II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Everett M Rogers dalam Latifah (2011:12) mengemukakan bahwa komunikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. KAJIAN PUSTAKA. Manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari belajar, karena dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Melalui Pembelajaran Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

TINJAUAN PUSTAKA. sepenuhnya dapat dijelaskan. Pada makna yang lebih kompleks pembelajaran. siswanya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Metode Pembelajaran Delikan, Kemampuan Komunikasi, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata latin communicatio dan bersumber dari kata

I. PENDAHULUAN. pesat. Manusia dituntut memiliki keterampilan berpikir kritis, sistematis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai kebersamaan ( commonnees). 1

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989:

II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu problem dan pose,

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

II. TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensipotensi

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi dari masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alhadad (2010: 34)

BAB I PENDAHULUAN. pada komunikasi siswa dengan guru saja, tetapi adanya interaksi siswa dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti berhasil guna. Efektivitas berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan, atau manfaat dari hasil yang diperoleh. Selain itu efektivitas juga merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas menunjukkan keberhasilan tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Pembelajaran merupakan suatu proses menjadikan seseorang belajar. Menurut Slameto (1987:2) belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Abdurrahman (1999:28) belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai

10 prestasi yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (1990:25) yang mengungkapkan bahwa tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep keterampilan baru, pembentukan sikap. Salah satu prinsip pembelajaran adalah efisiensi dan efektivitas (Rohani, 2004). Suatu pengajaran yang baik adalah apabila proses pengajaran itu menggunakan waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil (pencapaian tujuan instruksional) secara lebih tepat dan cermat serta optimal (Rohani, 2004:28). Dengan penggunaan waktu yang efisien dapat membuahkan hasil yang efektif. Dengan sedikit penjelasan dari guru diharapkan peserta didik cepat memahami suatu pelajaran. Hamalik (2004: 171) bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Siswa diberi kesempatan untuk belajar secara mandiri dalam menemukan konsep-konsep atau pemahaman-pemahaman baru. Pendapat lain oleh Sutikno (2005: 88) bahwa efektivitas pembelajaran adalah kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Simanjuntak (1993: 80) yang mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang diinginkan tercapai.

11 Cara untuk mengukur efektivitas adalah dengan melihat bahwa suatu tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan strategi tertentu daripada strategi yang lain, maka strategi itu efisien. Hal tersebut sesuai dengan Hamdani (2010: 55-56) yang menyatakan bahwa kalau kemampuan mentransfer atau skill yang dipelajari lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan dengan strategi yang lain, strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan. Selain itu Uno (2008 : 138) mengungkapkan bahwa sedikitnya ada empat indikator yang masuk dalam keefektifan pengajaran yakni (1) kecermatan penguasaan perilaku, (2) kecermatan unjuk kerja, (3) kesesuaian unjuk kerja, dan (4) kuantitas unjuk kerja. Mata pelajaran yang dipelajari siswa memiliki indikator masing-masing. Keefektifan suatu pembelajaran dapat terlihat dari persentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar untuk masing-masing indikator. BSNP (2006:12) menyatakan bahwa ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara, kriteria ideal untuk masing-masing indikator adalah dengan kriteria ketuntasan minimal ditentukan masing-masing lembaga pendidikan. Untuk mata pelajaran matematika kemampuan yang diukur dalam pencapaian ketuntasan belajar terdiri dari kemampuan rendah hingga kemampuan tingkat tinggi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan siswa dalam menerima pelajaran dan memahami konsep tertentu setelah melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Keberhasilan siswa tersebut diwujudkan dalam hasil belajar, apakah sesuai dengan tujuan yang

12 diharapkan atau tidak. Pada penelitian ini kemampuan yang diukur hanya kemampuan komunikasi matematis sehingga kriteria masing-masing indikator yang digunakan adalah dengan kriteria ketuntasan belajar minimal sesuai dengan yang ditetapkan sekolah yaitu 75. 2. Model Problem Based Learning (PBL) Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan (Sagala, 2003: 175). Dengan demikian model pembelajaran adalah suatu konsep yang mendeskripsikan prosedur dalam menyusun pengalaman belajar, yang berguna sebagai acuan aktivitas pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah Model Problem Based Learning. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) menekankan pemecahan masalahmasalah autentik seperti yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Santrock, 2008: 31). Uno (2008: 133) mengemukakan bahwa dapat diketahui seorang anak yang ingin mencapai hasil belajarnya pada mata pelajaran matematika, diperlukan proses kerja untuk memecahkan masalah matematika. Arends (Trianto, 2011:68) mengemukakan bahwa PBL merupakan suatu model pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Dengan demikian, dalam PBL siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau yang memfasilitasi siswa dalam membangun suatu konsep.

13 PBL mendorong pemecahan masalah kolaboratif di antara murid dan mendorong guru untuk mengembangkan proyek-proyek pemecahan masalah nyata (Santrock, 2008: 32). Seiring murid-murid bekerja sama pada sejumlah pertemuan di kelas, mereka mempunyai banyak kesempatan untuk berkomunikasi mengenai matematika, berbagi strategi pemecahan masalah mereka dan mendapatkan umpan balik yang membantu mereka menyempurnakan pemikiran mereka. Guru yang dalam hal ini sebagai fasilitator harus paham mengenai masalah nyata yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Rideout (Riyanto, 2012) menyatakan bahwa: Karakteristik esensial dari PBL antara lain : (1) suatu kurikulum yang disusun berdasarkan masalah relevan dengan hasil akhir pembelajaran yang diharapkan, bukan berdasarkan topik atau bidang ilmu dan (2) disediakannya kondisi yang dapat memfasilitasi kelompok bekerja/belajar secara mandiri dan/atau kolaborasi, menggunakan pemikiran kritis, dan membangun semangat untuk belajar seumur hidup. Sedangkan berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow dan Min Liu tahun 2005 (Lidnillah, 2009: 3) menjelaskan bahwa Karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah, yaitu: 1. Learning is student-centered Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL juga didukung oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri. 2. Authentic problems form the organizing focus for learning Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti. 3. New information is acquired through self-directed learning Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau dari informasi lainnya. 4. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menurut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas. 5. Teachers act as facilitators Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai. 14 Adapun langkah-langkah dalam penggunaan Model PBL ini menurut David Johnson & Johnson (Hamnuri, 2011 : 111) adalah yang dilakukan secara berkelompok yaitu: 1. Mendifinisikan Masalah; yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yag mengandung isu atau konflik, hingga siswa menjadi jelas apa yang akan dikaji. 2. Mendiagnosis Masalah; yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisi berbagai faktor, baik faktor penghambat maupun pendukung penyelesaian masalah. 3. Merumuskan Alternatif Strategi; yaitu menguji setiap tindakan yang telah drumuskan. 4. Menentukan dan Menetapkan Strategi Pilihan; yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan 5. Melakukan Evaluasi; baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Sedangakn Baret (Lidnillah, 2009) menjelaskan bahwa Langkah-langkah pelaksanaan PBM adalah sebagai berikut: 1. Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari pengalaman siswa) 2. Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan halhal berikut: Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan Mendefinisikan masalah Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah. 3. Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal, atau melakukan observasi.

4. Siswa kembali kepada kelompk PBM semula untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. 5. Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan. 6. Siswa dibantu guru melakukan evaluasi berkaitan denga seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauh mana pengetahuan yang sudah diperoleh siwa serta bagaimana peran masing-masing siswa dalam kelompok. 15 Sintaks strategi pembelajaran berbasis masalah (Nunuk, 2012: 115) terdiri dari memberikan orientasi permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses pengumpulan data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil. Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan melalui kegiatan individu, maupun kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang diajarkan. Apabila materi yang akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitu pula sebaliknya. Dalam pelaksanaannya model PBL memiliki beberapa keunggulan. Hamnuri (2011: 114) mengungkapkan bahwa Adapun keunggulannya dalam pembelajaran matematika yaitu sebagai berikut: 1. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. 2. Menantang kemampuan siswa serta kepuasan untuk menemukan pengtahuan baru bagi siswa, 3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, 4. Membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, 6. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri, baik terhadap hasil maupun proses belajarnya,

7. Lebih menyenangkan dan disukai siswa, 8. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, 9. Memberikan kesempatan pada siswa utnuk mengaplikasikan pengetahan yang mereka miliki dalam dunia nyata, 10. Mengembangkan minat siswa untuk secara teruss-menerus belajar meskipun pendidikan formal telah berakhir. Sedangakan Riyanto (2012: 286) mengemukakan bahwa Beberapa faktor yang merupakan kelebihan pembelajaran berbasis masalah adalah : 1. Peserta didik dapat belajar, mengingat, menerapkan, dan melanjutkan proses belajar secara mandiri. Prinsip-prinsip membelajarkan seperti ini tidak bisa dilayani melalui pembelajaran tradisional yang banyak menekankan pada kemampuan menghafal. 2. Peserta didik diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa. Perlakuan ini memberikan kebebasan kepada peserta didik utnuk mengimplementasikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki untul menyelesaikan masalah. 16 Berdasarkan kajian di atas dapat dikatakan bahwa model PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Model PBL ini dalam membangun pemahaman suatu konsep atau materi pada siswa dilakukan dengan cara mengajukan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi atau konsep. Dalam pelaksanaan model PBL, guru banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari. Guru bertugas mengembangkan masalah yang relevan dengan kehidupan siswanya karena masalah sehari-hari sepeti ini sering kali dirujuk sebagai autentik (masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu), sedangkan masalah-masalah yang terdapat dalam buku pelajaran terlalu sering tidak mempunyai banyak arti bagi murid. Sintaks atau fase PBL terdiri dari memberikan orientasi permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses pengumpulan

17 data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil. Dalam hal ini guru sebaiknya memantau langkah-langkah siswa dalam memecahkan masalah. 3. Model Pembelajaran Konvensional Menurut Djamarah (2008: 77) pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional melalui metode ceramah, karena sejak dulu pembelajaran ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) menyatakan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru melalui metode ceramah, tanya jawab, dan latihan soal. Jadi model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model pembelajaran yang telah lama dilakukan oleh guru. Sanjaya (2009: 17) mengungkapkan bahwa pembelajaran konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru. Pada model pembelajaran konvensional ini guru menjelaskan semua materi yang ada pada siswa, siswa mencatat hal-hal penting, dan bertanya apabila ada materi yang belum dipahami. Menurut Nining (Alhaq, 2014) pembelajaran konvensional memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan pembelajaran konvensional adalah murah biayanya, siswa mudah mengulang kembali, melatih pendengaran siswa, dan melatih siswa untuk menyimpulkan pembicaraan. Sedangkan kekurangan pembelajaran konvensinal adalah tidak semua siswa memiliki daya tangkap yang baik, siswa sulit mencerna dan menganalisis materi, tidak memberikan kesempatan pada siswa belajar dengan berbuat, tujuan

pembelajaran sering tidak tercapai, menimbulkan rasa bosan sehingga materi sulit diterima, dan menjadikan siswa malas mencari referensi di buku lain. 18 Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran tradisional atau model yang telah lama dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini model pembelajaran konvensional yang sering digunakan adalah model pembelajaran dengan metode ekspositori. Metode ekspositori ini pembelajaran terpusat pada guru. Guru dianggap sebagai seseorang yang serba tahu. Guru menjelaskan materi dan siswa mendengarkan, kemudian siswa mengerjakan latihan soal sendiri, bertanya, atau disuruh mengerjakan di papan tulis. Kelebihan model konvensional adalah memerlukan waktu dan biaya yang tidak banyak, sedangkan kelemahannya adalah membuat siswa bosan dan cenderung malas untuk mencoba dan mencari referensi baru. 4. Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Menurut Mulyana (2005: 3) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal (kata-kata) dan nonverbal (nonkata-kata). Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Mulyana juga mengemukakan bahwa komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respon pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal atau

bentuk nonverbal, tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama. 19 Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki konsep struktur dan hubungan hubungan yang banyak menggunakan simbol-simbol (Uno, 2008: 130). Simbol-simbol ini sangat penting dalam membantu memanipulasi aturanaturan yang beroperasi dalam struktur-struktur. Uno juga mengutarakan bahwa simbolisasi juga memberikan fasilitas komunikasi sehingga memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi, dari informasi inilah dapat dibentuk konsepkonsep baru. Dengan demikian, simbol-simbol matematika sangat bermanfaat untuk mempermudah cara kerja berpikir, karena simbol-simbol ini dapat digunakan untuk mengomunikasikan ide-ide, dengan jalan memahami karakteristik matematika. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini menyebabkan kemampuan komunikasi matematis menjadi sesuatu yang penting untuk ditingkatkan oleh guru dalam pembelajaran matematika. Mahmudi (2006: 4) juga mengemukakan bahwa proses komunikasi dapat membantu siswa membangun pemahamannya terhadap ide-ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Ketika siswa ditantang untuk berpikir tentang matematika dan mengomunikasikannya kepada orang/siswa lain secara lisan maupun secara tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk membuat ideide matematika itu lebih terstruktur dan meyakinkan, sehingga ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami, khususnya oleh diri mereka sendiri. Dengan demikian komunikasi akan bermanfaat bagi siswa terhadap pemahamannya akan konsep-

20 konsep matematika. Komunikasi matematis juga merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika sebagaimana terdapat dalam Permen 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan dalam bidang matematika, yaitu: mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain. Walle (2006: 4-5) menyatakan bahwa Salah satu dari lima standar proses adalah komunikasi. Standar komunikasi menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika. Belajar berkomunikasi dalam matematika membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan ide-ide di dalam kelas karena siswa belajar dalam suasan yang aktif. Cara terbaik untuk berhubungan dengan suatu ide adalah mencoba menyampaikan ide tersebut kepada orang lain. Selain itu erat kaitannya dengan komunikasi matematis, Ansari (Puspaningtyas, 2012:14) menyatakan bahwa Kemampuan komunikasi matematis siswa terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) Menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika. Atau sebaliknya, dari ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau diagram; (2) Ekspresi matematika/mathematical expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (3) Menulis/written texts, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan aljabar, menjelaskan, dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi. Sedangkan dalam TEAMS (2014) dikatakan bahwa komunikasi dalam matematika mencakup komunikasi secara tertulis maupun lisan atau verbal. Komunikasi secara tertulis dapat berupa kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa. Sedangkan komunikasi lisan atau verbal dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang

menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. NCTM (Mahmudi 2009: 3) menyebutkan bahwa Standar kemampuan yang seharusnya dikuasai oleh siswa terkait dengan komunikasi matematik adalah sebagai berikut: 1. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan mengkomunikasikan kepada siswa lain. 2. Memgekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya. 3. Menungkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain. 4. Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika. Sedangkan Sumarno (2010: 6) menyatakan bahwa Untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis diperlukan beberapa indikator diantaranya: (1) menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik; (2) menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; (3) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (4) membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis; (5) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam bahasa sendiri. 21 Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menggambarkan situasi masalah dalam kehidupan nyata dengan menggunakan gambar, simbol, bilangan dalam matematika. Dari penggambaran tersebut mereka dapat memecahkan masalah sesuai dengan konsep dan pengetahuan yang telah mereka miliki. Selain itu kemampuan komunikasi matematis juga merupakan kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali suatu ungkapan matematika dengan bahasa mereka sendiri.

22 Dalam penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan sebagai berikut: 1. Menggambarkan bagan, grafik, dan tabel dalam menyatakan langkah untuk mendapatkan solusi. 2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi secara matematika secara tulisan. 3. Menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat. B. Kerangka Pikir Penelitian tentang efektivitas model PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa terdiri dari satu variabel bebas dan dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah model PBL (X) sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematis siswa (Y). Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika adalah model PBL. Model PBL ini dalam membangun pemahaman suatu konsep atau materi pada siswa dilakukan dengan cara mengajukan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi atau konsep tersebut. Dalam pelaksanaan model PBL, guru banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari.

23 Dalam memecahkan masalah itu siswa akan berdikusi dalam kelompok. Diskusi kelompok memungkinkan siswa untuk mengekspresikan pemahaman, mengungkapkan proses berpikirnya dalam kalimat-kalimat, dan mengklarifikasi pemahaman atau ketidakpahaman mereka. Dalam proses dikusi kelompok akan terjadi percakapan antarsiswa dan guru. Percakapan tersebut akan mendorong atau memperkuat pemahaman sehingga siswa dapat lebih percaya diri dalam mengomunikasikan pengetahuan yang mereka miliki kepada siswa lain dan guru baik secara lisan pada umumnya dan komunikasi secara tulisan khususnya. Berdasarkan uraian tersebut, PBL diduga dapat melatih kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara matematis sehingga menjadi lebih baik lagi. Dalam mengefektifkan model PBL, guru memonitor dan memotivasi keterlibatan siswa dalam diskusi agar selalu berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Dengan demikian, penerapan model ini memungkinkan menghasilkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang baik. C. Anggapan Dasar Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut. 1. Semua siswa kelas XI IPA semester genap SMAN 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014-2015 memperoleh kurikulum yang sama yaitu KTSP. 2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa selain model pembelajaran diabaikan.

24 D. Hipotesis 1. Hipotesis Penelitian : a. Model PBL efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. b. Model PBL lebih efektif dari model konvensional ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. Hipotesis Kerja : a. Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada kelas yang menggunakan model PBL mencapai lebih dari 0,5. b. Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan baik pada kelas yang menggunakan model PBL lebih tinggi dari kelas yang menggunakan model konvensional.