BAB I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode penting dalam kehidupan manusia karena pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara, 2010). Remaja merasakan adanya perubahan seperti perubahan fisik, sikap, dan emosi yang sering tanpa disadari oleh remaja itu sendiri (Maentiningsih, 2008). Proses perubahan ini menjadikan remaja sebagai seorang individu yang unik dan memberikan ciri tersendiri pada setiap individu remaja (Soetjiningsih, 2010). Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia (Soetjiningsih, 2010). Hampir seperlima atau sekitar 17,5% dari penduduk dunia adalah remaja (orang yang berusia 10-19 tahun), sedangkan di negara berkembang kelompok ini memiliki proporsi yang lebih tinggi yaitu sekitar 23% (WHO, 2012). Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, dari jumlah tersebut 26,67% diantaranya adalah remaja (BPS, 2010). Remaja laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa dan remaja perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN, 2011). Persentase penduduk remaja di DIY sebanyak 7,89% dengan persentase remaja laki-laki sebanyak 8,16% dan remaja perempuan sebanyak 7,8% (BPS, 2010). Besarnya jumlah penduduk remaja akan berpengaruh pada aspek pembangunan sosial dan ekonomi pada saat ini maupun di masa yang akan datang (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN, 2011). Remaja perlu mendapat perhatian serius karena mereka sangat berisiko terhadap masalah- 1
2 masalah kesehatan reproduksi, seperti perilaku seksual pranikah, NAPZA, dan HIV/AIDS (TRIAD KRR) (BKKBN, 2006). Prevalensi perilaku berisiko pada remaja semakin meningkat karena remaja memiliki pengetahuan yang kurang dan sikap negatif terhadap kesehatan reproduksi (Lestary & Sugiharti, 2011). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih relatif rendah. Remaja perempuan yang tidak tahu tentang perubahan fisiknya saat pubertas sebanyak 4,7%, sedangkan pada remaja laki-laki masih menunjukkan angka yang lebih tinggi yaitu sebanyak 11,1% (BPS, 2012). Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2013, remaja yang mengetahui masa subur dengan benar sebanyak 21%. Remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 15-19 tahun yang tahu tentang cara mengurangi risiko tertular HIV/AIDS dengan penggunaan kondom dan membatasi berhubungan seks dengan satu pasangan berturut-turut sebanyak 34,4% dan 28% (BKKBN, 2013). Sekarang ini remaja cenderung bersikap permisif, terutama terhadap perilaku seks bebas (Azinar, 2013). Sebagian besar remaja mendukung perilaku seks pranikah (Pawestri, 2013). Menurut Maolinda (2012) sebagian besar remaja menunjukkan sikap negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan HIV/AIDS. Pandangan negatif terhadap penderita HIV/AIDS dan seks pranikah tersebut menjadi tolak ukur bahwa sebagian besar remaja belum memiliki sikap postif terhadap kesehatan reproduksi. Menurut Afrima (2011), siswa SMA yang memiliki sikap negatif terhadap kesehatan reproduksi masih relatif tinggi yaitu sebanyak 31,01%.
3 Remaja membutuhkan informasi yang berkaitan dengan keterampilan untuk memproteksi kesehatan reproduksinya (Haberland & Rogow, 2014). Pemerintah melalui BKKBN menyelenggarakan program dan kegiatan pembinaan untuk menangani permasalahan dan meningkatkan kualitas remaja (BKKBN, 2006). BKKBN mengembangkan program Generasi Berencana (GenRe) melalui wadah PIK-KRR (BKKBN, 2012). PIK-KRR dibentuk dengan tujuan untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku kesehatan reproduksi yang baik (Afrima et al., 2011). Keberadaan PIK-KRR sangat penting dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling yang akurat mengenai kesehatan reproduksi remaja (KRR) (Alyas, 2011). Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kualitas remaja, maka PIK- KRR dikembangkan melalui tiga tahapan yaitu tahap tumbuh, tegak, dan tegar (BKKBN, 2009 b ). Tahap tegar merupakan tahapan tertinggi dalam pengembangan PIK-KRR (BKKBN, 2012). PIK-KRR tahap tegar memiliki ciri kegiatan, materi pembelajaran, dan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan tahap PIK- KRR yang lain, sehingga bisa dijadikan pedoman bagi tahap lain untuk meningkatkan kualitas programnya (BKKBN, 2006). BKKBN melakukan monitor dan evaluasi sebanyak 4 kali dalam setahun untuk menentukan tingkat kemajuan PIK-KRR pada setiap tahapannya (BKKBN, 2007). PIK-KRR telah diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di DIY. Berdasarkan studi pendahuluan ke BKKBN DIY, pencapaian PIK-KRR di DIY secara keseluruhan pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi
4 83,03% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pencapaian PIK-KRR tahap tegar di Kabupaten Bantul pada awal tahun 2015 adalah paling buruk diantara kabupaten lain di DIY yaitu 64,29%. Hasil dari monitoring dan evaluasi PIK- KRR yang kedua kalinya di tahun 2015 menunjukkan hasil yang mengejutkan karena pencapaian PIK-KRR tahap tegar di Kabupaten Bantul mencapai 93,33% dan menjadi pencapaian yang paling baik diantara kabupaten lain. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Kabupaten Bantul karena memiliki kecenderungan pencapaian PIK-KRR tahap tegar yang sangat baik jika dibandingkan dengan kabupaten lain di DIY. PIK-KRR juga telah terbentuk di lingkungan desa, pesantren, tempat kerja, organisasi kepemudaan, LSM, sekolah umum, sekolah kejuruan atau sekolah keagamaan (BKKBN, 2006). Program edukasi kesehatan reproduksi di sekolah efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa terhadap kesehatan reproduksi (Sommart & Sota, 2013). Remaja juga dapat memperoleh informasi yang akurat tentang kesehatan reproduksi di sekolah (Santrock, 2003). Sampai saat ini belum ada SMP di kabupaten Bantul yang memiliki PIK-KRR tahap tegar, sedangkan SMA yang memiliki PIK-KRR tahap tegar di Kabupaten Bantul antara lain: SMA N 3 Bantul, SMA N 1 Kretek, SMA N 1 Pundong, SMA N 1 Srandakan, dan SMA N 1 Sanden (BKKBN, 2014). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan hanya ada 2 sekolah yang mempunyai ciri kegiatan, materi pembelajaran, dan fasilitas PIK-KRR yang lengkap sesuai dengan kriteria PIK-KRR tahap tegar yang telah ditentukan oleh BKKBN, yaitu SMA N 1 Pundong dan SMA N 1 Srandakan. Penelitian tentang PIK-KRR telah dilakukan
5 di beberapa wilayah di DIY, tetapi sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja anggota PIK-KRR di sekolah. Berdasarkan ulasan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA N 1 Pundong dan SMA N 1 Srandakan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul. b. Mengetahui gambaran sikap terhadap kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul.
6 c. Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lingkungan, kebudayaan, dan sumber informasi dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul. d. Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lingkungan, kebudayaan, dan sumber informasi dengan sikap terhadap kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Menambah wawasan dan keilmuan tentang kesehatan reproduksi yang bisa dijadikan sebagai bahan referensi di bidang maternitas. 2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja. Memberikan informasi kepada siswa anggota PIK-KRR mengenai manfaat PIK-KRR, sehingga diharapkan siswa menjadi lebih aktif dalam memanfaatkan PIK-KRR di sekolah. b. Bagi pemerintah. Pemerintah khususnya BKKBN DIY dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan evaluasi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan program kesehatan reproduksi bagi remaja.
7 c. Bagi sekolah. Dapat mengoptimalkan penerapan PIK-KRR di sekolah dan menjadikan progam tersebut sebagai pelengkap sumber informasi kesehatan reproduksi bagi siswa. d. Bagi peneliti. Menambah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan dapat menjadikan penelitian ini sebagai upaya pembelajaran dalam melakukan penelitian. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terkait dengan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain: 1. Palinggi (2009) dengan judul Pengetahuan dan sikap mengenai HIV/AIDS siswa dengan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) dan siswa tanpa PIK-KRR di Kota Palu. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas pendidikan HIV/AIDS dalam lingkungan sekolah melalui PIK-KRR terhadap pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS serta sikap siswa terhadap ODHA. Penelitian tersebut berbentuk survei analitik yang menggunakan rancangan penelitian cross sectional dan pendekatan kuantitatif yang dilakukan pada 454 siswa di seluruh SMA di Kota Palu. Hasil penelitian menunjukkan siswa yang mengikuti PIK-KRR memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS 1,2 kali lebih baik dari pada siswa non PIK-KRR, sedangkan untuk variabel sikap didapatkan hasil tidak ada perbedaan sikap terhadap ODHA pada
8 siswa PIK-KRR dan non PIK-KRR. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada subyek penelitian dan pendekatan penelitian yang digunakan. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah rancangan penelitian dan variabel yang diteliti. Peneliti ini berbentuk deskriptif kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional untuk meneliti variabel pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi. 2. Sommart & Sota (2013) dengan judul The effectiveness of a school-based sexual health education program for junior high school students in Khon Kaen, Thailand. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi efektivitas program edukasi kesehatan reproduksi di sekolah. Penelitian tersebut merupakan penelitian quasi eksperimental dengan metode pre-test and post-test design dan pendekatan kuantitatif yang dilakukan pada 66 siswa dari dua SMP yang berada di Khon Kaen. Hasil penelitian menunjukkan program edukasi kesehatan reproduksi di sekolah efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan seksual dan reproduksi pada siswa SMP. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada variabel penelitian dan pendekatan penelitian yang digunakan. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah subyek penelitian dan rancangan penelitian yang digunakan. Peneliti ini berbentuk deskriptif kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional untuk meneliti variabel pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada siswa SMA. 3. Lokbere et al,, (2013) dengan judul Gambaran pengetahuan mahasiswa Universitas Sam Ratulangi asal Timika Papua tentang kesehatan reproduksi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan
9 perilaku mahasiswa tentang kesehatan reproduksi. Penelitian tersebut berbentuk deskriptif dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional dan pendekatan kuantitatif yang dilakukan pada 69 responden. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 94,20% respoden mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi, sebanyak 65,21% responden memiliki sikap yang baik terhadap kesehatan reproduksi, dan sebanyak 65,21% responden memiliki tindakan yang baik terhadap kesehatan reproduksi. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada rancangan penelitian dan pendekatan penelitian yang digunakan. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah subyek penelitian dan variabel yang diteliti. Peneliti melibatkan subyek penelitian siswa SMA anggota PIK-KRR tahap tegar untuk meneliti variabel berupa pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi.