BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat aksesibilitas dapat dikategorikan sebagai aksesibilitas tinggi, karena dari hasil pengolahan data diperoleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

EVALUASI KINERJA PENGOPERASIAN ANGKUTAN PENGUMPAN (FEEDER) TRANS SARBAGITA TP 02 KOTA DENPASAR

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB II TINJUAN PUSTAKA

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

KONSEP PENGEMBANGAN ANGKUTAN PERMUKIMAN DI JABODETEBAK. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Februari 2008

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 10 TAHUN 2001 TENTANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap Terminal Leuwi Panjang Bandung seperti yang telah diuraikan Time headway dan waktu tunggu rerata (Wtr).

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. trayek Solo-Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:

yaitu apabila bangkitan parkir tidak dapat tertampung oleh fasilitas parkir di luar

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) ANGKUTAN PEMADU MODA TRAYEK BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU BANGKINANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

ANALISA KINERJA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (STUDI KASUS RUTE : LAWANG ARJOSARI MALANG) TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang

BAB III LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Angkutan dapat didefenisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan mendefinisikan transportasi atau angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. (Undang-Undang No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1993) Menurut Munawar (2005) Perangkutan diperlukan karena sumber kebutuhan manusia tidak berada di suatu tempat melainkan di banyak tempat. Sehingga terjadi pergerakan yang mengakibatkan perangkutan. Dalam perangkutan terdapat 5 unsur pokok yaitu: 1. Manusia yang membutuhkan perangkutan, 2. Barang yang di butuhkan, 3. Kendaraan sebagai alat angkut, 4. Jalan sebagai prasarana angkutan, 5. Organisasi sebagai pengelola angkutan. 10

11 2.2. Angkutan Umum Angkutan umum adalah pemindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan bus atau mobil penumpang dilayani dengan trayek tetap atau teratur dan tidak dalam trayek (Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1993). Penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum, ada beberapa kriteria yang berkenaan dengan angkutan umum. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut biaya baik langsung maupun tidak langsung. Trayek adalah lintasan kendaraan untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil, bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun yang tidak terjadwal. Secara umum tujuan utama keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah dan nyaman. selain itu, keberadaan angkutan umum penumpang juga membuka lapangan kerja. (Keputusan Menteri Perhubugan No.35 tahun 2003).

12 2.3. Angkutan Umum Perkotaan Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun, 2003 Angkutan perkotaan adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten yang termasuk dalam trayek kota yang berbeda pada wilayah ibu kota Kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil bus penumpang yang terikat dalam trayek. Menurut Keputusan Menteri No.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di jalan dengan Kendaraan Umum, pelayanan angkutan perkotaan diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1. mempunyai jadwal tetap sebagimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaran yang dioperasikan. 2. Melayani angkutan antar kawasan utama, dan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang alik secara tetap. 3. Pelayanan angkutan secara terus menerus, berhenti pada tempat-tempat untuk menaikan dan menurunkan orang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota. Kelengkapan kendaraan yang digunakan angkutan perkotaan : 1. nama perusahan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan pada sisi kiri, kanan, dan belakang kendaraan. 2. Papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta lintasan yang dilalui dengan dasar putih tulisan hitam yang ditempatkan dibagian depan dan belakang kendaraan.

13 3. Jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan dengan tulisan ANGKUTAN PERKOTAAN 4. Jati diri pengemudi ditempatkan pada dashboard 5. Fasilitas bagasi sesuai kebutuhan 6. Daftar tariff yang berlaku 2.4. Pola Pelayanan Angkutan Umum Berdasarkan surat keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat Nomor : SK.687/AJ.206/DRJD/2002, perencanaan jaringan trayek angkutan umum harus diperhatikan faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pola pergerakan penumpang angkutan umum Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih effisien. Trayek angkutan umum harus dirancag sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang terjadi, sehingga transfer moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan. 2. Kepadatan penduduk Salah satu faktor yang terjadi prioritas angkutan umum adalah wilayah kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang ada diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu.

14 3. Daerah pelayanan Pelayanan angkutan umum selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal ini sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum. 4. Karakteristik jaringan Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada. 2.5. Kinerja Dalam kamus besar bahasa Indonesia definisi Kinerja ialah (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperhatikan, (3) kemampuan kerja. 2.6. Kualitas Kinerja Operasi Zainal, (2001), menjelaskan bahwa pengaturan bus merupakan usaha untuk menciptakan pergerakan bus yang teratur, cepat, dan tepat dan memberikan manfaat kepada semua pihak. Giannopoulus (1989) dalam Soares (2014) memberikan beberapa factor yang mempengaruhi kualitas operasi antara lain : 1. Nilai okupansi bus (load factor) Nilai okupansi adalah perbandingan antara jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk yang tersedia didalam bus. Nilai okupansi 125%

15 artinya jumlah penumpang yang berdiri 25% dari tempat duduk yang tersedia, nilai okupansi 100% berarti tidak ada penumpang yang berdiri dan semua tempat duduk terisi. Nilai ini diperlakukan untuk menentukan aksebilitas yang diberikan dan memberikan gambaran realibilitas dari transportasi perkotaan pada jam-jam sibuk nilai okupansi dapat melebihi batas-batas yang diinginkan, maka frekuensi pelayanan dan kapasitas bus juga harus meningkat. 2. Reabilitas Reabilitas atau keandalan adalah faktor utama untuk kepercayaan masyarakat akan pelayanan angkutan umum. Istilah ini digunakan untuk suatu ketaatan bus-bus pada jadwal lebih yang ditentukan sebelumnya. Reabilitas ditunjukan dengan prosentase bus datang tepat waktu pada suatu tempat henti terhadap tempat henti terhadap total jumlah kedatangan. Sebuah bus tepat waktu jika bus tersebut tiba dalam interval waktu yang telah dijadwalkan, standart waktu terlambat awal datang antara 0-5 menit. 3. Kenyamanan, keamanan dan keslamatan Aspek yang harus betul-betul dipertimbangkan adalah kenyamanan yang diterima oleh pengguna, yang diasumsikan dengan pengaturan tempat duduk, kemudahan bergerak dalam bus, kenyamanan mengendarai, kemudahan naik turun serta kondisi kebersihan bus. 4. Panjang trayek Trayek sedapat mungkin melalui lintasan yang terpendek dengan kata lain menghindari lintasan yang dibelok-belokan, sehingga menimbulkan kesan

16 pada penumpang bahwa mereka membuang-buang waktu. Panjang trayek angkutan kota agar dibatasi tidak terlalu jauh, maksimal antara 2-2,25 jam perjalanan pulang pergi. 5. Lama perjalanan Lama perjalan kedaraan dari tujuan setiap hari, rata-rata 1-1,5 jam, dan maksimum 2-3 jam. Waktu perjalanan penumpang rata-rata pada saat melakukan penyimpangan harus tidak melebihi 25% dari waktu perjalanan kalau tidak melakukan penyimpangan terhadap lintasan pendek. 2.6.1. Headway Headway dapat dinyatakan dalam waktu atau jarak, bila dinyatakan dalam waktu disebut time headway, sedangkan dalam jarak disebut distance headway. Time headway adalah waktu antara kedatangan dua kendaraan yang berurutan disatu titik pada ruas jalan. Distance headway (spacing) adalah waktu antara bemper depan suatu kendaraan dengan bemper depan suatu kendaraan berikutnya pada suatu titik.(hendarto, 2001). Waktu antara (headway) dari dua kendaraan didefinisikan sebagai interval waktu antara bagian depan kendaraan melawati suatu titik dengan saat dimana bagian depan kendaraan beriringan, secara umum akan berbeda. Ini akan menimbulkan suatu konsep waktu antara rerata adalah rata-rata interval waktu antara sepasang kendaraan yang berurutan dan diukur pada suatu periode waktu lokasi tertentu. (Morlock, 1985)

17 2.6.2. Faktor muat (load factor) Adalah perbandingan antara kapasitas terjual dengan kapasistas tersedia untuk suatu perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam persen. Serta ditetapkan load factor 70%. ( Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1993). 2.6.3. Kecepatan Perjalanan Kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilo meter per jam (km/jam). Pada umumnya kecepatan itu sendiri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kecepatan setempat sesaat, kecepatan perjalanan, dan kecepatan bergerak. Kecepatan perjalan adalah kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat, dan merupakan jarak, antara dua tempat dibagi lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan perjalanan antara dua tempat tersebut. Dengan lama waktu ini mencakup setiap waktu berhenti yang ditimbulkan oleh hambatan (penundaan) lalu lintas. (Menurut Hobbs, 1995).