1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006) padang lamun merupakan ekosistem laut terkaya dan paling produktif, dengan produksi primer yang tinggi. Lamun berfungsi menjaga atau memelihara produktifitas dan stabilitas pantai pesisir dan ekosistem estuaria. Selanjutnya bersama-sama dengan mangrove dan terumbu karang merupakan satu pusat plasma nutfah dan keanekaragaman hayati, khususnya di Indonesia dan perairan tropis pada umumnya. Jumlah jenis lamun di dunia adalah 60 jenis, yang terdiri atas 4 famili, 2 ordo dan 12 marga (Tomlinson 1982 in Kuo & Den Hartog 2001). Di perairan Indonesia terdapat 13 jenis lamun, yang terdiri atas 2 famili dan 7 marga (Kiswara 2009). Luas penutupan lamun dari keseluruhan kepulauan di Indonesia kira-kira sebesar 30.000 km 2 (Nienhuis 1993 in McKenzie & Yoshida 2009). Pada tahun 2007 ditemukan jenis baru yaitu Halophila sulawesii, di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan (Kuo 2007 in Kuriandewa 2009). Dari 13 jenis lamun yang dapat tumbuh di perairan Indonesia, 8 jenis diantaranya dapat ditemukan di Kepulauan Seribu (Mardesyawati & Anggraini 2009). Pulau Harapan termasuk ke dalam salah satu pulau berpenghuni yang memiliki tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi yaitu sekitar 20.700 jiwa pada tahun 2002, sehingga aktivitas masyarakat berpotensi memberikan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi ekosistem lamun. Kerusakan ekosistem lamun, umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia di kawasan pesisir seperti kegiatan pembangunan, pengerukan, reklamasi pantai dan kegiatan penangkapan yang mengunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kurangnya informasi dan rendahnya pemahaman masyarakat tentang ekosistem lamun serta fungsi ekologisnya, menyebabkan ekosistem yang potensial ini terabaikan dan berakibat terjadinya kerusakan ataupun degradasi ekosistem lamun, seperti halnya terjadi penurunan luas penutupan lamun di beberapa lokasi di Pulau Harapan.
2 Keberadaan ekosistem lamun yang begitu penting untuk menunjang kehidupan biota laut yang berasosiasi di dalamnya, berkaitan dengan fungsi ekologisnya di kawasan pesisir secara tidak langsung berpengaruh terhadap produksi perikanan. Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang tepat untuk mengembalikan dan menjaga ekosistem lamun agar dapat memberikan manfaat yang lebih baik. Beberapa usaha pemulihan kerusakan ekosistem lamun yaitu transplantasi, restorasi dan penciptaan padang lamun baru. Mengingat betapa pentingnya ekosistem lamun di kawasan pesisir, maka kajian mengenai usaha pemulihan lamun melalui transplantasi dan restorasi ataupun rehabilitasi padang lamun penting untuk dilakukan, diantaranya dengan mengetahui pertumbuhan lamun hasil transplantasi menggunakan beberapa metode yang berbeda dan melakukan monitoring secara rutin terhadap status komunitas lamun yang direhabilitasi untuk mengetahui perkembangan dan perubahan yang terjadi berikut faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga diharapkan keberadaan dan kelestarian ekosistem lamun dapat terjaga serta berkembang dengan baik. Kegiatan transplantasi lamun yang bertujuan untuk memperbaiki padang lamun belum umum dilakukan di Indonesia. Diantaranya telah dilakukan oleh Azkab (1999) pada tahun 1987-1988 kegiatan transplantasi lamun di rataan terumbu Pulau Pari Kepulauan Seribu dengan menggunakan metode Plugs dan Sprig yang diujicobakan terhadap dua jenis lamun, yaitu C. rotundata dan T. hemprichii yang hasilnya cukup baik, waktu yang disarankan untuk transplantasi di Kepulauan Seribu adalah pada saat musim barat akan tetapi dapat dilakukan sepanjang tahun. Selain itu, oleh Kiswara pada tahun 1999-2001 di Teluk Banten, dengan menggunakan teknik penanaman tunas tunggal lamun Enhalus acoroides dan jenis-jenis lamun C. rotundata, C. serrulata, S. isoetifolium, H. uninervis dan T. hemprichii yang memakai teknik jangkar dan tanpa jangkar, diperoleh hasil yang bervariasi dengan keberhasilan sekitar 60% E. acoroides dan 80% untuk C. serrulata, sementara jenis lainnya berkisar 20-40% (Kiswara 2004). Secara umum dalam kegiatan transplantasi lamun harus diperhatikan waktu yang baik pada saat penanamannya, hal ini dikarenakan kondisi perairan yang cocok sangat diperlukan untuk keberhasilan kegiatan tersebut. Oleh karena itu, informasi mengenai kapan
3 waktu yang tepat untuk melakukan transplantasi dibutuhkan dan disesuaikan dengan musim daerah masing-masing. 1.2. Rumusan Masalah Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas tinggi di perairan, lamun berfungsi sebagai nursery ground dan feeding ground bagi ikan dan biota laut, daun lamun menjadi makanan bagi biota laut lain (Dugong dugon). Selain itu fungsi fisik lamun adalah sebagai peredam gelombang laut, dan perangkap sedimen dari daratan. Namun aktivitas manusia yang semakin meningkat, seperti pembangunan kawasan pesisir, kegiatan penangkapan dan kegiatan masyarakat pesisir yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan, membuat keberadaan lamun semakin lama semakin terancam dan bahkan merusak ekosistem lamun. Kerusakan ekosistem lamun yang disebabkan oleh aktivitas manusia telah mengurangi luasan area penutupan lamun di Pulau Harapan. Kemudian untuk mencegah semakin bertambah buruknya kondisi padang lamun dan mengembalikannya ke kondisi yang lebih baik, perlu dilakukan kajian mengenai usaha pemulihan lamun melalui transplantasi lamun menggunakan beberapa metode yang berbeda (Plugs, TERFs, dan Polybags), dan menetapkan suatu area menjadi kawasan rehabilitasi yang akan dilakukan monitoring secara berkala untuk melihat perkembangan dari status komunitas lamun di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, sehingga diperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam upaya untuk menjaga kelestarian dan mengembalikan kondisi ekosistem lamun dari degradasi.
4 Secara sistematis kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian sebagai berikut: Ekosistem Lamun Aktivitas Manusia : 1. Pembangunan pelabuhan 2. Penangkapan ikan 3. Penambangan Pasir 4. Limbah domestik 5. Limbah industri Monitoring dan Identifikasi Lamun Status Komunitas Lamun Kerusakan Ekosistem Lamun Upaya Rehabilitasi Alami Buatan Transplantasi Lamun Menggunakan Beberapa Metode Berbeda Laju Pertumbuhan (tunas dan daun) dan Tingkat Keberhasilan Transplantasi Strategi pengelolaan lamun yang berkelanjutan Gambar 1. Kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian
5 1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui status komunitas lamun alami secara temporal dalam kawasan rehabilitasi di Pulau Harapan. 2. Mengetahui pertumbuhan dan tingkat keberhasilan transplantasi lamun dengan menggunakan metode yang berbeda, yaitu TERFs, Plugs dan Polybags. 3. Mengetahui metode transplantasi lamun terbaik yang potensial digunakan untuk kegiatan rehabilitasi lamun di Kepulauan Seribu. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi ilmiah tentang status komunitas lamun di kawasan rehabilitasi Pulau Harapan, Kepulauan Seribu dan efektivitas berbagai teknik transplantasi dalam upaya rehabilitasi lamun. 2. Menghasilkan teknik transplantasi yang berpotensi digunakan khususnya pada suatu kawasan rehabilitasi lamun di Kepulauan Seribu dan Indonesia umumnya.