BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu propinsi dari 35 propinsi di wilayah Indonesia. DI Yogyakarta terletak di Pulau Jawa bagian tengah sehingga memiliki batas wilayah Lautan Indonesia untuk bagian selatan, sedangkan Propinsi Jawa Tengah mengelilingi bagian utara, timur, dan barat. Jika ditinjau dari kondisi geofisik, maka Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya terletak pada jalur tektonik dan vulkanik. Pada sisi utara terdapat vulkanik Merapi yang sangat aktif dan pada bagian selatan terdapat jalur subduksi lempeng Indo-Australia-Eurasia yang merupakan penyebab utama terjadinya gempa tektonik di kawasan ini. Dari sisi geologi wilayah, letak DI Yogyakarta terbilang kompleks karena terdiri dari lipatan dan patahan. Adapun formasi geologi dominan di wilayan DI Yogyakarta adalah endapan gunung merapi muda. Berdasarkan pemaparan mengenai lokasi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa beberapa wilayah dalam Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah rawan bencana, seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir dan tanah longsor. Peristiwa bencana alam yang terjadi tentu menimbulkan kerugian bagi wilayah DI Yogyakarta. Apabila bencana alam timbul dengan kekuatan yang cukup besar, maka dapat diperkirakan bahwa kerugian yang dialami pun kian besar. Sebagai contoh, gempa bumi berkekuatan 5.9 SR telah menimpa Propinsi DI Yogyakarta pada tahun 2006 dan menimbulkan kerugian hingga 29,1 T rupiah. Kerugian yang terbilang sangat tinggi. Pemulihan keadaan pasca bencana pun berjalan cukup lambat karena anggaran pemerintah yang mungkin tidak sebanding dengan kerugian yang dialami. Lee and Yu (2007) mengatakan bahwa kejadian seperti ini memang tidak terjadi secara periodik sehingga sulit untuk diprediksi kapan tepatnya akan terjadi. Hal tersebut menjadi perhatian khusus dan menimbulkan gagasan bahwa perlindungan terhadap aset sangat diperlukan. Ada baiknya bahwa pemerintah mulai bekerja sama dengan industri asuransi sebagai bentuk penanggulangan pasca bencana alam. 1
2 Perusahaan asuransi tradisional biasanya mengcover sebagian atau keseluruhan kerugian yang diakibatkan oleh bencana alam, tetapi tidak banyak yang bertahan dalam menawarkan produk asuransi bencana alam sehingga ditemukan gagasan mengapa asuransi tersebut tidak dihubungkan dengan instrumen keuangan, seperti opsi, obligasi, swap, future dan sebagainya. Ilmuwan berlomba-lomba dalam mengembangkan teorinya sampai pada akhirnya ditemukan bahwa resiko yang ditimbulkan dari bencana alam banyak diminati konsumen jika dihubungkan dengan obligasi. Inilah yang dikenal sebagai Catastrophe (CAT) Bond (Cox at al., 2000) atau obligasi bencana alam. Seperti bencana alam yang sulit diprediksi, valuasi terhadap obligasi bencana alam juga sulit dilakukan. Perkembangan studi terhadap pemodelan harga obligasi bencana alam berperan sebagai pencegahan dan peringatan terhadap bencana alam, tetapi sebagian besar studi saat ini tidak mencantumkan banyak faktor yang berakibat pada penentuan harga obligasi bencana alam. Dalam penelitian ini diperhatikan variasi dari faktor yang mempengaruhi penentuan harga obligasi bencana, seperti distribusi dari kerugian yang diakibatkan oleh bencana alam, banyaknya kejadian, ketentuan threshold dan suku bunga yang tidak tetap. Obligasi bencana alam sama halnya dengan obligasi biasa. Obligasi sendiri memiliki arti surat hutang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan, yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga atau kupon pada periode tertentu dan melunasi pokok hutang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi. Dengan demikian, obligasi bencana alam dapat diartikan sebagai surat hutang yang menggunakan faktor risiko bencana alam dalam kontraknya. Melihat manfaat dari obligasi bencana alam, perlu dikenalkan sistem baru dalam penanggulangan bencana alam yang ada di Indonesia. Salah satu cara yang dapat dilakukan yakni mengenalkan asuransi bencana alam yang dihubungkan dengan obligasi. Salah satu masalah mengapa di Indonesia belum ada perusahaan yang menawarkan asuransi bencana adalah Indonesia belum memiliki data yang mencukupi untuk digunakan oleh perusahaan sebagai acuan dalam menentukan harga. Obligasi bencana alam sendiri memilibatkan empat pihak, yakni pemerintah sebagai sponsor, special purpose vehicle (SPV), investor dan investasi lain. Skripsi ini hanya membahas
3 mengenai hubungan antara pihak SPV dan investor. Hal ini berkaitan dengan harga jual obligasi bencana alam. Dengan keterbatasan kriteria data yang ada, akan diperkenalkan pendekatan metode Inverse Gaussian untuk model agregat kerugian dalam menentukan harga obligasi bencana alam Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode pendekatan merupakan metode alternatif daripada metode exact. Metode pendekatan ini dilakukan karena tidak terdapat frekuensi klaim dari kerugian individu tertanggung dan metode exact cenderung memiliki perhitungan yang rumit. 1.2. Tujuan Penelitian Hal yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Memahami cara kerja obligasi bencana alam sebagai sarana pemindahan risiko bencana alam. 2. Mempelajari penentuan harga obligasi bencana alam dengan metode pendekatan distribusi Inverse Gaussian sebagai model agregat kerugian. 3. Membentuk dan menghitung nilai obligasi bencana alam Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu bentuk penanggulangan bencana daerah. 4. Mengetahui pengaruh nilai parameter atau variabel dalam formula perhitungan nilai obligasi bencana alam tersebut. 1.3. Tinjauan Pustaka Obligasi bencana alam merupakan salah satu sekuritas keuangan yang penting. Obligasi bencana alam sukses untuk pertama kalinya diterbitkan oleh Hannover Re pada tahun 1994 dengan harga $85 juta (Laster, 2001). Adapun obligasi bencana alam lainnya pada tahun 1999 yang berhasil menutup kerugian akibat gempa bumi di Tokyo bagi perusahaan Oriental Land (Cummins, 2008). Klein (2010) mengatakan bahwa pasar obligasi bencana alam terbukti menarik dan bermanfaat bagi sponsor untuk memindahkan risiko. Meskipun sudah ada beberapa obligasi bencana alam yang sukses diterbitkan dalam kurun waktu terakhir, masih sedikit studi tentang penetuan harga obligasi bencana alam. Cox dan Pederson (2000) mengevaluasi obligasi bencana alam dengan
4 sebuah teknik representative agent dan mengembangkan framework dari penentuan harga obligasi bencana alam pada pengaturan pasar yang tidak lengkap. Burnecki (2005) mengevaluasi obligasi bencana alam menggunakan model Poisson tak homogen majemuk dengan distribusi kerugian terpotong kiri. Egami dan Young (2008) mengusulkan sebuah formula dan strategi diskritisasi untuk obligasi bencana alam dengan menggunakan pendekatan numeric PDE. Jarrow (2010) mengembangkan bentuk sederhana untuk mengevaluasi nilai obligasi bencana alam dimana formula tersebut konsisten dengan model bebas arbitrase bagi evolusi dari suku bunga struktur LIBOR. Sebagaimana kejadian bencana alam begitu sulit diprediksi, menentukan harga obligasi bencana alam pun sangat sulit. Akan tetapi, studi tentang penentuan harga obligasi bencana alam diperlukan sebagai bentuk pencegahan dan mitigasi bencana alam. Oleh karena itu, mengacu pada jurnal berjudul Pricing Catastrophe Risk Bonds: A Mixed Approximation Method dengan penulis Zong-Gang Ma dan Chao-Qun Ma, akan dipaparkan ragam faktor yang mempengaruhi harga obligasi bencana alam seperti distribusi jumlahan kerugian, tingkat threshold dan suku bunga stokastik. Pembahasan mengenai penentuan harga obligasi bencana alam berdasarkan metode parametrik telah dibahas dalam skripsi yang ditulis oleh Ezra Putranda Setiawan (2014). Selanjutnya, telah dibahas oleh Dian Anggraini (2015) mengenai penentuan harga obligasi bencana alam menggunakan metode indemnity dengan sebaran yang digunakan untuk pendekatan model agregat kerugian adalah distribusi Gamma. Pada skripsi ini, akan dibahas penentuan harga obligasi bencana alam menggunakan metode indemnity juga. Namun, formula yang dihasilkan dari studi literatur ini adalah formula untuk menghitung nilai obligasi bencana alam dengan suku bunga stokastik dan proses kerugian yang didekati oleh distribusi Inverse Gaussian. 1.4. Metode Penelitian Penelitian ini dibimbing oleh dosen pembimbing dengan studi literatur dan studi kasus. Literatur yang diperoleh penulis adalah beberapa jurnal, paper, buku-buku elektronik maupun non-elektronik, serta artikel dari situs internet. Adapun untuk studi kasus, penulis menggunakan data kerugian akibat bencana alam Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010 sampai dengan 2015 yang diperoleh dari Badan
5 Penanggulangan Bencana Daerah serta data suku bunga Bank Indonesia yang diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia. 1.5. Sistematika Penelitian Skripsi ini terdiri dari lima bab dengan susunan penulisan sebagai berikut. Bab I PENDAHULUAN Berisi latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II LANDASAN TEORI Bab ini berisi berbagai teori yang melandasi penelitian ini, antara lain tentang variabel random, tail weight, uji Anderson Darling, Metode Maximum Likelihood, obligasi, proses stokastik, counting process, dan bunga. Bab III PENENTUAN HARGA OBLIGASI BENCANA ALAM Bab ini membahas tentang deskripsi obligasi bencana alam, suku bunga model Cox-Ingersoll-Ross, penentuan model agregat kerugian dengan pendekatan distribusi Inverse Gaussian dan formulasi untuk menentukan harga obligasi bencana alam. Bab IV STUDI KASUS Bab ini memuat hasil pendugaan parameter model suku bunga CIR, validasi asumsi proses Poisson tak homogen, dan parameter distribusi Inverse Gaussian, dilanjutkan simulasi perhitungan harga obligasi bencana alam berdasarkan parameter yang sudah diestimasi. Bab V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran.