BAB I. PENDAHULUAAN. pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah penduduk yang berusia tahun yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi kesehatan reproduksi sangat penting dalam pembangunan nasional karena remaja adalah aset dan generasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 1 juta orang mendapatkan Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap hari. Setiap tahun sekitar 500 juta

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA 1 PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

UNIVERSITAS UDAYANA LUH GD. DWI KARTIKA PUTRI

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 7 Juli 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia merupakan remaja berumur tahun dan sekitar 900

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN sebanyak 1,1 juta orang (WHO, 2015). menurut golongan umur terbanyak adalah umur tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa adalah remaja usia tahun (BkkbN,2014). Menurut bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia. dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP SEKSUALITAS DENGAN PERILAKU PACARAN PADA PELAJAR SLTA DI KOTA SEMARANG NASKAH PUBLIKASI

proses kaderisasi. Adanya dukungan kebijakan yang tidak diimbangi dukungan dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMP YANG MENERAPKAN PIK-R DAN TIDAK MENERAPKAN PIK-R

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua dengan remaja,

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah harapan suatu bangsa, karena masa depan bangsa

BAB 1 : PENDAHULUAN. terdapat orang terinfeksi HIV baru dan orang meninggal akibat AIDS.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. tumpuan harapan yang akan bisa melanjutkan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk muda yaitu umur tahun. Menurut Badan Pusat Statistik DIY

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun 2013 Wolrd Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. selain jumlah sangat besar (menurut BPS tidak kurang dari 43,6 juta j iwa atau

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan perilaku dan kesehatan reproduksi remaja seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu mulai berkembang dan pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

EFEKTIVITAS LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PUNCU TAHUN AJARAN 2016/2017

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

PERAN KONSELOR SEBAYA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG TRIAD KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PELAJAR TERHADAP PROGRAM GENERASI BERENCANA DI SMA NEGERI 13 MEDAN TAHUN 2015

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode penting dalam kehidupan manusia karena pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara, 2010). Remaja merasakan adanya perubahan seperti perubahan fisik, sikap, dan emosi yang sering tanpa disadari oleh remaja itu sendiri (Maentiningsih, 2008). Proses perubahan ini menjadikan remaja sebagai seorang individu yang unik dan memberikan ciri tersendiri pada setiap individu remaja (Soetjiningsih, 2010). Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia (Soetjiningsih, 2010). Hampir seperlima atau sekitar 17,5% dari penduduk dunia adalah remaja (orang yang berusia 10-19 tahun), sedangkan di negara berkembang kelompok ini memiliki proporsi yang lebih tinggi yaitu sekitar 23% (WHO, 2012). Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, dari jumlah tersebut 26,67% diantaranya adalah remaja (BPS, 2010). Remaja laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa dan remaja perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN, 2011). Persentase penduduk remaja di DIY sebanyak 7,89% dengan persentase remaja laki-laki sebanyak 8,16% dan remaja perempuan sebanyak 7,8% (BPS, 2010). Besarnya jumlah penduduk remaja akan berpengaruh pada aspek pembangunan sosial dan ekonomi pada saat ini maupun di masa yang akan datang (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN, 2011). Remaja perlu mendapat perhatian serius karena mereka sangat berisiko terhadap masalah- 1

2 masalah kesehatan reproduksi, seperti perilaku seksual pranikah, NAPZA, dan HIV/AIDS (TRIAD KRR) (BKKBN, 2006). Prevalensi perilaku berisiko pada remaja semakin meningkat karena remaja memiliki pengetahuan yang kurang dan sikap negatif terhadap kesehatan reproduksi (Lestary & Sugiharti, 2011). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih relatif rendah. Remaja perempuan yang tidak tahu tentang perubahan fisiknya saat pubertas sebanyak 4,7%, sedangkan pada remaja laki-laki masih menunjukkan angka yang lebih tinggi yaitu sebanyak 11,1% (BPS, 2012). Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2013, remaja yang mengetahui masa subur dengan benar sebanyak 21%. Remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 15-19 tahun yang tahu tentang cara mengurangi risiko tertular HIV/AIDS dengan penggunaan kondom dan membatasi berhubungan seks dengan satu pasangan berturut-turut sebanyak 34,4% dan 28% (BKKBN, 2013). Sekarang ini remaja cenderung bersikap permisif, terutama terhadap perilaku seks bebas (Azinar, 2013). Sebagian besar remaja mendukung perilaku seks pranikah (Pawestri, 2013). Menurut Maolinda (2012) sebagian besar remaja menunjukkan sikap negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan HIV/AIDS. Pandangan negatif terhadap penderita HIV/AIDS dan seks pranikah tersebut menjadi tolak ukur bahwa sebagian besar remaja belum memiliki sikap postif terhadap kesehatan reproduksi. Menurut Afrima (2011), siswa SMA yang memiliki sikap negatif terhadap kesehatan reproduksi masih relatif tinggi yaitu sebanyak 31,01%.

3 Remaja membutuhkan informasi yang berkaitan dengan keterampilan untuk memproteksi kesehatan reproduksinya (Haberland & Rogow, 2014). Pemerintah melalui BKKBN menyelenggarakan program dan kegiatan pembinaan untuk menangani permasalahan dan meningkatkan kualitas remaja (BKKBN, 2006). BKKBN mengembangkan program Generasi Berencana (GenRe) melalui wadah PIK-KRR (BKKBN, 2012). PIK-KRR dibentuk dengan tujuan untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku kesehatan reproduksi yang baik (Afrima et al., 2011). Keberadaan PIK-KRR sangat penting dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling yang akurat mengenai kesehatan reproduksi remaja (KRR) (Alyas, 2011). Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kualitas remaja, maka PIK- KRR dikembangkan melalui tiga tahapan yaitu tahap tumbuh, tegak, dan tegar (BKKBN, 2009 b ). Tahap tegar merupakan tahapan tertinggi dalam pengembangan PIK-KRR (BKKBN, 2012). PIK-KRR tahap tegar memiliki ciri kegiatan, materi pembelajaran, dan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan tahap PIK- KRR yang lain, sehingga bisa dijadikan pedoman bagi tahap lain untuk meningkatkan kualitas programnya (BKKBN, 2006). BKKBN melakukan monitor dan evaluasi sebanyak 4 kali dalam setahun untuk menentukan tingkat kemajuan PIK-KRR pada setiap tahapannya (BKKBN, 2007). PIK-KRR telah diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di DIY. Berdasarkan studi pendahuluan ke BKKBN DIY, pencapaian PIK-KRR di DIY secara keseluruhan pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi

4 83,03% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pencapaian PIK-KRR tahap tegar di Kabupaten Bantul pada awal tahun 2015 adalah paling buruk diantara kabupaten lain di DIY yaitu 64,29%. Hasil dari monitoring dan evaluasi PIK- KRR yang kedua kalinya di tahun 2015 menunjukkan hasil yang mengejutkan karena pencapaian PIK-KRR tahap tegar di Kabupaten Bantul mencapai 93,33% dan menjadi pencapaian yang paling baik diantara kabupaten lain. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Kabupaten Bantul karena memiliki kecenderungan pencapaian PIK-KRR tahap tegar yang sangat baik jika dibandingkan dengan kabupaten lain di DIY. PIK-KRR juga telah terbentuk di lingkungan desa, pesantren, tempat kerja, organisasi kepemudaan, LSM, sekolah umum, sekolah kejuruan atau sekolah keagamaan (BKKBN, 2006). Program edukasi kesehatan reproduksi di sekolah efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa terhadap kesehatan reproduksi (Sommart & Sota, 2013). Remaja juga dapat memperoleh informasi yang akurat tentang kesehatan reproduksi di sekolah (Santrock, 2003). Sampai saat ini belum ada SMP di kabupaten Bantul yang memiliki PIK-KRR tahap tegar, sedangkan SMA yang memiliki PIK-KRR tahap tegar di Kabupaten Bantul antara lain: SMA N 3 Bantul, SMA N 1 Kretek, SMA N 1 Pundong, SMA N 1 Srandakan, dan SMA N 1 Sanden (BKKBN, 2014). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan hanya ada 2 sekolah yang mempunyai ciri kegiatan, materi pembelajaran, dan fasilitas PIK-KRR yang lengkap sesuai dengan kriteria PIK-KRR tahap tegar yang telah ditentukan oleh BKKBN, yaitu SMA N 1 Pundong dan SMA N 1 Srandakan. Penelitian tentang PIK-KRR telah dilakukan

5 di beberapa wilayah di DIY, tetapi sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja anggota PIK-KRR di sekolah. Berdasarkan ulasan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA N 1 Pundong dan SMA N 1 Srandakan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul. b. Mengetahui gambaran sikap terhadap kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul.

6 c. Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lingkungan, kebudayaan, dan sumber informasi dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul. d. Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lingkungan, kebudayaan, dan sumber informasi dengan sikap terhadap kesehatan reproduksi pada siswa anggota PIK-KRR di SMA wilayah Bantul. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Menambah wawasan dan keilmuan tentang kesehatan reproduksi yang bisa dijadikan sebagai bahan referensi di bidang maternitas. 2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja. Memberikan informasi kepada siswa anggota PIK-KRR mengenai manfaat PIK-KRR, sehingga diharapkan siswa menjadi lebih aktif dalam memanfaatkan PIK-KRR di sekolah. b. Bagi pemerintah. Pemerintah khususnya BKKBN DIY dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan evaluasi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan program kesehatan reproduksi bagi remaja.

7 c. Bagi sekolah. Dapat mengoptimalkan penerapan PIK-KRR di sekolah dan menjadikan progam tersebut sebagai pelengkap sumber informasi kesehatan reproduksi bagi siswa. d. Bagi peneliti. Menambah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan dapat menjadikan penelitian ini sebagai upaya pembelajaran dalam melakukan penelitian. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terkait dengan pengetahuan dan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain: 1. Palinggi (2009) dengan judul Pengetahuan dan sikap mengenai HIV/AIDS siswa dengan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) dan siswa tanpa PIK-KRR di Kota Palu. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas pendidikan HIV/AIDS dalam lingkungan sekolah melalui PIK-KRR terhadap pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS serta sikap siswa terhadap ODHA. Penelitian tersebut berbentuk survei analitik yang menggunakan rancangan penelitian cross sectional dan pendekatan kuantitatif yang dilakukan pada 454 siswa di seluruh SMA di Kota Palu. Hasil penelitian menunjukkan siswa yang mengikuti PIK-KRR memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS 1,2 kali lebih baik dari pada siswa non PIK-KRR, sedangkan untuk variabel sikap didapatkan hasil tidak ada perbedaan sikap terhadap ODHA pada

8 siswa PIK-KRR dan non PIK-KRR. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada subyek penelitian dan pendekatan penelitian yang digunakan. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah rancangan penelitian dan variabel yang diteliti. Peneliti ini berbentuk deskriptif kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional untuk meneliti variabel pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi. 2. Sommart & Sota (2013) dengan judul The effectiveness of a school-based sexual health education program for junior high school students in Khon Kaen, Thailand. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi efektivitas program edukasi kesehatan reproduksi di sekolah. Penelitian tersebut merupakan penelitian quasi eksperimental dengan metode pre-test and post-test design dan pendekatan kuantitatif yang dilakukan pada 66 siswa dari dua SMP yang berada di Khon Kaen. Hasil penelitian menunjukkan program edukasi kesehatan reproduksi di sekolah efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan seksual dan reproduksi pada siswa SMP. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada variabel penelitian dan pendekatan penelitian yang digunakan. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah subyek penelitian dan rancangan penelitian yang digunakan. Peneliti ini berbentuk deskriptif kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional untuk meneliti variabel pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada siswa SMA. 3. Lokbere et al,, (2013) dengan judul Gambaran pengetahuan mahasiswa Universitas Sam Ratulangi asal Timika Papua tentang kesehatan reproduksi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan

9 perilaku mahasiswa tentang kesehatan reproduksi. Penelitian tersebut berbentuk deskriptif dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional dan pendekatan kuantitatif yang dilakukan pada 69 responden. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 94,20% respoden mempunyai pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi, sebanyak 65,21% responden memiliki sikap yang baik terhadap kesehatan reproduksi, dan sebanyak 65,21% responden memiliki tindakan yang baik terhadap kesehatan reproduksi. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada rancangan penelitian dan pendekatan penelitian yang digunakan. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah subyek penelitian dan variabel yang diteliti. Peneliti melibatkan subyek penelitian siswa SMA anggota PIK-KRR tahap tegar untuk meneliti variabel berupa pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi.