PENGGUNAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA MANTRA DI KELURAHAN JOGOYUDAN, KECAMATAN LUMAJANG, KABUPATEN LUMAJANG, JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN A. SIMPULAN

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS JAMBI

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya yang hidup di negeri ini. Masing-masing kelompok masyarakat

GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan hal yang sangat vital dalam berkomunikasi dengan

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

2014 KONSEP KESEJAHTERAAN HIDUP DALAM MANTRA

BAB I PENDAHULUAN. Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dalam masyarakat. Sastra merupakan salah satu kebutuhan manusia yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Membicarakan mantra dalam ranah linguistik antopologi tidak akan

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA MANTRA PENGASIH DI KELURAHAN MORO DENGAN DESA JANG ARTIKEL E-JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Delapan puluh persen (80%) persalinan. merawat dan memandikan (Yulifah & Yuswanto, 2009).

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORETIS

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

ARTIKEL ILMIAH. diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (Strata I)

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa

ANALISIS JENIS-JENIS REPETISI DALAM BUKU MAHMUD IS BACK KARYA HUSNIZAR HOOD ARTIKEL E-JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebanyak 17 Mantra Pengasih dari 13 narasumber yang berbeda.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

BAB I PENDAHULUAN. yang tetap dilaksanakan oleh masyarakat Melayu sejak nenek moyang dahulu

KEKEEFEKTIFAN PENULISAN SURAT RESMI DI KANTOR CAMAT KECAMATAN KUMUN DEBAI KOTA SUNGAI PENUH

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB IV PENUTUP. penulis mengambil kesimpulan tentang Peraktek Pengobatan Magis Murningsih di

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penggunaan bahasa kias yang terdapat dalam novel AW karya Any Asmara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibuat dengan bahan alami secara tradisional (Agoes, Azwar H:

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

5 JENIS ILMU PELET SEMAR DI NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Juita, 2014 konsep hidup rahayu dalam kidung rahayu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS NILAI-NILAI SOSIAL DALAM MANTRA MASYARAKAT DESA CEMAGA SELATAN KECAMATAN BUNGURAN SELATAN KABUPATEN NATUNA ARTIKEL E-JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahasa, terdapat aturan-aturan pemakaian bahasa yang dapat

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum

KAJIAN PEMAKAIAN GAYA BAHASA PERULANGAN DAN PERBANDINGAN PADA KUMPULAN PUISI KARENA BOLA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Miftahul Malik, 2015

KAJIAN FONOLOGI DAN LEKSIKON BAHASA JAWA DI DESA WANAYASA KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis atau kalimat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa

BAB I PENDAHULUAN. daerah di negara ini memiliki adat istiadat dan tradisi masing-masing yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Pada analisis struktur ditemukan hal-hal antara lain: a) Analisis struktur terdiri atas bentuk dan formula bahasa

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Setiap suku bangsa memiliki adat dan tradisinya yang berbeda-beda sesuai

Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tidar.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik komunikasi. kehidupan masyarakat. Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat untuk

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA KUMPULAN PANTUN NEGERI PANTUN KARYA YOAN SUTRISNA NUGRAHA

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

Transkripsi:

PENGGUNAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA MANTRA DI KELURAHAN JOGOYUDAN, KECAMATAN LUMAJANG, KABUPATEN LUMAJANG, JAWA TIMUR THE USE OF DICTION AND IDIOLECT MANTRA AT JOGOYUDAN VILLAGE, SUBDISTRICT LUMAJANG, LUMAJANG REGENCY, EAST JAVA Lutfiatul Khikmah, Akhmad Sofyan, Sri Ningsih Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Jember Jl.Kalimantan 37 Kampus Bumi Tegal Boto Telepon 085745160130 Email: viviabraham.va@gmail.com ABSTRAK Mantra merupakan tradisi lisan yang digunakan untuk meminta pertolongan pada makhluk gaib dan menandingi kekuatan gaib yang lain. Pada penggunaan diksi, penelitian ini membahas tentang makna konotatif, ketepatan dan keserasian kata; serta penggunaan gaya bahasa yang membuat mantra terkesan menarik dan sakral. Sumber data berasal dari pemantra yang tinggal di Kelurahan Jogoyudan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang terdiri atas metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode dan teknik penyajian hasil analisis data. Hasil penelitian menunjukkan ada sembilan jenis mantra, yaitu mantra penolak hujan, mantra pengobatan, mantra permohonan, mantra menyatukan hati, mantra semar mesem, mantra jaran goyang, mantra ketika akan mandi, mantra pelaris dagangan, dan mantra bayi rewel. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua mantra yang tidak memiliki kata konotatif, yaitu mantra pengobatan dan mantra permohonan. Gaya bahasa yang paling dominan pada mantra adalah repetisi anafora. Kata kunci: Mantra, Diksi, Gaya Bahasa ABSTRACT Mantra is oral tradition used to to ask help from super natural power and to encounter other magical power. On the use of diction, this research discussed connotative expression, precision, and harmony of word; and using idiolect of the mantra make it interesting and sacredness. The sources of data comes from wizard who lives in Jogoyudan village. This research use qualitative research which consist of method and data gathering technique, method and data analysis technique and finally method and data analysis result presentation technique. The result of research there are nine kinds of mantra, there are rain repellent mantra, medication mantra, request mantra, heart bonding mantra, semar mesem mantra, jaran goyang mantra, bathing mantra, bussines boosting mantra and baby calming mantra. Based on the analysis conducted, it can be concluded that the two mantra's which do not have figurative expression connotatively are medication and request mantra. The idiolect dominantly found in mantra is anaphora repetetion. Keyword: Mantra, Diction, Idiolect Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 1

1. PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat hidup sendirian. Oleh karena itu, dibutuhkan interaksi sosial antarmanusia untuk bisa saling berkomunikasi. Banyak informasi yang diperoleh dari interaksi tersebut dan bahasa merupakan sarana bagi mereka untuk bisa saling menyampaikan informasi. Menurut Pateda (1987:11) bahasa hanya hidup karena interaksi sosial. Memang ada bahasa tulis, tetapi tidak sedinamis bahasa yang dilisankan. Bahasa lisan hidup pada interaksi sosial. Setiap hari pasti terjadi komunikasi dengan sesama manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahasa merupakan sarana pengungkapan informasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga bahasa terkait dengan adat-istiadat, budaya, dan kebiasaan masyarakat. Hal itu disebabkan adatistiadat, budaya, dan kebiasaan masyarakat diturunkan dari generasi ke generasi melalui bahasa. Selain itu, dengan bahasa manusia juga mampu mengembangkan daya pikirnya untuk memenuhi keinginannya. Samsuri (1994:4) mengatakan bahwa bahasa adalah alat yang digunakan untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan serta alat yang digunakan untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Oleh karena itu, bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena hampir semua aktivitas manusia memerlukan bahasa sebagai sarana komunikasi. Kebudayaan berkaitan erat dengan manusia sebagai pelakunya. Menurut Elly (2006:36), tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antarmanusia dengan isi alam raya. Kebudayaan ada karena ada manusia penciptanya dan manusia dapat hidup di tengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendukungnya. Oleh karena itu, kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari manusia, begitu juga sebaliknya. Kabupaten Lumajang terdiri atas kota dan desa. Pada penelitian ini dikhususkan pada daerah kotanya, yaitu di Kelurahan Jogoyudan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang. Umumnya, tradisi lisan lebih dilestarikan di daerah pedesaan, bukan di daerah perkotaan. Dalam penelitian ini, akan dibuktikan bahwa tradisi lisan juga dilestarikan di perkotaan, bukan hanya di pedesaan. Tradisi lisan yang diwariskan oleh nenek moyang selayaknya dilestarikan oleh pewarisnya agar tidak terjadi kepunahan. Sebagian besar masyarakat Jawa di Kelurahan Jogoyudan melestarikan tradisi lisan secara turun temurun kepada pewarisnya. Salah satu bentuk tradisi lisan tersebut adalah mantra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Lengkap (1997:424), mantra bisa diartikan sebagai susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Jadi setiap pemantra memiliki kekuatan dalam setiap mantra yang diucapkannya. Penyebaran mantra seringkali mengalami penambahan atau pengurangan baik kata maupun kalimat. Bahkan, pelafalannya pun hanya dibaca begitu saja tanpa ada nada penekanan dan permintaan halus sebagai tanda permohonan. Hal itu disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara pemantra dan pewaris mantra pada usia lebih dari lima puluh tahun. Beliau hanya menerima mantra itu tanpa meminta makna atau arti dari mantra itu serta pelafalan yang benar. Namun, dalam penerapannya, mantra yang dibacakan berhasil sesuai dengan keinginan. Mantra dalam penelitian ini tidak dikhususkan pada satu jenis mantra saja, tetapi segala jenis mantra yang umumnya digunakan pemantra untuk menolong sebagian orang yang membutuhkan jasa pemantra tersebut. Misalnya, seorang tukang pijat yang memijat sambil mengucapkan mantra agar tubuh orang yang dipijat merasa sehat lagi dan tidak merasakan sakit seperti sebelum dipijat. Bahasa yang digunakan dalam mantra-mantra di Kelurahan Jogoyudan bukan hanya bahasa Jawa. Sebagian dari pemantra menyebut doa sebagai mantra ketika mereka ingin melakukan sesuatu yang sakral. Bahasa Jawa merupakan bahasa sehari-hari yang dipakai oleh masyarakat di Kelurahan Jogoyudan, sehingga penyebaran mantra di Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 2

sana turun-temurun menggunakan bahasa Jawa tetapi bukan bahasa Jawa yang biasa, yang ada dalam pengucapan mantra, melainkan bahasa Jawa yang lebih sopan dan pilihan kata serta gaya bahasa yang dipakai lebih indah. Penelitian ini dikhususkan pada mantra yang berbahasa Jawa dan tidak mengandung doa. Kata-kata Arab yang ada dalam beberapa mantra merupakan pengaruh agama Islam yang dianut oleh masyarakat Jawa di Kelurahan Jogoyudan. Ada sebelas mantra yang memenuhi syarat untuk dijadikan data dan dianalisis pada penelitian ini. Mantra termasuk dalam tradisi lisan karena tidak ada bentuk tulisan yang memuat tentang mantra tersebut. Penyebarannya melalui mulut ke mulut saja. Tradisi lisan diklasifikasikan menjadi enam bentuk, yaitu bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pernyataan tradisional, sajak dalam puisi rakyat, crita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat (Sukatman, 2009:6). Di antara keenam bentuk tradisi lisan tersebut, mantra yang digunakan di Kelurahan Jogoyudan termasuk dalam ungkapan tradisional karena mantra adalah sebuah ungkapan yang diucapkan untuk maksud dan tujuan tertentu. Masyarakat di Kelurahan Jogoyudan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang masih sangat mempercayai kekuatan mantra, baik dari kalangan remaja maupun masyarakat yang sudah berumur. Bagi mereka, mantra yang diucapkan sangat manjur dan dapat mengabulkan keinginan mereka yang disampaikan kepada pemantra. Mantra memiliki pilihan kata dan gaya bahasa yang berbeda-beda. Diksi berhubungan dengan rangkaian kata yang memiliki nilai rasa yang tinggi. Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan diksi dalam mantra terkesan lebih komunikatif jika diucapkan kepada makhluk halus yang pemantranya tidak merendahkan diri ketika memohon, sedangkan penggunaan diksi terkesan sopan karena sifatnya meminta pertolongan kepada Tuhan atau makhluk lain yang sudah ditentukan oleh nenek moyang dan ketika memohon, pemantra merasa dirinya rendah dihadapan Tuhan atau makhluk halus tersebut. Ketepatan penggunaan diksi memberikan efek keindahan pada sebuah mantra. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi merupakan salah satu unsur pembangun kesakralan dalam sebuah mantra. Penggunaan gaya bahasa merupakan ungkapan perasaan pemantra yang menurunkan mantra kepada pewarisnya. Gaya bahasa yang dipakainya misalnya dengan menggunakan kata kias. Gaya bahasa menimbulkan kesakralan pada mantra ketika diucapkan. Penggunaan diksi dan gaya bahasa dalam mantra di Kelurahan Jogoyudan merupakan masalah yang menarik karena memiliki makna konotasi, ketepatan dan keserasian kata yang beragam, serta gaya bahasa yang cukup rumit, sehingga perlu dilakukan penelitian. Atas dasar pemikiran tersebut, skripsi ini diberi judul Penggunaan Diksi dan Gaya Bahasa pada Mantra di Kelurahan Jogoyudan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Rumusan masalah berisi uraian tentang hal-hal yang tercakup atau menjadi bagian yang dibahas dalam sebuah penelitian. Masalah-masalah yang dipaparkan tidak lepas dari latar belakang masalah. Agar tidak terjadi perluasan, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. Bagaimana diksi yang digunakan dalam mantra? 2) Gaya bahasa apa sajakah yang digunakan dalam mantra? Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut: 1)diksi yang digunakan dalam mantra; 2)gaya bahasa digunakan dalam mantra. Secara teoritis dan praktis, manfaat ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan bagi pengembangan kajian, khususnya linguistik yang berkaitan dengan mantra dalam makna konotatif dan ketepatan serta keserasian kata. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi pihak yang ingin melakukan kajian maupun penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan mantra. Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 3

b) Manfaat praktis yang dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan bagi pembaca dan memahami makna tersirat yang ada di dalam mantra tersebut. 2. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Adapun langkah langkah dalam penyediaan data ini sebagai berikut: 1) menyimak dan memancing informan agar mendapatkan informasi berupa mantra kegunaannya; 2) melakukan teknik perekaman; 3) pencatatan. Selanjutnya, data yang sudah terkumpul diklasifikasikan menurut diksi dan gaya bahasanya. Sumber data penelitian ini berasal dari pemantra asli bahasa Jawa yang bertempat tinggal di Kelurahan Jogoyudan yang mengetahui mantra. Tahap analisis data dalam penelitian ini yaitu data yang sudah diklasifikasi menurut kategori masing-masing yaitu tentang diksi dan gaya bahasanya. Adapun proses analisis diksi berdasarkan makna konotatif dan ketepatan serta keserasian kata. 3. Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dipaparkan hasil dan pembahasan tentang diksi dan gaya bahasa pada mantra di Kelurahan Jogoyudan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah, meliputi: 1) penggunaan diksi pada mantra; 2) penggunaan gaya bahasa pada mantra. Kedua hal tersebut diuraikan sebagai berikut: A. Penggunaan Diksi Mantra Pada subab ini akan ditunjukkan adanya bentuk diksi yang menganalisis tentang makna konotatif serta ketepatan dan keserasian kata pada mantramantra berikut ini. Diksi Pada Mantra Penolak Hujan Mantra penolak hujan digunakan oleh pawang hujan untuk memindahkan hujan ke daerah lain saat rumah yang dibacakan mantra sedang mengadakan hajatan besar. Misalnya pernikahan, khitanan, dll. Mantranya berbunyi: Assalamu alaikum waalaikumsalam (a) Wonten mendhung putih mendhung sepayung (b) Sing sangking ngulon bali ngulon (d) Sing sangking lor bali lor (e) Sing sangking kidul bali kidul (f) Sing sangking ndhuwur bali ndhuwur (g) Sing sangking ningsor bali ningsor (h) Sangking kersane Allah (i) [Assalamu?alaikum waalaikumsalam] (a) [WϽntən mәnɖuŋ putih mәnɖuŋ sәpayuŋ] (b) [SIŋ saŋkiŋ ŋɛtan bali ŋԑtan] (c) [SIŋ saŋkiŋ ŋulͻn bali ŋulͻn] (d) [SIŋ saŋkiŋ lͻr bali lͻr] (e) [SIŋ saŋkiŋ kiḓul bali kiḓul] (f) [SIŋ saŋkiŋ nɖuwur bali nɖuwur] (g) [SIŋ saŋkiŋ niŋsͻr bali niŋsͻr] (h) [SaŋkIŋ kәrsane ϽllϽh ](i) Terjemahan: Assalamualaikum waalaikumsalam (a) Ada mendung putih mendung bak payung (b) Dari arah timur kembalilah ke timur (c) Dari arah barat kembalilah ke barat (d) Dari arah utara kembalilah ke utara (e) Dari arah selatan kembalilah ke selatan (f) Dari atas kembalilah ke atas (g) Dari bawah kembalilah ke bawah (h) Atas kehendak Allah (i) Analisis data: Assalamualaikum waalaikumsalam (a) Wonten mendung putih mendung sepayung (b) Sing sangking lor bali lor (e) Sing sangking kidul bali kidul (f) Sing sangking ndhuwur bali ndhuwur (g) Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 4

Sing sangking ningsor bali ningsor (h) Sangking kersane Allah (i) a) Makna Konotatif Wonten mendung putih mendung sepayung (b) Pada data (b) terdapat kalimat wonten mendung putih mendung sepayung, kalimat tersebut mengandung makna konotatif. Frasa mendung sepayung mempunyai makna mendung itu hanya menaungi satu rumah dan tidak akan terjadi hujan meskipun mendung itu sangat gelap. Frasa tersebut merupakan perumpamaan ketika sebuah rumah diselimuti awan tebal tetapi tidak terjadi hujan. b) Ketepatan dan Keserasian Kata Assalamualaikum waalaikumsalam (a) Pada data (a) terdapat kalimat assalamualaikum waalaikumsalam, kata waalaikumsalam merupakan jawaban salam yang dipakai dalam agama Islam. Umumnya, kata waalaikumsalam diucapkan setelah ada orang lain yang mengucapkan assalamualaikum. Namun, dalam mantra ini kata waalaikumsalam seketika diucapkan oleh orang yang sama setelah mengucapkan kata assalamualaikum karena ucapan salam tersebut bukan ditujukan kepada manusia, melainkan kepada makhluk halus atau danyang yang dipercaya bisa mengabulkan permintaan si pemanatra. Wonten mendung putih mendung sepayung (b) Pada data (b) terdapat kalimat wonten mendung putih mendung sepayung. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:263), kata putih merupakan nama warna mirip warna kapas. Penggunaan kata putih dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena mendung berwarna putih yang berada tepat di atas rumah pemilik hajat tidak akan turun hujan pada saat hajatan berlangsung, setelah diucapkan mantra penolak hujan oleh pawangnya. Wonten mendung putih mendung sepayung (b) Pada data (b) terdapat kalimat wonten mendung putih mendung sepayung. Kata sepayung berasal dari kata dasar payung. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:231), kata payung adalah alat pelindung terhadap hujan atau panas. Penggunaan kata sepayung dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata sepayung dalam mantra ini diibaratkan sebuah mendung yang memayungi rumah pemilik hajatan. Rumah tersebut sebelumnya sudah dibacakan mantra oleh pawang hujan, sehingga dipastikan tidak akan terjadi hujan. Pada kalimat wonten mendung putih mendung sepayung menegaskan bahwa ada mendung putih, mendung bak payung. Pada data (c) terdapat kalimat sing sangking ngetan bali ngetan. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:292), kata sangking memiliki makna dari. Penggunaan kata sangking dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata sangking sesuai dengan konteks mantra yang menggunakan tingkat tutur krama alus dalam bahasa Jawa. Pada data (c) terdapat kalimat sing sangking ngetan bali ngetan. Kata ngetan berasal dari kata dasar wetan yang berarti timur (Kamus Lengkap Bahasa Jawa, 2011:664). Penggunaan kata ngetan dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena ngetan merupakan penegasan bahwa angin yang berasal dari arah timur harus kembali ke timur. Sing sangking lor bali lor (e) Pada data (e) terdapat kalimat sing sangking lor bali lor. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:182), kata lor berarti utara. Penggunaan kata lor dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata lor menegaskan bahwa angin yang berasal dari arah utara harus kembali ke utara. Sing sangking kidul bali kidul (f) Pada data (f) terdapat kalimat sing sangking kidul bali kidul. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:145), kata kidul berarti nama kiblat arah utara; arah selatan. Penggunaan kata kidul dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata kidul menegaskan bahwa angin yang berasal dari Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 5

arah selatan harus kembali ke selatan. Sing sangking ndhuwur bali ndhuwur (g) Pada data (g) terdapat kalimat sing sangking ndhuwur bali ndhuwur. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:411), kata ndhuwur berarti ke atas. Penggunaan kata ndhuwur dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata ndhuwur menegaskan bahwa angin yang datangnya dari atas harus kembali ke atas. Sing sangking ningsor bali ningsor (h) Pada data (h) terdapat kalimat sing sangking ningsor bali ningsor. Kata ningsor merupakan dialek yang dipakai oleh masyarakat di Kelurahan Jogoyudan. Kata baku yang ada dalam kamus adalah kata ngisor. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:420), kata ngisor berarti bawah. Penggunaan kata ningsor dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata ningsor menegaskan bahwa angin yang berasal dari bawah harus kembali ke bawah. Sangking kersane Allah (i) Pada data (i) terdapat kalimat sangking kersane Allah. Kata kersane berasal dari kata dasar kersa. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:124), kata kersa berarti melakukan. Penggunaan kata kersane dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata kersane merupakan tingkat tutur krama alus dalam bahasa Jawa yang sesuai dengan konteks kalimat dalam mantra ini. Pada kalimat sangking kersane Allah menegaskan bahwa apa pun yang terjadi tetap Allah yang menentukan. Penggunaan Diksi pada Mantra Menyatukan Hati Mantra menyatukan hati atau dalam bahasa Jawa disebut ndudud rasa ini merupakan mantra yang digunakan untuk menyatukan hati lawan jenis agar tercipta rasa cinta dan kasih sayang. Umumnya, mantra ini sering dipakai oleh kalangan remaja agar targetnya menyayangi dan mencintai dirinya. Mantranya adalah sebagai berikut: Muta ajiku sira si jabang bayine (nama orang yg dituju) (a) Sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur (b) [Muta?ajiku sirͻ si jabaŋ bayine] (nama orang yang dituju) (a) [SirϽ IŋsUn jabaŋ bayiku papat limͻ badan (nama oraŋ yang dituju) manuŋgal rͻsͻ ḓulur] (b) Terjemahan: Muta ajiku kamu (nama orang yang dituju) (a) Kamu dan aku dipersatukan dengan cinta (b) Analisis data: Sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur (b) a) Makna Konotatif Sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur (b) Pada data (b) terdapat kalimat sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur. Frasa papat lima merupakan frasa yang bermakna konotatif. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:228), kata papat berarti bilangan sesudah tiga sebelum lima, sedangkan kata lima berarti bilangan sesudah empat (Kamus Besar Bahasa Jawa, 2011:179). Pada data ini, frasa papat lima bermakna dua insan yang akan dipersatukan oleh pemantra. b) Ketepatan dan Keserasian Kata Sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur (b) Pada data (b) terdapat kalimat sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur. Penggunaan kata ingsun dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata ingsun merupakan kata ganti orang pertama yang digunakan masyarakat Jawa zaman dulu ketika memohon pertolongan kepada sesembahannya. Sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur (b) Pada data (b) terdapat kalimat sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur. Kata Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 6

manunggal berasal dari kata dasar tunggal yang berarti satu; bercampur menjadi satu (Kamus Lengkap Bahasa Jawa, 2011:360). Kata manunggal pada data ini bermakna menjadi satu. Penggunaan kata manunggal dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata manunggal merupakan ungkapan untuk menyatukan dua hati manusia dalam ikatan cinta. Sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur (b) Pada data (b) terdapat kalimat sira ingsun jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:616), kata dulur berarti saudara. Penggunaan kata dulur dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata dulur pada data ini melambangkan rasa cinta antara dua insan yang telah dipersatukan. Penggunaan Diksi pada Mantra Menyatukan Hati Mantra menyatukan hati merupakan mantra yang digunakan untuk menyatukan hati dua insan agar tercipta cinta dan kasih diantara mereka. Agar mereka tidak terpisahkan sampai kapanpun. Mantranya adalah sebagai berikut: Ingsun muta ajiku (a) Pucuk rambut nganti pucuk sikil (b) Taksebul rambut sira (nama target) (c) Abab ingsun kang kaya kanthil (d) Bingung atimu (e) Bingung pikiranmu (f) Gusrah sliramu (g) Gusrah awakmu (h) Welas ing sliraku (i) [IŋsUn muta?ajiku] (a) [PucU? rambut ŋanti pucu? sikil] (b) [Ta? sәbul rambut sirͻ] (nama target) (c) [Abap IŋsUn kaŋ kͻyͻ kanṭil] (d) [BiŋUŋ atimu] (e) [BiŋUŋ pikiranmu] (f) [Gusrah sliramu] (g) [Gusrah awakmu] (h) [Wәlas Iŋ sliraku] (i)] Terjemahan: Saya (a) Dari ujung rambut sampai ujung kaki (b) Kutiup rambutmu (nama target) (c) Nafasku bagaikan bunga cempaka putih (d) Bingunglah hatimu (e) Bingunglah pikiranmu (f) Gelisahlah kamu (g) Gelisahlah dirimu (h) Sayanglah kepadaku (i) Analisis data: Pucuk rambut nganti pucuk sikil (b) Taksebul rambut sira (nama target) (c) Abab ingsun kang kaya kanthil (d) Bingung atimu (e) Bingung pikiranmu (f) Gusrah sliramu (g) Gusrah awakmu (h) a) Makna konotatif Abab ingsun kang kaya kanthil (d) Pada data (d) terdapat kalimat abab ingsun kang kaya kanthil. Kata kanthil merupakan kata yang makna konotatif. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:122), kata kanthil berarti bunga cempaka putih. Pada data ini kata kanthil memiliki makna bahwa nafas si pelaku mantra yang harum membuat targetnya tergila-gila. b) Ketepatan dan Keserasian Kata Pucuk rambut nganti pucuk sikil (b) Pada data (b) terdapat kalimat pucuk rambut nganti pucuk sikil. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:267), kata rambut berarti bulu yang tumbuh di kepala. Penggunaan kata rambut dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata rambut merupakan anggota tubuh yang terletak di bagian paling atas. Taksebul rambut sira (nama target) (c) Pada data (c) terdapat kalimat taksebul rambut sira (nama target). Kata taksebul berasal dari kata dasar sebul. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2011:665), kata sebul berarti tiup. Penggunaan kata taksebul dianggap lebih tepat dan memilki keserasian kata karena kata taksebul menegaskan bahwa Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 7

pemantra meniup rambut si target agar target tergila-gila pada pelaku mantra. Rasakke abab ingsun kang kaya kanthil (d) Pada data (d) terdapat kalimat rasakke abab ingsun kang kaya kanthil. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Jawa, (2011:122), kata kanthil berarti bunga cempaka putih. Pada data ini kata kanthil bermakna nafas yang harum. Penggunaan kata kanthil dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata kanthil menjelaskan bahwa keharuman nafas pelaku mantra bagaikan bunga cempaka putih. Bingung atimu (e) Pada data (e) terdapat frasa bingung atimu. Kata atimu berasal dari kata dasar ati yang berarti perasaan (Kamus Lengkap Bahasa Jawa, 2011:22). Kata atimu pada data ini bermakna perasaanmu. Penggunaan kata atimu dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena target akan merasakan perasaan yang berbeda dari biasanya ketika ia jatuh cinta pada pelaku mantra. Bingung pikiramu (f) Pada data (f) terdapat frasa bingung pikiranmu. Kata atimu berasal dari kata dasar pikir yang berarti pikiran, kepikir, terpikirkan (Kamus Lengkap Bahasa Jawa, 2011:242). Kata pikiranmu pada data ini bermakna pikiranmu. Penggunaan kata pikiranmu dianggap tepat dan memiliki keserasian kata karena kata pikiranmu menegaskan bahwa target yang dituju oleh pelaku mantra akan selalu memikirkan dan jatuh cinta kepada pelaku mantra tersebut. Gusrah sliramu (g) Pada data (g) terdapat frasa gusrah sliramu. Kata gusrah memiliki persamaan makna dengan kata klisikan yang berarti gelisah (Kamus Lengkap Bahasa Jawa, 2011:474). Penggunaan kata gusrah dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata gusrah menegaskan bahwa target yang dituju oleh pelaku mantra akan dilanda kegelisahan karena selalu memikirkan pelku mantra. Gusrah uripmu h) Pada data (h) terdapat frasa gusrah uripmu. Kata uripmu berasal dari kata dasar urip yang berarti hidup (Kamus Lengkap Bahasa Jawa, 2011:379). Kata uripmu pada data ini bermakna hidupmu. Penggunaan kata uripmu dianggap lebih tepat dan memiliki keserasian kata karena kata uripmu menjelaskan bahwa target yang dituju oleh pelaku mantra, hidupnya tidak tenang dan diselimuti kegelisahan serta keinginan untuk bertemu dengan pelaku mantra. B. Penggunaan Gaya Bahasa Mantra Gaya Bahasa pada Mantra Penolak Hujan Dikaji dari penggunaan gaya bahasa, dapat dianalisis bahwa mantra tersebut mengandung gaya bahasa perulangan yaitu repetisi anafora dan repetisi aliterasi. a) Repetisi Anafora Repetisi anafora adalah gaya bahasa perulangan berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau kalimat yaitu kata mendung pada data Wonten mendung putih mendung sepayung (b) Selain itu repetisi anafora juga terdapat pada data (c), (d), (e), (f), (g), dan (h) yang menggunakan kata sing sebagai kata perulangan Sing sangking ngulon bali ngulon (d) Sing sangking lor bali lor (e) Sing sangking kidul bali kidul (f) Sing sangking nduwur bali nduwur (g) Sing sangking ningsor bali ningsor (h) b) Repetisi Aliterasi Repetisi aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama yaitu pada konsonan g, n, r, dan l. pada data ini terdapat pada kalimat Sing sangking ngulon bali ngulon (d) Sing sangking lor bali lor (e) Sing sangking kidul bali kidul (f) Sing sangking nduwur bali nduwur (g) Sing sangking ningsor bali ningsor (h) Gaya bahasa yang dominan pada mantra penolak hujan adalah gaya bahasa anafora. Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 8

Gaya Bahasa pada Mantra Menyatukan Hati Dikaji dari penggunaan gaya bahasa, dapat dianalisis bahwa data pada mantra menyatukan hati (ndudud rasa) tersebut mengandung gaya bahasa metonimia. a) Gaya Bahasa Metonimia Gaya bahasa metonimia yaitu suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatukan suatu hal, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Pada data ini terdapat pada kalimat: sira ingsung jabang bayiku papat lima badan (nama orang yang dituju) manunggal rasa dulur (b) Kata dulur digunakan karena memiliki pertalian dekat dengan kata rasa. Kata rasa dulur merupakan kata kiasan untuk menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah rasa cinta kasih. Pada umumnya kata rasa memang digunakan untuk mencicipi makanan. Namun dalam hal ini, kata rasa digunakan untuk memperkuat makna cinta kasih itu sendiri, yaitu pada kata rasa dulur. Gaya Bahasa pada Mantra Menyatukan Hati Dikaji dari penggunaan gaya bahasa, dapat dianalisis bahwa mantra tersebut mengandung gaya bahasa perifrasis, gaya bahasa personifikasi dan repetisi anafora. a) Gaya Bahasa Perifrasis Gaya bahasa perifrasis yaitu gaya bahasa yang mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Pada data ini terdapat pada kalimat pucuk rambut nganti puuk sikil (b) Sebenarnya kalimat pucuk rambut nganti pucuk sikil dapat diganti dengan satu kata saja yaitu badan. a) Gaya Bahasa Personifikasi Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak yang terdapat pada data rasakke abab ingsun kang kaya kanthil (d) Kalimat rasakke abab ingsun kang kaya kanthil mengibaratkan bahwa bau nafas pemantra berbau harum bagaikan bunga kanthil. b) Gaya Bahas Anafora Gaya bahasa anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa pengulangan kata pertama pada setiap baris atau kalimat. Ditunjukkan adanya kata bingung pada data (e) dan (f) dan kata gusrah pada data (g) dan (h). Bingung atimu (e) Bingung pikiranmu (f) Gusrah sliramu (g) Gusrah uripmu (h) Gaya bahasa yang dominan pada mantra menyatukan hati adalah gaya bahasa anafora. 4. Kesimpulan Pada bab ini akan dipaparkan hasil akhir dari penelitian yang berjudul Penggunaan Diksi dan Gaya Bahasa pada Mantra di Kelurahan Jogoyudan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Hasil akhir tersebut terbagi atas dua bagian (subbab), yaitu (1) kesimpulan, dan (2) saran. Berikut akan diuraikan satu per satu. Mantra di Kelurahan Jogoyudan menggunakan diksi yang tepat untuk menyatakan keinginnannya. Pilihan kata merupakan unsur terpenting bagi pemantra agar keinginannya terungkap dengan sempurna kepada apa yang mereka sembah dan mereka andalkan agar permohonan mereka dikabulkan. Berdasarkan hasil penelitian dari sebelas mantra di Kelurahan Jogoyudan, terdapat dua mantra yang tidak mengandung makna konotatif. Mantra tersebut adalah mantra pengobatan dan permohonan. Mantra pengobatan dan permohonan tersebut menggunakan makna sebenarnya namun menekankan pada diksi yang pantas diucapkan pada Tuhan atau apapun yang mereka anggap bisa mengabulkan permohonan mereka. Mantra erat kaitannya dengan gaya bahasa. Gaya bahasa yang dominan pada mantra penolak hujan adalah repetisi anafora. Gaya bahasa yang dominan pada mantra pengobatan adalah repetisi asonansi. Gaya bahasa yang Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 9

dominan pada mantra permohonan adalah repetisi anafora. Gaya bahasa yang dominan pada mantra menyatukan hati adalah repetisi anafora. Gaya bahasa yang dominan pada mantra semar mesem adalah repetisi aliterasi. Gaya bahasa yang dominan pada mantra jaran goyang adalah repetisi anafora. Gaya bahasa yang dominan pada mantra ketika akan mandi adalah repetisi aliterasi. Gaya bahasa yang dominan pada mantra pelaris dagangan (menjual nasi) adalah gaya bahasa asonansi. Gaya bahasa yang dominan pada mantra bayi rewel adalah repetisi aliterasi. Gaya bahasa anafora merupakan gaya bahasa yang dominan pada mantra di Kelurahan Jogoyudan. Hal tersebut disebabkan karena perulangan kata pada setiap baris atau kalimat pada mantra mempertegas makna yang ingin diutarakan oleh pemantra kepada sesembahannya. 5. Daftar Pustaka Daryanto. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo. Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa. Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Penerbit Erlangga. Setiadi, M. Elly, dkk. 2006. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta: Kencana. Sudarmanto. 2011. Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Semarang: Widya karya. Sukatman. 2009. Butir-Butir Tradisi Lisan Indonesia (Pengantar Teori dan Pembelajaran). Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015 10