1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan berumpun. Umur tanaman padi mulai dari benih sampai bisa dipanen kurang lebih 4 bulan. Hampir sebagian besar tanaman padi dibudidayakan di lahan sawah, namun selain dibudidayakan di lahan sawah juga dapat dibudidayakan di lahan kering seperti padi gogo. Menurut Badan Pusat Statistik (2014), total luas panen padi nasional mencapai 13.797.307 ha dengan produksi padi sebesar 70.846.465 ton Gabah Kering Giling (GKG), sedangkan di Lampung total luas panen padi 648.731 ha dengan produksi mencapai 3.320.064 ton GKG. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan beras sangatlah tinggi, hal ini disebabkan beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Peningkatan penduduk Indonesia setiap tahunnya harus diimbangi dengan peningkatan produksi beras. Namun dalam peningkatan produksi beras terdapat berbagai macam kendala yang dihadapi (Pramono et al., 2005). Banyak faktor yang dapat menyebabkan rendahnya
2 produksi padi baik dari segi kualitas maupun kuantitas salah satunya disebabkan oleh adanya gangguan gulma. Gulma merupakan organisme pengganggu yang penting untuk dikendalikan dalam peningkatan produksi padi. Gulma merupakan tumbuhan yang merugikan kepentingan manusia dan harus dikendalikan (Sembodo, 2010). Menurut Nantosomsaran dan Moody (1993) dalam Jatmiko dan Pane (2009), penurunan hasil panen padi sawah di lahan irigasi akibat gangguan gulma sebesar 10-40%. Persaingan yang terjadi ketika gulma berada di areal pertanaman adalah terjadinya perebutan cahaya matahari, air, dan unsur hara. Sikap saling memperebutkan bahan yang sama-sama dibutuhkan antara gulma dan tanaman mengakibatkan timbulnya persaingan antara keduanya. Persaingan akan lebih ketat ketika yang diperebutkan jumlahnya hanya sedikit (Moenandir, 1988). Untuk mengendalikan keberadaan gulma yang ada pada pertanaman padi dapat dilakukan dengan berbagai teknik pengendalian, baik secara manual, mekanik maupun secara kimia. Kebanyakan petani lebih banyak menggunakan teknik pengendalian gulma secara kimia, cara ini juga dirasa lebih mudah dalam mengendalikan gulma di areal pertanaman. Disamping pengendalian gulma dengan herbisida mudah, cara ini juga lebih cepat dalam mengatasi gulma. Herbisida merupakan bahan kimia yang digunakan petani untuk mengendalikan dan mencegah pertumbuhan gulma. Pengendalian kimia dinilai lebih efektif untuk mengurangi populasi gulma dibandingkan dengan pengendalian lainnya. Penggunaan
3 herbisida sebagai pengendali gulma mempunyai dampak positif yakni gulma dapat dikendalikan dalam waktu yang relatif singkat dan mencakup areal yang luas. Herbisida setelah diaplikasikan dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses. Proses-proses yang dipengaruhi seperti proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya. Dimana semua proses tersebut sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Riadi, 2011). Salah satu herbisida yang dapat digunakan untuk pengendalian gulma pada budidaya tanaman padi sawah adalah herbisida penoksulam. Herbisida penoksulam ini merupakan herbisida pra tumbuh yang bersifat selektif. Selain itu, herbisida ini bersifat sistemik sehingga hasilnya tidak dapat terlihat secara langsung. Hebisida Penoksulam mengganggu proses pertumbuhan internal gulma dengan menghambat enzim acetolactate synthase (ALS) yang hanya ditemukan pada tumbuhan. Berdasarkan hasil penelitian Guntoro et al. (2013), aplikasi herbisida penoksulam dengan dosis 0,6 L/ha hingga 0,75 L/ha merupakan dosis efektif untuk mengendalikan gulma golongan teki dan daun lebar serta menyebabkan gejala keracunan ringan pada tanaman padi sawah pasang surut. Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Pada dosis berapa herbisida penoksulam mampu mengendalikan gulma umum pada budidaya tanaman padi sawah? 2. Apakah herbisida penoksulam meracuni tanaman padi sawah?
4 3. Apakah herbisida penoksulam mepengaruhi pertumbuhan dan produksi padi sawah. 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka disusun tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pada dosis berapa herbisida penoksulam dapat mengendalikan gulma umum pada pertanaman padi sawah. 2. Untuk mengetahui fitotoksisitas penoksulam pada tanaman padi sawah. 3. Untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah. 1.3 Landasan Teori Padi menurut cara budidayanya dapat dibedakan dalam dua tipe yaitu padi lahan kering (gogo) dan padi lahan basah (sawah) yang memerlukan penggenangan. Olahan padi disebut dengan beras. Beras merupakan pangan utama di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokok. Kebutuhan beras terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk (Guntoro, 2013). Menurut Moenandir (1988), gulma selalu ada bersama tanaman karena gulma selalu berasosiasi dengan tanaman. Gulma merupakan salah satu faktor biotik yang dapat menyebabkan kehilangan hasil panen padi. Keberadaan gulma di areal pertanaman dapat menyebabkan perebutan unsur hara, air, ruang, serta cahaya. Pada lahan padi irigasi gulma dapat menurunkan hasil sebesar 10-40%. Semua itu tergantung pada
5 spesies dan kepadatan gulma yang ada di areal pertanaman (Nantosomsaran dan Moody, 1993 dalam Jatmiko dan Pane, 2009). Menurut De Datta (1981) dalam Jatmiko dan Pane (2009), gulma juga dapat menurunkan hasil panen sekitar 34% pada padi dengan sistem tanam pindah, 45% pada padi dengan sistem tanam benih langsung, 45% lahan irigasi dan lahan tadah hujan dan 67% pada padi gogo. Kompetisi antara gulma dan tanaman dikaitkan dengan ketersediaan sarana tumbuh yang jumlahnya terbatas seperti air, hara, cahaya, CO 2 dan ruang tumbuh. Kerugian akibat gulma diukur dengan penurunan jumlah atau mutu hasil, serta tambahan biaya, maka konsekuensi ekonomis kehilangannya akan sangat besar (Sembodo, 2010). Herbisida penoksulam merupakan herbisida grup triazolopyrimidines sulfonamide yang bekerja menghambat enzim acetolactate synthase (ALS). Cara kerja herbisida ini adalah dengan cara diserap oleh tumbuhan melalui daun dan akar. Setelah diserap ditranslokasikan ke xylem dan floem. Gejala yang ditimbulkan setalah aplikasi herbisida adalah terjadi pertumbuhan yang terhambat, titik tumbuh gulma mengalami klorosis yang dapat mengakibatkan kematian pada tumbuhan tersebut dalam jangka waktu 2 sampai 4 minggu (Tomlin, 2011). 1.4 Kerangka Pemikiran Padi merupakan sumber pangan pokok, kebutuhan masyarakat akan padi setiap tahun semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan akan padi maka perlu dilakukan adanya teknik budidaya yang baik dan benar guna meningkatkan produktivitas tanaman padi. Dalam meningkatkan
6 produktivitas padi ada beberapa kendala yang dihadapi, salah satunya adalah gangguan gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu dan merugikan manusia sehingga perlu dilakukan pengendalian agar tidak menurunkan hasil produksi. Gulma yang ada di pertanaman padi dapat menurunkan hasil panen karena adanya persaingan antara gulma itu sendiri dengan padi dalam pengambilan unsur hara, air dan cahaya. Di samping itu ada beberapa gulma yang dapat dijadikan tanaman inang oleh hama dan penyakit tanaman padi. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa teknik pengendalain secara manual, mekanik maupun kimia. Pengendalian yang sering digunakan para petani saat ini kebanyakan dengan cara pengendalian kimia dengan menggunakan herbisida. Herbisida dalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk mengendalikan pertumbuhan gulma. Pemakaian herbisida yang tepat dan benar dalam mengendalikan gulma akan memberikan keuntungan seperti daya kendali yang lebih baik, hemat waktu dan hemat biaya dibandingkan dengan penyiangan manual. Herbisida penoksulam adalah herbisida yang bersifat sistemik, penoksulam diserap melalui daun dan juga melalui akar, kemudian di translokasikan baik dari xylem maupun floem. Gejala yang dialami pada gulma yang terkena herbisida adalah pertumbuhan yang terhambat, terjadi klorosis pada titik tumbuh dan nekrosis pada
7 tunas terminal yang membuat gulma akan mati pada minggu kedua sampai minggu keempat setelah aplikasi. Penggunaan herbisida penoksulam masih perlu dilakukan karena herbisida jenis ini masih baru dan belum banyak dikembangkan. Pengujian beberapa taraf dosis masih perlu dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui pada dosis berapa herbisida penoksulam ini tepat untuk digunakan. 1.5 Hipotesis Berdasarkan pada kerangka pemikiran di atas dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : 1. Pada dosis tertentu herbisida penoksulam mampu mengendalikan gulma pada budidaya tanaman padi sawah. 2. Herbisida penoksulam tidak meracuni tanaman padi sawah. 3. Herbisida tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi.