BAB 3 METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Pelaksanaan Penelitian Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini: Mulai

Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir) Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Agregat Halus (Pasir)

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

material lokal kecuali semen dan baja tulangan. Pembuatan benda uji, pengujian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton PT. Pionir Beton

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

dengan menggunakan metode ACI ( American Concrete Institute ) sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

Semakin besar nilai MHB, semakin menunjukan butir butir agregatnya. 2. Pengujian Zat Organik Agregat Halus. agregat halus dapat dilihat pada tabel 5.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. 3.1.Ruang Lingkup

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH BAHAN TAMBAHAN PLASTICIZER TERHADAP SLUMP DAN KUAT TEKAN BETON Rika Sylviana

BAB III METODE PENELITIAN. dengan abu terbang dan superplasticizer. Variasi abu terbang yang digunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC merk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB IV ANALISIS DATA LABORATORIUM DAN DATA HASIL PENGUJIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN

(Fv). Setelah dilakukan pengujian pendahuluan dilanjutkan dengan pengujian

III. METODE PENELITIAN. diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, dan benda uji balok beton dengan panjang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

BAB III METODOLOGI PENELTIAN

TINJAUAN KUAT TEKAN DAN KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR. Naskah Publikasi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dalam perancangan beton bertulang dengan variasi panjang sambungan lewatan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Pada tahapan awal, dilakukan pengujian terhadap bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat benda uji balok beton bertulang dengan beton mutu normal. Setelah pengujian bahan yang dilakukan memenuhi standar persyaratan, dilanjutkan dengan membuat benda uji balok beton bertulang dengan variasi panjang sambungan lewatan di setiap benda uji. Benda uji balok beton bertulang dengan panjang sambungan lewatan akan dilakukan pengujian kuat lentur. Balok beton bertulang yang digunakan mempunyai dimensi 80 mm 120 mm 1100 mm. Panjang sambungan lewatan yang akan digunakan ditentukan berdasarkan pasal 12.15.2. SNI 03-2847-2013, dimana sambungan lewatan tulangan ulir dalam kondisi tarik merupakan sambungan Kelas B (1,3 l d ). Berdasarkan hitungan tersebut diperoleh 1,3 l d sebesar 66,939 mm atau kurang dari 300 mm, maka digunakan panjang sebagai batas standar adalah 300 mm. Variasi panjang sambungan lewatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 300 mm, 325 mm dan 350 mm. Perancangan campuran beton dalam penelitian ini menggunakan bahan tambah superplasticizer dan bestmittel. Superlasticizer digunakan untuk meningkatkan workability bahan dan untuk menghasilkan beton tanpa terjadi pemisahan agregat dalam proses pencetakan beton yang biasanya umum terjadi pada beton dengan jumlah air yang besar. Penggunaan bestmittel bertujuan untuk mempersingkat proses pembetonan dan meningkatkan mutu beton dalam usia muda. Data yang digunakan yaitu analisis statistik menggunakan program Microsoft Excel. Data hasil pengujian tersebut nantinya dapat diambil kesimpulan seperti 24

25 apa pengaruh variasi panjang sambungan lewatan pada balok beton bertulang mutu beton (fc ) 20 MPa terhadap pengujian kuat lentur. Tabel 3.1. Jumlah dan Kode Benda Uji Kuat Lentur No Panjang Sambungan Benda Uji (mm) Kode Benda Uji Jumlah Benda Uji 1 300 U300 3 2 325 U325 3 3 350 U350 3 4 Tanpa Sambungan UU 3 3.2. Tahapan Tahapan-tahapan dalam penelitian ini meliputi : a. Tahap I Pada tahap pertama ini dilakukan persiapan berdasarkan data hasil studi, studi literatur. Persiapan meliputi bahan maupun peralatan yang akan digunakan dalam pembuatan benda uji. b. Tahap II Disebut tahapan uji bahan. Pada tahapan ini dilakukan pengujian terhadap agregat halus yang meliputi uji kadar lumpur, uji kadar organik, uji specific gravity, dan uji gradasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan tersebut. c. Tahap III Disebut tahapan pembuatan benda uji. Pada tahapan ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut : 1. Perhitungan rencana campuran adukan beton normal mutu beton rencana fc 20 MPa dengan the british mix design method. 2. Pembuatan sambungan lewatan sesuai variasi panjang sambungan.

26 3. Pembuatan adukan beton normal. 4. Pengecoran ke dalam cetakan d. Tahap IV Pada tahapan ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada tahap III. Penggunaan bestmittel membantu pengerasan beton dalam usia muda, sehingga perawatan beton dapat dilakukan selama umur 14 hari. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji dalam air pada hari kedua selama 7 hari, kemudian beton dikeluarkan dari air dan diangin-anginkan sampai benda uji berumur 14 hari, pengujian beton pada umur ke 14 hari untuk pengujian kuat lentur. e. Tahap V Pada tahap ini dilakukan pengujian kuat lentur. Pengujian kuat lentur dilakukan pada benda uji balok beton bertulang 80 mm 120 mm 1100 mm pada umur beton berumur 14 hari. f. Tahap VI Disebut tahapan analisa data pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian. g. Tahap VII Disebut tahapan pengambilan keputusan. Pada tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Tahapan penelitian ini dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.1.

27 Persiapan Persiapan Plasticizer Bestmittel Baja Tulangan Air Agregat Halus Agregat Kasar Uji Kuat Tarik Baja Uji : Kadar lumpur Kadar Organik Spesific Gravity Gradasi Uji : Abrasi Spesific Gravity Gradasi OK Tidak OK Perhitungan Rancang Campur Tahap II Pembuatan Adukan Beton Tes Slump Pembuatan Benda Uji Tahap III Perawatan (Curing) Tahap IV Pengujian Tahap V Analisis Data Tahap VI Kesimpulan Tahap VII Gambar 3.1. Bagan Alir Tahap Penelitian

28 Tahapan analisis data dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.2. Data Hasil Pengujian : - P maks Uji Kuat Tekan Beton - P leleh Uji Kuat Tarik Baja - P leleh Uji Kuat Lentur Balok Beton Bertulang Analisis Data Kuat Tekan Beton (f c ) Kuat Leleh Baja (f y ) Momen Retak Pertama Balok Benton Bertulang (M cr ) Momen Lentur Balok Benton Bertulang (M n ) Diagram Hubungan Momen Lentur dengan Panjang Sambungan Lewatan KESIMPULAN Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap Analisis Data

29 3.3. Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian beton normal antara lain : a. Timbangan dengan kapasitas 2 kg dan 50 kg yang digunakan untuk menimbang berat bahan campuran beton. b. Timbangan digital. c. Ayakan konvensional dengan ukuran 1 mm. d. Ayakan dengan ukuran diametersaringan 4,75 mm; 2,36 mm;1,18 mm; 0,85 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; pan dan mesin penggetar ayakan yang digunakan untuk pengujian gradasi agregat kasar. e. Oven dengan temperature 150 C. f. Conical Mould untuk mengukur keadaan SSD agregat halus. g. Cetakan benda uji berupa silinder beton dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. h. Universal Testing Machine atau mesin uji kuat tarik dengan merek SHIMATSU tipe UMH30 yang berkapasitas 30ton.Alat ini digunakan untuk pengujian pendahuluan yaitu uji kuat tarik tulangan bahan pengisi (beton). i. Compression Testing Machine untuk pengujian kuat tekan beton. Kolam curing benda uji. j. Karung goni yang dibasahi ait untuk proses curing. k. Bending Testing Machine untuk pengujian kuat lentur balok beton bertulang. l. Alat bantu lain : - Gelas ukur 250 ml untuk pengujian kadar lumpur dan kandungan zat organik dalam pasir - Gelas ukur 1000 ml untuk menakar air - Cetok semen - Ember - Alat tulis - Sekop, dan lain-lain.

30 3.4. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian pengaruh panjang sambungan lewatan pada balok beton bertulang mutu beton fc 20 adalah : a. Pasir. b. Kerikil. c. Semen PC I. d. Air. e. Baja Tulangan Ulir D 10(sebagai tulangan memanjang). f. Baja Tulangan Polos Ø 6 mm (sebagai tulangan geser). g. Bahan tambah pada beton berupa bestmittel dan superplasticizer. 3.5. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Pengujian terhadap bahan-bahan pembentuk beton perlu dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan penyusun beton tersebut. Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar. Pengujian dilakukan dengan standar ASTM dan SK SNI, sedangkan air yang digunakan dalam adukan beton sesuai dengan air dalam PBI 1971 pasal 3.6. 3.5.1. Standar Pengujian Agregat Halus Pengujian agregat halus dilakukan berdasarkan ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM. Standar pengujian agregat halus adalah sebagai berikut : a. ASTM C-23 : Standar penelitian pengujian berat isi agregat halus. b. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk tes kotoran organik dalam agregat halus. c. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk agregat lolos saringan no. 200 dengan pencucian. d. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan spesific gravity agregat halus. e. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus.

31 3.5.2. Pengujian Agregat Halus 3.5.2.1. Pengujian Kadar Lumpur dalam Agregat Halus Pasir adalah salah satu bahan dasar beton yaitu sebagai agregat halus. Pasir yang digunakan dalam pembuatan beton harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih. Pasir bersih yaitu pasir yang tidak mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Lumpur adalah bagian dari pasir yang lolos dari ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih dahulu. Syarat-syarat agregat halus harus sesuai dengan PBI NI-2, 1971. Kadar lumpur pasir dihitung dengan Persamaan 3.1. G0 G1 Kadar lumpur = 100%... (3.1) G dengan : G 0 = berat pasir awal (100 gram) G 1 = berat pasir akhir (gram) 1 3.5.2.2. Pemeriksaan Kadar Zat Organik Dalam Agregat Halus Pasir biasanya diambil dari sungai maka kemungkinan kotor sangat besar, misalnya bercampur dengan lumpur maupun zat organik lainnya. Pasir sebagai agregat halus dalam adukan beton tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kadar zat organik dalam pasir, adapun kadar zat organik dalam pasir ditunjukkan oleh perubahan warna setelah pasir diberi NaOH 3%. Penurunan kekuatan dapat dilihat pada Tabel 3.4.

32 Tabel 3.4. Pengaruh Kadar Zat Organik terhadap Presentase Penurunan Kekuatan Beton Warna Penurunan Kekuatan (%) Jernih 00 010 Kuning Muda 00 010 Kuning Tua 10 020 Kuning Kemerahan 20 130 Coklat Kemerahan 30 150 Coklat Tua 50 100 Sumber : Rooseno (1995) 3.5.2.3. Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus Mengetahui sifat-sifat bahan bangunan yang dipakai dalam suatu pekerjaan struktur adalah sangat penting, karena dari sifat-sifat tersebut dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengerjakan bangunan tersebut. Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan. Tujuan dari pengujian ini untuk mendapatkan : a. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total. b. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total. c. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir. d. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering.

33 Nilai-nilai yang ingin diketahui di atas dihitung dengan persamaan berikut : Bulk spesific gravity = Bulk spesific gravity SSD = Apparent spesific gravity = A...(3.2) B 500 C 500 B 500 C... (3.3) A...(3.4) B A C 500 A Absortion = 100%... (3.5) A dengan : A = berat pasir kering oven (gram) B = berat Volumetric Flask berisi air (gram) C = berat Volumetric Flask berisi pasir dan air (gram) 500 = berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram) 3.5.2.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus Gradasi dan keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih diperhitungkan dari pada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi campuran adukan beton. Pasir sangat menentukan pemakaian semen dalam pembuatan beton. Menurut ASTM agregat halus yang baik adalah mempunyai gradasi butiran sesuai Tabel 3.5.

34 Tabel 3.5. Syarat Persentase Berat Lolos Standar ASTM No. Diameter Ayakan (mm) Berat Lolos Sesuai Standar ASTM (%) 1 9,50 90 100 2 4,75 90 100 3 2,36 75 100 4 1,18 55 090 5 0,60 35 059 6 0,30 08 030 7 0,15 00 001 8 0,00 00 001 Modulus kehalusan pasir (MHB) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Modulus kehalusan pasir = e d... (3.6) dengan : d = persentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan e = persentase berat pasir yang tertinggal 3.5.3. Standar Pengujian Agregat Kasar a. ASTM C-29 : Standar penelitian pengujian berat isi agregat kasar. b. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity agregat kasar. c. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian abrasi agregat kasar. d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis ayakan agregat kasar.

35 3.5.4. Pengujian Agregat Kasar 3.5.4.1. Pengujian Spesific Gravity Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian adalah kerikil atau batu pecah dengan diameter maksimum 20 mm. Standar pengujian yang digunakan pada pengujian specific gravity agregat kasar adalah ASTM C 127. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui : a. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume kerikil total b. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total c. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume butir kerikil d. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil kering Untuk menganalisis hasil pengujian dengan persamaan berikut : Bulk spesific gravity = Bulk spesific gravity SSD = A... (3.7) B C B... (3.9) A C A Apparent spesific gravity =...(3.10) A C B A Absorbtion = 100%...(3.11) A dengan : A B C = berat agregat kasar (3000 gram) = berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram) = berat agregat kasar jenuh (gram)

36 3.5.4.2. Pengujian Gradasi Gradasi pada kerikil sebagai agregat kasar menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat kasar sangatlah diperhatikan. Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTM C 136. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui gradasi atau variasi diameter butiran kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan kerikil. Modulus kehalusan kerikil dihitung menggunakan persamaan berikut. % Kumulatif Berat Tertinggal 100 Modulus Halusan (MH) =...(3.12) % Berat Tertinggal 3.6. Pembuatan Benda Uji Langkah-langkah pembuatan benda uji: a. Menyiapkan dan menimbang bahan-bahan campuran adukan beton sesuai dengan mix design. b. Menyiapkan dan membuat tulangan balok beton bertulang dengan variasi panjang sambungan lewatan 300 mm, 325 mm, 350 mm dan tanpa sambungan. c. Tempatkan tulangan yang sudah dirangkai kedalam cetakan balok 80 mm 120 mm dan panjang 1100 mm. d. Mencampur bahan-bahan tersebut dan mengaduknya sampai campuran homogen dengan cara bahan dimasukkan ke dalam alat adukan secara berurutan. Mulai dari agregat halus, agregat kasar, pasir, semen dan air. Kemudian diaduk dengan menggunakan concrete mixer. e. Lakukan pengujian nilai slump pada campuran adukan beton sebelum pengecoran. f. Tuangkan campuran beton ke dalam cetakan silinder 150 mm 300 mm untuk pengujian kuat tekan beton.

37 g. Lalu tuangkan juga campuran beton ke dalam cetakan balok 80 mm 120 mm 1100 mm hingga penuh sambil dipadatkan menggunakan vibrator. h. Setelah cetakan penuh dan padat, permukaan beton diratakan dan diberi kode benda uji, kemudian diamkan selama 24 jam. i. Setelah 24 jam cetakan dibuka dan dilakukan curing dalam air selama 7 hari, kemudian di angin-anginkan supaya benda uji menjadi kering sampai umur beton mencapai 14 hari.

Gambar 3.3. Potongan Memanjang Benda Uji Balok dengan Panjang Sambungan Lewatan 300 mm. Gambar 3.4. Potongan Memanjang Benda Uji Balok dengan Panjang Sambungan Lewatan 325 mm. 38

Gambar 3.5. Potongan Memanjang Benda Uji Balok dengan Panjang Sambungan Lewatan 350 mm. Gambar 3.6. Potongan Memanjang Benda Uji Balok Tanpa Sambungan Lewatan. 39

40 Gambar 3.7. Detail Benda Uji Balok Beton Bertulang (a) (b) Gambar 3.8. (a) Detail Benda Uji Balok Beton Bertulang tanpa Sambungan Lewatan. Gambar 3.8. (b) Detail Benda Uji Balok Beton Bertulang dengan Sambungan Lewatan.

41 3.7. Perawatan Benda Uji Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji ke dalam air dengan tujuan agar air yang terdapat di dalam beton tidak menguap dengan cepat, sehingga beton mengalami proses hidrasi yang baik. Dengan demikian mutu beton yang terjadi dapat sesuai dengan mutu yang direncanakan. Benda uji direndam dalam air selama 7 hari kemudian di angin-anginkan supaya kering dan dilakukan pengujian pada umur beton 14 hari. 3.8. Pengujian Kuat Tekan Pengujian kuat tekan beton pada penelitian ini menggunakan benda uji berbentuk silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm yang telah berumur 14 hari dengan memberikan tekanan pada benda uji hingga runtuh. Prosedur pengujian dilakukan sebagai berikut: a. Menimbang benda uji dan memberi tanda/label. b. Meletakkan benda uji pada ruang penekan Compression Testing Machine c. Memutar jarum penunjuk tepat pada posisi nol, kemudian menghidupkan mesin tekan. d. Mengamati setiap perubahan/pergerakan pada jarum pengukurnya. e. Bila jarum sudah tidak bergerak lagi maka mesin dimatikan, dengan kata lain beton sudah hancur. f. Selanjutnya membaca dan mencatat angka pada jarum ukur yang merupakan besarnya beban tekan beton.

42 Gambar 3.9. Alat Uji Kuat Tekan Beton g. Menghitung besarnya kuat tekan benda uji dengan rumus: P fc' =... (3.12) A dengan : f c = kuat tekan beton yang didapat dari benda uji (MPa) P = beban tekan maksimum (N) A = Luas permukaan benda uji (mm 2 ) 3.9. Pengujian Kuat Lentur Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui momen nominal pada benda uji berupa balok beton bertulang dengan ukuran 80 mm 120 mm dengan panjang 1100 mm sebanyak 3 benda uji dengan variasi panjang lewatan yang berbedabeda. Pengujian ini dilakukan saat beton berumur 14 hari. Sebelum pengujian kuat lentur dilaksanakan, benda uji balok dicat terlebih dahulu kemudian digambar kotak-kotak untuk mempermudah mengetahui retakan yang terjadi di tengah bentang sepanjang sepertiga panjang bentang benda uji balok pada saat uji kuat lentur dilakukan.

43 Gambar 3.10. Alat Pengujian Kuat Lentur Pengujian kuat lentur balok beton bertulang pada penelitian ini menggunakan alat uji bending testing machine. Benda uji balok yang sudah berumur 14 hari ditempatkan pada loading frame yang kuat dan ditumpu pada kedua ujungnya. Pembebanan dilakukan secara bertahap dengan interval kenaikkan sebesar 2,5 kn. Pembebanan akan dihentikan apabila defleksi yang terjadi sudah cukup besar dan telah mencapai beban maksimum. Data yang akan dicatat dalam pengujian balok ini meliputi : a. Defleksi selama pembebanan berlangsung yang ditunjukkan oleh dial gauge. b. Besarnya beban pada saat terjadi retak. c. Besarnya beban maksimum yang mampu dipikul oleh balok. d. Besarnya beban pada saat defleksi maksimum, serta pola retak yang terjadi pada balok benda uji tersebut akibat pembebanan. Secara umum set up alat uji yang digunakan untuk pengujian kuat lentur benda uji yang sudah sesuai standar dengan 2 titik pembebanan, seperti gambar berikut.

44 Loading Balok Uji Hidra ulic Load Dia l Hidra ulic Tranduce Gambar 3.11. Setting Up Alat Pengujian Balok Langkah-langkah Pelaksanaan Pengujian Kuat Lentur : 1. Memompa hidraulic jack melalui hidraulic pump untuk memberikan beban pada balok benda uji, serta memperhatikan angka pada monitor transducer untuk mengetahui besarnya beban yang disalurkan pada balok benda uji. 2. Pembebanan dilakukan berangsur-angsur dan dinaikkan perlahan-lahan pada interval pembebanan 25 kn. Pada setiap interval pembebanan dilakukan pembacaan dial gauge untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi pada balok benda uji. 3. Mengamati retak pertama yang terjadi pada balok benda uji, kemudian digambar serta ditulis besarnya beban pada saat terjadinya retak tersebut. Demikian juga untuk retakan selanjutnya dilakukan hal yang sama.

45 4. Melanjutkan penambahan pembebanan hingga balok benda uji mencapai beban maksimum yang ditandai dengan terjadinya keruntuhan pada balok benda uji serta pada monitor transducer mengalami penurunan angka yang signifikan. Pada kondisi ini balok benda uji telah patah atau mengalami retak yang sangat besar. 3.10. Analisis Hasil analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses ini digunakan uji statistik yang merupakan salah satu fungsi untuk menyederhanakan data menjadi informasi yang lebih sederhana dan mudah dimengerti. Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat mewakili suatu karakter tertentu.