TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN ADAT DAN PERCERAIANNYA PADA MASYARAKAT ADAT TOBATI DI KOTA JAYAPURA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

II TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

KUISIONER HASIL SURVEI TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. 1 Dalam

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh pasangan suami istri yang terikat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

P U T U S A N. Nomor: 0072/Pdt.G/2010/PA.Spn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan perbuatan yang paling penting didalam kehidupan manusia,

Transkripsi:

52 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN ADAT DAN PERCERAIANNYA PADA MASYARAKAT ADAT TOBATI DI KOTA JAYAPURA Oleh : Rio Aji Kusuma Mahasiswa Program Strata Satu Fakultas Hukum Universitas YAPIS Papua ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perkawinan adat dan perceraiannya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura dan bagaimana proses perkawinan adat dan penyelesaian perceraiannya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura. Dengan demikian, metode yang digunakan adalah menggunakan metode penelitian, yaitu yuridis normatif untuk mendapatkan data kepustakaan atau data sekunder dan yuridis empiris yang dilakukan langsung pada tempat penelitian atau di lapangan dengan metode wawancara dan mencari langsung data yang diperlukan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, bahwa faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan adat dan perceraiannya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan adat pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura yaitu perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita dimana dua-duanya atau salah satunya berasal dari masyarakat adat Tobati. Bahwa, proses perkawinan adat dan penyelesaian perceraiannya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura adalah sebagai berikut proses perkawinan adat pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura yaitu adanya proses peminangan dan pertunangan namun sebelum proses peminangan anakanak mereka semenjak masih kecil sudah dilakukan penjodohan sehingga disaat mereka dewasa barulah dilakukan proses peminangan dan pertunangan. Kata Kunci: Perkawinan Adat, Perceraian Adat, Masyarakat Adat Tobati PENDAHULUAN Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang dimaksudkan ikatan lahir batin disini adalah merupakan ikatan antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri, yang secara wajib diikatkan dalam ikatan perkawinan yang sah dalam hubungan individu masing-masing dan disaksikan oleh masyarakat. Demikian pula pasal 2 ayat (1) menyebutkan : Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

53 kepercayaannya 1. Maka dari ketentuan kedua pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan ketentuan hukum agama dan kepercayaannya sehingga dengan demikian perkawinan bukan saja mempunyai hubungan dengan unsur lahir (jasmani), tetapi unsur bathin juga. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut dengan KUHPerdata) tidak diatur secara rinci mengenai definisi perkawinan, namun dapat disimpulkan bahwa perkawinan menurut KUHPerdata adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Dalam KUHPerdata pasal 76, juga dijelaskan mengenai syarat-syarat perkawinan, yaitu bahwa pelangsungan perkawinan tersebut haruslah : 1. Harus dilakukan dimuka umum; 2. Harus dilakukan di gedung tempat akta catatan sipil tersebut dibuat; 3. Dimuka pegawai catatan sipil salah satu pihak calon suami istri; 4. Harus disaksikan oleh kedua orang saksi. Menurut hukum adat, perkawinan di Indonesia khususnya di Kota Jayapura pada masyarakat adat Tobati tidak hanya sebatas sebagai perikatan perdata saja, namun juga merupakan perikatan adat dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan seperti menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan, dan ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan.jadi perkawinan itu mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura tersebut. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perkawinan adat dan perceraiannya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura? 2. Bagaimana proses perkawinan adat dan penyelesaian perceraiannya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura? METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian, yaitu yuridis normatif untuk mendapatkan data kepustakaan atau data sekunder dan yuridis empiris yang dilakukan langsung pada tempat penelitian atau di lapangan dengan metode wawancara dan mencari langsung data yang diperlukan sesuai dengan judul yang penulis teliti. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan bukan hanya sebagai perikatan perdata tetapi merupakan perikatan adat dan merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Dengan demikian 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

54 terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan keperdataan, seperti : 2 1. Hak dan kewajiban suami istri; 2. Hak bersama; 3. Kedudukan anak; 4. Hak dan kewajiban orang tua. Akan tetapi menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggaan serta upacara-upacara keagamaan dan kewajiban mentaati perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah) maupun hubungan sesama manusia (mu amalah) dalam pergaulan hidup agar selamat di dunia dan di akhirat. Menurut Ter Haar, mengatakan bahwa perkawinan adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi serta menyangkut urusan keagamaan. 3 Sebagaimana dikatakan juga oleh Van Vollenhoven bahwa dalam hukum adat banyak lembaga-lembaga hukum dan kaidah-kaidah hukum yang berhubungan dengan tatanan dunia di luar dan di atas kemampuan manuusia (Hoorgere wereldore). 4 Perkawinan dalam arti perikatan adat adalah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.akibat hukum tersebut telah ada sejak sebelum perkawinan terjadi, yaitu dengan adanya hubungan pelamaran yang merupakan rasan sanak (hubungan anak-anak, bujang-gadis) dan rasan tuha (hubungan antara orang tua keluarga keluarga dari pada calon suami-istri). 5 Dengan demikian setelah terjadinya ikatan perkawinan, maka timbul hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang tua (termasuk anggota keluarga atau kerabat) menurut hukum adat dalam pelaksanaan upacara adat dan peran serta untuk membina dan memlihara kerukunan, keutuhan dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak yang terikat dalam suatu perkawinan. Sistem perkawinan terbagi atas 3 macam, yaitu : endogami, exogami dan eleutherogami. 6 1. Sistem endogami adalah perkawinan antara pria dan wanita yang berasal dari suku dan ras yang sama, misalnya masyarakat Toraja. 2. Sistem exogami adalah perkawinan antara pria dengan wanita yang berlainan suku dan ras, misalnya masyarakat di Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buru dan Seram. 3. Sistem eleutherogami adalah seseorang bebas memilih jodohnya namun tidak bertalian dengan ikatan kekeluargaan (turunan yang dekat) seperti, kawin dengan ibu, nenenk, anak kandung, cucu (keturunan garis lurus ke atas dank ke bawah) juga dengan saudara kandung, saudara dari bapak dan saudara dari ibu. 2 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum adat, Hukum Agama, Bandung, Mandar Maju, Cetakan ke- 3, Desember 2007, hlm. 8 3 Ibid, hlm. 8 4 Ibid, hlm. 8 5 Ibid, hlm. 9 6 Mulyadi, Op Cit, hlm. 161

55 Sistem perkawinan seperti ini terdapat di Aceh, Kalimantan, Ternate, Papua, Maluku, Bali dan lain-lain sebagainya. Adapun pengertian tentang perceraian, menurut arti kata, di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia WJS.Poerwodarminto, bahwa Perceraian berasal dari kata cerai yang artinya pisah, putus hubungan suami istri atau bercerai yang berarti berpisah, tidak bercampur atau berhubungan atau berhenti berlaki bini. 7 Sedangkan arti perceraian menurut istilah di dalam peraturan perundangundangan ialah sesuatu yang menjadikan sebab putusnya ikatan perkawinan, hal ini telah dijelaskan di dalam pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dan Pasal 113 Kompilasi Hukum Islam, bahwa perkawinan dapat putus karena : 1. Kematian; Dengan kematian salah satu dari suami istri, perkawinanmenjadi putus karenanya, terhitung sejak meninggalnya suami atau istri tersebut. Putusnya perkawinan karena kematian suami atau istri ini akan menimbulkan akibat hukum, terutama berpindahnyasemua hak dan kewajiban kepada ahli waris. 2. Perceraian; dan Perceraian merupakan salah satu sebab putusnya perkawinan.terjadinya suatu perceraian sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, bahwa : Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itudinyatakan di depan sidang Pengadilan. Perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilandengan cukup alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1)dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu: a. Ayat (1), Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutanberusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belahpihak. b. Ayat (2), Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup rukunsebagai suami isteri. Perlu kiranya untuk dijelaskan apa yang dimaksud denganpengadilan dalam ayat-ayat tersebut, Pasal 63 ayat (1) huruf a dan bundang-undang Nomor 1 Tahun 1974 serta Pasal 1 huruf b dan cperaturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 memberikan penjelasanbahwa yang dimaksud dengan Pengadilan ialah Pengadilan Agamabagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yangberagama selain Islam. Sedang yang dimaksud dengan cukupalasan ialah alasan-alasan perceraian yang telah diatur danditentukan oleh peraturan perundangan-undangan. 3. Atas Keputusan Pengadilan. Menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jopasal 113 Kompilasi Hukum Islam, sebagaimana tersebut diatastelah dijelaskan bahwa perkawinan itu dapat putus karena kematian,perceraian dan atas keputusan Pengadilan. 7 WJS.Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hlm. 465

56 Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Adat Dan Perceraiannya Pada Masyarakat Adat Tobati 1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan adat pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura. Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia, perkawinan itu saja berarti sebagai perikatan perdata tetap juga merupakan perikatan adat dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggan. Salah satu prinsip dalam hukum perkawinan masyarakat Adat Tobati yang seirama dengan ajaran agama yang dianut dalam masyarakat tersebut, ialah mempersulit terjadinya perceraian (cerai hidup).karena terjadi perceraian berarti gagalnya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera akibat perbuatan manusia. Perkawinan dalam arti perikatan adat adalah perkawinan yang mempunyai adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan khususnya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura. Setelah terjadi ikatan perkawinan maka timbul hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang tua, menurut hukum adat setempat yaitu hukum adat Tobati di Kota Jayapura dalam pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya dalam peran serta membina dan memelihara kerukunan, keutuhan dan keakraban keluarga dari kehidupan anak-anak mereka yang terikat dalam perkawinan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan adat pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura, yaitu : a. Perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita, dimana duaduanya berasal dari masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura, sehingga proses perkawinannya bisa dilangsungkan secara adat. b. Perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita, dimana salah satunya berasal dari masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura, sehingga proses perkawinan tersebut bisa dilangsungkan secara adat. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian pada masyarakat adat Tobati. Salah satu prinsip dalam hukum perkawinan masyarakat Adat Tobati yang seirama dengan ajaran agama yang dianut dalam masyarakat tersebut, ialah mempersulit terjadinya perceraian (cerai hidup).karena terjadinya perceraian berarti gagalnya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera, akibat perbuatan manusia.lain halnya terjadi putus perkawinan karena kematian yang merupakan takdir dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dielakkan manusia. Nampaknya baik dalam KUHPerdata maupun dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang hampir tidak diatur sama sekali tentang putusnya perkawinan karena kematian Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian pada masyarakat adat Kota di Kota Jayapura, yaitu a. Ketidak Harmonisan Dalam Rumah Tangga. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal seperti terjadinya krisis keuangan dalam rumah tangga, pemasalahan ini cukup mendasar karena fakor keuangan adalah kebutuhan yang sangat penting dalam menopang

57 kebutuhan keluarga setiap harinya, sehingga hal ini melahirkan krisis akhlak yang menyebabkan seseorang dalam masyarakat adat Tobati ketika mengalami hal tersebut sering mengambil keputusan yang menyebabkan terjaidinya perceraian. b. Zina Yang Dilakukan Oleh Suami Maupun Istri. Salah satu pihak melakukan tindakan asusila yang didahului dengan perselingkuhan, perselingkuhan ini dilakukan dengan berbagai cara, perselingkuhan bisa terjadi dimana kedua belah pihak masingmasing masih terikat dalam perkawinan, atau pihak laki-laki masih terikat perkawinan dengan perempuan lain. Sedangkan perempuan masih berstatus belum kawin ataupun sebaliknya pihak perempuan masih terikat dalam perkawinan sedangkan pihak laki-laki masih berstatus bujang. Dalam keadaan yang ekstrem perselingkuhan yang melibatkan perempuan, artinya menyebabkan si perempuan itu meninggalkan atau kasarnya lari meninggalkan suaminya, maka persoalan ini dengan segera menjadi besar yang ujung-ujungnya pasti akan terjadi perang suku di kalangan mereka sendiri. Tempat perbuatan asusila yang umum terjadi ialah di kebun-kebun atau ditempat yang tidak bisa dilihat oleh masyarakat yang berada didaerah sekitar misalnya di hutan. Menurut orang-orang tua dikalangan masyarakat adat Tobati mengatakan bahwa timbulnya masalah perselingkuhan dikalangan orang Tobati karena pengaruh budaya luar yang sangat kuat, baik melalui media massa atau elektronik, vcd yang dijual bebas sehingga merubah pergaulan diantara laki-laki dan perempuan. Saat ini masyarakat Tobati lebih bersifat materialitis, artinya menyenangi uang, sehingga segala sesuatu dinilai dengan uang. c. Masih Terjadinya Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Perilaku salah satu pihak yang dianggap tidak baik, seperti sering melakukan kekerasan terhadap istri. Adat istiadat menempatkan perempuan masyarakat adat Tobati sebagai warga kelas dua, artinya mempunyai kedudukan yang tidak menguntungkan, kaum laki-laki yang dianggap superior karena merekalah yang berperang, membuka hutan dan lain-lain, akibat dari kedudukan perempuan yang demikian itu menyebabkan mereka sering mengalami kekerasan oleh kaum laki-laki. Tindakan kekerasan yang sering dilakukan oleh suami terhadap istrinya, dapat menyebabkan pihak perempuan yang sering menjadi korban kekerasan yang dapat melakukan penuntutan, melalui penuntutan kepada keluarga pihak laki-laki. d. Sifat Malas. Sifat malas sangat tidak disukai oleh masyarakat Tobati yang sebagian besar adalah petani yang selalu bekerja keras, oleh sebab itu jika salah satu pihak dalam perkawinan apakah dia suami ataukah istri mempunyai sifat malas tidak mau membantu pihak lainnya, maka hal ini merupakan sumber konflik dalam keluarga yang bisa akan mengarah pada perceraian. e. Kemandulan.

58 Dalam pandangan masyarakat Tobatibahwa salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan terutama anak laki-laki, guna melanjutkan marga atau fam dari ayahnya. Oleh sebab itu kemandulan merupakan suatu aib bagi keluarga yang menurut hukum keluarga pada masyarakat adat Tobati keadaan itu secara pesimis menimbulkan keguncangan pada ketenangan masyarakat, sehingga keadaan ini harus diakhiri.dalam pandangan masyarakat adat Tobati pihak perempuan dianggap bertanggung jawab terhadap tidak adanya keturunan dalam suatu keluarga, sehingga jika hal yang demikian maka pihak suami dapat saja menceraikan langsung istrinya. f. Salah Satu Pihak Meninggalkan Pihak Lain. Dalam mengarungi bahtera rumah tangga adakalanya karena suatu sebab tertentu salah satu pihak entah pihak istri atau suami meninggalkan pasangannya dengan tanpa berita serta waktu yang lama.hal seperti ini juga terjadi dikalangan masayarakat Tobati, sehingga menyebabkan pihak yang ditinggalkan merasa terlantarkan, tidak mendapat nafkah lahir maupun batin. Sama seperti undang-undang perkawinan hal ini juga merupakan salah satu sebab putusnya perkawinan. Kalau sudah seperti ini maka keluarga masing-masing pihak yang merasa dirugikan akan melakukan perundingan dalam rumah adat tujuannya agar masingmasing mencari jalan keluar, bahkan boleh jadi perundingan antara keluarga yang mau bercerai. g. Terjadi Percekcokkan Yang Tidak Bisa Didamaikan. Diantara pihak istri dengan suami terjadi pertengkaran dan percekcokkan yang terjadi terus-menerus dan tidak bisa didamaikan merupakan alasan atau faktor penyebab terjadinya perceraian.dalam masyarakat adat Tobati secara adat kedudukan kaum laki-laki adalah lebih kuat dari pada perempuan, maka kasus yang sering terjadi ialah percekcokkan selalu diteruskan dengan tindak kekerasan terhadap perempuan. Alasan seperti ini juga merupakan faktor yang cukup sering terjadi pada masyarakat adat Tobati di samping perselingkuhan, disisi lain peran tokoh adatcukup besar dalam mendamaikan percekcokkan, atau bahkan menceraikan. Jika dilihat dari sudut pandang menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, tentang petunjuk teknis pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974, maka tidak ada perbedaan antara hukum adat Tobati dengan Undang-Undang perkawinan atau peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 tersebut yang berkaitan dengan hal-hal yang menyebabkan perceraian. Proses Perkawinan Dan Penyelesaian Perceraiannya Pada Masyarakat Adat Tobati. 1. Proses perkawinan adat pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura. Perkawinan merupakan poros beredarnya seluruh hidup masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Perkawinan mempunyai daya tarik yang tinggi sehingga orang tua atau kerabat lebih memperhatikan makna sebuah perkawinan meskipun dalam

59 kenyataannya perkembangan anak-anak sama sekali belum menghayati arti penting sebuah perkawinan. Begitu sakralnya arti sebuah perkawinan dalam masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura, biasanya penjodohan dilakukan sejak anak-anak masih kecil sehingga apabila anak-anak mereka telah mencapai masa dewasa maka akan dilangsungkan perkawinan adat. Pada dasarnya proses perkawinan adat pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura tidak jauh berbeda dengan perkawinan adat pada suku lain atau masyarakat adat lainnya, dimana selain ada kesepakatan antara calon mempelai laki-laki dengan calon mempelai perempuan juga harus ada kesepakatan antara orang tua laki-laki dengan orang tua perempua. Adapun proses perkawinan adat pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura, yaitu : a. Peminangan dan Pertunangan 1) Peminangan Pada dasarnya masih bersifat sepihak terutama pihak pria, setelah ada mufakat orang tua dari pihak pria maka resmi dimulai dengan peminangan, kecenderungan proses peminangan yang terjadi pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura yaitu sebelum peminangan terjadi sudah diawali penjodohan semenjak anak-anak mereka masih kecil hingga anak-anak mereka sudah dewasa maka terjadilah peminangan. 2) Pertunangan Pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura pertunangan adalah merupakan masa atas jangka waktu tertentu yang tidak ditetapkan dimana pria atau wanita yang telah direstui hubungan dapat bergaul mengenal serta memperkenalkan diri dalam batas-batas tertentu jadi tidak terlampaui batas.pria dan wanita yang bersangkutan dapat mempergunakan jangka waktu yang tidak ditentukan untuk lebih memantapkan sifat dan sikapnya yang menjurus kepada berbagai latihan dan tanggungjawab menuju keluarga yang bahagia dan sejahtera. b. Mas Kawin Pada umumnya harta atau jenis barang yang dipakai dalam acara pembayaran mas kawin sesuai dengan adat masyarakat Adat Tobati di Kota Jayapura, yaitu sebagai berikut : 2. Piring Antik 3. Gong, Wajang Besar 4. Uang, dan lain-lain. Harta kawin sebagaimana disebutkan diatas setelah disiapkan maka tahap berikut adalah acara pembayaran harta sebagai tingkat terakhir dalam proses menuju upacara perkawinan. c. Upacara Perkawinan Pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura dalam pelaksanaan upacara adatnya, pada upacara hari itu anak gadis diantar kerumah orang tua pria untuk dipertemukan.sekaligus pada hari itu

60 sejumlah harta benda miliknya dan pemberian-pemberian lainnya dari orang tua dan kerabat diantarkan pula sebagai tanda pelepasan dari orang tua dan kerabatnya.pada kesempatan mempertemukan kedua insan ini maka wakil keluarga dapat menyampaikan nasehat-nasehat yang berkaitan dengan kehidupan berumah tangga. 2. Proses penyelesaian perceraian pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura. Di kalangan masyarakat adat yang masih kuat prinsip kekerabatannya berdasarkan ikatan keturunan (geneologis), seperti masyarakat adat suku Tobati di Kota Jayapura, maka perkawinan merupakan suatu nilai hidup untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial yang bersangkutan. Lazimnya, perkawinan bisa putus disebabkan oleh karena kematian dan perceraian.putusnya suatu perkawinan karena kematian tidak disebabkan oleh perilaku salah satu pihak selama berumah tangga melainkan karena kejadian diluar kuasa manusia, baik karena sakit, kecelakaan, terbunuh atau dibunuh, maupun yang disebabkan oleh bencana alam. Berbeda dengan putusnya perkawinan karena perceraian, yang bukan disebabkan meninggalnya salah satu pihak suami atau istri, akan tetapi disebabkan oleh perbuatan salah satu pihak, hal ini pada umumnya kerabat dan masyarakat menginginkan agar perkawinan cukup sekali dilangsungkan dan dapat bertahan hingga selama-lamanya. Akan tetapi dapat timbul keadaan-keadaan dimana kepentingan kerabat dan masyarakat yang menghendaki putusnya perkawinan.disamping itu juga ada hal-hal yang bersifat perseorangan oleh masyarakat dan dianggap sebagai alasan-alasan untuk bercerai. Adapun proses penyelesaian perceraian pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura, yaitu : a. Diselesaikan lewat musyawarah di tingkat keluarga yang bercerai. Walaupun perceraian pada masyarakat adat Tobati sangat tidak diinginkan namun masih sering juga terjadi, untuk menyelesaikan hal ini maka perlu ada pertemuan dan perundingan dari masing-masing keluarga yang bercerai.biasanya ada waktu dari masing-masing keluarga melakukan pertemuan untuk membahas masalah perceraian yang dimaksud, sebagaimana perkawinan pada umumnya ketika terjadi perceraian maka pihak keluargalah yang dilibatkan terlebih dahulu, hal ini disebabkan karena salah satu pihak ada yang merasa dirugikan. Proses dimulai dengan keluarga yang merasa dirugikan baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan melakukan perundingan didalam rumah adat mereka setelah itu pihak keluarga laki-laki mendatangi keluarga perempuan ataupun sebaliknya untuk melakukan perundingan bersama tentang masalah perceraian, ketika tidak ada titik temu atau kesepakatan maka kedua belah pihak yang mau melakukan perceraian mengambil langkah selanjutnya yaitu membawa permasalahan ini sampai ditingkat adat yang mana langsung ditangani oleh Ondoafi. b. Penyelesaian Perceraian Lewat Adat

61 Sebagaimana dalam hukum adat masyarakat Tobati dimana ketika penyelsaian perceraian tidak dapat diselesaikan di tingkat keluarga yang bercerai, maka permasalahan ini diangkat ke tingkat adat dan langsung ditangani oleh Ondoafi atau kepala suku. Adapun proses pertama yang diambil oleh ondoafi adalah memanggil keluarga yang mau bercerai dan menanyakan sebab musabab kenapa harus terjadi perceraian, disini ondoafi berperan sebagai mediator dan memediasi keluarga yang bercerai. Setelah ondoafi memanggil keluarga yang bercerai maka langkah selanjutnya adalah memanggil kedua orang yang mau bercerai dan Ondoafi langsung menanyakan titik permasalahan sehingga mengakibatkan terjadinya perceraian. Hal ini dilakukan oleh ondoafi agar informasi yang diterima tidak sepihak, sehingga keluarga yang mau bercerai tidak ada yang merasa dirugikan. Apa bila tidak ada penyelesaian melalui adat maka proses perceraian dilanjutkan ke Pengadilan Negeri. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan dari awal mengenai tinjauan yuridis terhadap perkawinan adat dan penyelesaian perceraiannya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan adat dan perceraiannya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura adalah sebagai berikut: faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan adat pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura yaitu perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita dimana dua-duanya atau salah satunya berasal dari masyarakat adat Tobati, sehingga proses perkawinan tersebut bisa dilangsungkan berdasarkan hukum adat dari masyarakat adat Tobati dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura yaitu adanya ketidak harmonisan didalam rumah tangga, adanya zina yang sering dilakukan oleh suami maupun istri, masih sering terjadi kekerasan didalam rumah tangga, sifat malas, kemandulan, salah satu pihak meninggalkan pihak lain, dan sering terjadi pertengkaran atau permasalahan yang tidak bisa didamaikan antara suami dengan istri. 2. Proses perkawinan adat dan penyelesaian perceraiannya pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura adalah sebagai berikut : proses perkawinan adat pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura yaitu adanya proses peminangan dan pertunangan namun sebelum proses peminangan anak-anak mereka semenjak masih kecil sudah dilakukan penjodohan sehingga disaat mereka dewasa barulah dilakukan proses peminangan dan pertunangan yang kemudian dilanjutkan dengan pembayaran mas kawin setelah pembayaran mas kawin kemudian dilanjutkan dengan upacara perkawinan dan proses penyelesaian perceraian pada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura yaitu adanya penyelesaian di tingkat keluarga, jika tidak ada titik temu maka dlanjutkan ketingkat adat, yang menyelesaiakan ditingkat adat adalah kepala

62 suku atau ondoafi dimana kepala suku atau ondoafi sebagai mediator untuk menyelesaikan permasalahan perceraian, jika tidak ada titik temu maka akan dilanjutkan ke Pengadilan Negeri. SARAN 1. Kepada Kepala Suku dan Ondoafi pada masyarakat adattobati di Kota Jayapura, agar segera membentuk lembaga adat yang menangani perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan adat Tobati maupun penyelesaian perceraiannya, sehingga masyarakat adat Tobati yang akan melangsungkan perkawinan berdasarkan adat Tobati maupun penyelesaian perceraiannya bisa terakomodir serta bisa terselesaikan dengan baik yang kemudian bisa diterima oleh seluruh masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura. 2. Kepada masyarakat adat Tobati di Kota Jayapura, agar lebih mematangkan diri sebelum melangsungkan perkawinan supaya didalam berumah tangga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pertengkaran yang tidak bisa didamaikan antara dua belah pihak, terjadinya zina yang dilakukan oleh suami maupun istri dan lain-lain yang akan mengakibatkan terjadinya perceraian. DAFTAR PUSTAKA Anwar Hariyono, 1968, Keluwesan dan Keadilan Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang. Hilman Hadikusuma, 1990, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum adat, Hukum Agama, Bandung, Mandar Maju. Hilman Hadikusuma, 1977, Hukum Perkawinan Adat, Alumni Bandung. K. Wantjik Saleh, 1987, Hukum Perkawainan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, Cetakan ke- 8. Mulyadi, 2008,Hukum Perkawinan Indonesia, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. M. Yahya Harahap, 1975, Hukum Perkawinan Nasional berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Medan:Zahir Trading Co. Wibowo Reksopradoto, 1977,Hukum Perkawinan Nasional Jilid I tentang Perkawinan, Semarang, Iktikad baik. WJS. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Wiryono Prodjodikoro,1974,Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung, Sumur Bandung. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar 1945; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan serta Penjelasannya.