BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapi.

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. untuk aktif di dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. antara subjek dengan benda dan hak kebendaan 1. Selain itu pengertian hukum benda

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Analisis yuridis..., Liana Maria Fatikhatun, FH UI., 2009.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank selaku badan

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah, masyarakat, perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan ekonomi tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam. 1 Terkait dengan hal ini, bank dan lembaga keuangan memiliki peranan yang penting. Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang bagi masyarakat yang membutuhkannya. 2 Bank memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Perbankan Indonesia melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Tujuan perbankan Indonesia ialah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan 1 Lihat bagian umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 2 Kasmir, Bank dan lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 25.

2 pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara yuridis, bank berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998) adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 3 Berdasarkan pengertian tersebut, Kasmir menjelaskan dengan lebih luas bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan. Artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. 4 Sejalan dengan perkembangan perekonomian dunia, lembaga keuangan yang berkembang dalam kurun waktu 25 (dua puluh lima) tahun terakhir di Indonesia adalah lembaga perbankan. Kegiatan lembaga perbankan senantiasa menjalani proses penyesuaian ke arah yang lebih progresif sesuai dengan perkembangan perekonomian negara dan transaksi dunia usaha. Oleh karena itu lembaga perbankan memiliki peran yang amat besar dalam pencapaian keberhasilan pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan khususnya dalam 3 Definisi berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998. 4 Kasmir., Loc.cit, hlm. 25.

3 bidang ekonomi Indonesia. 5 Untuk melakukan peminjaman kredit melalui fasilitas perbankan dibutuhkan jaminan. Jaminan memberikan makna adanya perlindungan kepada kreditur yang telah mengeluarkan pinjaman (dana) kepada debitur dan memberikan kepastian hukum akan kembalinya sejumlah dana yang telah diperoleh debitur dari kreditur. Salah satu lembaga penjaminan yang dikenal di Indonesia adalah Fidusia atau yang lazim dikenal dengan nama FEO (fiduuciare eigendoms overdracht) pada dasarnya merupakan perjanjian acessor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor. Akan tetapi, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai, sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian dinamakan penyerahan secara constitutum possesorim, artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura). Dengan demikian hubungan hukum antara pemberi fidusia (debitor) dengan penerima fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. 6 Secara historis, fidusia merupakan lembaga jaminan yang sudah lama dikenal dalam masyarakat Romawi yang berakar dari hukum kebiasaan. Kemudian lahir dalam yurisprudensi, dan sekarang ini diformalkan dalam Undang-Undang. Fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum 5 Zulfi Diane Zaini, Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, (Bandung: CV Keni Media, 2012), hlm. 43-44. 6 Elsi Kartika Sari & Advendi Simanungson, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II Revisi) (Jakarta: Grasindo), hlm. 23.

4 perdata barat yang eksistensi dan perkembangannya selalu dikaitkan dengan sistem sistem hukum yang disebut civil law. 7 Menurut Munir Fuady, setelah sekian lama praktik jaminan fidusia tidak lagi digunakan, pada abad ke-19 di Eropa terjadi kelesuan ekonomi akibat kemerosotan hasil panen, sehingga semua perusahaan-perusahaan pertanian membutuhkan modal. Sementara lembaga hipotik tidak dapat diandalkan sebab para petani mempunyai luas tanah yang sangat terbatas untuk dapat dijadikan jaminan hutang. Di sisi lain agar petani dapat mengambil kreditnya, pihak perbankan juga meminta jaminan lain dalam bentuk gadai. Namun para petani tidak dapat menyerahkan barang-barangnya karena dibutuhkan untuk proses produksi pertanian, di sisi lain pihak bank juga tidak membutuhkan barang-barang tersebut untuk diserahkan kepada pihak bank sebagai jaminan hutang. 8 Sebelum diberlakukan undang-undang yang mengatur jaminan fidusia, tidak ada kejelasan mengenai bagaimana caranya mengeksekusi objek jaminan fidusia. Oleh karena tidak ada ketentuan yang mengaturnya, banyak yang menafsirkan eksekusi objek jaminan fidusia dengan memakai prosedur gugatan biasa lewat pengadilan dengan proses yang panjang, mahal dan melelahkan. 9 7 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia : Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Cetakan II, (Bandung: PT. Alumni, 2006), hlm. 35. 8 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm 11. 9 Usman Rachmadi, Hukum Jaminan Keperdataan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 229.

5 Indonesia telah memiliki instrumen hukum yang mengatur mengenai fidusia, yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999). Latar belakang terbentuknya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 karena adanya kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, yang diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan. Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia. Berdasarkan uraian pertimbangan diatas, pemerintah Indonesia memandang perlu membentuk undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, kegiatan pinjam meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau hak jaminan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Undang-Undang ini sekaligus sebagai pengganti dari lembaga hipotek atas tanah dan credietverband. 10 10 Elsi Kartika Sari & Advendi Simanungson, Op.cit., hlm. 23, sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1992, lembaga jaminan fidusia telah diakui berdasarkan

6 Di samping itu, lembaga jaminan lain yang banyak digunakan dewasa ini adalah gadai, hipotek selain tanah, dan jaminan fidusia. Ketentuan perundang-undangan lain yang terkait dengan jaminan fidusia adalah Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara. Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum. Lembaga jaminan fidusia memungkinkan kepada para pemberi fidusia untuk menguasai benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia. Pada awalnya, benda yang menjadi obyek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi obyek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak. yurisprudensi Keputusan Hooggerechtsh tanggal 18 Agustus 1932 serta Keputusan Mahkamah Agung tanggal 1 September 1971 Reg. No. 372 K/Sip/1970.

7 Sebelum Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), barang dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, didalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 obyek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 diatur tentang pendaftaran jaminan fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran jaminan fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain Karena jaminan fidusia memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan, maka diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undangundang ini dapat memberikan jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap Benda tersebut.

8 Jaminan fidusia memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi pemberi fidusia. Namun sebaliknya apabila jaminan fidusia tidak didaftarkan, maka kepentingan pihak yang menerima fidusia menjadi tidak terjamin, karena pemberi fidusia mungkin saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan penerima fidusia. Mengenai pendaftaran jaminan fidusia, Pasal 11 sampai 18 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 telah mengatur sebagai berikut. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 menegaskan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Dalam hal benda yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban pendaftaran tersebut tetap berlaku. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 menentukan bahwa pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Kantor Pendaftaran Fidusia berada dalam lingkup tugas Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia. Pernyataan pendaftaran memuat beberapa hal sebagaimana ditentukan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu: a. Identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;

9 b. Tanggal, nomor akta jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia; c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; d. Uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; e. Nilai penjaminan; dan f. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Pasal 14 mengatur bahwa kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat jaminan fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal terkait pernyataan pendaftaran jaminan fidusia. Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku Daftar fidusia. Lebih lanjut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 menentukan, dalam sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila debitor cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.

10 Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan, penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia. Kantor pendaftaran fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku daftar fidusia dan menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia. Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar. Segala keterangan mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum. Ketentuan ini tercantum pada Pasal 16 sampai Pasal 18 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999. Walaupun Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 telah mengatur mengenai pendaftaran jaminan fidusia, namun dalam pelaksanaannya banyak terjadi persoalan hukum sebagai akibat jaminan fidusia yang belum atau tidak didaftarkan, padahal merupakan jaminan atas fasilitas kredit di bank. Persoalan hukum dapat timbul dalam hal fasilitas kredit belum lunas, debitur meninggal dunia, sedangkan jaminan fidusia belum didaftarkan, apa akibat yang diterima oleh bank sebagai pemberi kredit sekaligus penerima fidusia, dari persoalan hukum tersebut akan muncul pula pertanyaan apakah ahli waris dapat dimintai pertanggung jawaban oleh bank atas kewajiban pewaris pada bank. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : Akibat Hukum Jaminan

11 Fidusia Yang Belum Didaftarkan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Yaitu membahas permasalahan yang disajikan berdasarkan analisis dan kajian hukum mengenai Kajian Yuridis Tentang Akibat Hukum Jaminan Fidusia Yang Belum Didaftarkan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis ingin mengupas beberapa permasalahan yang dijadikan obyek di dalam penulisan Tesis ini adalah : 1). Bagaimana akibat hukum atas jaminan fidusia yang belum didaftarkan? 2). Apakah dalam hal ini ahli waris dapat dimintai pertanggung-jawaban oleh bank, atas kewajiban pewaris pada bank? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan atau penulisan Tesis ini adalah sebagai berikut :

12 a. Tujuan Umum Penulis ingin mengetahui akibat hukum yang timbul pada jaminan fidusia yang belum didaftarkan atau tidak didaftarkan. b. Tujuan Khusus Dapat bermanfaat bagi masyarakat yang berkecimpung di bidang perjanjian khususnya perjanjian dengan jaminan fidusia dengan memahami mengenai akibat hukum jaminan fidusia yang belum didaftarkan. 2. Manfaat Penelitian Menambah kajian ilmu hukum pidana bagi pada Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya dan bagi seluruh kalangan Akademis. Sehingga dengan demikian dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya serta untuk menambah pengetahuan, dan wawasan penulis khususnya di bidang ilmu hukum dan hukum jaminan khususnya jaminan fidusia. D. Landasan Teori Secara yuridis berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, fidusia adalah Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Di sisi lain berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak

13 dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (fiduuciare eigendoms overdracht) yang dasarnya merupakan perjanjian acessor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor. Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian dinamakan penyerahan secara constitutum possesorim, artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura). Dengan demikian hubungan hukum antara pemberi fidusia (debitor) dengan penerima fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada kreditor secara kepercayaan sebagai jaminan utang. 11 Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Pembebanan enda 11 Elsi Kartika Sari & Advendi Simanungson, Op.cit., hlm. 23.

14 dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia berupa akta Jaminan Fidusia. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, Akta Jaminan Fidusia sekurang-kurangnya memuat: identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan, dan nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa : utang yang telah ada, utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu, atau utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi. Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari Penerima Fidusia tersebut. Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Pembebanan jaminan atas Benda atau piutang yang diperoleh kemudian tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri. Kecuali diperjanjikan lain Jaminan Fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia, dan Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia diasuransikan. Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Dalam hal

15 benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban tersebut tetap berlaku. Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia. Pernyataan pendaftaran memuat: a. Identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; b. Tanggal, nomor akta jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia; c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; d. Uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; e. Nilai penjaminan; dan f. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia. Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia. Dalam sertifikat Jaminan fidusia dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

16 Sertifikat Jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, Penerima Fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada Kantor Pendaftaran Fidusia alinia baru. Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam Buku Daftar Fidusia dan menerbitkan Pernyataan Perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia. Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar. Segala keterangan mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum. Penelitian ini menggunakan konsep atau istilah-istilah yang perlu didefinisikan sebagai berikut. 1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 12 2. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang 12 Definisi berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.

17 tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. 13 3. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. 14 5. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. 15 6. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia. 16 7. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen. 17 8. Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang. 18 9. Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang. 19 13 Definisi berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 14 Definisi berdasarkan Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 15 Definisi berdasarkan Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 16 Definisi berdasarkan Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 17 Definisi berdasarkan Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 18 Definisi berdasarkan Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 19 Definisi berdasarkan Pasal 1 butir 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.

18 E. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Untuk itu juga diadakan penelitian yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 20 1. Sifat Penelitian Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif adalah suatu peneltian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Penelitian deskriptif bermaksud mempertegas hipotesis-hipotesis agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama, atau dalam kerangka menyusun teori-teori baru. 21 Penelitian ini dimaksudkan memberikan data mengenai akibat hukum jaminan fidusia yang belum didaftarkan berdasarkan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Selain itu, penelitian ini dimaksudkan memberikan data mengenai penerapan asas-asas hukum perjanjian terhadap perjanjian dengan jaminan fidusia dan jika jaminan fidusia tersebut ternyata tidak didaftarkan. 20 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajagrafindo, 1985), hlm. 43. 21 Ibid., hlm. 10

19 2. Metode Pendekatan Penelitian ini ditinjau dari metode pendekatan merupakan penelitian yuridis normatif. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian yuridis normatif adalah yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 22 Metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menganalisis berbagai bahan/referensi hukum, bahan yang bersifat primer, sekunder maupun tersier. 23 Penelitian yuridis normatif ini menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang (statute approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu penting yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adalah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang. Hasil telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. 24 22 Ibid., hlm. 13-14. Bandingkan dengan Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 118 menyebutkan bahwa pada penelitian hukum jenis normatif, sengketa hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 23 Ibid., hlm. 14. Bandingkan Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), hlm. 323, salah satu sumber data sekunder dalam penelitian hukum normative adalah internet yang menawarkan kemampuan berkomunikasi secara elektronik dengan cara cepat dan murah membuka cakrawala cara berkomunikasi yang baru, serta memberikan kemungkinan dan kemudian untuk mencari dan mengakses berbagai informasi yang diperlukan oleh seorang peneliti. 24 Ibid., hlm. 133.

20 3. Jenis dan Sumber Data Lazimnya dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data dari bahan pustaka. Sebagai penelitian yuridis normatif, penelitian yang menggunakan data sekunder (secondary data). 25 Data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan disertasi meliputi: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikat berupa: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata); Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia; Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan; b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa tulisan-tulisan ilmiah bidang hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum 25 Ibid., hlm. 12 menyebutkan data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan dan buku harian. Adapun ciri-ciri umum dari data sekunder adalah: 1. pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera; 2. baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisis maupun kemstruksi data; 3. tidak terbatas oleh waktu maupun tempat. Dari sudut tipenya, data sekunder dapat dibedakan antara data sekunder yang bersifat pribadi dan data sekunder yang bersifat publik. Data sekunder yang bersifat pribadi ialah dokumen pribadi seperti surat-surat, buku harian dan data pribadi yang tersimpan di lembaga di mana yang bersangkutan pernah bekerja atau sedang bekerja. Sedangkan data sekunder yang bersifat publik berupa data arsip yaitu data yang dapat dipergunakan untuk kepentingan ilmiah oleh para ilmuwan; data resmi pada instansi-instansi pemerintah yang kadang-kadang tidak mudah untuk diperoleh, oleh karena mungkin bersifat rahasia; data lain yang dipublikasikan misalnya yurisprudensi Mahkamah Agung. Selain itu Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, dalam Peranan dan Penggunaan Perppustakaan di dalam Penelitian Hukum, Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979), hal. 15 sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto, Ibid menyebutkan bahwa ciri-ciri umum data sekuder adalah : a. pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera; b. baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa maupun konstruksi data; c. tidak terbatas oleh waktu maupun tempat.

21 tertulis oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, serta hasil-hasil penelitian ilmiah sebelumnya mengenai masalah yang serupa. Literatur yang dipergunakan terkait dengan teori atau asas hukum mengenai hukum perjanjian dan hukum fidusia. c. Bahan hukum tertier berupa kamus atau ensiklopedia hukum. 4. Alat-alat Pengumpulan Data Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-masing atau bersama-sama. Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan content analysis. 26 Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka khususnya terkait dengan bidang hukum perjanjian, hukum jaminan, dan hukum fidusia. 5. Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu pendekatan yang menghasilkan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang ditelitinya. 27 Penelitian ini berupaya menganalisis penerapan asas-asas hukum perjanjian terhadap perjanjian dengan jaminan fidusia, khususnya jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. 26 Ibid., hlm. 21-22. 27 Ibid., hlm. 32.

22 F. Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing diuraikan lagi menjadi sub bab sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Landasasn Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini menguraikan mengenai perjanjian di bidang perbankan dan jaminan kebendaan. Bagian perjanjian di bidang perbankan menguraikan mengenai definisi perjanjian, mengenai asas-asas hukum perjanjian yang meliputi asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas itikad baik. Syarat-syarat sahnya perjanjian dijabarkan meliputi kesepakatan para pihak pada perjanjian, kecakapan para pihak dalam membuat perjanjian, halhal yang dapat diperjanjikan, dan syarat suatu sebab yang halal pada perjanjian. Selanjutnya, bagian mengenai jaminan kebendaan uraiannya terdiri dari uraian mengenai pengertian jaminan dan jaminan kebendaan. Lebih lanjut diuraikan mengenai instrumeninstrumen hukum yang mengatur mengenai jaminan dan jaminan kebendaan. Uraian selanjutnya mengenai pengertian fidusia, instrumen hukum jaminan fidusia, sifat jaminan fidusia, objek

23 jaminan fidusia, perjanjian pembebanan dan pendaftaran fidusia, mekanisme pembebanan hak milik atas rumah sebagai jaminan fidusia. BAB III JAMINAN FIDUSIA Bagian ini merupakan pembahasan atau analisis untuk menjawab rumusan permasalahan pertama sebagaimana telah disebutkan pada Bab I, yaitu bagaimana akibat hukum atas jaminan fidusia yang belum didaftarkan. BAB IV AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DIDAFTARKAN Bagian ini merupakan pembahasan atau analisis untuk menjawab rumusan permasalahan kedua sebagaimana telah disebutkan pada Bab I, yaitu apakah dalam hal ini ahli waris dapat dimintai pertanggung-jawaban oleh bank, atas kewajiban pewaris pada bank. BAB V : PENUTUP Mengenai Kesimpulan dan Saran. Adapun isi dari kesimpulan adalah tentang jawaban dari rumusan masalah baik permasalahan yang pertama maupun permasalahan yang kedua agar lebih jelas. Dan bagian kedua adalah saran. Saran merupakan rekomendasi penulis kepada dunia ilmu pengetahuan di bidang hukum.