BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PENCABUTAN GUGATAN DALAM PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA TUBAN

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB II KOMPETENSI PERADILAN AGAMA TENTANG PENCABUTAN GUGATAN DAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kecamatan yang bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkawinan mempunyai nilai-nilai yang Sakral dalam agama, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 Abdul Manan, Penerapan, h R.Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor: Politea, 1995). h. 110.

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

BAB III METODE PENELITIAN

Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

TENTANG DUDUK PERKARANYA

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, yang berpuncak pada

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perceraian, tetapi bukan berarti Agama Islam menyukai terjadinya perceraian dari

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkara perdata islam tertentu, bagi orang-orang islam di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KUASA KHUSUS NONMUSLIM DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pengadilan Agama Blora ) TESIS

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan yang menggunakan konsepsi logistis positivis. Konsepsi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Hukum merupakan kaidah atau norma yang hidup dalam masyarakat

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

PUTUSAN Nomor xxxx/pdt.g/2017/pta Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mencabut gugatan adalah tindakan ini menarik kembali suatu gugatan yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan perkara perdata pada tingkat pertama dimungkinkan dapat terjadi. Pencabutan perkara, sekalipun tidak diatur di dalam HIR (Het Herziene Indoneisch Reglement) dan R.bg (Reglement Buitteegewesten), namun kebutuhan praktek peradilan mengharuskan adanya pedoman dalam pelaksanaan. Karena kekosongan aturan itulah, Pasal 271-272 Rv (Reglement op de burgerlijke rechsvordering) dapat dijadikan pedoman oleh pengadilan. Ada suatu prinsip yang harus dijunjung oleh pengadilan, Bahwa pencabutan perkara merupakan hak penggugat yang melekat pada diri penggugat seperti halnya pengajuan gugatan bagi penggugat. 1 Sebagai akibat dari pencabutan perkara, maka sengketa yang termuat dalam surat gugatan dinyatakan berakhir, tertutup segala upaya hukum, kedua pihak dinyatakan kembali kepada keadaan semula dan biaya perkara dibebankan kepada penggugat. Pada Pengadilan Agama, pencabutan perkara sering dilakukan oleh berbagai sebab. Ada Kalanya, pencabutan itu karena pihak ingin 1 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 50 1

2 menyelesaikan perkaranya dengan damai, Atau kepentingan tergugat telah terpenuhi, atau penggugat ingin memperbaiki Gugatanya, Akan tetapi untuk yang terakhir ini tidak berlaku dalam hal pencabutan yang dilakukan penggugat dalam persidangan atau persetujuan tergugat. Pencabutan perkara pada pengadilan tingkat pertama, dapat dilihat dalam beberapa kasus dibawah ini. 1. Pencabutan Perkara dalam Sidang Lanjutan yang tidak dihadiri tergugat dalam kasus ini : a. Penggugat menyatakan mencabut gugatannya. b. Majelis hakim menyarankan kepada penggugat untuk mengadili perkara Tersebut di kediaman tergugat dikarenakan tergugat tidak hadir agar perkara cepat selesai kemudian memberikan vonis pencabutan dalam bentuk putusan dan Penetapan. c. Majelis hakim memerintahkan kepada juru sita untuk menyampaikan salinan putusan dan penetapan tersebut kepada tergugat. d. Majelis hakim memerintahkan kepada panitera untuk mencoret perkara dari buku regester induk perkara perdata gugatan atau (Permohonan). 2. Pencabutan perkara setelah tergugat memberikan jawabannya. Dalam kasus ini, apabila tergugat menyetujuinya. a. Penggugat menyatakan mencabut gugatannya.

3 b. Setelah penggugat menyatakan mencabut gugatannya, hakim segera menanyakan pendapat tergugat. Namun, tergugat dapat meminta waktu untuk berpikir dengan tidak segera memberi jawabannya. 2 Adapun dalam praktek Peradilan Agama, pada dasarnya pencabutan gugatan dalam perkara cerai gugat ialah yang mengajukan gugatan adalah istri dengan diadili di tempat tinggal istri sekarang berada ( penggugat), akan tetapi berbalik arah dari tujuan semula yang mana penggugat ingin menyelesaikan permasalahan tersebut akan tetapi Tergugat tidak hadir dalam persidangan lanjutan. Dan hakim menyarankan untuk mengadili perkara tersebut sebaiknya bisa dilangsungkan di tempat tinggal tergugat bertempat tinggal yang sekarang dimana keberadaanya tergugat yang sekarang dikarenakan pihak lawan tersebut tidak hadir, kasus seperti inilah merupakan pertanyaan besar mengapa diperlukan persetujuan pihak dan mengapa hakim menyarankan dalam menyelesaikan perkara tersebut di tempat tinggal tergugat yang sekarang. Sesungguhnya bagaimana dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam Pencabutan gugatan tersebut sehingga menggalihkan penyelesaian perkara tersebut. Amar putusan dan pertimbangan hukum atau salah satunya ketika itu dinyatakan tidak Memuaskan dirinya, sehingga penggugat bereaksi ingin membatalkan atau memperbaiki Putusan tersebut melewati upaya hukum yang 2 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan Al-Hidayah, 2000), 35

4 dilakukannya. yang ingin dibatalkan atau diperbaikinya adalah amar putusan atau dan pertimbangan hukum putusan sekaligus. Disinilah kepentingan pihak tergugat terusik kembali, apabila permohonan itu telah didaftarkan pada Pengadilan Agama. Padahal, sebelumnya dalam duduk perkara yang termuat dalam berita acara persidangan pada Pengadilan Agama, para pihak telah hadir pada persidangan, namun pada sidang lanjutan tergugat tidak hadir. Oleh karena itu pencabutan permohonan perlu adanya persetujuan pihak tergugat atau para tergugat, apabila permohonan telah disampaikan kepada Pengadilan Agama dan Pengadilan Agama telah memprosesnya dengan menghapus perkara dari buku register tersebut. 3 Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib dan tentram. Untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut diperlukan adanya upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan ketertiban yang dilakukan oleh kekuasaan kehakiman. 3 Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 50

5 Peradilan Agama dalam bentuk sekarang berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, merupakan lembaga peradilan yang utuh ditandai dengan dapat mengeksekusi putusannya sendiri. Sebagai sub sistem dari pelaksana kekuasaan kehakiman, Peradilan Agama beragama Islam berdasarkan hukum Islam. 4 Permasalahan pencabutan gugatan tidak diatur secara detail dalam hukum Islam akan tetapi Islam mengajarkan untuk berlaku adil tentang perlindungan terhadap hak seseorang dan hanya disebutkan secara garis besarnya. Sesuai dengan firman Allah dalam al Qur an: Artinya: Hai orang orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah Karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.(qs. Almaidah :8). 5 2003), 8 4 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 5 Depag RI, Al-Qur an Dan Terjemahanya, (Bandung: Penerbit J-ART, 2003), 346

6 Berangkat dari permasalahan diatas, perlu adanya pengkajian secara yuridis tentang pencabutan gugatan yang diterapkan pada pengadilan dan mencoba menelaah tentang landasan hukum yang digunakan hakim dalam menerapkan pencabutan gugatan dalam perkara cerai gugat yang menjadi pokok perkara. Oleh karena itu dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba menguraikan tentang proses penerapan pencabutan gugatan cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban dari aspek yuridis tentang keabsahan dan kekuatan hukum putusan majelis hakim dalam perkara tersebut yang tercantum dalam hukum acara perdata yang digunakan di lingkungan Peradilan Agama. B. Identifikasi dan Batasan Masalah Dari latar belakang diatas, terdapat beberapa pembahasan yang dapat dijadikan suatu pijakan sebagai obyek penelitian, agar peneliti lebih jeli dalam membahas masalah tersebut. Maka peneliti akan menjadikan beberapa pokok pembahasan dalam penelitian ini. Dan penulis akan membatasi dengan beberapa pokok-pokok pembahasan sebagai berikut: 1. Dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban.

7 2. Tinjauan yuridis terhadap dasar dan pertimbangan hakim dalam pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. 3. Kekuatan hukum pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. 4. Kompetensi Peradilan Agama tentang pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dan perceraian. 5. Definisi pencabutan gugatan. 6. Pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. 7. Perspektif hukum acara perdata terhadap putusan Pengadilan Agama Tuban tentang pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat. Oleh karena itu adanya identifikasi penulis akan membatasi masalah dengan batasan yaitu: 1. Apa dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. 2. Bagaimana tinjauan yuridis terhadap dasar dan pertimbangan hakim dalam pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban.

8 3. Bagaimana kekuatan hukum pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. C. Rumusan Masalah 1. Apa dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban? 2. Bagaimana tinjauan yuridis terhadap dasar dan pertimbangan hakim dalam pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban? 3. Bagaimana kekuatan hukum pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat? D. Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan peneliti sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga diharapkan tidak ada pengulangan dalam skripsi selanjutnya, Secara garis besar masalah pencabutan gugatan perkara sering dilakukan oleh berbagai sebab. Ada Kalanya, pencabutan itu karena pihak ingin menyelesaikan perkaranya dengan damai, atau kepentingan tergugat telah terpenuhi, atau penggugat ingin memperbaiki gugatannya.

9 Akan tetapi untuk yang terakhir ini tidak berlaku dalam hal pencabutan yang dilakukan penggugat dalam persidangan atau persetujuan tergugat. Dalam perkara cerai gugat tersebut, istri dihadapan majelis hakim pada pokoknya mengajukan gugatan terhadap suaminya, agar penggugat diceraikan, dengan alasan tidak lagi keharmonisan dalam rumah tangga dalam menyampaikan gugatan tersebut penggugat hadir sendiri tanpa menggunakan kuasa hukum dipengadilan sedangkan pihak lawan tidak hadir dalam persidangan Peradilan. Oleh karena itu, seperti yang kita ketahui bahwa pada dasarnya cerai gugat ialah dari pihak istri untuk mengajukan gugatannya ke pengadilan agama dan diadilinya di kediaman penggugat bertempat tinggal agar permasalahan cepat selesai akan tetapi berbalik arah dari tujuan semula, hakim menyarankan untuk mengalihkan ke pengadilan lain di kediaman tergugat untuk itu, perlu adanya pengkajian secara yuridis tentang pencabutan gugatan yang diterapkan pada pengadilan dan mencoba menela ah tentang landasan hukum yang digunakan hakim dalam menerapkan pencabutan gugatan dalam perkara cerai gugat yang menjadi pokok perkara. Oleh karena itu dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba menguraikan tentang proses penerapan pencabutan gugatan cerai di Pengadilan Agama Tuban dari aspek yuridis tentang keabsahan dan kekuatan hukum penetapan majelis hakim dalam perkara tersebut yang tercantum dalam hukum acara perdata yang digunakan di lingkungan Peradilan Agama. 6 6 Chatib, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 97

10 E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang digunakan oleh penulis yakni: 1. Mengidentifikasi dan mengetahui lebih jelas dasar dan pertimbangan hukum hakim dalam pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara perkara cerai gugat, di Pengadilan Agama Tuban. 2. Memahamilebih jelas tinjauan yuridis terhadap dasar dan pertimbangan hakim dalam pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. 3. Mengetahui lebih jelas tentang kekuatan hukum pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. F. Kegunaan Hasil Penelitian Setelah penulis melakukan penelitian, berharap dari hasil penelitian tersebut membuahkan hasil sehingga dapat bermanfaat selebihnya bagi pembaca, hal itu meliputi sebagai berikut: 1. Sebagai apresiasi penulis dalam menempuh masa perkuliahan dengan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapat dari tinjauan yuridis terhadap pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dengan mengetahui lebih jelas dasar dan pertimbangan hakim dalam pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat tersebut. 2. Sebagai harapan untuk menambah intelektual dan memperluas pengetahuan terhadap pencabutan gugatan di pengadilan agama tuban.

11 3. Diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan sebagai informasi, memperkuat dan menyempurnakan teori yang ada. 4. Membantu memberikan pemikiran mengenai permasalahan yang terdapat pada pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat yang kemungkinan terdapat permasalahan pada pihak yang berperkara dalam memahaminya. G. Definisi Operasional Definisi operasional ini dibuat untuk memudahkan pemahaman penulis terhadap isi dari judul penelitian ini yaitu Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No.0688/pdt.G/2011/PA.Tbn Tentang Pencabutan Gugatan Tanpa Persetujuan Tergugat Dalam Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Tuban dan untuk menghindari dari kesalahan dalam mengartikan kalimat demi kalimat yang terdapat dalam judul skripsi tersebut: Putusan : Ketetapan yang telah ditentukan peristiwa yang sebenarnya akan diketahui hakim dari pembuktian. 7 Pencabutan gugatan : Tindakan ini menarik kembali suatu gugatan yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. 8 7 Sudikno, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: Liberty, 2006), 102 8 Soenarjati Hartono, Peranan Peradilan dalam Rangka Pembinaan dan Pembaharuan Hukum Nasional, (Jakarta: Grafindo, 1975), 106

12 Tanpa persetujuan tergugat : Tanpa sepengetahuan dari pihak lawan atau tergugat dalam permasalahan tersebut. Cerai gugat : Perpisahan (perceraian) antara sepasang suami- isteri dengan keridhaan dari keduanya dan dengan pembayaran diserahkan isteri kepada suaminya. 9 Berdasarkan definisi operasional diatas, obyek dalam penelitian adalah penerapan Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No.0688/pdt.G/2011/PA.Tbn Tentang Pencabutan Gugatan Tanpa persetujuan tergugat dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. H. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiyah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodelogis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu ; sistematis adalah berdasarkan suatu system sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Sedangkan metode penelitian adalah cara dan langkah-langkah yang efektif dan efisien untuk mencari dan menganalisis data dalam rangka menjawab masalah. 9 Rasyidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, (Bandung: Raja Grafindo, 1982), 17

13 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian doktrinal. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan manusia yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif menurut johny Ibrahim adalah suatu prosedur ilmiyah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Lebih lanjut dikatakan oleh Johny Ibrahim bahwa tipe penelitian yuridis normatif, dimana objek penelitiannya adalah permasalahan hukum (sedangkan hukum adalah kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat), maka penelitian ini difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Penelitian hukum jenis ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang berkaitan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum itu disusun secara sistematis, dikaji dan ditarik suatu kesimpulan sesuai dengan masalah yang diteliti.

14 2. Sifat Penelitian Ilmu hukum menjadi karakteristik sebagai ilmu yang bersifat prespektif dan terapan.dari hasil telaah dapat dibuat opini atau pendapat hukum. opini atau pendapat hukum yang dikemukakan oleh ahli hukum merupakan suatu preskripsi. Untuk dapat memberikan preskripsi itulah guna keperluan praktik hukum dibutuhkan penelitian hukum. Penulis dalam penelitian ini ingin menemukan aturan hukum yang menjadi dasar yuridis Pengadilan Agama dalam memutus pencabutan gugatan dalam perkara cerai gugat penulis mengkaji putusan Pengadilan Agama Tuban nomor 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn yang mana pencabutan gugatan tanpa persetujuan tergugat dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. 3. Pendekatan Penelitian Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan dapat informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. pendekatanpendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, pendekatan historis dan pendekatan konseptual. adapun dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan yang menjadi fokus sekaligus tema sentral. Menurut

15 Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya metode penelitian hukum menjelaskan bahwa pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan perundang-undangan. Beberapa peraturan perundang-undangan yang digunakan yaitu undangundang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan pertama atas undangundang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. 4. Jenis dan Sumber Data Peter Mahmud Marzuki menjelaskan bahwa untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi yang seyogyanya, diperlukan adanya sumber-sumber penelitian. Sumber- sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer merupakan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua

16 publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan Pengadilan. Dalam penelitian hukum ini Penulis menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari : a. Putusan nomor 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn tentang pencabutan gugatan dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. b. Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan. d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. e. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. f. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Adapun bahan hukum sekunder yang Penulis gunakan adalah bukubuku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum dan komentarkomentar atas kasus yang berkaitan dengan objek penelitian. 5. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknis analisis dengan metode deduksi. Menurut Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapatnya Philipus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan

17 Aristoteles penggunaan metode deduksi berawal dari pengajuan premis major (pernyataan yang bersifat umum), kemudian diakujan premis minor (bersifat khusus), dalam silogistik untuk penalaran hukum ynag merupakan premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan fakta hukum merupakan premis minor yang kemudian dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan. Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang bersifat umum, selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus. I. Sistematika Pembahasan Penulisan hukum ini terdiri dari lima bab yaitu pendahuluan, pembahasan, analisis yuridis dan penutup serta daftar pustaka dan lampiran. Adapun susunannya adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan Pada bab ini Penulis menguraikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional dan metode penelitian. BAB II : Pembahasan Pada bab ini diuraikan tentang teori teori kajian pustakanya akan membahas mengenai Kompetensi peradilan Agama tentang pencabutan gugatan perceraian dan Tinjauan umum tentang pencabutan gugatan, Pengertian

18 pencabutan gugatan, Macam-macam pencabutan gugatan, alasan pencabutan gugatan, tata cara pencabutan gugatan prosedur permohonan pencabutan gugatan, akibat hukum pencabutan gugatan, Hal-hal yang diperhatikan dalam pencabutan gugatan, pencabutan gugatan menurut hukum acara Peradilan Agama, tinjauan umum tentang perceraian, Pengertian perceraian alasan perceraian, Bentuk-bentuk perceraian. BAB III : Hasil Penelitian Data hasil penelitian, pada bab ini berisi tentang penyajian data yaitu gambaran umum pencabutan gugatan, dasar pertimbangan hukum hakim dalam penerapan pencabutan cerai gugat, dan mengenai kontek kekuatan hukum penerapan pencabutan gugatan dalam perkara cerai gugat. BAB IV : Analisis Data Dalam bab ini berisikan analisis yuridis terhadap pencabutan gugatan dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban yang meliputi proses penerapan pencabutan gugatan perspektif hukum acara perdata, Putusan Agama Tuban, dan kekuatan hukum pencabutan gugatan dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Tuban. BAB V : Penutup Dalam bab ini diuraikan secara keseluruhan uraian yang telah dipaparkan ke dalam bentuk simpulan dan saran yang dapat Penulis kemukakan kepada para pihgak yang terkait dengan penulisan hukum ini.