II. TINJAUAN PUSTAKA. Rasa puas ini (atau lebih tepat barangkali. membangkitkan rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas.

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, perubahan

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL)

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PENGUASAAN KONSEP-KONSEP FISIKA. M. Gade ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DAN TEORI BANDURA. A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996). Menurut Bloom dalam Winkel

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

Apa itu CTL? M n e g n a g p a a p a h a h r a us u s C TL

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL)

TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran dalam Satyasa (2007:3) diartikan sebagai semua benda

LEMMA VOL I NO. 2, MEI 2015

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING Romi Afrizal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Pendidikan juga merupakan salah

Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

kata kunci: bimbingan teknis, pendekatan kontekstual, dan mutu guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR STATISTIKA

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Di dalam kamus bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata mampu. yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya,

YUNICA ANGGRAENI A

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAMAN PUSTAKA. A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah. mempertinggi, sedangkan kemampuan. artinya kecakapan.

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

BAB I PENDAHULUAN. dan ilmu atau pengetahuan. Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kelebihan Kelemahan Model Belajar Kontekstual

BAB I. kedewasaan. Purwanto (2007: 10) menyatakan pendidikan ialah pimpinan yang

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTEKTUAL PADA MATERI PEMBELAJARAN ATURAN SINUS DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI MAN TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

Mengembangkan Disposisi Matematik Melalui Model Pembelajaran Kontekstual

Drs. H. MAHDUM MA, M.Pd. Dosen Bahasa Inggris FKIP UNRI Hp , Fax: (0761)

BAB I PENDAHULUAN. keluaran ( Output ) dengan kompetensi tertentu. Proses belajar dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Atik Sukmawati, 2013

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dengan menempuh perbaikan di bidang pendidikan. Pendidikan

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

FIELD STUDY: PEMBELAJARAN CONTECTUAL TEACHING LEARNING (CTL) UNTUK MATERI-MATERI FISIOGRAFIS 1

PROSIDING SINDHAR Vol: 1 - ISSN: Penerbit: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Bosowa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL BELAJAR SAINS FISIKA DENGAN PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 UKUI.

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

PENERAPAN KONSEP DASAR CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING(CTL) DALAM PEMBELAJARAN FRANÇAIS DU TROURISME

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMATIK MODE PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS II SD NEGERI TEBING TINGGI

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Ekonomi

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Kontekstual Pada hakikatnya pendekatan mengajar adalah untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan memuaskan (memberi pemuas kepada) rasa ingin tahu siswa. Rasa puas ini (atau lebih tepat barangkali disebut senang) akan membangkitkan rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas. Subiyanto, (dalam Skripsi Shohib, 2006: 11). Para siswa itu akan belajar (misalnya matematika) dengan sungguh-sungguh bukan semata-mata karena matematika itu berguna, melainkan karena matematika itu menyenangkan. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahuinya. Menurut pandangan kontruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan dari pengalaman kongkrit. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar dengan melakukan kegiatan secara aktif, berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Hadi (dalam http: //www.duniaguru.com/2003/2/). Selaras dengan pendapat di atas, Sardiman (2001: 25) menyatakan bahwa: Belajar melalui praktek atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis, dan lain-lain, bila dibandingkan dengan belajar hafalan saja. Pendekatan kontekstual adalah salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna.

16 Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Menurut Sanjaya (2008: 255) menyatakan bahwa: Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sedangkan menurut Johnson (dalam Hadi, http: //www.duniaguru.com/2003/4/) menyatakan bahwa: Pembelajaran kontekstual berangkat dari suatu keyakinan bahwa seseorang tertarik untuk belajar apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya. Orang akan melihat makna dari apa yang dipelajarinya apabila ia dapat menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan dan pengalamannya terdahulu. Menemukan makna dalam pengetahuan dan keterampilan membawa pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan tersebut Menurut Johnson (dalam Hadi, http: //www.duniaguru.com/2003/5/) pembelajaran kontekstual merupakan sistem yang holistik (menyeluruh). Ia terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan, yang apabila dipadukan akan menghasilkan efek yang melebihi apa yang dapat dihasilkan oleh suatu bagian secara sendiri (tunggal). Persis seperti biola, celo, klarinet dan alat musik yang lain dalam suatu orkestra yang mempunyai suara yang berbeda, tetapi secara bersama-sama alat-alat musik tersebut menghasilkan musik. Jadi, bagian-bagian yang terpisah dari CTL melibatkan proses yang berbeda,

17 apabila digunakan secara bersama-sama, memungkinkan siswa membuat hubungan untuk menemukan makna. Setiap elemen yang berbeda dalam sistem CTL memberikan kontribusi untuk membantu siswa memahami makna pelajaran atau tugas-tugas sekolah. Digabungkan, elemen-elemen tersebut membentuk suatu komponen yang memungkinkan siswa melihat makna dari pelajaran sekolah, dan menyimpannya. Berdasarkan uraian di atas, CTL didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dari pelajaran sekolah yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pelajaran tersebut dengan konteksnya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, sosial, maupun budaya. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: (1). Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa. (2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses. (3) Pengkajian secara seksama. (4) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaitkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. (5) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. (6) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refleksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya. Center of Occupational Research and Development (CORD) dalam Nurhadi (2004: 23) menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam pengajaran kontekstual, yakni: (1) relating: Belajar dikaitkan dalam konteks pengalaman kehidupan nyata. (2) experiencing: Belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention).

18 (3) applying: Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya. (4) cooperating: Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, dan sebagainya. (5) transferring: Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru. Menurut Muslich (2007 : 43) pendekatan kontek stual memiliki tujuh komponen utama, yakni konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya ( questioning), masyarakat-belajar ( learning community), pemodelan (modeling), refleksi ( reflection) dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Penjelasan dari tujuh komponen di atas adalah sebagai berikut. a. Konstruktivisme (constructivism) merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya. Prinsip-prinsip kontruktivisme banyak digunakan dalam pembelajaran sains dan matematika. Prinsip-prinsip yang diambil adalah: (1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial, (2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar, (3) Murid aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah,

19 (4) Guru sekedar membantu penyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus, Suparno (dalam Hadi, http: //www.duniaguru.com/2003/4/). Menurut filsafat konstruktivis berpikir yang baik adalah lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan yang dipelajari. Seseorang yang mempunyai cara berpikir yang baik, dalam arti bahwa cara berpikirnya dapat digunakan untuk menghadapi fenomena baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain, Suparno (dalam Hadi, http: //www.duniaguru.com/2003/3/). Dalam proses pembelajaran di kelas, konstruktivisme muncul dalam lima langkah pembelajaran. Senduk ( dalam Wahono, 2006: 45) menyatakan bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran yakni: (a). Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), (b).pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), (c). Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), (d).menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh (applaying knowledge), (e). Melakukan refleksi (reflecting on knowledge). b. Menemukan (Inquiry) adalah proses yang penting dalam pembelajaran agar retensinya kuat dan munculnya kepuasan tersendiri dalam benak siswa dibandingkan hanya melalui pewarisan. Dengan menemukan kemampuan berpikir mandiri (kognitif tingkat tinggi, kritis, kreatif, inovatif, dan improvisasi) akan terlatih yang pada kondisi selanjutnya menjadi terbiasa. Inkuiri mempunyai siklus observasi, bertanya, menduga,

20 kolekting, dan konklusi. Penerapan komponen ini dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. c. Bertanya (Questioning), bertanya adalah cerminan bahwa kita dalam kondisi berpikir. Melalui bertanya jendela ilmu pengetahuan menjadi terbuka, karena dengan bertanya bisa melakukan bimbingan, dorongan, evaluasi, atau konfirmasi. Di samping itu dengan bertanya bisa mencairkan ketegangan, menambah pengetahuan, mendekatkan hati, menggali informasi, meningkatkan motivasi, dan memfokuskan perhatian. Ibarat suatu pepatah (hukum keseimbangan dalam kehidupan), banyak memberi maka akan banyak menerima. Dalam bentuk formalnya sebagai salah satu kegiatan dalam mengawali, menguatkan, dan menyimpulkan sebuah konsep. Kita tahu bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang biasanya berawal dari bertanya. Nurhadi (2004: 45) menyatakan bahwa: Bertanya merupakan induk dari strategi pembelajaran kontekstual, awal dari pengetahuan, jantung dari pengetahuan, dan aspek penting dalam pembelajaran. Orang bertanya karena ingin tahu, menguji, mengkonfirmasi, mengapersepsi, mengarahkan/menggiring, mengaktifkan skemata, menjudge, mengklarifikasi, memfokuskan, dan menghindari kesalahpahaman. Selaras dengan uraian di atas Sanjaya (2008: 266) menyatakan bahwa kegiatan bertanya berguna untuk 1) menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, 2) membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, 3) merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu, 4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang dinginkan, 5) membimbing siswa untuk menemukan dan menyimpulkan sesuatu. Dalam proses pembelajaran kegiatan bertanya bentuknya bisa dilakukan guru langsung kepada siswa atau justru memancing siswa untuk bertanya

21 kepada guru, kepada siswa lain atau kepada orang lain secara khusus. Kegiatan ini sangatlah menunjang setiap aktivitas belajar.. d. Masyarakat Belajar ( Learning Community) konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil belajar diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain, baik melalui perorangan maupun kelompok orang, dari dalam kelas, sekitar kelas, di luar kelas, di lingkungan sekolah, lingkungan rumah, ataupun di luar sana. Dalam pelaksanaan CTL guru disarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa membentuk masyarakat belajar untuk saling berbagi, membantu, mendorong, menghargai. Komunikasi dalam masyarakat belajar matematika dapat optimal bila komunikan dan komunikator memiliki penguasaan konsep dasar, sehingga disini dalam pembentukan kelompok sebaiknya heterogen. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Sanjaya (2008: 267) menyatakan bahwa: Dalam pendekatan CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Dalam kelompoknya, mereka saling membelajarkan; yang cepat didorong untuk membantu yang lambat belajar; yang memiliki kemampuan lebih didorong untuk menularkan pada yang lain. Kegiatan masyarakat belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain

22 memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. e. Pemodelan (Modeling) adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Menurut Yasin (dalam Wahono, 2006: 49) Pemodelan merupakan suatu cara mengaktualisasikan sesuatu yang abstrak. Pemodelan dapat juga dimaksudkan membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang diharapkan guru. Prinsip inilah yang menjadi primadona CTL dibandingkan dengan beberapa model pembelajaran lainnya. Pemodelan menurut versi CTL, guru bukan satu-satunya model, melainkan harus memfasilitasi suatu model tentang bagaimana cara belajar baik dilakukan oleh siswa maupun oleh guru sendiri. f. Refleksi ( Reflection) adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari, merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, atau mengevaluasi kembali bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk evaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rangkuman, meneliti dan memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (learning how to learn), dan membuat jurnal pembe-lajaran adalah contoh kegiatan refleksi. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi tentang apa yang diperoleh hari itu.

23 Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya. g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil. Penilaian autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Dari uraian di atas diperoleh bahwa pendekatan kontekstual yang memiliki tujuh komponen, pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia kehidupan nyata dalam proses pembelajaran, berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian komprehensif, dan pembentukan manusia yang memiliki akal dan nurani. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diawali dengan mengaitkan dunia nyata yaitu dengan bercerita atau bertanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa, kemudian menerapkan ketujuh komponen utama pendekatan kontekstual.

24 B. Pendekatan Konvensional Pembelajaran dengan pendekatan konvensional sama dengan pembelajaran tradisional yaitu pembelajaran secara klasikal yang menggunakan metode ajar yang biasanya digunakan guru-guru di sekolah. (Efendi, 1988:350) Dimana guru menjadi sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama metode mengajar. Dalam pembelajaran konvensional murid-murid dirumuskan minatnya, kepentingannya, kecakapan, dan kecepatan belajarnya relatif sama, sehingga siswa akan pasif dan hanya menerima. Berikut ini pengertian, maksud dan langkah-langkah pelaksanaan pendekatan konvensional. a) Pengertian Pendekatan konvensional merupakan suatu cara penyampaian ide, konsep, prinsip atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran dengan ciri-ciri sebagai berikut. 1) Guru berbicara siswa mendengarkan 2) Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran sedangkan siswa adalah penerima informasi secara pasif 3) Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengar, mencatat, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran 4) Bahan diajarkan dengan peendekatan struktural: rumus diterangkan sampai faham kemudian dilatihkan (drill)

25 5) Pertanyaan sebagai rangsangan, jawabannya sebagai umpan balik untuk menuju kesimpulan 6) Guru memberi tugas siswa mengerjakannya dan mempertanggungjawabkannya dalam proses belajar mengajar. b) Maksud penggunaan pendekatan konvensional Pendekatan konvensional digunakan apabila guru: 1) Memberikan fakta atau pengertian dasar 2) Mengikutsertakan siswa dalam memahami konsep atau prinsip baru 3) Melatih ketrampilan siswa menggunakan konsep atau prinsip yang dimiliki ke dalam situasi lain. c) Langkah-langkah pelaksanaan pendekatan konvensional Langkah-langkah pokok yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pendekatan konvensional secara umum adalah : 1) Merumuskan tujuan 2) Menetapkan metode 3) Pengadaan penelitian. C. Prestasi Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2001: 895) prestasi diartikan sebagai hasil yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi belajar berarti hasil belajar

26 yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Hasil belajar yakni mengenai tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Ibrahim (2003:1986) mengatakan bahwa rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa bukan semata-mata disebabkan oleh siswa sendiri, tetapi dapat juga disebabkan oleh kurang berhasilnya proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru. Sagala (2006:75) menjelaskan bahwa hasil belajar yang baik akan diperoleh dari proses pembelajaran yang baik pula, begitu juga proses pembelajaran yang baik akan menghasilkan hasil yang baik sehingga hasil belajar dapat menggambarkan mutu pendidikan. Hasil belajar merupakan hasil interaksi siswa dengan siswa atau antara siswa dengan guru ketika mereka melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Dari pihak guru hasil belajar ditandai dengan berakhirnya proses evaluasi hasil belajar yang digunakan untuk mengukur sebatas mana kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran. Dimyati ( 1994:3) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi belajar dan kegiatan pembelajaran. Dari sisi guru, kegiatan pembelajaran diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar.

27 Selain itu Hamalik (2001:8) mengemukakan bahwa: tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis/ budi pekerti, dan sikap. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan atau pengalaman dalam bidang keterampilan, nilai dan sikap. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan gambaran kemampuan siswa yang diperoleh dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan tes atau puncak proses belajar yang dapat diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka. Dalam penelitian ini, prestasi belajar matematika ditunjukkan oleh nilai tes formatif yang diperoleh siswa kelas VII di SMP Budi Karya Natar yang menggambarkan kemampuan siswa setelah melakukan kegiatan belajar matematika pada pokok bahasan pecahan. D. Kerangka Pikir Pembelajaran matematika di SMP Budi Karya Natar lampung Selatan, selama ini menggunakan pendekatan ekspositori yaitu guru menyampaikan informasi ceramah, tanya jawab dan penugasan, sehingga hasil belajar tiap siswa sangat kurang. Para siswa cenderung pasif, mereka hanya mendengarkan keterangan dari guru, mencatat dan menyalin materi yang ditulis guru di papan tulis, guru lebih mendominasi kelas sebagai interaksi yang tercipta dari satu arah yaitu

28 dari guru ke siswa saja. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen yang menggunakan dua kelas. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk membandingkan prestasi belajar siswa melalui pendekatan kontekstual dengan pendekatan konvensional. Pembelajaran dapat dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika telah menerapkan ketujuh komponen CTL, yaitu jika filosofi belajarnya adalah kontruktivisme, selalu ada unsur bertanya, pengetahuan dan pengalaman diperoleh dari kegiatan menemukan, terbentuk masyarakat belajar, ada model yang ditiru dan dilakukan penilaian yang sebenarnya. Pendekatan kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menghadirkan situasi dunia nyata dalam proses pembelajaran, siswa didorong untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diawali dengan cerita atau tanya jawab tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa. Dengan begitu siswa akan bersemangat untuk belajar. Dalam pendekatan ini diterapkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif sesuai dengan diatas diantaranya konstruktivisme yang merupakan landasan filosofis pendekatan kontekstual. Komponen ini menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal dan mengingat pengetahuan, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuannya baik secara individu maupun berkelompok. Mereka harus aktif secara mental maupun fisik dalam membangun pengetahuan mereka.

29 Komponen selanjutnya yakni bertanya, yang merupakan aspek penting dalam pembelajaran. Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru maupun oleh siswa. Guru menggunakan kegiatan ini untuk mengecek pengetahuan siswa, membangkitkan motivasi siswa, mengaktifkan skemata, dan mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan mereka. Bagi siswa kegiatan ini digunakan untuk mencari tahu dan menghindari kesalahpahaman ketika mereka mengkonstruksi pengetahuan mereka. Kegiatan ini dilakukan selama proses pembelajaran. Inkuiri atau menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran kontekstual. Disinilah siswa membangun pengetahuan mereka dengan bekerjasama dengan temannya sebagai wujud dari masyarakat belajar. Mereka membangun pengetahuan dengan cara berdiskusi antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu, sehingga komunikasi multi arah terjadi. Agar siswa lebih mudah memahami pengetahuan baru mereka maka dimunculkan model-model yang berupa benda nyata dan alat peraga. Benda nyata dan alat peraga ini digunakan untuk mengkonkretkan konsep-konsep abstrak yang ada dalam matematika. Setelah kegiatan-kegiatan diatas berlangsung, pada bagian akhir pembelajaran dilakukan refleksi. Melalui kegiatan ini, pengalaman belajar yang baru dialami siswa akan diendapkan dalam struktur kognitif siswa sebagai pengetahuan baru yang mereka peroleh. Untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa maka dilakukan penilaian. Penilaian yang sebenarnya juga dapat dilakukan dengan berbagai cara atau dapat dipandang dari berbagai aspek yang ada.

30 Berdasarkan uraian diatas, dengan menerapkan pendekatan kontekstual siswa akan lebih diberdayakan dalam pembelajaran. Pengalaman bermakna akan diperoleh siswa, karena pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata yang ada disekitar siswa. Kebermaknaan ini akan membuat pengetahuan yang siswa peroleh akan bertahan lama dalam benak mereka. Pengetahuan yang mereka dapatkan tersebut pada akhirnya dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah yang mereka hadapi dan temukan dalam kehidupan mereka sehari-hari termasuk dalam menyelesaikan soal-soal tes. Nilai tes ini dapat menunjukkan prestasi belajar siswa. E. Hipotesis Hipotesis Umum Prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan kontekstual lebih besar dibandingkan dengan prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional.