Kajian Produktivitas Sapi Madura Study On Madura Cattle Productivity

dokumen-dokumen yang mirip
Kajian Produktivitas Sapi Madura (Study on Productivity of Madura Cattle)

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

PENDUGAAN HERITABILITAS, KORELASI GENETIK DAN KORELASI FENOTIPIK SIFAT BOBOT BADAN PADA SAPI MADURA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

Model Kurva Pertumbuhan Sapi Madura Betina dan Jantan Dari Lahir Sampai Umur Enam Bulan. Karnaen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI PASUNDAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER PADA BERBAGAI SKOR KONDISI TUBUH DI KECAMATAN TEGAL BULEUD KABUPATEN SUKABUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

Kata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate

Muhamad Fatah Wiyatna Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

KAJIAN MENGURANGI ANGKA KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR. Ati Rubianti, Amirudin Pohan dan Medo Kote

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

A. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

NI Luh Gde Sumardani

DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi Aceh Berdasarkan Berat Badan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

KERAGAAN REPRODUKSI SAPI BALI PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN TABANAN BALI

POLA ESTRUS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE DIBANDINGKAN DENGAN SILANGAN SIMMENTAL-PERANAKAN ONGOLE. Dosen Fakultas Peternakan UGM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

TAMPILAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI BALI PADA DUA MUSIM YANG BERBEDA DI TIMOR BARAT

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

Transkripsi:

Kajian Produktivitas Sapi Madura Study On Madura Cattle Productivity Karnaen dan Johar Arifin Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Abstrak Penelitian tentang kajian produktivitas sapi Madura telah dilaksanakan di kabupaten Bangkalan Madura. Obyek atau materi penelitian adalah ternak sapi Madura milik masyarakat petani peternak yang berlokasi di kabupaten Bangkalan. Adapun penelitian tersebut dilakukan pada musim kemarau dan musim hujan. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui keadaan umum dan profil peternak di kabupaten Bangkalan Madura; (2) mempelajari sifat kuantitatif produksi dan reproduksi dalam memberikan deskripsi yang lebih jelas tentang sapi Madura; (3) mempelajari perbedaan sifat kuantitatif reproduksi dan produksi sapi Madura pada musim kemarau dan musim hujan. Metode penelitian yang digunakan bersifat survey dan pengamatan tersendiri yang dikontrol secara berkala setiap bulan sekali. Pelaksanaan survey dilakukan di sepuluh kecamatan secara acak dari 18 kecamatan di kabupaten Bangkalan dan teknik pengambilan sampel berdasarkan teknik penarikan sampel secara acak berlapis. Pengamatan tersendiri dilakukan di kecamatan Geger dan kecamatan Socah dengan mengamati sapi sejak lahir sampai umur 12 bulan dengan mengadakan penimbangan berat badannya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa beberapa sifat reproduksi maupun sifat produksi pada musim kemarau berbeda nyata dibandingkan dengan sifat reproduksi dan sifat produksi pada musim hujan (P < 0,05). Kata kunci : Produktivitas sapi Madura Abstract A research on Madura Cattle productivity was conducted at Bangkalan District. The object of the study was Madura cattle were owned by peasants at Bangkalan District, which was observed in wet and dry seasons. The goals of the research are (1) to study the general place and profile of farmers at Bangkalan district in Madura; (2) to study aspects of production and reproduction to describe about Madura cattle; (3) to study different of production and reproduction on Madura cattle between wet and dry seasons. The methods of the study was survey and observation was conducted each month. The survey was conducted at 10 districts from 18 sub districts which chosen randomly using stratified random sampling method, at Bangkalan district. The observation was held at Geger and Socah Sub districts, which begun from birth up to one year old with measuring each body weight. The Madura cattle sample were 301. Based on the study, can be conclude that some reproduction trails and production trails as well, on dry season significant differ from wet season (P < 0,05). Keywords : Madura Cattle Productivity 1

Pendahuluan Produktivitas sapi potong sangat dipengaruhi oleh faktor genotipe dan lingkungan. Pertumbuhan anak sebelum dan sesudah disapih mempunyai arti sangat penting dalam usaha ternak sapi, karena kedua hal tersebut erat hubungannya dengan kemampuan untuk menghasilkan pertumbuhan yang efisien pada anak yang dilahirkan. Tingkat produktivitas ternak secara umum telah diketahui yaitu ditentukan oleh faktor kemampuan genetik, faktor lingkungan serta interaksi antar kedua faktor tersebut. Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa secara matematis gabungan faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi performans seekor ternak dapat ditentukan sebagai berikut : P = G + E, dimana P = Performans ; G = genetic ; dan E = lingkungan. Salah satu faktor lingkungan adalah iklim (Komarudin Ma sum dkk, 1991). Iklim meliputi temperatur, kelembaban, curah hujan, musim (musim hujan dan kemarau) dapat berpengaruh terhadap produktivitas. Darmadja (1980) menyatakan di dalam bidang peternakan produktivitas ternak merupakan potensi yang dapat dimanifestasikan dalam rangka meningkatkan nilai manfaatnya dan tercakup dalam dua aspek yaitu aspek reproduksi dan aspek produksi. Adapun produktivitas berkaitan dengan karakter yang dimiliki ternak. Dalam produksi ternak yang bersifat komersial, pendugaan produktivitas digunakan sebagai pedoman untuk menentukan kemajuan usaha atau atas dasar penetapan strategi usaha yang akan dijalankan. Aritomang (1993) menyatakan dari laporan yang ditelusuri dikemukakan beberapa kelompok karakteristik produktivitas ternak adalah (1) sifat penampakan anatomis eksterior seperti ukuran-ukuran tubuh; (2) sifat penampakan reproduksi dan produksi; dan (3) sifat penampakan karkas. Atas dasar Ilustrasi di atas, maka dapat dijabarkan maksud dan tujuan melakukan penelitian produkstivitas sapi Madura, yaitu (1) mengetahui keadaan umum dan profil peternak di kabupaten Bangkalan madura; (2) mempelajari sifat kuantitatif produksi dan reproduksi dalam memberikan deskripsi yang lebih jelas tentang sapi Madura; (3) mempelajari perbedaan sifat kuantitatif reproduksi dan 2

produksi sapi Madura pada musim kemarau dan musim hujan. Dengan tujuan tersebut maka diharapkan penelitian ini dapat mengungkap informasi ilmiah menyangkut beberapa sifat kuantitatif reproduksi dan produksi sapi madura yang dapat dijadikan landasan pemikiran bagi program pemuliaan ternak dalam rangka pelestarian sumberdaya genetik ternak asli di Indonesia. Metode Penelitian Penelitian mengenai produktivitas sapi Madura ini dilakukan di sepuluh kecamatan kabupaten Bangkalan yang dilakukan secara acak. Kecamatan tersebut meliputi Bangkalan, Aros Baya, Burneh, Socah, Kelampis yang mewakili ketinggian 10 meter di atas permukaan laut, sedangkan kecamatan Blega, Galis,, Tanah Merah, Geger dan kokop yang mewakili ketinggian > 10 meter di atas permukaan laut. Obyek atau materi penelitian adalah ternak sapi Madura milik masyarakat petani-peternak yang berlokasi di kabupaten Bangkalan. Sapi Madura yang diteliti dan diamati berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Metode penelitian yang digunakan adalah survey. Teknik penarikan sampel dilakukan secara acak berlapis, dimana setiap lapisan atau strata berdasarkan letak geografis yaitu ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut dan ketinggian di atas 10 meter di atas permukaan laut. Banyaknya sapi sebagai sampel adalah 301 ekor. Variabel yang diukur meliputi sifat reproduksi dan sifat produksi yang dilakukan pada musim kemarau dan musim hujan. Aspek reproduksi yang dibahas meliputi umur pubertas, panjang siklus birahi, lama birahi, banyaknya kawin per kebuntingan dan jumlah sapi yang bunting. Umur pubertas yang diobservasi sebanyak 30 ekor sapi Madura betina. Tolok ukur untuk mengetahui kemampuan berproduksi dapat didekati dengan beberapa pengukuran yang meliputi berat lahir, berat sapih dan ukuran-ukuran tubuh. Informasi tentang berat lahir dihimpun berdasarkan pengamatan di lapangan pada musim kemarau dan musim hujan dari 10 kecamatan yang terpilih secara acaksebagai sampel di kabupaten Bangkalan Madura. Anak sapi yang diamati 99 ekor yang dikelompokkan ke dalam tiga kelahiran yang terdiri dari 42 ekor diamati pada musim kemarau dan 57 ekor 3

diamati pada musim hujan. Dalam hal berat lahir digunakan sebagai kriteria maka berat lahir yang terkumpul disesuaikan dengan berat kelahiran jantan, maka untuk itu digunakan faktor koreksi sebesar 1,07 (USDA, 1981). Analisis statistika dari data yang terkumpul dengan menggunakan metode analisis ragam atau analisis varian klasifikasi satu arah dan klasifikasi dua arah, yang kemudian dilakukan uji lanjut melalui uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1995). Hasil dan Pembahasan 1. Aspek Reproduksi Sifat reproduksi merupakan salah satu karakter produktivitas dan gambaran tingkat kemampuan ternak dalam pembentukan hasil atau produk. Penampilan reproduksi sapi Madura yang diukur meliputi rata-rata umur pubertas, panjang siklus birahi, banyaknya kawin per kebuntingan. Adapun rata-rata umur pubertas sapi Madura tercantum pada tabel 1. Tabel 1. rata-rata umur pubertas pada setiap kelahiran sapi Madura betina Anak kelahiran ke n Rata-rata umur pubertas (Hari) Signifikasi (0,05) 1 10 697,10 ± 46,86 a 2 9 678,67 ± 63,47 a 3 11 666,82 ± 59,18 a Keterangan: huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata Dari tabel 1 tampak bahwa antar kelahiran menunjukkan tidak berbeda nyata, ini berarti antar anak kelahiran yang satu dengan antar anak kelahiran yang lain rata-rata umur pubertas relatif sama. Bila diperhatikan kisaran sapi Madura lebih panjang dari sapi Eropah dengan kisaran 510 640 hari. Perbedaan ini disebabkan faktor genetik yang dicerminkan oleh perbedaan bangsa dan pengaruh faktor lingkungan terutama pakan (Toelihere, 1981). Adapun penampilan reproduksi yang diamati pada musim hujan dan kemarau yaitu panjang siklus birahi dan banyaknya kawin per kebuntingan 4

Panjang siklus birahi dan lama periode birahi telah dilakukan observasi sebanyak 48 ekor sapi Madura betina, yang masing-masing terdiri dari 24 ekor sapi betina diamati pada musim hujan dan 24 ekor sapi Madura betina pada musim kemarau. Hal ini tercantum pada tabel 2. Tabel 2. panjang siklus birahi dan banyaknya kawin per kebuntingan Musim Panjang siklus birahi Banyaknya kawin per kebuntingan n (hari) n kali Kemarau 24 25,25 ± 1,94 a 40 1,98 ± 0,83 a Hujan 24 20,04 ± 1,76 b 42 1,67 ± 0,85 b Keterangan : a, b, c : signifikasi (0,05) Hasil analisis menunjukkan rata-rata panjang siklus birahi pada musim kemarau adalah 24,25 ± 1,94 hari nyata lebih panjang dibandingkan dengan siklus birahi pada musim hujan yaitu 20,04 ± 1,76 hari. Sebaliknya rata-rata lama periode birahi pada musim hujan adalah 34,42 ± 2,55 jam nyata lebih pendek dibandingkan dibandingkan dengan lama periode birahi pada musim kemarau yaitu 37,79 ± 3,48 jam. Perbedaan siklus birahi dan lama birahi umumnya juga dihubungkan dengan faktor genetic dan faktor lingkungan terutama pakan. (Hafez, 1992). Pengaruh lingkungan berupa suhu udara dan kelembaban akan berpengaruh pada aktivitas reproduksi. Suhu lingkungan yang tinggi terutama pada musim kemarau mengurangi lama periode birahi, aktiviitas birahi tidak memberikan sumbangan yang nyata terhadap fertilitas siklus biirahi atau periode boirahi terganggu apabila sapi tidak mendapatkan energi yang cukup, sehingga kondisinya menjadi buruk. Hal ini diperkuat oleh Kiddy (1979) yang menyatakan bahwa stress panas menyebabkan panlang siklus birahi menjadi panjang, walaupun siklus biirahi diperpendek akan berakibat menurunnya fertilitas. Analisis rata-rata banyaknya kawin perkebuntingan pada sapi Madura pada musim kemarau adalah 1,98 ± 0,83 kali nyata lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata banyaknya kawin per kebuntingan pada musim hujan yaitu 1,67 ± 0,85 kali. Perbedaan tingkat kesuburan mungkin disebabkan oleh 5

pengaruh lingkungan tropis (suhu udara) yang menyebabkan fertilitas sapi menurun. Bila dibandingkan dengan sapi tropis lainnya, misalnya sapi Bali dimana banyaknya kawin per kebuntingan tercatat 1,22 kali (Devendra, 1973), ini berarti sapi Bali banyaknya kawin per kebuntingan lebih baik dari sapi Madura. Adapun hasil observasi jumlah sapi yang bunting di sepuluh kecamatan pada musim hujan terdapat 28 ekor bunting dan pada musim kemarau 14 ekor. Perbedaan tersebut dikarenakan pada musim hujan kesediaan pakan berupa hijauan cukup berlimpah dibandingkan kesediaan hijauan pada musim kemarau sehingga kondisi sapi pada musim hujan lebih baik. Kekurangan pakan atau kesehatan yang terganggu dapat mempengaruhi datangnya musim reproduksi (Toelihere, 1981). Dengan demikian ternak sapi bunting pada musim hujan lebih banyak dibanding musim kemarau. 2. Aspek Produksi Sifat produksi merupakan salah satu karakter produktivitas dan gambaran tingkat kemampuan ternak dalam pembentukan hasil atau produk. Aspek produksi dalam mengukur karakter produktivitas sapi Madura pada penelitian ini adalah berat lahir dan berat sapih serta penampilan beberapa ukuran tubuh. Adapun rata-rata berat lahir dan berat sapih yang dikoreksi berdasarkan kelahiran tercantum dalam tabel 3. telah Tabel 3. rata-rata berat lahir dan berat sapih anak sapi Madura berdasarkan kelahiran (kg) kelahiran n Rata-rata berat lahir terkoreksi (kg) Rata-rata berat sapih terkoreksi (kg) 1 10 16,62± 0,81 a 76,25± 5,81 a 2 9 17,06 ± 0,64 b 77,83 ± 4,90 ab 3 11 17,60 ± 0,54 c 80,67 ± 4,91 b Keterangan : a, b, c : signifikasi (0,05) Berdasarkan tabel 3, masa kelahiran menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) terhadap berat lahir anak sapi (pedet). Dengan kata lain berat lahir antara kelahiran yang satu dengan yang lain berbeda nyata. Tampak juga 6

bahwa rata-rata berat sapih pada kelahiran ke tiga nyata lebih tinggi dari pada rata-rata berat sapih pada kelairan ke satu, sedangkan rata-rata berat sapih pada kelahiran ke satu dan ke dua tidak berbeda nyata, demikian kelahiran ke dua dan ke tiga tidak berbeda nyata. Adapun perbedaan berat lahir dan berat sapih tersebut dalam hubungannya dengan masa kelahiran, dapat diasosiasikan dengan perbedaan berat induk sapi. Rata-rata berat induk sapi pada kelahiran ke satu adalah 239,31 ± 33,49 kg, kelahiran ke dua adalah 254,09 ± 23,56 kg dan kelahiran ke tiga adalah 266,00 ± 14,00 kg. Demikian halnya dengan berat sapih yang dipengaruhi juga oleh berat induk saat melahirkan. Salah satu faktor yang mempeng aruhi pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan induk adalah berat badan induk. Hal ini sejalan dengan pendapat Toelihere (1981) menyatakan bahwa berat badan induk mempunyai korelasi positif dengan berat lahir. Ini berarti induk yang lebih besar akan menghasilkan berat lahir yang lebih besar dibandingkan dengan induk yang kecil, demikian juga dengan berat sapih bagi anak-anak yang dilahirkan. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata berat lahir dan berat sapih berdasarkan perbedaan musim dapat digambarkan dalam tabel 4 berikut : Tabel 4. rata-rata berat lahir dan berat sapih berdasarkan perbedaan musim Musim n Rata-rata berat lahir Rata-rata berat sapih terkoreksi (kg) terkoreksi (kg) Kemarau 42 16,67± 0,71 a 75,69± 5,36 a Hujan 57 17,40 ± 0,69 b 80,39 ± 4,64 ab Keterangan : a, b, c : signifikasi (0,05) Ditinjau dari perbedaan musim, maka rata-rata berat lahir anak sapi (17,40 ± 0,69) kg pada musim hujan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata berrat lahir (16,67 ± 0,71) kg pada musim kemarau. Adanya perbedaan berat lahir pada musim hujan dan kemarau disebabkan pada musim hujan tanaman berupa palawija dan rumput sebagai sumber pakan ternak tumbuh dengan subur, sehingga induk sapi mendapatkan makanan yang cukup 7

untuk anak yang dikandungnya. Gunardi (1975) menyarankan agar anak-anak sapi diatur kelahirannya pada akhir musim kemarau atau permulaan musim hujan, waktu rumput mulai tumbuh, sehingga induk sapi mendapatkan cukup makanan berupa energi dan protein untuk produksi susunya. Berat sapih dari hasil observasi distandarisasi ke umur 205 hari, artinya anak sapi diasumsikan pada umur yang seragam yaitu umur 205 hari. Adapun ratarata berat sapih pada musim hujan (80,39±4,64) kg berbeda nyata dibandingkan dengan berat sapih pada musim kemarau (75,69 ± 5,36) kg. Perbedaan tersebut, karena mutu gizi pada musim hujan lebih baik dari pada musim kemarau. Dan selama periode pertumbuhannya telah mendapat air susu yang cukup. Hal ini akan berpengaruh terhadap daya hidup pedet selama kurang lebih 6 bulan. Untuk penampilan ukuran-ukuran tubuh sapi Madura umur 3 4 tahun dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Penampilan ukuran-ukuran tubuh sapi Madura umur 3 4 tahun Musim Tinggi Pundak Panjang Badan Lingkar Dada (kg) (cm) (cm) Kemarau 114,36 ± 4,83 a 114,42 ± 4,65 a 142,39±7,50 a Hujan 115,91 ± 4,24 b 115,49 ± 3,82 b 143,70 ± 7,06 b Keterangan: a, b, c : signifikasi n(0,05) Dari tabel 5 tampak ukuran-ukuran tubuh pada musim hujan lebih tinggi dari pada musim kemarau dan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Direktorat Bina Produksi (1978) yang menyatakan bahwa penampilan ukuran-ukuran tubuh tersebut dipengaruhi oleh musim dan wilayah. Disamping itu persediaan pakan ternak pada musim hujan cukup tersedia (melimpah) dibandingkan dengan musim kemarau, yang mengakibatkan ukuran tubuh berbeda. 8

Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Rata-rata umur pubertas tiap-tiap kelahiran pada sapi Madura relatif sama, namun apabila dibandingkan dengan sapi-sapi Eropah relatif lebih panjang; 2. Rata-rata panjang siklus birahi pada musim kemarau lebih panjang dibandingkan dengan siklus birahi pada musim hujan, sebaliknya rata-rata lama periode birahi pada musim hujan lebih pendek dibandingkan dibandingkan dengan lama periode birahi pada musim kemarau. Rata-rata banyaknya kawin perkebuntingan pada sapi Madura pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata banyaknya kawin per kebuntingan pada musim hujan; 3. Berat lahir dan berat sapih antara kelahiran yang satu dengan yang lain berbeda nyata, hal ini dapat diasosiasikan dengan perbedaan berat induk sapi. Sedangkan rata-rata berat lahir dan berat sapih sapi Madura pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata berat lahir dan berat sapih pada musim kemarau, demikian juga ukuran-ukuran tubuh pada musim hujan lebih tinggi dari pada musim kemarau. Hal ini berhubungan dengan perbedaan kelimpahan hijauan antar musim; 3. Beberapa sifat reproduksi maupun sifat produksi pada musim hujan dibandingkan sifat reproduksi dan produksi ternak sapi Madura pada musim kemarau berbeda nyata ( P < 0,05 ). Dengan kata lain beberapa sifat reproduksi dan produksi sapi Madura pada musim hujan dan musim kemarau tidak sama. 9

Daftar Pustaka Aritonang, D. 1993. Perencanaan Peternakan Babi dan Pengelolaan Usaha. PT. Anebar Swadaya. Jakarta Darmadja, S.G.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistem Pertanian di Bali. Disertasi. Universitas Padjadjaran Devendra, C.T, L.K. Choo and Partmasingan. 1973. Productivity of Bali Cattle in Malaysia. Malay. Agric. J. 49 : 183 197 Ditjenak. IPB. 1978. Performans Sapi Bali dan Ongole di NTT dan Sapi Madura di Pulau Madura. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Indonesia Gunardi, E. 1975. Usaha Peningkatan Sapi Potong di Indonesia. Paper Lokakarya Ternak Potong. Universitas Hasanudin. Ujung Pandang Hafez, E.S.E. 1992. Reproduction in Farm Animal.Lea & Feigner. Philadelphia Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia. Jakarta Kiddy, C.A. 1979. Estrus Detection of Dairy Cattle. In H.W. Hawk, C.A Kiddy and H.C Cecil (Eds) Komarudin Ma sum, A.R. Siregar, Didi Budi Wiyono, Zulbaid dan M. Ali Yusran. 1992. Performen Sapi Madura. Sub Penelitian. Grati Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Jakarta Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung USDA. 1981. Guidelines for Uniform Beef Improvement Program. Program Aid 1020. Washington 10