MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

dokumen-dokumen yang mirip
MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 No.5 Tahun 2016 ISSN :

KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA (THE THINKING ABILITY OF STUDENTS IN SOLVING MATHEMATICS STORY PROBLEMS)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA DITINJAU BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

1. PENDAHULUAN. berkemampuan rendah.

Titi Solfitri 1, Yenita Roza 2. Program Studi Pendidikan Matematika ABSTRACT

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA PADA PEMBELAJARAN PROBLEM POSING BERKELOMPOK

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No. 6 Tahun 2017 ISSN :

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1, Maret 2014 ISSN:

Yaumil Sitta Achir, Budi Usodo, Rubono Setiawan* Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP

Scaffolding untuk Mengatasi Kesalahan Menyelesaikan Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI KOMPOSISI FUNGSI

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA

Ariesta Kartika Sari 1 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Trunojoyo Madura, Bangkalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu problem dan pose,

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA. Ardiyanti 1), Haninda Bharata 2), Tina Yunarti 2)

PROSES BERPIKIR SISWA DENGAN KECERDASAN LINGUISTIK DAN LOGIS MATEMATIS DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

PROFIL PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP PADA MATERI PERBANDINGAN DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, salah satunya adalah kemampuan dalam bidang matematika.

PROFIL FUNGSI KOGNITIF SISWA KELAS V SD BERKEMAMPUAN MATEMATIKA RENDAH DALAM MEMECAHKAN MASALAH

Diniatul Hidayani Sipahutar 1, Dinda Kartika Prodi Pendidikan Matematika Unimed Medan.

PROFIL KREATIVITAS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PLOSO BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER

PEMAHAMAN KONSEP PERBANDINGAN SISWA SMP BERKEMAMPUAN MATEMATIKA RENDAH

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) MELALUI STRATEGI PROBLEM SOLVING

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

Volume 2 Nomer 1 Juli 2016

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN ALAT PERAGA

PROFIL KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA OPEN-ENDED MATERI PECAHAN BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 2 Tahun 2014

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENGAJUAN DAN PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa Inggris yang artinya merumuskan masalah atau membuat masalah.

STRATEGI SOLUSI DALAM PEMECAHAN MASALAH POLA BILANGAN PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PONTIANAK. Nurmaningsih. Abstrak. Abstract

Proses Berpikir Kritis Siswa SMA dalam Pengajuan Soal Matematika Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kemampuan Komunikasi Dan Pemahaman Konsep Aljabar Linier Mahasiswa Universitas Putra Indonesia YPTK Padang

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTs. NEGERI BOJONG PADA MATERI STATISTIKA. Zuhrotunnisa ABSTRAK

PROFIL KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BERBENTUK OPEN-START PADA MATERI BANGUN DATAR

ANALISIS KESALAHAN SISWA KELAS IX-G DI SMP NEGERI 3 CIMAHI DALAM MENYELESAIKAN SOAL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PADA MATERI LINGKARAN

Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Vol. 1 No. 4, Maret 2017

Analisis Tipe Berfikir Dengan Soal Higher Order Thinking Ditinjau Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa

Nego Linuhung Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Abstract

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA MATERI BANGUN DATAR

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

PROFIL KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH SOAL LINGKARAN BERDASARKAN KECERDASAN EMOSIONAL

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INSIDE OUTSIDE CIRCLE PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 PARIAMAN

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA AVRIABEL.

Kata kunci: pemecahan masalah matematika, proses berpikir kreatif, tahapan Wallas, tingkat berpikir kreatif

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA PADA MATERI REGULA FALSI

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 3 PASAMAN. Oleh

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP

PROSIDING ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DAN SCAFFOLDING- NYA BERDASARKAN ANALISIS KESALAHAN NEWMAN

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK

ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA MTs DITINJAU DARI SELF CONFIDENCE

IDENTIFIKASI KESALAHAN SISWA MENGGUNAKAN NEWMAN S ERROR ANALYSIS (NEA) PADA PEMECAHAN MASALAH OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 2 Tahun 2014

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DALAM STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DENGAN WAWANCARA KLINIS PADA PEMECAHAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL KELAS VIII SMP

Bella Agustin Hariyanto Bambang Soerjono. Program Sarjana, STKIP PGRI Sidoarjo Jalan Kemiri Sidoarjo. Abstak

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR

PENCAPAIAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN GENERATIF

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Creative Problem Solving. 1. Pengertian Pembelajaran Creative Problem Solving

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSSING BERBANTUAN SMARTPHONE

ANALISIS KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL KREATIVITAS MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA DALAM PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA SEKOLAH DASAR DALAM MEMAHAMI APLIKASI OPERASI HITUNG MATEMATIKA DENGAN PEMBERIAN SCAFFOLDING

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi harus

PROSES BERPIKIR DENGAN KECERDASAN LINGUISTIK DAN KECERDASAN LOGIS- MATEMATIS

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERDASARKAN NEWMAN S ERROR ANALYSIS PADA SISWA KELAS VIII SMPN 27 PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Utama, 2008), hlm Bumi Aksara, 2008), hlm. 37

JURNAL. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Ditinjau Dari Kecerdasan Logis Matematis Dan Gender

KECAKAPAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

IDENTIFIKASI TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF (TKBK) SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPEN ENDED PADA MATERI SEGIEMPAT DI KELAS VIII SMP

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 2 Tahun 2014

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PADA MATERI SEGITIGA DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

PROFIL BERPIKIR SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan

PROFIL SISWA MEMAHAMI KONSEP BARISAN DAN DERET BERDASARKAN TAHAP BELAJAR DIENES DI KELAS IX-C SMP NURIS JEMBER

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 2 No.5 Tahun 2016 ISSN :

Transkripsi:

PROFIL BERPIKIR SISWA KELAS VIII DALAM PROBLEM POSING PADA MATERI LINGKARAN DITINJAU BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIA Siti Yuliyati S1 Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail : siti_yuliyati@gmail.com Abstrak Berpikir adalah aktivitas mental yang digunakan seseorang saat menerima, mengolah, menyimpulkan dan memanggil kembali informasi atau pengetahuan yang dimiliki dalam ingatannya. Pelatihan kemampuan berpikir secara langsung dapat dilakukan dengan serangkaian pemberian tugas seperti pemberian tugas berupa problem posing. Problem posing digunakan karena dalam problem posing melibatkan banyak keterampilan berpikir khususnya pengajuan soal tipe pre-solution posing. Salah satu materi yang memerlukan kemampuan berpikir adalah materi lingkaran. Oleh karena itu peneliti memilih penelitian dengan tujuan untuk mendeskripsikan profil berpikir siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dalam problem posing pada materi lingkaran. Berdasarkan hasil tes kemampuan matematika di kelas VIII-D SMPN 2 Cerme Gresik, siswa dikelompokkan menjadi kelompok siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Selanjutnya dari masing-masing kelompok dipilih dua siswa sebagai subjek penelitian. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan profil berpikir siswa dalam problem posing. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa profil berpikir siswa berkemampuan matematika tinggi dalam problem posing adalah siswa membuat soal yang dapat, siswa menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep dari situasi matematik dalam pengambilan, siswa menggunakan bahasa yang sesuai, siswa telah menyusun dan melengkapi situasi serta menentukan. Profil berpikir siswa berkemampuan matematika sedang dalam problem posing adalah siswa membuat soal yang dapat, siswa menyusun dan melengkapi situasi serta menentukan, dan tidak mampu memeriksa kembali. Profil berpikir siswa berkemampuan matematika rendah dalam problem posing adalah siswa tidak memeriksa kembali. Kata kunci: berpikir,problem posing, kemampuan matematika Abstract Thinking is a mental activity which someone uses in receiving, processing, resuming, and recalling information or knowledge in memory. Thinking skill training can be done directly by giving a series of tasks such as problem posing. Problem posing is used because it involves many thinking ability especially in posing problem pre-solution type. One of the materials that need thinking ability is circle. This research has objectives to describe students thinking profile with high, medium, and low mathematical abilities in problem posing on the circle material. Based on mathematics ability test in eight graders of D at SMPN 2 Cerme Gresik, students are classified into three groups such as group of students with high, medium, and low mathematical abilities. Then two students were chosen from each group as a subject. This research is a qualitative descriptive research that describes students thinking profile in problem posing. The result shows that students with high mathematics ability made problems that can be solved, used pattern and concept relations in mathematics situation in making decisions, used appropriate language context of the problem, and students has constructed and completed the situation, made decisions. Students with medium mathematics ability made problems that can be solved, students has constructed and completed the situation, made decisions, but could not re-examine the decision. Students with low mathematics ability did not re-examine the decision. Key words: thinking, problem posing, mathematical ability PENDAHULUAN Dengan pelajaran matematika siswa dapat dilatih untuk memiliki keterampilan berpikir. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sabandar (2008:1) yang menyatakan bahwa belajar matematika berkaitan erat dengan aktifitas dan proses belajar serta berpikir karena karakteristik metematika merupakan suatu ilmu dan human activity, yaitu bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat. Dalam Standar Kompetensi mata pelajaran matematika dalam KTSP (Depdiknas, 2006), mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua 238

siswa dengan tujuan untuk membekali kemampuan berpikir yaitu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Ini artinya KTSP memberi penekanan pada penguasaan kemampuan berpikir melalui pembelajaran matematika di sekolah. Suharnan (2005:168) menyatakan bahwa kemampuan berpikir merupakan keterampilan intelektual yang dapat ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan secara langsung. Salah satunya adalah dengan problem posing. Menurut Siswono (2004), pengajuan masalah merupakan tugas kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif yang termasuk bagian dalam berpikir. Siswa-siswa yang berada dalam suatu instansi pendidikan memiliki kemampuan yang berbeda-beda, salah satunya adalah kemampuan matematika siswa. Perbedaan kemampuan matematika juga berpengaruh pada perbedaan proses berpikir setiap siswa (Andrianti, 2014). Dalam penelitian ini kemampuan matematika adalah hasil belajar matematika siswa yang diukur melalui tes kemampuan matematika. Perbedaan kemampuan matematika siswa tersebut diklasifikasikan oleh peneliti menjadi kelompok siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Oleh karena itu perlu adanya deskripsi tentang bagaimanakah profil berpikir siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dalam mengajukan soal (problem posing). Menurut Holyoak dkk (Suharnan, 2005:280), berpikir dapat didefinisikan sebagai proses menghasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara komplek antara atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan masalah. Marpaung (1986:6) mengemukakan bahwa berpikir adalah proses yang terdiri dari penerimaan informasi (dari luar atau dari dalam diri siswa), pengolahan, penyimpulan, dan pemanggilan kembali informasi itu dari ingatan siswa. Sejalan dengan itu Bochenski (Suriasumantri, 2002:52) mengungkapkan bahwa berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Berdasar uraian di muka dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah aktivitas mental yang digunakan seseorang saat menerima, mengolah, menyimpulkan dan memanggil kembali informasi atau pengetahuan yang dimiliki dalam ingatannya. Menurut Lin (Mahmudi, 2008), problem posing diartikan sebagai pembentukan soal berdasarkan konteks cerita, informasi, atau gambar yang diketahui. Silver dan Cai (Siswono, 2004) memberikan istilah problem posing (pengajuan masalah) diaplikasikan pada tiga bentuk aktivitas kognitif matematika yang berbeda yaitu: 1. Pengajuan pre-solusi (presolution posing) yaitu seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. 2. Pengajuan di dalam solusi (within-solution posing) yaitu seorang siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah. 3. Pengajuan setelah solusi (post solution posing) yaitu seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah untuk membuat soal yang baru yang serupa dengan soal sebelumnya. Dalam penelitian ini pengajuan soal yang dimaksud adalah pengajuan soal pre-solusi (presolution posing) dengan suatu informasi pada materi keliling dan luas lingkaran yang diberikan oleh peneliti. Bentuk tersebut dipilih karena dengan pengajuan soal pre-solusi siswa dapat menggunakan ide-idenya untuk mengajukan masalah secara langsung. Abu-Elwan (Mahmudi, 2008) mengklasifikasikan problem posing menjadi 3 tipe yaitu: 1. Free problem posing (pengajuan masalah yang bebas) 2. Semi-structured problem posing (pengajuan masalah yang semi-terstruktur) 3. Structured problem posing (pengajuhan masalah terstruktur) Silver dan Cai (Upu, 2003:27) membagi pengajuan soal menjadi tiga bagian, yaitu pertanyaan matematika, pertanyaan non matematika, dan pernyataan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa problem posing adalah perumusan, pembuatan atau pengajuan pertanyaan atau soal dari situasi atau informasi yang disediakan. Menurut Siswono (1999) menyebutkan kriteria problem posing sebagai berikut. 1. Dapat tidaknya soal dipecahkan 2. Kaitan soal yang diajukan dengan materi 3. Jawaban atas soal yang diajukan 4. Struktur bahasa kalimat soal 5. Tingkat kesulitan soal Schwank (Suparni, 2001:34) menyebutkan indikatorindikator dalam berpikir yaitu siswa mampu: 1. Melihat hubungan antara dua konsep atau lebih dalam pengambilan 2. Menyusun dan melengkapi situasi serta menentukan petunjuk 3. Berpikir tentang relasi,, dan kriteria 4. Menganalisis tentang bentuk dari suatu program melalui identifikasi variable 5. Mengarakteristik program utama melalui gambaran formal 6. Melihat mata rantai dan cara melaksanakan 7. Menyusun, mengatur kegiatan dan membuat algoritma untuk bekerja 8. Berpikir tentang kegunaan dan bentuk kegiatan 239

9. Menganalisis bentuk dengan memperhatikan akibat bawaan dalam jaringan kerja 10. Mengarakteristik program dengan memasukkan dan memperlancar arus informasi Dalam penelitian ini, terjadi pengadaptasian dari indikator berpikir yang dikemukakan oleh Schwank dan kriteria problem posing yang dikemukakan oleh Siswono. Pengadaptasian indikator tersebut digunakan sebagai indikator berpikir siswa dalam problem posing. Berkenaan dengan hal tersebut, beberapa alasan yang mendasari pengadaptasian ini disajikan dalam Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Pengadaptasian Indikator Profil Berpikir Siswa dalam Problem Posing. Indikator Sebelum Adaptasi Dapat tidaknya soal dipecahkan Melihat hubungan diantara dua konsep atau lebih dalam pengambilan Struktur bahasa kalimat soal Menyusun dan melengkapi situasi serta menentukan atau petunjuk Berpikir tentang relasi, dan kriteria Indikator Setelah Adaptasi Membuat soal yang dapat Menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep dari situasi matematik dalam pengambilan Menggunakan bahasa yang sesuai dengan konteks cerita Menyusun dan melengkapi situasi serta menentukan Memeriksa kembali Alasan Penelitian ini menggunakan jenis kemungkinan soal yang diajukan siswa adalah berupa pertanyaan matematika yang dapat Situasi matematik dalam hal ini adalah informasi berupa cerita yang disediakan, kemudian diamati polanya dan hubungannya dengan konsep-konsep lain dalam lingkaran untuk mengajukan masalah yang berupa soal matematika Bahasa yang yang digunakan dalam mengajukan soal sesuai sehingga memperjelas untuk menyelesaikan soal Melengkapi situasi dalam hal ini adalah menyertakan informasi relevan dalam mengajukan soal. Menentukan adalah uraian langkahlangkah dalam penyelesaiannya terperinci atau sistematis Pemeriksaan terhadap soal yang diajukan dan jawaban dari soal yang diajukan Indikator profil berpikir siswa dalam problem posing di muka memiliki deskripsi sebagai berikut. 1. Membuat soal yang dapat. Siswa mampu mengajukan atau membuat soal matematika yang dapat. Soal yang dibuat memuat semua informasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sola yang telah diajukan. Selain itu dalam membuat soal, sebelum mengajukan soal siswa berpikir bahwa soal yang diajukan harus dapat dan berpikir tentang langkah-langkah penyelesaian soal yang diajukan. 2. Menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep dari situasi matematik dalam pengambilan. Siswa mampu menggunakan hubungan antar konsep yang ada pada informasi yang disediakan untuk mengajukan soal dan mengaitkan informasi tersebut dengan menggunakan konsep lingkaran dan konsepkonsep atau prinsip-prinsip matematika lainya yang diketahui siswa dalam mengajukan soal dan menjawabnya. 3. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan konteks cerita Siswa dalam mengajukan soal menggunakan bahasa yang sesuai sehingga memperjelas untuk menyelesaikan soal, dan menggunakan konsep lingkaran. 4. Menyusun dan melengkapi situasi serta menentukan Siswa mampu menyusun soal dengan menyertakan informasi relevan dalam mengajukan soal, menguraikan langkah-langkah dalam penyelesaian soal secara terperinci atau sistematis. 5. Memeriksa kembali Setelah mengajukan soal dan menyelesaikan soal yang telah diajukan, siswa memeriksa kembali soal yang diajukan dan langkah penyelesaiannya serta hasil perhitungan pada jawaban. Berdasar uraian di muka maka dapat disimpulkan bahwa profil berpikir dalam problem posing adalah gambaran siswa saat menerima, mengolah, menyimpulkan dan memanggil kembali informasi atau pengetahuan yang dimiliki dalam ingatannya ketika membuat atau mengajukan soal berdasarkan informasi yang diberikan kemudian menyelesaikan soal yang telah dibuat. METODE Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil berpikir siswa kelas VIII dalam problem posing pada materi lingkaran yang ditinjau berdasarkan kemampuan matematika. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan untuk memperoleh gambaran rinci tentang berpikir siswa dalam problem posing. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII-D SMPN 2 Cerme Gresik pada Tahun Ajaran 2013-2014. Subjek penelitian merupakan dua siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Dalam penelitian ini diawali dengan pemberian tes kemampuan matematika setelah itu dikelompokkan menjadi siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang 240

dan rendah berdasarkan skala penilaian yang ditentukan oleh Depdiknas (Ratumanan dan Laurent, 2011:164) sebagai berikut: kemampuan matematika tinggi jika 80 skor tes 100, sedangkan kemampuan matematika sedang jika 60 skor tes < 80, dan kemampuan matematika rendah jika 0 skor tes < 60. Kemudian dipilih masing-masing dua siswa dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah untuk mengikuti tes pengajuan soal dan wawancara. Tes pengajuan soal terdiri dari soal cerita tanpa pertanyaan dengan materi lingkaran. Tes pengajuan soal disusun oleh peneliti dan disetujui oleh dosen pembimbing yang kemudian divalidasi. Setelah itu wawancara dilakukan dan dikaitkan dengan hasil tes pengajuan soal dari masing-masing siswa untuk mengambil data-data yang tidak dapat diperoleh dari hasil tes pengajuan soal secara tertulis, yaitu apakah siswa memeriksa kembali atau tidak. Sekaligus untuk mendapatkan data pendukung tentang bagaimana siswa membuat soal yang dapat, situasi matematik dalam pengambilan, menggunakan bahasa yang sesuai, menyusun dan melengkapi situasi serta menentukan. Data wawancara yang diperoleh dianalisis dengan langkah reduksi data, pemaparan data, dan penarikan kesimpulan. Sehingga mendapatkan deskripsi tentang profil berpikir siswa dalam problem posing yang ditinjau berdasarkan kemampuan matematika siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Tes Kemampuan Matematika Instrumen tes kemampuan matematika terdiri atas 4 soal essay. Butir-butir soal tes kemampuan matematika diambil dari soal Ujian Nasional SMP tahun pelajaran 2012/2013. Butir-butir soal yang terpilih dimodifikasi menjadi soal yang berbentuk essay. Soal dipilih sesuai dengan Standar Kompetensi kelas VII dan kelas VIII semester ganjil yang sudah dimiliki siswa. Materi soal meliputi materi operasi bilangan, perbandingan, luas bangun segiempat, dan SPLDV. Siswa diberi tes kemampuan matematika, sehingga diperoleh hasil pekerjaan siswa. Hasil tersebut diperiksa dan dianalisis oleh peneliti dan diperoleh nilai untuk masing-masing calon subjek penelitian. sebagaimana yang tersaji pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Hasil Tes Kemampuan Matematika Siswa Kelas VIII-D No. Inisial Nilai Kategori Kode Subjek 1. ABM 42 Rendah 2. APP 80 Tinggi 3. ADS 47 Rendah 4. ATP 49 Rendah 5. AFL 60 Sedang 6. AWD 22 Rendah S5 7. AKW 80 Tinggi 8. AFW 45 Rendah 9. BAS 82 Tinggi 10. DEF - - 11. DWP 50 Rendah 12. DWW 75 Sedang S4 13. EEF 85 Tinggi 14. EDY 80 Tinggi 15. FEI 90 Tinggi S1 16. FDY 52 Rendah 17. IFC 52 Rendah 18. MDA 70 Sedang S3 19. MAW 40 Rendah S6 20. MCP 88 Tinggi S2 21. MRF 80 Tinggi 22. MUT 67 Sedang 23. RDS 62 Sedang 24. SIA 60 Sedang 25. SHL 48 Rendah 26. YWA 57 Rendah 27. ZAM 80 Tinggi 28. FDP 62 Sedang 29. ADF 62 Sedang Dari hasil tes kemampuan matematika, siswa dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah berdasar pada skala penilaian yang ditetapkan oleh Depdiknas (Ratumanan dan Laurent, 2011:164). Setelah dikelompokkan, dipilih 6 siswa sebagai subjek penelitian. Selanjutnya diberi pengkodean untuk keenam subjek penelitian tersebut yaitu: S1 :Siswa pertama berkemampuan matematika tinggi S2 :Siswa kedua berkemamapuan matematika tinggi S3 :Siswa pertama berkemampuan matematika sedang S4 :Siswa kedua berkemampuan matematika sedang S5 :Siswa pertama berkemampuan matematika rendah S6 :Siswa kedua berkemampuan matematika rendah Berdasar pengelompokan tersebut diperoleh FEI dengan kode subjek S1 memperoleh nilai tertinggi yaitu 241

90, MCP dengan kode subjek S2 memperoleh nilai 88, MDA dengan kode subjek S3 memperoleh nilai 70, DWW dengan kode subjek S4 memperoleh nilai 75, AWD dengan kode subjek S5 memperoleh nilai terendah yaitu 22, dan MAW dengan kode subjek S6 memperoleh nilai 40. Tes Pengajuan Soal dan Wawancara Subjek Berkemampuan Matematika Tinggi Pada pengajuan, soal S1 dan S2 dapat mengola informasi atau cerita yang diterima sehingga siswa membuat soal yang dapat. Dalam hal ini ditandai dengan S1 dan S2 menyertakan informasiinformasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang telah diajukan dan berpikir tentang penyelesaiannya ketika membuat soal. Pada pengajuan soal, S1 dan S2 menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep dari situasi matematik dalam pengambilan atau menyimpulkan dan dalam penyelesaian soal yang diajukan menggunakan konsep lingkaran dengan benar. Dalam hal ini artinya siswa dapat menggali kembali konsep-konsep lingkaran yang dimiliki. Pada pengajuan soal, S1 dan S2 menggunakan bahasa sesuai dengan baik. Soal yang diajukan memuat semua informasi yang sesuai dengan cerita yang disediakan peneliti. S1 dan S2 juga menggunakan konsep-konsep matematika lain yang sudah dimiliki dalam penyelesaian soal yang diajukan. Pada pengajuan soal, S1 dan S2 menyertakan informasi yang relevan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang telah diajukan tersebut. S1 dan S2 mengguraikan langkah-langkah penyelesaian secara terperinci dan sistematis. Dalam hal ini berarti S1 dan S2 dapat menyusun dan melengkapi situasi serta menetukan. Pada pengajuan soal, S1 memeriksa kembali soal yang diajukan dan S2 tidak memeriksa kembali soal yang diajukan. Namun S1 dan S2 memeriksa kembali penyelesaian soal yang diajukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa S1 telah memeriksa kembali namun S2 kurang memeriksa kembali. Tes Pengajuan Soal dan Wawancara Subjek Berkemampuan Matematika Sedang Pada pengajuan soal, S3 dan S4 dapat mengola informasi atau cerita yang diterima sehingga siswa membuat soal yang dapat. Dalam hal ini ditandai dengan S3 dan S4 menyertakan informasiinformasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang telah diajukan dan berpikir tentang penyelesaiannya ketika membuat soal. Pada pengajuan soal, S3 dan S4 menggunakan hubungan konsep-konsep matematika dari situasi matematik untuk munculnya pertanyaan pada pengajuan soal. Dalam penyelesaiannya S3 menggunakan konsep lingkaran dengan benar namun S4 tidak menggunakan konsep luas lingkaran dengan benar yang terlihat pada penggunaan rumus luas lingkaran dengan perhitungan yang salah. Hal tersebut menunjukkan bahwa S3 situasi matematik dalam pengambilan namun S4 kurang mampu menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep dari situasi matematik dalam pengambilan. Pada pengajuan soal, S3 dan S4 menggunakan bahasa sesuai dengan baik. Soal yang diajukan memuat semua informasi yang sesuai dengan cerita yang disediakan peneliti. S3 dan S4 juga menggunakan konsep-konsep matematika lain yang sudah dimiliki dalam penyelesaian soal yang diajukan. Pada pengajuan soal, S3 dan S4 menyertakan informasi yang relevan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang telah diajukan tersebut. S3 dan S4 mengguraikan langkah-langkah penyelesaian secara terperinci dan sistematis. Dalam hal ini berarti S3 dan S4 dapat menyusun dan melengkapi situasi serta menetukan. Pada pengajuan soal, S3 dan S4 tidak memeriksa kembali soal yang diajukan. Selain itu S3 dan S4 juga tidak memeriksa kembali penyelesaian soal yang diajukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa S3 dan S4 tidak memeriksa kembali. Tes Pengajuan Soal dan Wawancara Subjek Berkemampuan Matematika Rendah Pada pengajuan soal, S5 tidak dapat mengola informasi atau cerita yang diterima sehingga siswa tidak membuat soal yang dapat. Dalam hal ini ditandai dengan S5 yang tidak menyertakan informasiinformasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang telah diajukan dan S5 tidak berpikir tentang penyelesaiannya ketika membuat soal. Namun S6 dapat mengola cerita yang diterima sehingga siswa membuat soal yang dapat. Dalam hal ini ditandai dengan S6 yang menyertakan informasi-informasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang telah diajukan dan S6 berpikir tentang penyelesaiannya ketika membuat soal. Pada pengajuan soal, S5 tidak menggunakan hubungan konsep-konsep matematika dari situasi matematik maka pertanyaan pada pengajuan soal yang diajukan tidak jelas. Namun S6 menggunakan hubungan konsep-konsep matematika dari situasi matematik untuk munculnya pertanyaan pada pengajuan soal. Selain itu 242

dalam penyelesaian S5 dan S6 tidak menggunakan konsep lingkaran dengan benar yang terlihat pada kesalahan pada proses penyelesaian. Hal tersebut menunjukkan bahwa S5 tidak mampu menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep dari situasi matematik dalam pengambilan dan S6 kurang mampu situasi matematik dalam pengambilan. Pada pengajuan soal, S5 tidak menggunakan konteks cerita dengan baik. Soal yang diajukan tidak memuat informasi yang sesuai dengan cerita yang disediakan peneliti. Namun S6 menggunakan konteks cerita dengan baik. Soal yang diajukan memuat semua informasi yang sesuai dengan cerita yang disediakan peneliti. Selain itu S5 dan S6 dalam langkah penyelesaiannya tidak menggunakan konsep-konsep matematika dengan benar yang telihat dari cara penyelesaiannya yang menggunakan rumus luas lingkaran yang salah. Hal tersebut menunjukkan bahwa S5 tidak mampu menggunakan bahasa yang sesuai dan S6 kurang mampu menggunakan bahasa yang sesuai. Pada pengajuan soal, S5 tidak menyertakan informasi yang relevan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang telah diajukan tersebut. Soal yang diajukan S5 hanya berupa kalimat tanya yang tidak memuat informasi apapun. Namun S6 menyertakan informasi yang relevan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal yang telah diajukan tersebut. Selain itu S5 dan S6 tidak mengguraikan langkah-langkah penyelesaian secara terperinci dan tidak menggunakan alasan yang logis untuk langkah penyelesaiannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa S5 tidak mampu menyusun dan melengkapi situasi serta menentukan dan S6 kurang mampu menyusun dan melengkapi situasi serta menentukan. Pada pengajuan soal, S5 dan S6 tidak memeriksa kembali soal yang diajukan Selain itu S5 dan S6 juga tidak memeriksa kembali penyelesaian soal yang diajukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa S5 dan S6 tidak memeriksa kembali. Berdasar pembahasan di muka, dapat dibuat rekapitulasi profil berpikir siswa dalam problem posing yang ditinjau dari kemampuan matematika yang disajikan dalam Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Rekapitulasi profil berpikir siswa dalam problem posing Kelompok Profil berpikir siswa dalam problem posing Siswa berkemampuan matematika tinggi Siswa berkemampuan matematika tinggi Siswa berkemampuan matematika sedang Siswa berkemampuan matematika rendah S1 Kelompok PENUTUP Simpulan S2 S3 S4 S5 S6 Mampu menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep situasi matematik dalam pembuatan Mampu menggunakan bahasa sesuai Mampu menyusun serta melengkapi situasi serta menentukan Mampu memeriksa kembali Lanjutan Tabel 4.2 Profil berpikir siswa dalam problem posing Mampu menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep situasi matematik dalam pembuatan Mampu menggunakan bahasa sesuai Mampu menyusun serta melengkapi situasi serta menentukan Kurang mampu memeriksa kembali Mampu menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep situasi matematik dalam pembuatan Mampu menggunakan bahasa sesuai Mampu menyusun serta melengkapi situasi serta menentukan Tidak mampu memeriksa kembali Kurang mampu menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep situasi matematik dalam pembuatan Kurang mampu menggunakan bahasa sesuai Mampu menyusun serta melengkapi situasi serta menentukan Tidak mampu memeriksa kembali Tidak mampu membuat soal yang dapat Tidak mampu menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep situasi matematik dalam pembuatan Tidak mampu menggunakan bahasa sesuai Tidak mampu menyusun serta melengkapi situasi serta menentukan Tidak mampu memeriksa kembali Kurang mampu menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep situasi matematik dalam pembuatan Kurang mampu menggunakan bahasa sesuai Kurang mampu menyusun serta melengkapi situasi serta menentukan Tidak mampu memeriksa kembali 243

Berdasarkan analisis dan pembahasan data dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Profil berpikir siswa berkemampuan matematika tinggi dalam problem posing adalah dalam pengajuan soal siswa mengolah informasi yang diterima sehingga siswa membuat soal yang dapat. Siswa menggunakan pola dan hubungan konsep-konsep dari situasi matematik dalam pengambilan atau menyimpulkan saat mengajukan soal dan menjawab soal yang diajukan. Dalam pengajuan soal, siswa menggunakan bahasa yang sesuai dan dalam penyelesaian soal yang telah diajukan siswa menggunakan konsep-konsep matematika yang sudah dimiliki dengan benar. Siswa menyusun soal untuk diajukan dengan melengkapi soal dengan informasi relevan serta dalam penyelesaiannya menguraikan langkah-langkah penyelesaian secara terperinci. 2. Profil berpikir siswa berkemampuan matematika sedang dalam problem posing adalah siswa mengajukan soal yang dapat dengan mengolah informasi yang diterima siswa. Siswa juga situasi matematik dalam pengambilan menyimpulkan saat mengajukan soal dan menyelesaikannya. Dalam soal yang diajukan siswa menggunakan bahasa yang sesuai. Namun terdapat siswa yang dalam penyelesaiannya salah menggunakan konsep lingkaran, artinya siswa tidak dapat memanggil kembali konsep lingkaran yang sudah dimiliki. Siswa dapat menyusun soal yang diajukan dengan menyertakan informasi yang relevan dan dapat menguraikan langkah-langkah penyelesaiannya terperinci. 3. Profil berpikir siswa berkemampuan matematika rendah dalam problem posing adalah Dalam pengajuan soal siswa mengolah informasi yang diterima sehingga siswa membuat soal yang dapat namun ada juga siswa membuat soal yang tidak dapat. Soal yang diajukan tidak memuat informasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal. Siswa dalam mengajukan soal tidak menggunakan hubungan konsep-konsep dari situasi matematik, namun terdapat siswa yang situasi matematik tetapi siswa tidak dapat menggunakan konsep lingkaran, artinya siswa tidak dapat memanggil kembali konsep lingkaran yang sudah dimiliki. Siswa tidak menggunakan bahasa yang sesuai dalam pengajuan soalnya, dalam penyelesaiannya siswa kebingungan, tidak dapat memanggil kembali konsep-konsep matematika yang sudah dimiliki dan siswa tidak menguraikan langkah-langkah penyelesaian dengan jelas. Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan saran sebagai berikut. 1. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa profil berpikir siswa dalam pengajuan soal yang ditinjau berdasarkan kemampuan matematika memiliki perbedaan. Profil berpikir siswa berkemampuan matematika tinggi dalam pengajuan soal lebih baik dari pada siswa yang berkemampuan matematika sedang dan rendah, namun profil berpikir siswa berkemampuan matematika sedang lebih baik dari pada siswa yang berkemampuan matematika rendah. Oleh karena itu peneliti menyarankan kepada guru untuk memperhatikan perbedaan kemampuan matematika siswa dalam merancang proses pembelajaran, khususnya dalam menerapkan pendekatan pengajuan soal atau problem posing. Guru disarankan untuk memberikan perhatian berbeda kepada siswa berkemampuan matematika sedang dan rendah agar informasi yang diberikan guru ketika pembelajaran dapat tersampaikan dan dapat diterima atau dipahami oleh semua siswa, sehingga diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai dan dapat mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa. 2. Pengajuan soal perlu diterapkan dalam pembelajaran agar siswa menjadi terbiasa untuk membuat soal dan menyelesaikannya sendiri. Khususnya pada pengajuan soal tipe pre-solution posing yang banyak melibatkan aktivitas berpikir yaitu pemahaman konsep atau konteks cerita, komunikasi, dan penyelesaian masalah. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian sejenis untuk mengetahui profil siswa dalam problem posing pada materi yang berbeda. Hal tersebut perlu dilakukan sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada para guru mengenai perbedaan profil brpikir antara siswa yang memiliki perbedaan kemampuan matematika. DAFTAR PUSTAKA Andrianti, Heidi. 2014. Proses Berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah Prisma Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: IAIN Walisongo. Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. 244

Mahmudi, Ali. 2008. Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Tersedia online: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/ali %20Mahmudi,%20S.Pd,%20M.Pd,%20Dr./Makalah %2003%20Semnas%20UNPAD%202008%20_Probl em%20posing%20utk%20kpmm_.pdf, diakses tanggal 4 Oktober 2013. Marpaung, Yansen. 1986. Proses Berpikir Siswa dalam Pembentukan Konsep Algoritma Matematis Pidato Die Natalis XXXI. Yogyakarta: Ikip Sanata Dharma. Ratumanan, T.G dan Laurent, T. 2011. Penilaian Hasil Belajar pada Tingkat Satuan Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press. Sabandar, J. 2008. Thinking Classroom dalam pembelajaran matematika di Sekolah. Makalah pada seminar matematika. Bandung. Siswono, Tatag Yuli Eko. 1999. Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perbandingan di MTs Negeri Rungkut Surabaya. Surabaya: Thesis PPs UNESA Siswono, Tatag Yuli Eko. 2004. Mendorong Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah (Problem Posing). Tersedia online: http://tatagyes.files.wordpress.com/2009/11/paper04 _berpikirkreatif2.pdf, diakses tanggal 4 Oktober 2013. Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi. Suparni. 2001. Proses Berpikir Siswa SLTP dalam menyelesaikan Soal-soal Operasi Hitung Pecahan Bentuk Aljabar. Tesis tidak diterbitkan. UNESA. Suriasumantri, Jujun S. 2002. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Upu, Hamzah. 2003. Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Pustaka Ramadhan. 245