BAB I PENDAHULUAN. KUHPerdata sehingga disebut perjanjian tidak bernama. Dalam Buku III

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum

BAB I. PENDAHULUAN. bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian Kredit. Danamon Indonesia Unit Pasar Delitua dengan Toko Emas M.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

2 tersebut dapat dipakai dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau dapat dimiliki oleh pembeli. Pengelolah pusat perbelanjaan menawarkan

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB V PENUTUP. polis asuransi jiwa di PT Asuransi Jiwasraya Cabang Yogyakarta ini

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB II DEPOSITO SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA. deposito di Bank lazimnya di letakkan pada persyaratan jangka waktu

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu

SYARAT DAN KETENTUAN UMUM PERJANJIAN PINJAMAN TANPA AGUNAN. Berlaku Sejak 1 April 2015

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB I. PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup orang banyak, serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. ini hampir seluruh kegiatan ekonomi yang terjadi, berkaitan dengan bank. Untuk

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

BAB I PENDAHULUAN. melakukan transaksi dalam kehidupan sehari-hari. Pada awalnya manusia

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan terssebut diperoleh melalui pinjaman-pinjaman atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

I. PENDAHULUAN. Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai

A B S T R A K S I. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Negara Republik Indonesia ditujukan bagi seluruh

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan salah satu sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum UIEU

RUANG LINGKUP JASA HUKUM LAW OFFICE J.P. ARSYAD & ASSOCIATES ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) HUKUM PIDANA HUKUM BISNIS DAN INDUSTRIAL

Asas asas perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya seperti modal untuk membangun usaha, untuk. membesarkan usaha, untuk membangun rumah atau untuk mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. 1 Dalam kehidupan sehari-hari seorang tidak terlepas dengan yang namanya perjanjian. Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan finansial dalam berkeluarga mayoritas orang melakukan perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian kredit baik dengan perorangan atau pribadi maupun dengan lembaga keuangan bank maupun non bank. Perjanjian kredit merupakan suatu perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata sehingga disebut perjanjian tidak bernama. Dalam Buku III KUHPerdata tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur perihal Perjanjian Kredit. Namun dengan berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, para pihak bebas untuk menentukan isi dari perjanjian kredit sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatutan. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan disepakati dan ditandatanganinya perjanjian kredit oleh para pihak, maka sejak saat itulah perjanjian lahir dan mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang. 1 Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, hlm. 36 1

2 Sebenarnya istilah perjanjian kredit tidak dikenal di dalam UU Perbankan. Akan tetapi apabila jika ditelaah lebih lanjut mengenai perjanjian kredit dalam UU Perbankan, tercantum kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam. Pencantuman kalimat persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dalam rumusan Pasal 1 ayat (11) Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memiliki maksud bahwa pembentuk undang-undang bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah debitur yang berbentuk pinjam-meminjam. Dengan demikian bagi hubungan kredit bank berlaku Buku Ketiga (tentang Perikatan) pada umumnya dan Bab Ketigabelas (tentang pinjam-meminjam) KUH Perdata pada khususnya, dan pembentuk undang-undang bermaksud untuk mengharuskan hubungan kredit bank dibuat berdasarkan perjanjian kredit tertulis, Kalau semata-mata hanya dari rumusan ketentuan pasal tersebut, sulit untuk menafsirkan bahwa ketentuan tersebut memang mengharuskan agar pemberian kredit bank berdasarkan perjanjian tertulis. Ketentuan undang-undang tersebut harus dikaitkan dengan Instruksi Presedium Kabinet No.15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No.2/539/ UPK/Pemb. tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No.2/649/UPK/Pemb. tanggal 20 Oktober 1966 serta Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967 yang menentukan bahwa

3 dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun perbankan wajib mempergunakan atau membuat perjanjian kredit tertulis. 2 Berkaitan dengan usaha bank dalam menyalurkan dana, salah satu strategi yang dikembangkan perbankan saat ini adalah dengan pemberian kredit. Jika dilihat prosesnya mulai dari penghimpunan dana hingga penyaluran dana, di bank konvensional dalam penghimpunan dana, penabung diberikan jasa dalam bentuk bunga simpanan. Sementara dalam pemberian kredit, penerima kredit (debitur) dikenakan jasa pinjaman dalam bentuk bunga dan biaya administrasi. Sehingga debitur dalam membayar angsuran kredit selain membayar angsuran juga dikenakan bunga terhadap pinjaman tersebut. Dalam perjanjian kredit, nasabah mempuyai kewajiban yang harus dipenuhi. Kewajiban nasabah yaitu membayar hutang yang telah diterima dari pihak bank dengan tepat waktu sesuai yang telah diperjanjikan. Tetapi ada kalanya nasabah tidak memenuhi kewajiban sesuai perjanjian, dengan berbagai alasan tertentu. Selain itu, pihak bank juga mempunyai hak untuk dilunasi piutang yang telah diberikan kepada nasabah. Pada prakteknya, hak yang harus diterima bank tidak terpenuhi sehingga memaksa pihak bank melakukan eksekusi terhadap objek jaminan dalam perjanjian kredit kepada nasabah yang melanggar perjanjian. Pemberian kredit atau pinjaman tidak semuanya pinjaman yang disalurkan dalam keadaan lancar pada saat pengembaliannya. Seringkali debitur tidak tepat waktu dalam melakukan pembayaran angsuran kredit yang telah jatuh tempo. Hal ini 2 Endrunagari, Hukum Perjanjian dan Perjanjian Kredit, 5 Mei 2013, https://endrunagari.wordpress.com/2013/05/05/hukum-perjanjian-dan-perjanjian-kredit-bank/, (10.47)

4 terjadi karena tidak memiliki dana untuk membayar angsuran kredit sehingga menyebabkan kredit macet. Pada Perkara Perdata No. 48/Pdt.G/2015/PN.Bgr. jo Perkara Perdata No. 258/PDT/2016/PT.BDG, pihak ketiga sebagai ahli waris dari nasabah yang meninggal dunia merasa mendapat proteksi sebab kredit tersebut sudah diasuransikan. Setelah pihaknya mendapat surat dari Bank mengenai klaim asuransi yang tidak dapat diproses, Penggugat merasa kecewa dengan Pihak Asuransi. Sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai ahli waris, Penggugat mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Bogor terkait klaim asuransi yang tidak dibayarkan oleh pihak Asuransi. Pada kenyataannya, Pihak Asuransi tidak memberikan klaim asuransi tersebut dengan alasan debitur meninggal dunia dalam masa asuransi berjalan kurang dari 6 (enam) bulan dari masa berlakunya asuransi. Disisi lain, penggugat juga tidak memahami mengenai isi dari Lampiran Sertifikat Asuransi dalam Perjanjian Kredit antara nasabah yang meninggal dunia dengan pihak terkait. Sehingga membawa kasus ini ke proses hukum. Seseorang yang membuat perjanjian akan berlaku bagi kepentingan dirinya sendiri. Akan tetapi ada kalanya bahwa suatu perjanjian itu akan beralih kepada pihak ketiga dengan syarat yang telah ditentukan sebelumnya. Hal demikian dijelaskan dalam Pasal 1315 KUHPerdata. Seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Seperti yang terdapat dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyebutkan janji untuk pihak ketiga yang berbunyi sebagai berikut: Dapat pula

5 perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Dari Pasal 1317 KUHPerdata dapat diketahui bahwa perjanjian antara para pihak yang bersepakat dapat beralih kepada pihak ketiga. Permasalahan yang diangkat penulis terkait dengan tanggung jawab ahli waris terhadap pewaris yang meninggal dunia diatur dalam Pasal 1318 KUHPerdata. Adapun Pasal 1318 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut: Jika seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap bahwa itu adalah untuk ahli waris-ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian, bahwa tidak sedemikianlah maksudnya. Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengatur untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya. Dalam mengetahui sejauh mana tanggung jawab ahli waris dalam perjanjian kredit apabila pewaris sebagai nasabah meninggal dunia perlu diperdalam lagi sehingga menimbulkan ilmu baru dalam bidang Hukum Perdata. Hal ini yang menarik bagi penulis untuk mengkaji permasalahan di atas dengan judul TANGGUNG JAWAB AHLI WARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT APABILA PEWARIS SEBAGAI NASABAH MENINGGAL DUNIA (STUDI PUTUSAN PERDATA NO. 48/Pdt.G/2015/PN.Bgr. jo Putusan PT No. 258/PDT/2016/PT.BDG)

6 Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan adalah Bagaimana Tanggung Jawab Ahli Waris dalam Perjanjian Kredit apabila Pewaris sebagai Nasabah meninggal dunia? Penelitian yang dilakukan penulis bertujuan untuk: 1. Tujuan Obyektif Untuk mengetahui, memahami dan mendalami tanggung jawab ahli waris dalam perjanjian kredit apabila pewaris sebagai nasabah meninggal dunia. 2. Tujuan Subyektif Penelitian hukum ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7