu usaha yang mudah dikembangkan yaitu budidaya burung puyuh, karena banyak orang yang membutuhkannya. Sebagian masyarakat pedesaan mengenal puyuh sebagai burung yang banyak bertebaran di ladang dan di persawahan. Burung puyuh sering dijadikan buruan sebagai tambahan protein hewani yang murah. Berbeda dengan masyarakat di pedesaan, masyarakat perkotaan jarang mengenal burung puyuh, kebanyakan dari mereka hanya mengenal telur puyuh yang dijajakan sebagai cemilan atau untuk campuran susu. Telur puyuh juga banyak dikenal dimasyarakat karena banyak dijual oleh pedagang asongan di bus, terminal, warung, dan perempatan lampu merah di kota. Burung puyuh sebagai salah satu ternak unggas, telur dan dagingnya semakin dikenal dan dibutuhkan sebagai salah satu sumber protein hewani yang cukup penting selain sumber protein yang dapat berasal dari daging serta konsumsi protein dapat berpengaruh terhadap kecerdasan suatu bangsa. Jika kita melihat konsumsi masyarakat indonesia terhadap daging dan telur adalah sebesar 5,19 kg/kapita/tahun dan 6,36 kg/kapita/tahun. Angka ini masih jauh dibawah konsumsi negara-negara tetangga seperti Philippines (8 kg/kpt/tahun), Thailand (16 kg/kpt/tahun), Singapore (28 kg/kpt/tahun) dan Malaysia (36 kg/kpt/tahun). Konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia paling banyak berasal dari ayam ras, ayam buras, itik, sapi, kerbau, kambing/domba dan babi. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penganekaragaman bahan pangan sumber protein asal hewan seperti ternak kelinci dan puyuh sebagai 2

penghasil daging dan telur. Burung puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang apabila dibudidayakan akan memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan dan semakin banyak dilakukan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan pasar yang terus meningkat. Permintaan ini belum dapat dipenuhi karena volume produksi masih jauh dibawah kebutuhan pasar. Berikut adalah data permintaan dan penawaran telur puyuh per minggu untuk wilayah Jabodetabek, Banten, dan Priangan Timur. 14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 Demand Supply Gap Gambar I.1 Data Supply-Demand Telur Puyuh (Sumber: Asosiasi Peternak Puyuh Indonesia) Berdasarkan data pada Gambar I.1 mengenai data supply-demand telur puyuh dapat diketahui bahwa permintaan telur puyuh untuk wilayah Jabodetabek, Banten, dan Priangan Timur saja mencapai 14 juta butih telur puyuh per minggu. Namun, dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebanyak 3,5 juta butir telur puyuh perminggu. Sehingga, masih terjadi kekurangan pasokan telur puyuh sebanyak 10,5 juta butir telur puyuh per minggunya. Kebutuhan telur puyuh di daerah juga masih sangat tinggi. Misalnya di pasar tradisional Bogor permintaan telur puyuh mencapai 500 ribu butir telur puyuh per minggunya. Peternak puyuh di Jawa Barat baru bisa memenuhi sekitar 30% permintaan telur puyuh di daerah Jabodetabek, selebihnya masih mengandalkan suplai telur puyuh dari peternak di Jawa Tengah, Yogyakarta, 3

dan Jawa Timur. Sementara itu permintaan di daerah Pantura lebih besar lagi, mencapai 1,7 juta butih telur puyuh per minggunya. Selain itu, berdasarkan survei pendahuluan, terdapat 189 responden yang berminat membeli telur puyuh dan 155 responden yang berminat dan sanggup membeli telur puyuh dari 200 responden. Melihat kondisi ini maka pemerintah perlu terus mendukung pengembangan usaha budidaya puyuh kearah usaha yang berwawasan agribisnis, ramah lingkungan dan terintegrasi dengan usaha lainya sehingga meningkatnya pendapatan peternak. Kini usaha budidaya burung puyuh semakin banyak digemari oleh masyarakat karena puyuh memiliki pertumbuhan yang cepat serta cepat menghasilkan telur (40 hari sudah bertelur), pemeliharaan yang mudah, sederhana dan memberikan penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak serta mampu untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Bila melihat kandungan gizi daging dan telur puyuh cukup tinggi, bahkan sebanding dengan daging dan telur ayam, itik dan unggas lainnya. Akhir-akhir ini masyarakat mulai menggemari daging dan telur puyuh karena memiliki rasa yang enak dan lezat serta mudah untuk diolah menjadi berbagai jenis masakan terutama telurnya. Prospek usaha beternak burung puyuh mempunyai peluang yang cukup besar, dilihat dari tingkat pemanfaatan potensi pemeliharaan serta kemungkinannya dikirim ke luar daerah. Jika melihat prospeknya, usaha budidaya puyuh dapat dijadikan sebagai usaha pokok maupun sebagai usaha sambilan. Hanya saja, tingkat produktiftasnya masih jauh dari mencukupi permintaan pasar. Hal ini mendorong usaha beternak puyuh semakin berkembang dan banyak penggemarnya. Demikian dengan Ikhlas Quail Farm (IQF) yang berada di Desa Rajamandala Kulon Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat, usaha kecil budidaya burung puyuh dijadikan prioritas utama yang sangat tepat untuk memaksimalkan pendapatan komunitas usaha masyarakat. Peluang usaha budidaya burung puyuh petelur dan indukan dapat dikatakan sangat besar dengan melihat adanya supplydemand seperti yang dapat dilihat pada Gambar I.1. Selain itu, suplai telur puyuh di luar pulau Jawa masih mengalami kekurangan. Wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi masih mengandalkan suplai telur puyuh dari peternak puyuh di Jawa yang hanya mampu memenuhi permintaan sebesar 50%. Berikut adalah data populasi dan produksi puyuh pada tahun 2013. 4

Tabel I.2 Data Populasi dan Produksi Puyuh Tahun 2013 No. Provinsi Populasi (ekor) Produksi (butir) 1 Jawa Barat 3.000.000 2.250.000 2 Jawa Tengah 10.000.000 7.500.000 3 DI Yogyakarta 2.000.000 1.500.000 4 Jawa Timur 100.000.000 75.000.000 5 Sumatera 1.000.000 750.000 6 Kalimantan 50.000 37.500 7 Sulawesi 35.000 26.250 8 NTT dan NTB 115.000 86.250 9 Bali 25.000 18.750 Jumlah 116.200.000 87.150.000 (Sumber: Asosiasi Peternak Puyuh Indonesia) Sistem penjualan dengan hanya menjual telur puyuh saja saat ini dinilai cukup baik untuk menjadi tahap permulaan penjualan. Namun, seiring bertambahnya usaha budidaya burung puyuh menyebabkan semakin berkembangnya persaingan yang ada. Sehingga, perlu adanya perkembangan bisnis. Saat ini banyak pengusaha atau praktisi bisnis yang menggunakan model bisnis sebagai pendekatan ilmu pengetahuan dalam perencanaan, perancangan, dan pengembangan bisnis (Osterwalder & Pigneur, 2010). Banyak manfaat yang dapat diperoleh jika menggunakan model bisnis. Pertama terkait dengan komponenkomponen yang digunakan, model bisnis membantu dan memudahkan bagi para perencana dan pengambil keputusan di perusahaan untuk melihat hubungan logis yang ada antar komponen dalam bisnis, sehingga dapat menghasilkan nilai bagi 5

konsumen dan nilai perusahaan. Kedua, model bisnis dapat digunakan untuk menguji konsistensi hubungan antar komponen. Ketiga, model bisnis dapat digunakan untuk membantu menguji pasar dan asumsi yang digunakan saat mengembangkan bisnis. Terakhir, model bisnis dapat digunakan untuk menunjukkan bagaimana dampak perubahan yang dilakukan dan konsekuensi yang dihadapi perusahaan (TIM PPM Manajemen, 2012). Terdapat berbagai model bisnis yang berkembang pada saat ini seperti model bisnis Value Network from Verna Allee, model bisnis Henry Chesbrough, model bisnis strategi Diamond, model bisnis Patrick Steahler dan model bisnis Seizing The White Space (Kastelle, 2012). Model bisnis yang diperlukan harus dapat dipahami oleh semua orang. Tantangannya, konsep ini harus sederhana, relevan, dan secara intuitif dapat dipahami. Permasalahan yang ada ialah tidak semua model bisnis dapat mewakili hal tersebut. Berdasarkan kajian dari permasalahan dan perkembangan model bisnis yang ada, maka penelitian ini akan difokuskan untuk merancang model bisnis UKM IQF dengan menggunakan pendekatan Business Model Canvas. Business Model Canvas dipilih karena lebih sederhana, sehingga lebih mudah dimengerti, serta Business Model Canvas sendiri telah dipakai di perusahaanperusahaan besar seperti Adobe, Microsoft, IBM, Ericsson, dan Deloitte (Osterwalder & Pigneur, 2010). Selain itu, Business Model Canvas dapat disampaikan secara sederhana melalui kesembilan komponen yang dimiliki, yaitu customer segment, channels, customer relationship, value proposition, key activities, key resources, partnership networks, cost structure, dan revenue streams. Sehingga nantinya melalui penelitian ini dapat membantu UKM IQF sebagai dasar penyusunan strategi pengembangan bisnis. I.2 Perumusan Masalah Usaha yang dijalankan oleh UKM IQF ini dapat dikatakan masih berada dalam fase introduction dalam siklus hidup produk, karena UKM IQF ini hanya menjual telur puyuhnya saja untuk saat ini. Oleh karena itu, UKM IQF ini membutuhkan suatu gambaran penjualan bisnis baru. Gambaran penjualan bisnis baru ini harus dapat menampilkan komponen-komponen apa saja yang dibutuhkan, sehingga nantinya dapat tergambarkan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dan menjadi faktor 6

penentu keberhasilan dari penjualan produk kuliner hasil olahan telur puyuh maupun daging puyuh ini. Selain itu, dalam pembuatan usaha baru ini, UKM IQF membutuhkan panduan atau arahan bagaimana UKM IQF dapat mencapai tujuannya, mulai dari apa yang dibutuhkan hingga bagaimana dapat menghasilkan pendapatan melalui sistem penjualan yang ada. Sehingga perlu ditarik perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peta Business Model Canvas existing dari UKM IQF? 2. Bagaimana peta Business Model Canvas usulan dari UKM IQF? I.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi peta Business Model Canvas existing dari UKM IQF. 2. Merancang usulan Business Model Canvas dari UKM IQF I.4 Batasan Penelitian Adapun batasan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini dilakukan hanya sampai dengan tahap perancangan, tidak sampai ke tahap implementasi. 2. Penelitian ini tidak membahas secara mendetail mengenai aspek teknis dan strategi pelaksanaan dari kesembilan komponen model bisnis UKM IQF. 3. Penelitian ini tidak membahas penentuan harga dan biaya dengan angka yang pasti, sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan mengenai aspek kelayakan. I.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membantu pemahaman secara menyeluruh terhadap seluruh komponen yang terlibat dalam mensukseskan bisnis ini. 2. Sebagai masukan bagi UKM IQF untuk mengembangkan bisnis dalam mengoptimalkan nilai bagi UKM dan konsumen. 7

I.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini diuraikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Pada bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Pada bab ini berisi literatur yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan dibahas hasil-hasil penelitian yang terdahulu. Bagian kedua membahas hubungan antar konsep yang menjadi kajian penelitian dan uraian kontribusi penelitian. Bab III Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah dalam pemecahan masalah yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian sesuai tujuan dari permasalahan yang dibahas dan berfungsi sebagai kerangka utama untuk menjaga penelitian agar mencapai tujuan yang ditetapkan. Bab IV Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada bab ini diuraikan mengenai proses pengumpulan serta pengolahan seluruh data yang dibutuhkan dan digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada penelitian ini. Bab V Analisis dan Pembahasan Pada bab ini berisi uraian mengenai analisis dan pembahasan model bisnis UKM IQF dengan pendekatan model bisnis kanvas berdasarkan hasil pengolahan data yang digunakan dalam penelitian. 8

Bab IV Kesimpulan dan Saran Pada bab ini terdapat uraian mengenai kesimpulan dari penelitian yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian dan pemberian saran untuk penelitian yang lebih lanjut. 9