BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan satu atom O (oksigen) dengan formula atau rumus molekul H 2 O. Air yang berada

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

ANALISIS KUALITAS AIR 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kehidupan sehari hari, air merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Banyak

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum,

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan. Semua makhluk

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (zat padat, air, dan atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersih dan sehat tanpa persediaan air yang cukup, mustahil akan tercapai. Kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu daerah, maka penyebaran penyakit menular dalam hal ini adalah penyakit perut

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. untuk transportasi, baik di sungai maupun di laut (Wardhana, 2004).

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #6 Genap 2014/2015. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c.

PENGARUH MEDIA FILTRASI ARANG AKTIF TERHADAP KEKERUHAN, WARNA DAN TDS PADA AIR TELAGA DI DESA BALONGPANGGANG. Sulastri**) dan Indah Nurhayati*)

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

( khususnya air minum ) cukup mengambil dari sumber sumber air yang ada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat didambakan oleh manusia baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk. pertanian dan lain sebagainya (Wardhana, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah (ground water), dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat di bumi dan sangat penting bagi kehidupan. Suatu molekul air terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia di dunia ini. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR 2.1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan komponen utama untuk kelangsungan hidup manusia

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua mahluk hidup, dan merupakan kekuatan utama yang secara konstan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bohulo. Desa Talumopatu memiliki batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut.

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam sel hidup, baik pada tumbuh tumbuhan ataupun pada hewan ( termasuk di

ANALISIS KUALITAS AIR PROGRAM PAMSIMAS DI DESA LOMULI KECAMATAN LEMITO KABUPATEN POHUWATO. Meiske M. Bulongkot, Lintje Boekoesoe, Lia Amalia 1)

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam cara, tergantung kondisi geografisnya. Sebagian

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengapa Air Sangat Penting?

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah keadaan lingkungan. Salah satu komponen lingkungan. kebutuhan rumah tangga (Kusnaedi, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN PENDAHULUAN LABORATORIUM UNIT PROSES WATER TREATMENT

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga perempat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain (Chandra, 2006). Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon (Chandra, 2006). 2.2 Sumber-Sumber Air Baku 2.2.1 Air Angkasa Air hujan jumlahnya sangat terbatas, dipengaruhi antara lain oleh musim, jumlah, intensitas, dan distribusi hujan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh letak geografis suatu daerah dan lain-lain. Kualitas air hujan sangat dipengaruhi oleh kualitas udara atau atmosfir di daerah tersebut. Umumnya kualitas air hujan relatif 3

baik, namun kurang mengandung mineral dan sifatnya mirip air suling (Chandra, 2006). 2.2.2 Air Permukaan Kondisi air permukaan sangat beragam karena banyak dipengaruhi oleh banyak hal yang berupa elemen metereologi dan elemen daerah pengairan. Kualitas air permukaan tersebut, tergantung dari daerah yang dilewati oleh air. Pada umumnya kekeruhan air permukaan cukup tinggi karena banyak mengandung lempung dan substansi organik. Sehingga ciri air permukaan yaitu memiliki padatan terendap (dissolved solid) rendah dan bahan tersuspensi (suspended solids) tinggi. Atas dasar kandungan bahan terendap dan bahan tersuspensi tersebut maka kualitas air sungai relatif lebih rendah daripada kualitas air danau, pond, rawa, dan reservoar. Air permukaan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setelah melalui proses tertentu (Chandra, 2006). 2.2.3 Air tanah Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah, terdapat di antara butirbutir tanah atau dalam retakan bebatuan. Ciri-ciri air tanah yaitu memiliki suspended solid rendah dan dissolved solid tinggi. Permasalah yang timbul pada air tanah adalah tingginya angka kandungan total dissolved solid (TDS), besi, mangan, dan kesadahan. Air tanah dapat berasal dari mata air kaki gunung, atau di sepanjang aliran air sungai atau berasal dari air tanah dangkal dengan kedalaman 15-30 m yaitu air sumur gali, sumur pantek, sumur bor tangan, serta yang berasal dari tanah dalam yaitu air sumur bor yang dalamnya lebih dari 30 meter atau bahkan terkadang mencapai 100 m (Chandra, 2006). 4

2.3 Persyaratan Air Minum Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/MENKES/PER/IX/2010, persyaratan air minum dapat ditinjau dari parameter fisika, parameter kimia, parameter mikrobiologi, dan parameter radioaktivitas yang terdapat di dalam air minum tersebut. 2.3.1 Parameter Fisika Parameter fisika umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi fisik air tersebut. Parameter fisika meliputi bau, kekeruhan, rasa, suhu, warna, dan jumlah zat yang terlarut (TDS) (Chandra, 2006). Air yang baik idealnya tidak berbau dan harus jernih. Air yang keruh mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat berbahaya bagi kesehatan manusia. Disamping itu air yang keruh sulit didesinfeksi (Chandra, 2006). Air yang baik idealnya tidak memiliki rasa/tawar. Selain itu juga air yang baik tidak boleh memiliki perbedaan suhu yang mencolok dengan udara sekitar (udara ambien). Di indonesia, suhu air minum idealnya ±3 0 C dari suhu udara. Air yang secara mencolok mempunyai suhu diatas atau dibawah suhu udara berarti mengandung zat-zat tertentu atau sedang terjadi proses biokimia yang mengeluarkan atau menyerap energi dalam air (Chandra, 2006). Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid-TDS) adalah bahan terlarut dan koloid berupa senyawa kimia. Bila TDS bertambah, kesadahan akan naik dan mengakibatkan terjadinya endapan/kerak pada perpipaan (Chandra, 2006). 5

2.3.2 Parameter Kimia Parameter kimia dikelompokkan menjadi kimia anorganik dan kimia organik. Dalam standar air minum Indonesia zat kimia anorganik dapat berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya dan beracun serta derajat keasaman (ph). Sedangkan zat kimia organik dapat berupa insektisida dan herbisida, zat kimia mudah menguap, zat-zat berbahaya dan beracun maupun zat pengikat oksigen (Chandra, 2006). 2.3.3 Parameter Mikrobiologi Parameter mikrobiologi menggunakan bakteri coliform sebagai organisme petunjuk (indicator organisme). Dalam laboratorium, istilah total coliform menunjukkan bakteri coliform dari tinja, tanah atau sumber alamiah lainnya. Penentuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk mencegah adanya mikroba patogen di dalam air minum (Chandra, 2006). 2.3.4 Parameter Radioaktivitas Apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi (Chandra, 2006). 6

2.4 Kategori Air Minum Menurut Pitojo, 2002, air minum menurut kandungan kolitinja yaitu sejenis bakteri patogen yang berkembang biak, serta koliform yaitu bakteri sebagai indikator kualitas kesehatan (saniter), dibedakan dalam 5 kategori: 1. Air minum kelas A kategori baik adalah tidak mengandung bakteri koli atau koliform. 2. Air minum kelas B kategori kurang baik mengandung kolitinja 1-10/1-50 koliform. 3. Air minum kelas C kategori jelek mengandung kolitinja 10-50/51-100 koliform. 4. Air minum kelas D kategori amat jelek mengandung kolitinja 51-100/101-1000 koliform. 5. Air minum kelas E kategori sangat jelek mengandung kolitinja >100/>1000 koliform Air minum kategori kelas A adalah yang langsung dapat diminum dan air murni kategori B, C, D serta E, harus diperlakukan agar tidak mengandung kolitinja dan koliform, dan sebelum diminum harus dimasak hingga mendidih (Pitojo, 2002). 2.5 Unit-Unit Pengolahan Air Minum a. Bangunan Penangkap air Menurut Sutrisno, 2010, bangunan penangkap air ini merupakan bangunan untuk menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air untuk dapat 7

dimanfaatkan. Fungsi dari bangunan penangkap ini sangat penting artinya untuk menjaga kontinuitas pengaliran. Penanganan bangunan penangkap air ini ditujukan terhadap: Kuantitas: - Pencatatan tingkah laku keadaan dari sumber asal air - Pencatatan debit air pada setiap saat - Mengontrol/memeriksa peralatan pencatatan debit serta peralatan lainnya (misalnya: pompa, saringan, pintu air) untuk menjaga kontinuitas debit pengaliran Kualitas - Hal ini penting terutama terhadap kemungkinan pencemaran sumber air - Pemeriksaan kualitas air pada sumber air secara periodik b. Bangunan Pengendap Pertama Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padat dari air sungai dengan cara gravitasi. Pada proses ini tidak ada penambahan zat/bahan kimia. Untuk instalasi penjernihan air minum, yang air bakunya cukup jernih, bak pengendap pertama tidak dibutuhkan (Sutrisno, 2010). c. Pembubuhan Koagulan Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendapkan dengan sendirinya. Unit ini berfungsi untuk membubuhkan koagulan secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dosis yang tepat) (Sutrisno, 2010). 8

Menurut Sutrisno, 2010, alat pembubuh koagulan yang banyak dikenal sekarang ini dapat dibedakan dari cara pembubuhannya: - Secara gravitasi, dimana bahan/zat kimia mengalir dengan sendirinya karena gravitasi - Memakai pompa: pembubuhan zat kimia dengan bantuan pemompaan Bahan/zat kimia yang dipergunakan sebagai koagulant yaitu: Aluminium Sulfat, biasa disebut dengan tawas. Bahan ini digunakan untuk mengurangi kadar karbonate. Bahan ini paling murah dan mudah didapat pada pasaran serta mudah disimpan. Bentuk: serbuk, kristal, koral (Sutrisno, 2010). d. Bangunan Pengaduk Cepat Menurut Sutrisno, 2010, unit ini untuk meratakan bahan/zat kimia yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat. Cara pengadukan dengan: - Alat mekanis: motor dengaan alat pengaduknya - Penerjun air: dengan bantuan udara bertekanan Yang perlu diperhatikan dalam pengadukan cepat adalah alat/cara pengadukannya, supaya mendapat pengadukan yang sempurna dan sesuai (Sutrisno, 2010). e. Bangunan Pembentuk Floc Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan/zat koagulan yang kita bubuhkan (Sutrisno, 2010). 9

Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk floc-floc (partikel yang lebih besar dan bisa mengendap dengan gravitasi) adalah kekeruhan pada baku air, tipe dari suspended solid, ph, alkalinity, bahan koagulan yang dipakai, dan lamanya pengadukan. Pada unit ini kita usahakan supaya tak terbentuk endapan floc (Sutrisno, 2010). f. Bangunan Pengendapan Kedua Menurut Sutrisno, 2010, unit ini berfungsi untuk mengendapkan floc yang terbentuk pada unit bak pembentuk floc. Pengendapan disini dengan gaya berat floc sendiri (gravitasi). Penanganan unit bak pengendap kedua sama dengan pada unit bak pengendap pertama. Dengan teknologi modern terbagi menjadi: 1. Unit pengadukan cepat 2. Unit pengadukan lambat 3. Unit pengendap kedua Unit tersebut digabungkan menjadi satu unit tersendiri yang kompak. Kita kenal dengan sebutan Accelator Clarifier atau Pulsator Clarifier (Sutrisno, 2010). g. Filter (Saringan) Menurut Sutrisno, 2010, dalam proses penjernihan air minum dikenal 2 macam filter yaitu: Saringan pasir lambat (slow sand filter) Saringan pasir cepat (rapid sand filter) Dalam bentuk bangunan saringan, dikenal dua macam yaitu: Saringan yang bangunannya terbuka (gravity filter) Saringan yang bangunannya tertutup (presure filter) 10

Effeuent dari bak pengendap (sedimentation basin) mengalir ke filter, gumpalan-gumpalan dan lumpur (floc) tertahan pada lapisan atas filter. Pada saat tertentu dimana hilangnya tekanan dari air di atas saringan terlalu tinggi, yaitu karena adanya lapisan lumpur pada bagian atas bagian dari saringan, maka saringan akan dicuci kembali (back wash) dengan air bertekanan dari bawah (Sutrisno, 2010). h. Reservoir Air yang telah melalui filter sudah dapat dipakai untuk air minum. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakteriologis dan ditampung pada bak reservoir (tandon) untuk diteruskan pada konsumen (Sutrisno, 2010). 2.6 Proses Pengolahan Air Minum Metode yang dipergunakan untuk pengolahan air berkaitan dengan pencemar-pencemar yang ada dalam persediaan air tertentu. Metode yang digunakan dapat digolongkan menurut sifat fenomena yang menghasilkan perubahan yang diamati. 2.6.1 Metode-Metode Pengolahan Fisik a. Penyaringan Untuk memastikan bahwa satuan-satuan utama dalam suatu instalansi pengolahan bekerja dengan efisien, maka yang perlu dilakukan pembuangan sampah-sampah besar yang mengambang dan terapung. Saringan kasar dari batang-batang yang berjarak kira-kira 0,75 hingga 2 inci (20 hingga 50 mm) dipergunakan di sini (Sutrisno, 2010). 11

b. Aerasi Menurut Sutrisno, 2010, Aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai variasi operasi meliputi sebagai berikut: - Tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan terlarut - Pembuangan karbondioksida - Pembuangan hidrogen sulfida untuk menghapuskan bau dan rasa - Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan penyebab bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta mikroorganisme yang serupa Menurut Sutrisno, 2010, Aerasi dilaksanakan dengan cara membuat air terbuka bagi udara atau dengan memasukkan udara kedalam air. Jenis-jenis utama alat aerasi adalah - Aerator gaya berat misalnya kaskade air terjun atau bidang-bidang miring - Aerator semprotan atau air mancur, di mana air disiramkan ke udara - Penyebar suntikan, dimana udara dalam bentuk gelembung-gelembung kecil disuntikkan kedalam zat cair - Aerator mekanis yang meningkatkan pencampuran zat cair dan membuat air terbuka ke atmosfer dalam bentuk butir-butir tetesan (Sutrisno, 2010). c. Pencampuran Bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk pengolahan air dapat dimasukkan dengan mesin pemasukan larutan atau mesin pemasukan kering. Untuk dapat menjadi efektif, bahan-bahan kimia ini haruslah tersebar dengan baik dalam air dengan pencampuran yang sempurna (Sutrisno, 2010). 12

d. Flokulasi Bila bahan-bahan pengental kimia ditambahkan ke air yang mengandung kekeruhan, akan terbentuk kumpulan partikel yang turun mengendap (koagulasi). Untuk melakukan pembuangan kumpulan partikel yang pada awalnya sangat kecil ini, pengadukan cepat harus diikuti dengan suatu jangka waktu pengadukan halus (flokulasi) selama 20 menit hingga 30 menit. Hal ini akan menyebabkan bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit. Berhubung dengan ukuran dan kerapatannya, partikel-partikel besar ini dapat dibuang dengan pengendapan gaya berat (Sutrisno, 2010). Flokulasi dapat dilaksanakan dengan mempergunakan berbagai cara, termasuk pemutaran dayung-dayung dengan lambat, pengaliran melalui, di atas dan di bawah kolam-kolam pengaduk dan dengan penambahan suatu gas, biasanya udara. Input tenaga yang dibutuhkan untuk mencapai flokulasi berbedabeda dari kira-kira 1 hingga 2 hp per juta gallon (0,2 hingga 0,4 kw/10 3 m 3 ) kapasitas tangki flokulator (Sutrisno, 2010). e. Pengendapan Laju pengendapan suatu partikel didalam air tergantung pada kekentalan dan kerapatan air maupun ukuran, bentuk dan berat jenis partikel yang bersangkutan. Air hangat kurang rapat, sehingga partikel akan mengendap lebih cepat dari pada di dalam air yang dingin. Partikel-partikel anorganik terapung yang terdapat di dalam air mempunyai berat jenis yang berkisar dari 2,65 untuk partikel-partikel pasir yang terlepas, hingga kira-kira 1,03 untuk partikel-partikel 13

lumpur yang terkumpul. Kumpulan-kumpulan kimiawi mempunyai kisaran berat jenis yang serupa, tergantung pada jumlah kandungan air dalam kumpulan itu (Sutrisno, 2010). Kecepatan mengendap partikel-partikel bulat yang terlepas di air tenang pada suhu 68 F (20 C). Kecepatan mengendap di dalam suatu kolam pengendapan akan jauh lebih kecil, karena partikel-partikelnya tidak bulat, adanya perpindahan zat cair ke atas akibat pengendapan partikel-partikel lain serta adanya arus konveksi. Pemurnian air dengan cara pengendapan dimaksudkan untuk menciptakan suatu kondisi sedemikian rupa, sehingga bahan-bahan terapung di dalam air dapat diendapkan ke luar. Kolam pengendapan yang direncanakan dengan baik akan menghilangkan 50 hingga 80 persen bahan padat terapung yang ada di dalam air (Sutrisno, 2010). f. Flokulasi dan pengendapan digabungkan Bila mutu air tidak bervariasi besar dan laju aliran cukup seragam, maka tangki gabungan untuk flokulasi dan pengendapan telah dipergunakan dengan berhasil. Flokulasi dan pengendapan dilaksanakan dalam suatu tangki tunggal yang bersekat pembagi (Sutrisno, 2010). g. Filtrasi Filter yang biasa terdiri dari selapis pasir atau pasir dan tumbukan batu bara yang ditunjang di atas suatu tumpukan kerikil. Suatu lapisan pasir setebal 24 hingga 30 inci (60 hingga 75 cm) dengan ukuran butir yang seragam (bergaris tengah 0,35 hingga 0,4 5 mm) memberikan hasil yang baik. Pasir itu biasanya diletakkan di atas suatu lapisan kerikil setebal 12 hingga 18 inci (30 hingga 45 14

cm) yang butir-butirnya tersusun menurut besarnya. Suatu lapisan batubara antrasit (batu bara yang keras dan mengkilat) kadang-kadang dipergunakan di dalam filter (Sutrisno, 2010). 2.6.2 Metode-Metode Pengolahan Kimiawi Koagulasi dan disinfeksi adalah merupakan proses yang paling umum dipergunakan dalam pengolahan air. Pelembutan presipitasi, pertukaran ion, adsorpsi dan oksidasi kimiawi dipergunakan bila kondisi setempat menuntut demikian (Sutrisno, 2010). a. Koagulasi Bila bahan-bahan padat terapung di dalam air ukurannya halus atau koloidal, sering dipergunakan bahan-bahan kimia untuk menghilangkan bendabenda terapung dengan lebih sempurna. Koagulan bereaksi dengan air dan partikel-partikel yang membuat keruh untuk membuat endapan flokulan. Selama flokulasi masing-masing partikel kumpulan diubah menjadi partikel-partikel yang lebih besar pada waktu bertumbukan satu sama lain. Partikel-partikel yang lebih besar mempunyai kerapatan yang cukup untuk memungkinkan pembuangannya dengan cara pengendapan gravitasi. Koagulan yang paling dikenal adalah alum Al 2 (SO 4 ) 3.18H 2 O yang bereaksi dengan alkalinitas di dalam air untuk membentuk kumpulan alumunium hidroksida, sesuai dengan persamaan sebagai berikut: Al 2 (SO 4 ) 3. 18H 2 0 + 3Ca(HCO 3 ) 2 3CaSO 4 + 2Al(OH) 3 + 6CO 2 +18H 2 O Bila air tidak mengandung alkalinitas yang diperlukan, maka mungkin perlu ditambahkan kapur (CaO) atau abu soda (Na 2 CO 3 ) disamping alum untuk memperoleh flokulasi yang tepat. Silika yang diaktifkan kadang-kadang 15

ditambahkan ke air untuk menjadi inti bagi pembentukan kumpulan. Dosis alum yang biasa adalah 10 hingga 40 mg/l (kira-kira 75 hingga 300 lb per juta gallon). Jumlah bahan kimia pelengkap yang digunakan tergantung pada sifat air. Ferrous sulfat (FeSO 4 ) dan ferric klorida (FeCl 3 ) juga dipergunakan sebagai koagulan. Bahan ini membentuk endapan hidroksida besi. Garam ferrous membutuhkan kapur sebagai bahan kimia pelengkap, kalau tidak garam ferrous harus diubah ke dalam bentuk ferric dengan menambahkan klorin (Sutrisno, 2010). b. Disinfeksi Lebih dari 50 persen patogen di dalam air akan mati dalam waktu 2 hari dan 90 persen akan mati pada akhir 1 minggu. Klorin telah terbukti merupakan disinfeksi yang ideal. Bila dimasukkan ke dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera dan membinasakan kebanyakan makhluk mikroskopis (Sutrisno, 2010). Dua jenis reaksi akan terjadi bila klorin dimasukkan ke dalam air, yaitu hidrolisis dan ionisasi. Reaksi hidrolisis adalah Cl 2 + H 2 O HOCl + Cl - + H + Gas klorin asam hipoklorit Reaksi ionisasi adalah HOCl OCl - + H + Asam hipoklorit ion hipoklorit Karena klorin dalam bentuk asam hipoklorus 40 hingga 80 kali lebih efektif daripada ion hipoklorit, maka disinfeksi dengan klorin akan paling efektif pada nilai-nilai ph yang asam. Klorin cair didapat dalam wadah-wadah bertekanan dan 16

dimasukkan kedalam air melalui suatu klorinator. Klorinator kecil memasukkan gas tersebut secara langsung ke dalam air, sedangkan klorinator besar biasanya melarutkan gas di dalam air, kemudian mengisi larutan itu. Klorinator harus dijaga pada suhu 70 F (21 C) untuk mencegah ko ndensasi gas klorin di pipa-pipa pengisian (Sutrisno, 2010). Secara umum, kebanyakan air akan mengalami desinfeksi cukup baik bila residu klorin bebas sebanyak kira-kira 0,2 mg/l diperoleh setelah klorinasi selama 10 menit. Residu klorin yang lebih besar dapat menimbulkan bau yang tak enak, sedangkan yang lebih kecil tidak dapat diandalkan. Klorin akan sangat efektif bila ph air rendah. Bila persediaan air mengandung fenol, penambahan klorin ke air akan mengakibatkan rasa yang kurang enak akibat pembentukan senyawa klorofenol. Rasa ini dapat dihilangkan dengan menambahkan amoniak ke air sebelum klorinasi. Campuran klorin dan amoniak membentuk kloramin, yang merupakan disinfektan yang relatif mantap, walaupun tidak sefektif hipoklorit. Kloramin tidak bereaksi dengan cepat, tetapi bekerja terus untuk waktu yang lama. Karena itu, mutu disinfeksinya dapat berlanjut jauh ke dalam jaringan distribusi (Sutrisno, 2010). Klorinasi-akhir, yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, merupakan metode yang umum. Klorinasi-awal, yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi beban filter dan mencegah tumbuhnya ganggang. Klorinasi awal dan akhir sering dipergunakan bersamasama sehingga meninggalkan residu besar yang berlebihan (superklorinasi) sering dipergunakan untuk menghilangkan rasa dan bau tertentu. Superklorinasi harus 17

diikuti dengan deklorinasi yang biasanya berupa pengolahan dengan sulfur dioksida atau dengan melewatkan air yang bersangkutan melalui suatu filter butiran karbon yang diaktifkan (Sutrisno, 2010). 2.7 Kekeruhan pada Air Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010, parameter fisika umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi fisik air. Salah satu parameter fisika adalah kekeruhan. Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi: tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya (Sutrisno, 2010). Kekeruhan adalah efek optik yang terjadi jika sinar membentuk material tersuspensi di dalam air. Kekeruhan air terjadi karena adanya partikel hidup atau mati, berukuran besar atau pun berukuran kecil yang berada di dalam air, misalnya ganggang pada air waduk, atau lumpur yang terbawa pada air tanah saat turun hujan. Kekeruhan walaupun hanya sedikit dapat menyebabkan warna yang lebih tua dari warna sesungguhnya. Tingkat kekeruhan dipengaruhi oleh ph air. (Pitojo, 2002). Nilai numerik yang menunjukkan kekeruhan didasarkan pada turut campurnya bahan-bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui sampel. Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia menjadi 18

tidak disenangi karena rupanya. Menurut Clair N Sawyer, dkk., kekeruhan dapat mengurangi segi esthetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 2010). Tingkat kekeruhan bergantung pada kehalusan partikel-partikel dan konsentrasinya. Air permukaan yang mengalami kenaikan tingkat kekeruhan setelah terjadi hujan akan lebih sulit diolah daripada air dengan tingkat kekeruhan yang tetap (Linsley, 1991). 2.7.1 Penyebab Kekeruhan a. Adanya Endapan, Koloid, dan Bahan Terlarut Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum sampai di dasar sungai akan melayang di dalam air bersama-sama dengan koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari maka proses fotosintesis tidak dapat berlangsung. Akibatnya, kehidupan mikroorganisme menjadi terganggu (Wardhana, 2001). Keberadaan endapan dan koloid dari limbah organik, maka mikroorganisme dengan bantuan oksigen yang terlarut di dalam air akan melakukan degradasi bahan organik tersebut sehingga menjadi bahan yang lebih sederhana. Banyaknya oksigen yang diperlukan untuk proses degradasi biokimia disebut Biologycal 19

Oxygen Demand (BOD). Adanya koloid, bahan pencemar, plankton serta beberapa jenis mineral akan menyebabkan kekeruhan pada air. Kekeruhan air dapat dipisahkan agar lebih jernih seperti dengan proses filtrasi (Sunu, 2001). b. Padatan Tersuspensi Total (TSS) Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat, dan lain-lain. Misalnya air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi (Sunu, 2001). Pengukuran langsung padatan tersuspensi total (TSS) sering membutuhkan waktu cukup lama. TSS ialah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu, yang biasanya diberikan dalam miligram per liter atau ppm. Mengukur kekeruhan/ turbiditas air dilakukan untuk dapat memperkirakan TSS dalam suatu contoh air. Turbiditas diukur dengan turbidiuster yang mengukur kemampuan cahaya untuk melewati suatu contoh air (Sunu, 2001). Partikel yang tersuspensi tersebut akan menyebar cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan. Padatan yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran hewan, sisa tanaman dan hewan, kotoran manusia, dan limbah industri (Sunu, 2001). Kejernihan dan warna air akan dipengaruhi oleh padatan terlarut dan tersuspensi. Kejernihan air yang rendah menunjukkan produktivitas tinggi, karena sifat kejernihan ada hubungannya dengan produktivitas. Jika konsentrasi bahan 20

tersuspensi tinggi, maka sinar matahari tidak dapat menembus ke dalam air dengan sempurna (Sunu, 2001). 2.7.2 Deteksi Kekeruhan Tujuan deteksi kekeruhan adalah untuk mengetahui macam partikel penyebab pencemar air yang dideteksi. Deteksi kekeruhan (turbidity) pada air minum dapat dilakukan dengan alat turbidimeter dan dinyatakan dengan satuan NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Untuk melihat macam zat yang terlarut penyebab kekeruhan tersebut digunakan alat elektrolyzer (Pitojo, 2002). Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan 1 mg/liter SiO 2. Peralatan yang pertama kali digunakan untuk mengukur turbiditas adalah Jackson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silika. Kemudian Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau standar bagi pengukuran kekeruhan. Satu unit Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dalam satuan 1 JTU. Pengukuran kekeruhan dengan menggunakan Jackson Candler Turbidimeter bersifat visual, yaitu membandingkan air sampel dengan air standar (Effendi, 2003). Selain diukur dengan menggunakan Jackson Candler Turbidimeter, kekeruhan sering diukur dengan metode Nephelometric. Pada metode ini, sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standar. Satuan kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Satuan JTU dan NTU 21

sebenarnya tidak dapat saling mengonversi, akan tetapi Sawyer dan McCarty (1978)mengemukakan bahwa 40 NTU setara dengan 40 JTU (Effendi, 2003). Kekeruhan dalam air minum/air bersih tidak boleh lebih dari 5 NTU. Penurunan kekeruhan ini sangat diperlukan karena selain ditinjau dari segi estetika yang kurang baik juga proses desinfeksi untuk air keruh sangat sukar, hal ini disebabkan karena penyerapan beberapa koloid dapat melindungi organisme dari disinfeksi (Joko, 2010). 22