KONDISI TERUMBU KARANG DI PESISIR KELURAHAN SUNGAI PISANG SUMATERA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

THE CORAL REEF CONDITION IN SETAN ISLAND WATERS OF CAROCOK TARUSAN SUB-DISTRICT PESISIR SELATAN REGENCY WEST SUMATERA PROVINCE.

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT)

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

THE CORAL REEF CONDITION IN BERALAS PASIR ISLAND WATERS OF GUNUNG KIJANG REGENCY BINTAN KEPULAUAN RIAU PROVINCE. By : ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG SEBAGAI EKOWISATA BAHARI DI PULAU DODOLA KABUPATEN PULAU MOROTAI

Kata kunci : Kondisi, Terumbu Karang, Pulau Pasumpahan. Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau 2)

BAB III METODE PENELITIAN

By : ABSTRACT. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

PERSENTASE TUTUPAN KARANG DI PERAIRAN MAMBURIT DAN PERAIRAN SAPAPAN KABUPATEN SUMENEP PROVINSI JAWA TIMUR

CORAL BLEACHING DI TWP PULAU PIEH DAN LAUT DI SEKITARNYA TAHUN 2016

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

ANALYSIS OF BUTTERFLY FISH (CHAETODONTIDAE) ABUNDANCE IN THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

PENGARUH KEDALAMAN TERHADAP MORFOLOGI KARANG DI PULAU CEMARA KECIL, TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

STUDI TENTANG KONDISI TUTUPAN KARANG HIDUP DI PERAIRAN PULAU PIEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Perbedaan Presentasi Penutupan Karang di Perairan Terbuka dengan Perairan yang Terhalang Pulau-Pulau. di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

JAKARTA (22/5/2015)

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES

TERUMBU KARANG KITA. Oleh : Harfiandri Damanhuri Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir Universitas Bung Hatta Padang ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

STATUS PERSENTASE TUTUPAN KARANG SCLERACTINIA DI PULAU BUNAKEN (TAMAN NASIONAL BUNAKEN) DAN DI PANTAI MALALAYANG, PESISIR KOTA MANADO

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Parameter Fisik Kimia Perairan

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

KONDISI TUTUPAN KARANG PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bentuk Pertumbuhan dan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI TUTUPAN KARANG DI PULAU JANGGI KECAMATAN TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU MATAS TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH

Akuatik- Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 10. Nomor. 1. Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

KONDISI TERUMBU KARANG DAN IKAN KARANG PERAIRAN TULAMBEN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/288367/PN/11826 Manajemen Sumberdaya Perikanan

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

Volume 4 No 1 FEBRUARI 1995 ISSN FISHERIES JOURNAL GARING

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung. Perameter yang diamati dalam penelitian adalah jenis-jenis

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

3 BAHAN DAN METODE. KAWASAN TITIK STASIUN SPOT PENYELAMAN 1 Deudap * 2 Lamteng * 3 Lapeng 4 Leun Balee 1* PULAU ACEH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

P R O S I D I N G ISSN: X SEMNAS BIODIVERSITAS Maret 2016 Vol.5 No.2 Hal : XXXX

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CORAL REEF CONDITION BASED ON LEVEL OF SEDIMENTATION IN KENDARI BAY

BAB III METODE PENELITIAN

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

Oleh : ASEP SOFIAN COG SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Geiar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

Inventarisasi Bio-Ekologi Terumbu Karang Di Pulau Panjang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

Transkripsi:

ISSN 1978-5283 Yusapri, A., Thamrin, Mulyadi A. 2009:2 (3) KONDISI TERUMBU KARANG DI PESISIR KELURAHAN SUNGAI PISANG SUMATERA BARAT Andi Yusapri Alumni Program Studi Ilmu Lingkungan PPs Universitas Riau, Pekanbaru Thamrin Dosen Program Studi Ilmu Lingkungan PPs Universitas Riau, Pekanbaru Aras Mulyadi Dosen Program Studi Ilmu Lingkungan PPs Universitas Riau, Pekanbaru Condition of Coral Reef in Coastal Area Kelurahan Sungai Pisang West Sumatera Abstract Quality of territorial water there are difference that is in Island of Sironjong, Island of Sirandah and Island of Pasumpahan brightness 7 metre, salinitas 30, degree of acidity (ph) 8, air temperature 28 C and water temperature 30 C. While, in island of Sikuai brightness 5 metre, salinitas 29, ph 7, and water temperature 28 C. This difference is assumed by because in Island of Sikuai stand up wisata resort and hotel. Result of coral covery of manta-tow live in Island of Sironjong and Island of Sikuai (Coral Encrusting) with mean coral covery live equal to 11-30% (category of II), in Island of Sirandah (Coral Heliopora) and Island of Pasumpahan (Coral Massive) with mean mount rock tutupan live equal to 31-50% (category of III). Result of line transect, percentage of coral covery live at location islands research of mean in a condition heavy damage ( 0-24 %) and damage ( 25-49%). highest coral covery there are in Island of Pasumpahan equal to 47,50% (damage) in Island of Sirandah 46,5 is% (damage), and in Island of Sikuai 23 % (heavy damage), while lowest coral covery found in Island of Sironjong equal to 15,00% (heavy damage). Mean make an index to diversity which there are in Island of Sironjong is 0,384, Island of Sirandah 0,443, Island of Sikuai 0,674 and Island of Pasumpahan 0,375, ( H<1). Mean of diversity of low growth form, low spreading and low stability. Index mean dominant coral in Island of Sironjong 0,510, In Island of Sirandah 0,705, Island of Sikuai 0,737 and Island of Pasumpahan 0,644, (C come near 1) meaning there is type which dominant. Keywords: water quality, coastal, coral reef, island 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 125

PENDAHULUAN Indonesia mempunyai unit terumbu karang paling tidak sebanyak 14.000 unit dengan luas kurang lebih 85.000 km² atau 14% dari terumbu karang di dunia. Sampai dengan tahun 2002 telah di survey 56 lokasi dengan 520 stasiun dengan hasil 32,3% jelek (poor), 35,3% sedang (fair), 25,5% baik (good) dan 6,7% sangat baik (excellent), (Chou et al, 2002). Penyebab utama rusaknya terumbu karang tersebut adalah karena tingginya ketergantungan masyarakat terhadap ekosistem terumbu karang, baik sebagai penyedia berbagai jenis sumber bahan pangan maupun untuk keperluan bahan-bahan bangunan. Pengambilan sumberdaya alam ini dilakukan secara berlebihan bahkan banyak dengan cara-cara yang merusak kelestarian lingkungan, (Efendi, 1999). Terumbu karang yang terdapat di perairan Kelurahan Sungai Pisang telah mengalami kerusakan dengan tingkat kerusakan sampai rusak berat. Keberadaan terumbu karang di Pulau Sironjong saat ini sudah berada diambang kepunahan. Bahkan pada tahun 1997 telah terjadi kematian massal binatang karang yang terdapat di sekitar perairan pulau kecil yang ada di Kelurahan Sungai Pisang ini hingga mencapai tingkat kerusakan 100%, (Efendi, 1999). Penelitian COREMAP di Pulau Sironjong menunjukkan bahwa tutupan karang hidup mencapai 7,49%, artinya bahwa terumbu karang di pulau ini dapat dikategorikan sebagai terumbu karang dalam keadaan rusak berat, (Sukarno,1993). Hal yang sama ditemukan pula di Gosong Bada, terumbu karang di sini dikategorikan dalam kondisi rusak berat dengan tutupan karang hidupnya adalah 18,93%. (Renstra Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut Sungai Pisang dalam Agussalam, 2008). Berbeda dengan kondisi terumbu karang di Pulau Pasumpahan dan Pulau Sikuai yang kondisinya dikategorikan baik dengan persentase tutupan karang hidup mencapai 50,47 59,59%. Pulau Sikuai telah dikembangkan menjadi lokasi wisata bahari yang dikelola oleh investor lokal sedangkan Pulau Pasumpahan dikelola oleh investor asing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi biofisik terumbu karang yang ada di pesisir Kelurahan Sungai Pisang Kota Padang Sumatera Barat, yang meliputi Persen cover (PC), keragaman dan dominasi bentuk pertumbuhan karang. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 s/d Juni 2009 di perairan Kelurahan Sungai Pisang Kota Padang Sumatera Barat. Lokasi penelitian yaitu: Pulau Sikuai, Pulau Sironjong, Pulau Sirandah dan Pulau Pasumpahan. Dalam melakukan penelitian ini diperlukan peralatan pendukung dalam kelancaran dan tercapainya hasil yang diharapkan, antara lain ; boat untuk transportasi dari darat ke pulau, GPS (Global Positioning System), sechidisc, Refractometer, ph-meter, peralatan selam seperti 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 126

snorkel, fin/sirip katak, masker, tank/tabung udara, BCD, Pemberat dan alat tulis bawah air serta meteran. Penentuan sebaran terumbu karang pada lokasi penelitian diperoleh dari hasil survey Mantatow. Pengambilan titik/stasiun didasarkan pada luas sebaran terumbu. Yaitu Pulau Sironjong, Pulau Sirandah dan Pulau Sikuai titik sampling/stasiun di sebelah Selatan dan Pulau Pasumpahan titik sampling/stasiun di sebelah Utara. Untuk mendukung ketepatan titik/stasiun (koordinat) yang ada di lokasi penelitian disimpan dalam GPS (Global Position System). Peletakan dan pemasangan transek dilakukan setelah ditemukan posisi (koordinat) stasiun. Kemudian dilakukan pemasangan meteran transek 10 meter sebanyak 3 kali transek per stasiun mengikuti garis pantai.(loya dan Moll dalam Suharsono (2000). Pencatatan data dilakukan sepanjang transek meliputi pengukuran (mendekati cm) lifeform masing-masing koloni karang. Hasil pencatatan direkam dalam lembaran data lifeform yang telah disediakan. Selain itu dilakukan juga pencatatan terhadap kondisi umum terumbu. Manta-tow ini dilakukan untuk menentukan lokasi yang mewakili suatu kawasan terumbu karang, mengetahui kondisi umum terumbu karang dan karang yang dominan. Untuk mengetahui kondisi umum terumbu karang mengacu kepada tutupan karang hidup menurut UNEP (1993), berdasarkan kategori sebagai berikut: Kategori I : 0 10 % Kategori II : 11 30 % Kategori III : 31 50 % Kategori IV : 51 75 % Kategori V : 76 100 % Untuk transek garis dilakukan setelah data hasil Manta-tow dikumpulkan, dinilai dengan membentangkan meteran sepanjang 10 meter (pada setiap stasiun). Ujung meteran (titik 0) diikatkan pada salah satu karang supaya meteran tidak hanyut dan terbawa arus, demikian juga ujung meteran yang terakhir. Setelah meteran dibentangkan sampai 10 meter, data diambil dengan mencatat berdasarkan jenis karang, transisi dan kategori lifefrom menurut UNEP (1993). Untuk menentukan kategori karang dari transek garis mengacu kepada pembagian tingkat kategori, menurut Sukarno (1993) seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkatan Kondisi Terumbu Karang (Sukarno,1993) Percent Cover / PC (%) Kategori (Kondisi Terumbu Karang) 0 24 Rusak Berat 25 49 Rusak 50 74 Baik 75-100 Sangat Baik Untuk menentukan kualitas perairan yang meliputi salinitas perairan, suhu, kecerahan dan kedalaman perairan dapat digunakan alat-alat seperti yang tertera dalam Tabel 2. Kualitas perairan diukur sebelum/sesudah melakukan transek garis dan pengambilan sampel kualitas air tepat pada lokasi tempat dilakukan transek. Masing-masing sampel dilakukan dengan sekali pengambilan, mengingat kondisi air yang homogen dalam satu perairan. 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 127

Analisa Data Tabel 2. Parameter Kualitas Perairan dan Alat yang Digunakan Parameter Nama Alat Keterangan Salinitas (%o) Refraktometer Lapangan Suhu (ºC) Thermometer Lapangan Kecerahan (m) Secchi Disc Lapangan ph ph meter Lapangan Untuk menentukan persentase tutupan karang digunakan formula yang dikemukakan oleh Formulasi Cox dalam Yennafri (1996) adalah : Total Panjang Intersep Per Spesies Persen Cover (%) = ---------------------------------------------- x 100 % Total Panjang Transek Untuk menghitung indeks keragaman bentuk pertumbuhan terumbu karang dapat digunakan metode Shannon Weiner (Odum 1971) berikut ini : H I = - Σ (pi log2 pi) Dimana: H I = Indeks keragaman bentuk pertumbuhan ni = Jumlah individu dalam bentuk ke I N = Total jumlah individu S = Jumlah semua bentuk pertmbuhan P1 = ni/n Menurut Wilhm (1987), nilai Indeks ini dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu; H < 1 : Keragaman rendah, penyebaran tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah 1 <H< 3 : Keragaman sedang, penyebaran tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang H > 3 : Keragaman tinggi, penyebaran tiap spesies tinggi dan kestabilan komunias tinggi. Indeks dominasi terumbu karang dapat di hitung dengan menggunakan rumus: C = Σ(Pi)² Dimana: C = Indeks dominasi. ni = Jumlah individu bentuk pertumbuhan ke i N = Jumlah total individu tiap bentuk pertumbuhan Pi = ni/n 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 128

Nilai C berkisar antara 0 hingga 1, jika nilai mendekati nilai 1 berarti terdapat bentuk pertumbuhan yang mendominasi pada stasiun tesebut, dan jika nilai C mendekati 0 berarti tidak ada bentuk pertumbuhan yang mendominasi. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kelurahan Sungai Pisang memiliki luas wilayah daratan 914 ha dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Teluk Buo, sebelah Timur dengan Desa Siguntur Kabupaten Pesisir Selatan, sebelah Selatan dengan Desa Sungai Pinang Kabupaten Pesisir Selatan dan sebelah Barat dengan Samudra Indonesia. Jarak Kelurahan Sungai Pisang dengan Ibukota Kecamatan 10 km, sedangkan dengan pusat Kota Padang sekitar 32 km. Kondisi jalan darat sepanjang 7 km yang menghubungkan Kelurahan Sungai Pisang dengan Ibukota Kecamatan sangat memprihatinkan, jalannya masih berupa tanah, belum diaspal, banyak tanjakan dan tikungan tajam. Di saat musim hujan sering terjadi longsor. Kelurahan Sungai Pisang terletak di daerah pantai dan perbukitan. Ketinggian rata-rata daerah pantai dari permukaan laut sekitar 2-5 meter. Panjang garis pantai sekitar 15 km, belum termasuk pulau-pulau kecil yang berada di wilayah tersebut. Pulau-pulau yang termasuk di dalam wilayah Kelurahan Sungai Pisang adalah Pulau Sikuai, Pulau Pasumpahan, Pulau Setan, Pulau Ular, Pulau Sironjong, Pulau Sirandah dan Pulau Gosong (pulau karang yang tidak muncul kepermukaan). Suhu pada siang hari berkisar 23 C - 32 C dan pada malam hari 22 C - 28 C. Curah hujan rata-rata 219 mm/bulan, dan jumlah hari hujan relatif sedang 13,17 hari/bulan dengan kelembaban udara sekitar 78% - 86% (Efendi,1999). Kualitas Perairan Data seperti kadar garam/salinitas ( o / oo ), suhu ( C), keasaman (ph), kecerahan dan lain sebagainya merupakan bagian dari data yang diperlukan. Data kualitas perairan sangat penting diketahui untuk dapat melihat seberapa jauh pengaruh terhadap kondisi perairan. Masing-masing sampel dilakukan dengan sekali pengambilan, mengingat kondisi air yang homogen dalam satu perairan. Hasil dari penelitian kualitas perairan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 129

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas Perairan di Perairan Kelurahan Sungai Pisang Parameter Kualitas Air No Nama Pulau Koordinat Suhu ( C) Salinitas Kecerahan ph Udara Air ( ) (M) 1. Pulau Sironjong S : 01 0 08 I 44,1 II 28 30 30 8 7 E : 100 0 21 I 35,2 II 2. Pulau Sirandah S : 01 0 07 I 29,6 II 28 30 30 8 7 E : 100 0 20 I 32,8 II 3. Pulau Sikuai S : 01 0 07 I 56,2 II 28 28 29 7 5 E : 100 0 21 I 10,7 II 4. Pulau Pasumpahan S : 01 0 06 I 57,1 II 28 30 30 8 7 E : 100 0 22 I 10,1 II Sumber : Data Olahan 2009 Dari Tabel 3 di atas dapat dijelaskan bahwa kualitas perairan di Pulau Sironjong, Pulau Sirandah dan Pulau Pasumpahan tak ada perbedaan yaitu suhu udara 28 C, suhu air 30 C, Salinitas 30 %o, ph 8 dan kecerahan 7 meter sedangkan di Pulau Sikuai suhu air 28 C, salinitas 29 %o, ph 7 dan kecerahan 5 meter. Sebaran terumbu karang dipengaruhi oleh faktor lingkungan perairan seperti kecerahan dan salinitas perairan menjadi faktor pembatas yang sangat penting bagi karang sedangkan ph mempunyai peranan penting dalam proses biologis dan kimia dalam perairan dan suhu 25 C-29 C merupakan suhu ideal bagi pertumbuhan karang hermatypic. Rendahnya kualitas perairan di Pulau Sikuai disebabkan oleh berdiri sebuah resort wisata (hotel) yang dikelola oleh swasta nasional dan merupakan tempat-tempat berlindung bagi kapal-kapal nelayan dari ombak dan badai saat mencari ikan. Dengan adanya kegiatan di sekitar pulau ini diasumsikan bahwa pulau ini telah terjadi kegiatan-kegiatan yang merusak terumbu karang seperti pembuangan limbah ke laut dan kegiatan labuh jangkar yang dilakukan nelayan pada saat berlindung dari badai/ombak. Kondisi Terumbu karang dengan Manta-tow Kondisi umum terumbu karang di Perairan Kelurahan Sungai Pisang berdasarkan hasil Mantatow dapat di lihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kondisi Terumbu Karang di Perairan Kelurahan Sungai Pisang dengan Metoda Manta-tow NAMA PULAU KATEGORI VISIBILITY KARANG DOMINAN CUACA (jarak pandang) (bentuk pertumbuhan) Pulau Sironjong II 12 meter Cerah Coral Encrusting Pulau Sirandah III 13 meter Cerah Coral Heliopora Pulau Sikuai II 10 meter Cerah Coran Encrusting Pulau Pasumpahan III 10 meter Cerah Coral Massive Sumber : Data Olahan 2009 Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kondisi umum tutupan karang hidup di Pulau Sironjong didominasi oleh bentuk Coral Encrusting (CE) dan Coral Submassive (CM), di Pulau 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 130

Sirandah kondisi karang hidup didominasi oleh bentuk Coral Heliopora (CHL) dan Coral Encrusting (CE), di Pulau Sikuai kondisi karang hidup di dominasi oleh bentuk Coral Encrusting (CE), Coral Massive (CM) dan Coral Submassive (CS) dan di Pulau Pasumpahan kondisi karang hidup didominasi oleh bentuk Coral Massive (CM) dan Coral Encrusting (CE). Keadaan cuaca pada saat Manta-tow dilakukan cerah dan jarak pandang berkisar 10 13 meter. Kondisi Terumbu karang dengan Line Intercept Transek (LIT) Transek garis dilakukan di Pulau Sironjong, Pulau Sirandah, Pulau Sikuai dan Pulau Pasumpahan. Di setiap pulau dilakukan transek sebanyak 3 kali dengan panjang transek 10 meter, pada kedalaman 5 meter. Data hasil transek di keempat pulau tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kondisi Tutupan Karang Hidup (Persen Cover) dengan Line Intercept Transect (LIT) di Perairan Sungai Pisang No Lokasi Transek Rata-rata I II III PC (%) Kategori 1. Pulau Sironjong 18,00 13,50 13,50 15,00% Rusak Barat 2. Pulau Sirandah 43,00 70,50 26,00 46,50% Rusak 3. Pulau Sikuai 25,50 22,50 21,00 23,00% Rusak berat 4. Pulau Pasumpahan 50,50 49,50 43,00 47,50% Rusak Sumber : Data Olahan 2009 Dari tabel di atas menunjukan bahwa persentase tutupan karang hidup di perairan Kelurahan Sungai Pisang termasuk dalam kategori rusak dan rusak berat (Sukarno, 1993). Tutupan karang tertinggi terdapat di Pulau Pasumpahan sebesar 47,50% (rusak) dan hanya didominasi oleh satu jenis karang dengan Lifeform Coral Massive (CM), sedangkan tutupan karang terendah ditemukan di Pulau Sironjong sebesar 15,00% (rusak berat) yang didominasi oleh Coral Encrusting (CE). Nilai Indeks Keragaman dan Indeks Dominasi Perhitungan nilai Indeks keragaman dan indeks dominasi berdasarkan pada perhitungan persentase pertumbuhan karang yang dijumpai pada titik pengamatan dengan metoda lifeform. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6. 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 131

LOKASI Pulau Sironjong Pulau Sirandah Tabel 6. Hasil Perhitungan Indeks Keragaman (H ) dan Indeks Dominasi (C) Terumbu Karang di Perairan Kelurahan Sungai Pisang TRANS EK (H ) KATEGORI (C) KATEGORI RATA- RATA H RATA- RATA C I 0,471 Rendah 0,444 No Dom 0,384 0,510 II 0,211 Rendah 0,64 Dom III 0,471 Rendah 0,444 No Dom I 0,528 Rendah 1 Dom 0,443 0,705 II 0,280 Rendah 0,706 Dom III 0,519 Rendah 0,410 No Dom Pulau Sikuai I 0,734 Rendah 1 Dom 0,674 0,737 II 0,605 Rendah 0,444 No Dom III 0,682 Rendah 0,766 Dom Pulau Pasumpahan III 0,561 Rendah 0,562 No Dom Sumber : Data Olahan 2009 I 0,551 Rendah 1 Dom 0,496 0,644 II 0,375 Rendah 0,369 No Dom Indeks keragaman yang terdapat di Pulau Sironjong rata-rata adalah 0,384, Pulau Sirandah 0,443, Pulau Sikuai 0,674 dan Pulau Pasumpahan 0,375. Berarti keragaman bentuk pertumbuhan dari empat pulau tersebut rendah, penyebaran rendah dan kestabilan komunitas rendah. Rata-rata indeks dominasi terumbu karang di Pulau Sironjong 0,510, Pulau Sirandah 0,705, Pulau Sikuai 0,737 dan Pulau Pasumpahan 0,644. Dari nilai indeks keempat pulau tersebut nilainya mendekati 1 yang berarti ada bentuk pertumbuhan yang mendominasi di pulau-pulau tersebut. Bentuk pertumbuhan karang yang mendominasi di Pulau Sirandah adalah Coral Heliopora (CHL), di Pulau Sikuai yang mendominasi adalah Coral Encrusting (CE) dan di Pulau Pasumpahan adalah Coral Massive (CM). Dari hasil survey Manta-tow di Pulau Sironjong kondisi karang hidup didominasi oleh bentuk Coral Encrusting (CE) dan Coral Submassive (CM) dan Pulau Sikuai didominasi oleh bentuk Coral Encrusting (CE), Coral Massive (CM) dan Coral Submassive (CS)) dengan rata-rata tingkat tutupan karang hidup sebesar 11% 30% yang dimasukkan dalam kategori II, di Pulau Sirandah didominasi oleh bentuk Coral Heliopora (CHL) dan Coral Encrusting (CE) dan Pulau Pasumpahan didominasi oleh bentuk Coral Massive (CM) dan Coral Encrusting (CE) dengan rata-rata tingkat tutupan karang hidup sebesar 31% 50% yang termasuk dalam kategori III (UNEP, 1993). Perbedaan bentuk pertumbuhan di masing-masing pulau karena karang rentan dengan terjadinya perubahan lingkungan karena karang tidak memiliki kemampuan untuk menghindar dari perubahan kondisi lingkungan sebagaimana kelompok hewan yang bisa bergerak bebas. Beberapa faktor pembatas utama dalam penentuan kehadiran dan kelangsungan hidup karang 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 132

pada suatu perairan meliputi faktor kedalaman (3-10 m), fluktuasi tempratur (18 C-32 C), salinitas (34-36 ), cahaya, arus (pergerakan air), substrat yang cocok dan kecerahan perairan (Thamrin, 2006). Beberapa contoh bentuk pertumbuhan karang dan karakteristik dari masing-masing genera menurut English et al dalam Riani. R, (2001) yaitu : Tipe Bercabang (Branching), karang seperti ini memiliki cabang dengan ukuran lebih panjang daripada meternya. Banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama bagian yang terlindung atau setengah terbuka. Tipe Padat (Massive), pada umumnya berbentuk seperti bola, ukuran bermacam-macam. Bentuk pertumbuhannya akan mengalami perubahan seperti tonjolan apabila pada tubuhnya terdapat kematian. Sedangkan bila berada di daerah dangkal bagian atasnya berbentuk seperti cincin. Permukaan terumbu halus dan padat. Tipe Daun (Foliose), bentuk pertumbuhan seperti lembaran daun yang melingkar atau melipat. Memiliki ukuran yang relatif kecil, tetapi dapat membentuk koloni yang sangat luas. Tipe Meja (Tubulate), karang ini tumbuh secara melebar pada puncaknya, sehingga menyerupai meja. Permukaan mendatar dengan sistem percabangan yang relatif pendek dan merata. Pada bagian bawah dari permukaan terdapat sebuah batang karang yang bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau mendatar. Tipe Jamur (Mushroom), pada umumnya berbentuk seperti lingkaran atau oval, pipih dan liat dengan sekat-sekat beralur serentak dari sisi-sisinya yang bertemu pada bagian tengahnya pada satu titik. Dapat pula membentuk berkas yang kuat membagi sisi yang satu dengan yang lain menjadi dua bagian yang sama. Bentuk permukaan rata, cembung atau cekung dengan ukuran bervariasi. Tipe Kerak (Encrusting), pertumbuhan karang seperti kerak, biasanya menutupi bagian dasar terumbu dan sangat tahan terhadap pukulan ombak. Permukaannya kasar dan bercabang-cabang dengan ukuran kecil. Line Intercept Transect (LIT) di Pulau Sironjong rata-rata persentase tutupan karang hidup dari Hard Coral Acropora dan Hard Coral Non Acropora adalah sekitar 15% dan di Pulau Sikuai rata-rata persentase tutupan karang hidup dari Hard Coral Acropora dan Hard Coral Non Acropora adalah sekitar 23 %, menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang dalam keadaan rusak berat. (Sukarno, 1993). Di Pulau Sirandah rata-rata persentase tutupan karang hidup dari Hard Coral Acropora dan Hard Coral Non Acropora adalah sekitar 46,5% dan di Pulau Pasumpahan Rata-rata persentase tutupan karang hidup dari Hard Coral Acropora dan Hard Coral Non Acropora adalah sekitar 47,5 %, menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang dalam keadaan rusak ( Sukarno, 1993). 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 133

Kondisi Terumbu Karang di Pesisir Tipe Bercabang (Branching) Tipe Padat (Massive) Tipe Daun (Foliose) Tipe Meja (Tabulate) Tipe Jamur (Mushroom) Tipe Kerak (Encrusting) Gambar 1. Tipe Bentuk Pertumbuhan Karang 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 134

Lebih dari 70 % dari total 5.000 km² terumbu karang yang ada di Sumbar berada dalam kondisi rusak berat. Beberapa daerah yang mengalami kerusakan terumbu karang rusak berat adalah di Kabupaten Agam dan Kota Pariaman. Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan serta Kabupaten Pasaman masuk kategori rusak. Sementara kawasan pesisir yang memiliki terumbu karang yang cukup baik, meliputi Kabupaten Padang Pariaman dan Kepulauan Mentawai masuk kategori baik (Padang Ekspres, 2008). Menurut Yosmeri dalam Padek (2008), Penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah manusia. Penangkapan ikan dengan cara illegal seperti menggunakan bom dan racun, penambangan batu karang untk bahan bangunan, pencemaran, sedimentasi, pariwisata serta pengerukan dan pembangunan pantai punya andil cukup besar dalam memusnahkan terumbu karang, selain itu penebangan hutan secara liar (illegal logging) menyebabkan tidak ada lagi penahan air, sehingga semua bermuara ke sungai dan menyebabkan rusaknya sedimen pantai, belum lagi lego jangkar yang dilakukan oleh kapal, serta pengambilan terumbu karang untuk souvenir juga memacu kerusakan terumbu karang. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian dan analisis data yang diperoleh, dapat diambil beberapa kesimpulan : 1. Terumbu karang ditemukan di sepanjang perairan Kota Padang. Luas areal terumbu karang di perairan Kota Padang adalah 583.65 Ha dan 70% masuk dalam kategori rusak berat dan rusak. Faktor kerusakan disebabkan oleh manusia dan Alami. 2. Kondisi perairan di pulau-pulau tempat penelitian sama kecuali di Pulau Sikuai karena di pulau tersebut terdapat resort wisata dan hotel yang dikelola oleh swasta nasional dengan asumsi telah mencemari perairan. 3. Dari hasil Manta-tow tutupan karang hidup di pulau-pulau tempat penelitian didominasi oleh bentuk Coral Encrusting (CE), Coral Submassive (CSM), Coral Heliopora (CHL) dan Coral Massive (CM) dengan rata-rata tingkat tutupan karang hidup sebesar 11% 30% yang dimasukkan dalam kategori II dan, 31% 50% yang termasuk dalam kategori III. Dari hasil transek garis, persentasi tutupan karang hidup pada pulau-pulau lokasi penelitian rata-rata dalam kondisi rusak berat (0% 24 %) dan rusak (25%-49%). 4. Rata-rata indeks keragaman yang terdapat di pulau-pulau tempat penelitian menunjukkan keragaman bentuk pertumbuhan rendah, penyebaran rendah dan kestabilan komunitas rendah, karena H < 1. Sedangkan rata-rata indeks dominasi di Pulau Sironjong, Pulau Sirandah, Pulau Sikuai dan Pulau Pasumpahan ada jenis pertumbuan yang mendominasi karena nilai C mendekati 1. 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 135

DAFTAR PUSTAKA Agussalam,B.,2008. Tertambatnya Harapan di Pesisir Sungai Pisang, Satker Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan, 43 Hal. Chou, M.L., V. S. Tuan., P. Reefs., T. Yeemin., A. Cabanban., Suharsono & I. Kessna., 2002. Status of Southeast Asia Coral Reef In Status of Coral Reef on The Word, C. Wilkinson. Australian Institut of Marine Science, Australia.123-152 p. Efendi, Y.1999. Draf Rencana Pengelolaan Terumbu Karang di Kelurahan Sungai Pisang Kodya Padang. Dipresentasikan Pada Acara Forum Komunikasi Nasional Terumbu Karang Tanggal 16-17 Februari 1999 di otel Cempaka Jakarta, 10 Hal. Riani,R., 2001. Terumbu Karang di Tinjau dari Aspek Biologi, Fisiologi,Ekologi dan Dampak Lingkungan yang Mempengaruhi. IPB Bogor. 46 Hal. Suharsono, 2000. Metode Penelitian Terumbu Karang, LIPI. Jakarta. 7 Halaman. Sukarno, R.,1993. Ekosistem Terumbu Karang dan Masalah Pengelolaannya, dalam Materi Kursus Metodologi Peneitian Terumbu Karang. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta. Hal 1-10. Thamrin., 2006. Karang, Biologi Reproduksi dan Ekologi, Minamandiri Press Pekanbaru. Riau. 260 Hal. UNEP., 1993. Monitoring Coral Reef For Global Change. Reference Methods For Marine Sollution Studies no. 61. 72 p. Yennafri.,1996. Keanekaragaman dan Persentase Tutupan Terumu Karang di Gosong Gabuo Kodya Padang, Skripsi Sarjana Universitas Bung Hatta Padang. 40 Hal (tidak dipublikasikan). 2009 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau 136