1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AKB (Angka Kematian Bayi) menurut hasil SDKI terjadi penurunan AKB sejak tahun 1991. Pada tahun 1991, diestimasikan AKB sebesar 68 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil SDKI tahun 2007 mengestimasikan AKB sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Hasil estimasi tersebut memperhitungkan AKB dalam periode 5 tahun sebelumnya yaitu tahun 2003-2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Sedangkan AKB di propinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 10,25/1.000 kelahiran hidup dan juga sudah melampaui target MDG/Millenium Development Goals ke-4 tahun 2015 yaitu 17/1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2009). Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Prawihardjo, 2008, p.709). Asfiksia pada BBL (Bayi Baru Lahir) menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian BBL setiap tahun. Data mengungkapkan bahwa kira-kira 10% BBL membutuhkan bantuan untuk mulai bernafas, dari bantuan ringan (langkah awal dan stimulasi untuk bernafas) sampai resusitasi lanjut yang ekstensif. Dari jumlah tersebut, hanya kira-kira 1% saja yang membutuhkan resusitasi yang ekstensif. Penulis lain menyebutkan kira-kira 5% bayi pada 1
2 saat lahir membutuhkan tindakan resusitasi yang ringan seperti stimulasi untuk bernafas. Antara 1% sampai 10% BBL di rumah sakit membutuhkan bantuan ventilasi dan sedikit saja yang membutuhkan intubasi dan kompresi dada. Sebagian besar bayi yaitu sekitar 90%, tidak membutuhkan atau hanya sedikit memerlukan bantuan untuk memantapkan pernafasannya setelah lahir dan akan melalui masa transisi dari kehidupan intra uterin ke ekstra uterin tanpa masalah (IDAI, 2008, p.103). Kejadian letak sungsang berkisar antara 2% sampai 3% bervariasi di berbagai tempat. Sekalipun kejadiannya kecil, tetapi mempunyai penyulit yang besar dengan angka kematian sekitar 20% sampai 30%. (Manuaba, 2010, p.491). Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi dibandingkan dengan letak kepala. Ada dua cara persalinan letak sungsang yaitu secara pervaginam dan perabdominal. Pemilihan kelahiran sungsang baik perabdominal ataupun pervaginam tergantung pada posisi sungsangnya dan penolong persalinan. Secara teori, letak sungsang dapat dilahirkan secara normal. Namun jika janin dalam kondisi gawat atau kelainan, harus segera dilakukan persalinan perabdominal. Penilaian terhadap kemajuan proses persalinan sangat penting untuk menentukan cara persalinan yang akan dilakukan (Kasdu, 2005, p.30). Albrechtsen dkk mengevaluasi sebuah protokol untuk memilih pelahiran pervaginam atau seksio sesarea pada letak sungsang. Pada 1212 letak sungsang, angka pelahiran pervaginam meningkat dari 45 menjadi 57 persen dan angka seksio sesarea setelah pelahiran pervaginam gagal menurun
3 dari 21 persen menjadi 6 persen. Asfiksia secara klinis didiagnosis pada 2,5 persen di antara mereka yang dilahirkan pervaginam dengan letak sungsang (Cunningham, 2005, p.564). Pada persalinan letak sungsang dengan cara pervaginam, kelahiran kepala yang lebih lama dari 8 menit setelah umbilicus dilahirkan, akan membahayakan kehidupan janin. Selain itu, bila janin bernafas sebelum hidung dan mulut lahir dapat membahayakan, karena mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan nafas. Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat yang menumbung (Prawirohardjo, 2008, p.613). Sedangkan persalinan letak sungsang dengan cara perabdominal dianggap memiliki prognosis lebih baik pada bayi yang dilahirkan. Hal ini dikarenakan skor apgar, terutama 1 menit pertama, pada bayi yang dilahirkan pervaginam umumnya lebih rendah daripada bila dilakukan seksio sesarea (Cunningham, 2005, p.564). Berdasarkan studi pendahuluan yang diperoleh di RSUD Kota Semarang pada tanggal 1-5 Mei 2011, peneliti memperoleh data persalinan letak sungsang pada bulan Februari sampai April tahun 2011 sebanyak 35 kasus. Dari 35 kasus, bayi yang mengalami asfiksia berat sebanyak 3 bayi (8,57%), asfiksia sedang sebanyak 10 bayi (28,57%), asfiksia ringan sebanyak 19 bayi (54,28%) dan yang tidak mengalami asfiksia (normal) sebanyak 3 bayi (8,57%) (RSUD Kota Semarang, 2011). Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan penelitian tentang Adakah hubungan cara persalinan letak sungsang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kota Semarang Tahun 2011.
4 B. Rumusan Masalah Adakah hubungan cara persalinan letak sungsang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kota Semarang Tahun 2011? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan cara persalinan letak sungsang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kota Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan cara persalinan letak sungsang di RSUD Kota Semarang. b. Mendiskripsikan kejadian asfiksia neonatorum pada letak sungsang di RSUD Kota Semarang. c. Menganalisis hubungan antara cara persalinan letak sungsang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kota Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Penelitian yang dilakukan diharapkan akan menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan pelayanan serta dapat menerapkan ilmu dari perkuliahan, metode penelitian yang didapat di Akademi Kebidanan Unimus.
5 2. Bagi tempat penelitian Bagi RSUD Kota Semarang untuk mempertahankan dan meningkatkan pelayanan KIA secara menyeluruh sesuai dengan program pemerintah terutama deteksi dini faktor risiko. 3. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya untuk dapat menambah informasi dan referensi di kampus. 4. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi ibu bersalin tentang pentingnya pemilihan cara persalinan letak sungsang. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian Siswanti menggunakan variabel independen pre eklamsia atau eklamsia, jenis persalinan, induksi persalinan, gangguan mendadak pada plasenta dan BBLR di BPRSUD Kota Salatiga, sedangkan penelitian ini menggunakan variabel cara persalinan letak sungsang di RSUD Kota Semarang. Jenis penelitian Putri adalah analitik komparasi sedangkan jenis penelitian ini adalah analitik korelasi. Penelitian Munadhiroh menggunakan variabel paritas dan kehamilan sedangkan penelitian ini menggunakan variabel cara persalinan letak sungsang dan kejadian asfiksia neonatorum. Perbedaan dengan peneliti lain dapat dilihat pada table 1.1 keaslian penelitian.
6 Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Judul, Nama, Tahun 1. Studi deskriptif faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum di BPRSUD Kota Salatiga periode Januari-Desember 2006 (Siswanti,2007) 2. Studi komparasi asfiksia neonatorum pada persalinan normal dengan persalinan seksio caesar periode 1 Januari 31 Desember 2008 di RSUD Sunan Kalijaga Demak (Putri Septya Nugraheni, 2009) 3. Hubungan antara paritas dengan kehamilan letak sungsang di RS Dr. Kariadi Semarang periode Januari-Desember 2005 (Munadhiroh, 2006) Populasi Variabel Metode Hasil Semua bayi lahir dari semua persalinan di BPRSUD Kota Salatiga periode Januari-Desenber 2006 sebanyak 684 orang, yang mengalami asfksia sebanyak 152 orang. Semua neonatus yang mengalami asfiksia baik yang mengalami persalinan normal maupun persalinan seksio caesar di RSUD Sunan Kalijaga Demak Periode 1 Januari 31 Desember 2008 Seluruh ibu dengan hamil letak sungsang yang memeriksakan kehamilannya ke RSDK Semarang selama periode Januari-Desember 2005 dengan jumlah populasi 50 ibu hamil Penyebab terjadinya asfiksia neonatoru m pada bayi baru lahir yang meliputi : pre eklampsia dan eklampsia, jenis persalinan, induksi persalinan, gangguan mendadak pada plasenta, dan berat badan bayi lahir Variable bebas : persalinan normal dan persalinan seksio caesar Variabel terikat : asfiksia neonatoru m Variable independen t : paritas ibu Variabel dependent : kehamilan letak sungsang Penelitian deskriptif dengan menggunak an metode retrospektif Studi analitik dengan pendekatan retrospektif Deskripsi korelasiona l dengan pendekatan retrospektif Hasil penelitian diperoleh factor-faktor terjadinya asfiksia didominasi karena induksi persalinan yaitu sebanyak 47,4%, kemudian diikuti karena faktor fetal 25,7%, faktor maternal 10,5%, dan faktor plasental sebanyak 9,2%, serta disebabkan persalinan dengan ekstraksi vacum sebanyak 7,2%. Ada perbedaan asfiksia neonatorum pada persalinan normal dengan pesalinan seksio caesar Ada hubungan antara paritas dengan kehamilan letak sungsang.