I. PENDAHULUAN A. DESKRIPSI UMUM Pertumbuhan ekonomi nasional berdasarkan proyeksi pemerintah pada tahun 2004, berada pada kisaran angka 4,5%-5% (BPS, 2003). Harapan yang optimis ini dibarengi dengan kebijakan dan keputusan pemerintah untuk mencari solusi yang terus mendorong pertumbuhan ekonomi, di antaranya dengan tetap menjalin hubungan dengan International Monetery Fund (IMF) dan Bank Dunia yang merepresentasikan adanya tingkat kepercayaan investor terhadap dunia investasi di Indonesia. Di samping itu, pemerintah juga mengeluarkan peraturan-peraturan baru yang dapat memberikan peluang khususnya bagi perusahaan yang berorientasi ekspor dengan keringanan bea ekspor (Anima, 2003). Salah satu perusahaan yang berbasis ekspor adalah perusahaan mebel. Industri mebel merupakan salah satu industri padat karya yang memiliki nilai tambah yang relatif tinggi dan banyak menyerap tenaga kerja. Pasar utama ekspor produk mebel nasional adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman. Negara pesaing ekspor utama Indonesia di pasar internasional adalah Cina dan Mexico (Deperindag, 2002). Industri mebel memproduksi berbagai macam variasi produk seperti lemari makan, kursi, rak, tempat tidur dan meja. Berdasarkan skala produksinya, umumnya produsen mebel berada pada skala menengah dan besar menggunakan mesin dan biasanya terintegrasi dengan industri kayu lainnnya seperti moulding, window/frame dan lain-lain. Produsen skala kecil
2 umumnya melakukan proses produksi secara manual dan dapat memproduksi jenis-jenis produk mebel yang dapat dikategorikan sebagai kerajinan (handycraft) contohnya perabotan dan perlengkapan rumah tangga. Perkembangan kapasitas produksi industri mebel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan kapasitas produksi industri mebel tahun 1999-2003 Tahun Kapasitas Produksi Utilisasi Ribu m 3 Pertumbuhan Ribu m 3 Pertumbuhan 1999 2.853 N/A 1.645 N/A 57.66 2000 2.897 1.54 2.897 76.11 100.00 2001 3.027 4.49 2.450-15.43 80.94 2002 3.283 8.46 2.993 22.16 91.17 2003 3.154-3.93 2.463-17.7 78.09 Rataan 2.64 16.29 Sumber : Deperindag, 2002. Ket : N/A : data not available Selama tahun 1999 hingga 2003, kapasitas produksi industri mebel nasional mengalami peningkatan sebesar 2,64% per tahunnya. Pertumbuhan produksinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kapasitas, yaitu 16.29%. Pada tahun 2000 tingkat utilisasi mencapai 100% disebabkan karena pada tahun 2000, jumlah produksi sama besarnya dengan jumlah kapasitas yang ada. Krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, telah mempengaruhi kinerja ekspor bidang mebel kayu. Tahun 1998, untuk periode Januari sampai Juli, ekspor mebel kayu Indonesia hanya mencapai 80.878 ton atau hanya 24,8% dari total ekspor pada tahun 1997 untuk periode yang sama (Deperindag, 2002). Penurunan ini disebabkan tidak hanya oleh krisis yang terjadi secara global yang juga mempengaruhi negara-negara pengimpor seperti Jepang tetapi juga karena kesulitan para pengusaha untuk memperoleh
3 bahan baku langsung dari PT. Inhutani yang semula menjadi pemasok langsung, sekarang harus melalui perantara yang menetapkan harga yang jauh lebih tinggi. Dalam suatu perekonomian yang kompleks seperti sekarang ini, orang harus mau menghadapi tantangan dan resiko untuk mengkombinasikan tenaga kerja, material, modal dan manajemen secara baik sebelum memasarkan suatu produk. Motivasi utama dari kegiatan bisnis adalah laba, laba didefinisikan sebagai pengurangan antara penghasilan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu, dalam bisnis para pengusaha harus dapat melayani para pelanggan dengan cara yang menguntungkan untuk kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang, selain itu, juga harus selalu mengetahui kesempatan-kesempatan baru untuk memuaskan keinginan pembeli/pelanggan (Umar, 2003). Dengan tetap bercermin pada sikap optimis atas membaiknya perekonomian nasional dalam jangka menengah, hal ini akan memicu pertumbuhan sektor non-migas, tidak terkecuali untuk sektor industri mebel kayu. PT. X telah mengalami perjuangan yang berat selama beberapa tahun terakhir saat perekonomian Indonesia memburuk. Salah satu sisi positif dari menurunnya nilai tukar rupiah, khususnya terhadap nilai dolar adalah perusahaan yang berorientasi ekspor semakin memiliki keunggulan kompetitif dimana produk yang ditawarkan lebih murah dengan mutu standar internasional. Perusahaan ini menjadi semakin kompetitif karena industri mebel kayu (wooden furniture) hampir 95% komponennya diperoleh dari dalam negeri (Citra, 2005).
4 Dengan memperhatikan potensi pasar dunia akan wooden furniture, PT. X telah memutuskan untuk menangkap peluang pasar yang ada dengan meningkatkan kapasitas produksinya dan berubah orientasi produk dari outdoor furniture menjadi indoor furniture. Untuk memanfaatkan peluang pasar dan perubahan orientasi produk tersebut, maka perusahaan membutuhkan dukungan dana dari lembaga keuangan bank yang dapat membantu pencapaian tujuan dari perusahaan. Peran lembaga keuangan, perbankan dalam hal ini adalah untuk penyaluran pembiayaan dalam bentuk investasi maupun modal kerja. Untuk itu perusahaan mengajukan permohonan kerjasama dengan pihak Bank Syariah XYZ dalam rangka investasi perusahaan untuk pengembangan usaha mebel ini yang didasari dengan pembuatan studi kelayakan atas investasi yang akan dilakukan tersebut. Berdasarkan hal yang telah dijabarkan, maka permasalahan pada kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana aspek manajemen, aspek teknis dan produksi, aspek keuangan dan aspek pemasaran yang dilakukan oleh PT. X dalam penyusunan kelayakan pembiayaan? 2. Bagaimana analisis risiko yang dilakukan oleh PT. X dalam penyusunan kelayakan pembiayaan? 3. Bagaimana kelayakan pembiayaan yang disusun oleh PT. X dapat diterima oleh Bank Syariah XYZ?
5 B. TUJUAN Tujuan kajian ini secara umum adalah menganalisis kelayakan pengembangan usaha mebel kayu (wooden furniture) PT. X dalam upaya memperoleh fasilitas pembiayaan pada Bank Syariah XYZ. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui aspek-aspek manajemen, teknis dan produksi, keuangan dan pemasaran perusahaan dalam pelaksanaan penyusunan kelayakan pembiayaan. 2. Mengidentifikasi analisis risiko usaha perusahaan dalam penyusunan kelayakan pemberian pembiayaan pada PT. X. 3. Menganalisis kelayakan pemberian pembiayaan pada PT. X dari sudut manajemen, pemasaran, produksi, keuangan dan resiko yang dikaitkan dengan kebijakan perbankan syariah. C. MANFAAT Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi : 1. Kepada pihak perbankan syariah sebagai masukan apakah permohonan pembiayaan dari PT. X layak untuk dibiayai atau tidak. 2. Sebagai perluasan kajian ilmu manajemen yang menyangkut bidang analisa kelayakan pemberian pembiayaan. 3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian lanjutan atau sejenisnya.