BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nasabah dan sering juga masyarakat menggunakannya, dengan alasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dinilai cukup marak, terbukti

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. pesat, dimana Perbankan Syari ah mendapatkan respon yang positif oleh

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi adalah merupakan kajian tentang aktivitas manusia yang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1998 sampai sekarang perbankan syariah di Indonesia

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram)

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan mempunyai peranan yang sangat penting karena melalui

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada Hukum Ekonomi Syariah yang ada di Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan memiliki peranan penting dalam hal pembangunan. dan perkembangan perekonomian negara, karena fungsi utama dari lembaga

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIII/2015

IMPLIKASI HUKUM TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012 Oleh : Muhammad Iqbal, SHI. SH. MHI 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

BAB II KETENTUAN HUKUM YANG MENGATUR PENYELESAIAN SENGKETA AKAD PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (BMT)

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. umum. Diantaranya pembangunan Kantor Pemerintah, jalan umum, tempat

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan masyarakat kepada Lembaga Yudisial. untuk memperoleh keadilan melalui kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan. perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa antara para pihak yang terlibat karena setiap sengketa selalu diawali oleh konflik namun setiap konflik tidak selalu berujung sengketa. Pada dasarnya para pihak yang terlibat dalam bisnis atau ekonomi syari ah ingin agar segala sesuatu berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan. Namun dalam praktiknya adakalanya apa yang telah menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak tidak dapat dilaksanakan sehingga menimbulkan sengketa atau perselisihan. Dalam hal penyelesaian sengketa ekonomi syari ah pada saat sekarang ini telah memiliki kejelasan dimana peraturannya telah diatur dengan jelas. Seiring berjalannya waktu dan disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari ah, di dalam pengaturan ketentuan penyelesaian sengketa. Pengaturan penyelesaian tersebut terdapat dalam Pasal 55 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 yang berbunyi: 1. Penyelesaian sengketa perbankan syari ah oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. 2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai akad. 3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak boleh bertentangan dengan prinsip syari ah. 1

Penyelesaian sengketa sebagaimana diatur pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 pada hakikatnya menjadi kewenangan para pihak untuk menentukan mekanisme dan forumnya. Menurut penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah sebagai berikut: a. Musyawarah b. Mediasi perbankan c. Melalui Badan Arbitrase Syari ah Nasional (Basyarnas) atau badan arbitrase lain, dan/atau d. Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum Dalam ekonomi syari ah yang menjadi ukuran seseorang menundukkan diri pada hukum Islam atau tidak adalah pada akad yang dilakukannya, bilamana transaksi dilakukan dengan menggunakan akad syari ah sudah dianggap menundukkan diri secara sukarela. Seperti halnya badan-badan hukum yang menundukkan diri secara sukarela pada ketentuan hukum Islam. Berdasarkan prinsip ini maka semua unit usaha yang berbasis syari ah seperti bank-bank konvensional yang membuka unit syari ah tunduk pada ketentuan ekonomi syari ah penyelesaian sengketa pada Pengadilan Agama. Menganalisa Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari ah dapat dipahami bahwa penyelesaian sengketa perdata ekonomi syari ah pada lembaga perbankan syari ah mengikuti klausul penyelesaian sengketa yang disepakati oleh para pihak dalam isi akad/perjanjian, yakni apakah melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, atau melalui musyawarah, atau melalui mediasi 2

perbankan, atau melalui badan arbitrase atau melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 yang menjelaskan bahwa penjelasan Pasal 55 ayat 2 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Peradilan Agama sebagai satu-satunya lembaga litigasi yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa perbankan syari ah. Para pihak tidak lagi harus mengikuti penjelasan Pasal 55 ayat 2 dalam memilih penyelesaian sengketa secara non-litigasi, walaupun demikian musyawarah masih tetap menjadi pilihan alternatif utama penyelesaian sengketa sebelum membawa sengketa ke tingkat selanjutnya. Secara teoritis ada dua cara yang dapat ditempuh dalam menghadapi atau menyelesaikan sengketa, yaitu secara adversial atau litigasi (pengadilan) dan secara kooperatif (negosiasi, mediasi, atau konsiliasi). Penyelesaian melalui litigasi adalah membawa sengketa ke pengadilan, sedangkan penyelesaian kooperatif adalah usaha kerja sama dalam penyelesaian sengketa melalui negosiasi langsung, melalui bantuan mediator, atau bantuan konsiliator. 1 Para pihak yang bersengketa dapat memilih penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan (litigasi) atau di luar pengadilan (non litigasi). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang mengatur 1 Nurnaningsih Amriani, 2012, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 19. 3

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Oleh karena itu penyelesaian sengketa di luar pengadilan dibagi menjadi dua yaitu: a) Arbitrase Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 2 Beberapa lembaga arbitrase yang menyelesaikan sengketa bisnis yang terjadi dalam hubungan perdagangan, yakni: 1. BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) yang khusus menangani persengketaan dalam bisnis Islam 2. BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) yang menangani masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan Bank Syari ah 3. BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang khusus menyelesaikan sengketa bisnis non-islam. b) Alternatif Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimaksud Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 2 Sudikno Mertokusumo, 2002, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta, hlm. 57. 4

Penyelesaian sengketa ekonomi syari ah melalui lembaga peradilan yang merupakan kewenangan absolut dari Peradilan Agama. Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan untuk orang yang beragama Islam yang berhubungan dengan perkara perdata tertentu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah diamandemen sebanyak dua kali dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Undang- Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Perubahan terhadap Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 dilakukan karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut UUD 1945. Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menegaskan pada Pasal 49 huruf i bahwa pengadilan agama bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ekonomi syariah. Yang dimaksud ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari ah, antara lain meliputi: 1. Bank Syari ah 2. Asuransi Syari ah 3. Reasuaransi Syari ah 4. Reksa Dana Syari ah 5. Obligasi Syari ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah 5

6. Sekuritas Syari ah 7. Pembiayaan Syari ah 8. Pegadaian Syari ah 9. Dana pensiun Lembaga Keuangan Syari ah 10. Lembaga Keuangan Mikro Syari ah Penyelesaian sengketa sangat penting diketahui oleh para pihak untuk mengetahui sejauh mana cara penyelesaian sengketa yang dihadapi sesuai sengketa yang ada, dan hasil apa yang diharapkan melalui metode penyelesaian sengketa yang dipilih. Untuk sengketa-sengketa yang lebih menekankan pada hal kepastian hukum dan kemenangan, metode penyelesaian yang tepat adalah litigasi melalui pengadilan. Sebaliknya, jika lebih menekankan pada hal membina hubungan bisnis, metode penyelesaian yang tepat adalah melalui negosiasi, mediasi atau konsiliasi. 3 Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dinilai tidak efisien bagi kalangan bisnis dikarenakan membutuhkan biaya dan waktu yang lama. Selain itu putusan pengadilan justru tidak memuaskan para pihak karena tidak sesuai dengan kehendak atau kesepakatan dari para pihak. Terhadap pernyataan maupun keluhan tersebut, Mahkamah Agung telah mengambil kebijaksanaan untuk mengantisipasinya dengan menerbitkan SEMA No. 6 Tahun 1992 yang menganjurkan agar penanganan dan penyelesaian perkara diusahakan selesai dalam tempo 6 (enam) bulan. Anjuran dalam surat edaran tersebut dirasa perlu sebagai penekanan pelaksanaan asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat 3 Nurnaningsih Amriani, loc. cit. 6

dan biaya ringan (Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 sebagaimana telah diganti dengan Pasal 2 angka 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Selain itu dikembangkan pula lembaga yang telah kita miliki yaitu lembaga penyelesaian perkara perdata secara damai di pengadilan (Dading) yang tidak kalah efektif dengan lembaga ADR dan sesuai dengan SEMA No. 1 tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (eks. Pasal 130 HIR/154 RBG). Yang terakhir adalah PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan sebagaimana telah diganti dengan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dimana Mahkamah Agung memerintahkan hakim yang menyidangkan perkara dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian. 4 Setelah beberapa tahun berlaku Mahkamah Agung menerbitkan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Terbitnya PERMA No. 1 Tahun 2016 bertujuan meningkatkan keberhasilan mediasi dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama. Kegiatan penyaluran dana kepada nasabah atau yang sering disebut dengan pembiayaan. Salah satu akad yang digunakan dalam pembiayaan adalah akad murabahah. Berdasarkan penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari ah, yang dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang telah disepakati. 4 Ibid., hlm. 5-6. 7

Dalam pelaksanaan kontrak di lembaga keuangan syari ah baik bank maupun non bank sering terjadi perbedaan pendapat baik dalam penafsiran maupun dalam implementasi isi perjanjian. Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) menerapkan prinsip syari ah dalam memberikan fasilitas pembiayaan al-murabahah kepada nasabah atas nama Ridwan dan Lusi. Berdasarkan Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syari ah oleh Koperasi yang dijelaskan pada Pasal 8 ayat 1 bahwa KSP atau USP koperasi dapat bertransformasi mengubah usahanya menjadi berdasarkan prinsip syari ah dengan persetujuan rapat anggota. Permasalahan muncul antara nasabah dengan Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) cabang Bukittinggi sebagai lembaga keuangan syari ah non bank yang disebabkan dari tidak terpenuhinya kewajiban (wanprestasi) oleh salah satu pihak, dan pada akhirnya menimbulkan sengketa. Koperasi mitra sejati memberikan fasilitas pembiayaan al-murabahah kepada nasabah atas nama Ridwan dan Lusi dimana untuk menjamin akta akad pembiayaan al-murabahah nasabah menyerahkan jaminan dan membuat akta hak tanggungan kepada pihak Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM). Namun terjadinya perbedaan dalam jumlah fasilitas pembiayaan antara koperasi mitra sejati dengan pihak nasabah. Karena usaha dari pihak nasabah mengalami kemacetan sehingga tidak menyanggupi untuk membayar pokok dan margin yang dibebani. Pihak Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) mengajukan permohonan lelang eksekusi hak tanggungan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan 8

Lelang Bukittinggi dan akhirnya menerbitkan penetapan hari dan tanggal lelang terhadap hak tanggungan. Pihak nasabah menolak permohonan lelang eksekusi hak tanggungan yang dimohonkan oleh Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Bukittinggi dengan mengajukan perlawanan ke pengadilan agama. Pihak nasabah menyatakan bahwa perbuatan dari koperasi mitra sejati (Sahabat UKM) yang telah menjual barang yang bersifat fiktif merupakan perbuatan melawan hukum. Menyadari bahwa pelaksanaan penyelesaian sengketa murabahah koperasi mitra sejati (sahabat UKM) diselesaikan di Pengadilan Agama Bukittinggi, maka penulis merasa hal ini perlu dikaji dan diteliti lebih lanjut untuk mengetahui kenapa pihak nasabah dapat mengajukan perlawanan terhadap pihak Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Karena itu penulis tertarik membahas masalah dalam sebuah penulisan dengan judul Penyelesaian Sengketa Murabahah Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) di Pengadilan Agama Kelas 1B Bukittinggi (Studi Kasus Perkara No. 0611/Pdt.G/2015/PA.Bkt) 9

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dalam tulisan ini penulis mengangkat beberapa permasalahan yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini, diantaranya adalah: 1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya sengketa murabahah pada Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) yang diselesaikan di Pengadilan Agama Bukittinggi? 2. Kenapa nasabah mengajukan perlawanan terhadap Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Bukittinggi? 3. Bagaimana proses pelaksanaan penyelesaian sengketa murabahah Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) yang diselesaikan di Pengadilan Agama Bukittinggi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan latar belakang sengketa murabahah Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) yang diselesaikan di Pengadilan Agama Bukittinggi. 2. Untuk mengetahui penyebab nasabah mengajukan perlawanan terhadap Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) dan Kantor Pelayanan Negara dan Lelang Bukittinggi. 10

3. Melakukan kajian mengenai proses pelaksanaan penyelesaian sengketa murabahah Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) yang diselesaikan di Pengadilan Agama Bukittinggi. D. Manfaat penelitian Harapan penulis, tulisan ini dari hasil penelitian nantinya dapat dirasakan manfaatnya baik bagi penulis sendiri maupun oleh orang lain. Secara umum manfaat yang diharapkan adalah: 1. Secara teoritis Untuk memperluas ilmu pengetahuan penulis yang menyangkut dunia hukum ekonomi syari ah, khususnya mengenai latar belakang terjadinya sengketa murabahah Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM), penyebab nasabah mengajukan perlawanan terhadap Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Bukittinggi, dan pelaksanaan penyelesaian sengketa murabahah di Pengadilan Agama Bukittinggi. 2. Secara praktis Diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat, khususnya pelaku bisnis syari ah yang berhubungan dengan cara-cara menyelesaikan sengketa ekonomi syari ah di Pengadilan Agama Bukittinggi. Dan hasilnya diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi praktisi hukum dalam membuat kebijakan yang berkaitan tentang proses penyelesaian sengketa ekonomi syari ah. 11

E. Metode Penelitian Sebuah penelitian tidak terlepas dari metode yang dipergunakan agar dapat memperoleh yang akurat dan lengkap. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan ini sebagai berikut: 1. Pendekatan Masalah Metode pendekatan masalah dalam penulisan penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dari studi penelitian terhadap perkara no. 0611/Pdt.G/2015/PA.Bkt dilakukan di Pengadilan Agama kelas 1B Bukittinggi yang berkaitan tentang penyelesaian sengketa murabahah Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM). 2. Jenis dan Sumber Data a. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara langsung pada objek penelitian yang dilakukan di Pengadilan Agama Bukittinggi, wawancara dengan hakim, para pihak yang terkait dalam penyelesaian sengketa murabahah Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) yang digunakan sebagai data penunjang bagi penulis untuk penulisan penelitian ini. b. Data sekunder Data sekunder merupakan data utama yang digunakan dalam penulisan ini. Penulis dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum diantaranya sebagai berikut: 1) Bahan hukum primer 12

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan, seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang tentang Peradilan Agama, PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari ah, PERMA Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari ah 2) Bahan hukum sekunder bahan penelitian yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: a. Buku-buku yang berhubungan dengan hukum ekonomi syari ah b. Tulisan ilmiah dan makalah c. Teori dan pendapat para pakar d. Hasil penelitian sebelumnya 3) Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder 5, seperti: kamus-kamus (hukum), ensiklopedia yang relevan dengan penelitian. 5 Bambang Sunggono, 2011, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 114. 13

3. Metode Pengumpulan Data a) Wawancara Pengumpulan data dengan wawancara dalam penelitian ini pada dasarnya untuk mengumpulkan bahan hukum primer. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan pada responden yang telah ditentukan antara lain, yaitu: 1. Hakim Pengadilan Agama Kelas 1B Bukittinggi 2. Pihak Koperasi Mitra Sejati (Sahabat UKM) 3. Kuasa Hukum Pelawan (nasabah) b) Studi Dokumen Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi dokumen yaitu mencari dan mempelajari dokumen dan literatur yang berhubungan dengan masalah yang diajukan penulis dalam penelitian ini. 4. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data a. Pengolahan data Dari semua data yang didapatkan dalam penelitian ini maka dilakukan pengolahan. Pengolahan data ini meliputi 1) Editing Tujuannya adalah untuk merapikan atau menyusun data dari hasil penelitian yang sudah terkumpul serta membetulkan dan menyempurnakan data tersebut untuk dapat dilakukan analisis. 14

2) Coding Yaitu semua bahan hukum yang dikumpulkan kemudian diberi kode tertentu untuk mengelompokkan data menurut bab dan sub bab agar lebih memudahkan dalam pengambilan kesimpulan. b. Analisa data Analisis yang penulis gunakan terhadap data-data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah deskripsi kualitatif artinya menguraikan data dalam bentuk kalimat yang baik dan benar. Maksudnya data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dalam bentuk kalimat yang benar dan sistematis sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang beragam. F. Sistematika Penulisan Agar penulisan ini lebih terarah, maka penulis merasa perlu untuk menyusun sistematika penulisan ini: BAB 1 : PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Merupakan bab yang di dalamnya memaparkan tinjauan umum tentang murabahah, yang meliputi: pengertian murabahah, landasan syari ah murabahah. Membahas tinjauan umum tentang penyelesaian sengketa ekonomi syari ah melalui:musyawarah, arbitrase (tahkim), peradilan agama. 15

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan disimpulkan hasil penelitian serta pembahasan dari permasalahan yang diangkat, yang mencakup yang menjadi latar belakang sengketa murabahah koperasi mitra sejati (sahabat UKM) yang diselesaikan di Pengadilan Agama Bukittinggi. Penyebab nasabah mengajukan perlawanan terhadap koperasi mitra sejati (sahabat UKM) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Bukittinggi. Proses penyelesaian sengketa murabahah koperasi mitra sejati (sahabat UKM) di Pengadilan Agama Bukittinggi. BAB 1V : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. 16