BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi biometrika sudah sedemikian pesat dan canggih. Teknologi biometrika telah banyak diterapkan di berbagai bidang, seperti aplikasi pemerintahan, komersial, dan forensik. Berbagai penelitian tentang sistem biometrika telah dilakukan di berbagai Perguruan Tinggi. Sistem identifikasi biometrika didasarkan pada karakteristik alami manusia, yaitu karakteristik fisiologis dan karakteristik perilaku yang mencakup: sidik jari (fingerprint), telinga, wajah (face), geometri tangan (hand geometry), pola urat (vein pattern), suara (voice), pola penekanan tombol (keystroke pattern), tanda tangan (signature), selaput pelangi (iris), telapak tangan (palmprint), gaya berjalan (gait), dan jejak panas pada wajah (facial thermogram) [1]. Identifikasi biometrika memiliki keunggulan dibanding dengan metode konvensional karena tidak mudah dicuri atau digunakan oleh pengguna yang tidak berwenang. Sidik jari (fingerprint) merupakan biometrika yang telah digunakan lebih dari 30 tahun dan yang paling banyak digunakan [2]. Minusi (minutiae) merupakan ciri unik pada sidik jari yang menyebabkan sidik jari menjadi sangat handal untuk digunakan pada sistem pengenalan personal. Untuk akuisisi data, sidik jari memerlukan kontak langsung dengan pengguna, karena pada saat menempelkan sidik jari ke sensor, posisi sidik jari diletakkan pada bagian tengah sensor dan tegak lurus terhadap alat pemindai untuk mendapatkan titik acuan (reference point) yang benar. Berbeda dengan telinga, akuisisi data bersifat nonintrusive yaitu tidak memerlukan kerja sama dengan pengguna. Wajah (face) merupakan biometrika yang cukup banyak digunakan dalam sistem pengenalan personal [3]. Pengenalan wajah sangat dipengaruhi oleh ekspresi, bentuk rambut, make-up, dan kaca mata, sehingga tingkat akurasi biometrika wajah rendah. Tingkat akurasi biometrika wajah akan lebih rendah bila digunakan untuk sistem identifikasi. Selain itu, kelemahan biometrika wajah adalah sulit membedakan wajah orang kembar. Kendala utama dalam peningkatan 1
pengenalan wajah adalah adanya ekspresi wajah [4]. Wajah adalah objek yang tidak kaku terdiri dari rincian atau pola yang kompleks sering berubah-ubah yang disebut ekspresi wajah [5]. Tidak adanya pengaruh ekspresi terhadap kontur telinga menjadi satu pemikiran yang dilakukan dalam penelitian ini. Penggunaan kontur telinga sebagai objek pembeda merupakan hal yang tepat dalam peningkatan akurasi pengenalan personal. merupakan biometrika yang mulai dikembangkan sebagai sistem pengenalan personal, dalam lima tahun terakhir [6]. manusia adalah struktur yang stabil yang kaya akan informasi dan mudah dicitrakan untuk identifikasi biometrika. mudah dicitrakan dengan menggunakan Closed Circuit Television (CCTV) karena sifatnya yang nonintrusive, sedangkan biometrika seperti sidik jari, mata, telapak tangan sangat sulit dicitrakan langsung dengan CCTV. Sehingga biometrika telinga lebih cocok digunakan sebagai identifikasi dan sistem keamanan (security system). Pencitraan telinga juga sangat kebal terhadap masalah privasi, stigma, dan higienis yang terkait dengan pengumpulan biometrika [7]. Biometrika telinga memiliki bentuk yang tetap, keunikan pada setiap manusia dan bisa dibandingkan seumur hidup [8]. Penelitian tentang keunikan telinga pernah dilakukan oleh Iannarelli [9] yang meneliti telinga 10.000 orang secara random di California dan pada orangorang kembar identik. Hasilnya membuktikan walaupun terlihat mirip pada orang kembar, tetapi telinga setiap orang itu berbeda, khususnya di bagian concha dan lobe. Seseorang dapat lebih mudah mengenali atau mengidentifikasi orang lain hanya melihat ciri-ciri dari orang yang teridentifikasi. Berdasarkan hal ini, dimungkinkan untuk membuat sistem identifikasi seseorang melalui ciri-ciri dari telinga. Sistem yang dibangun tentunya mempunyai keterbatasan, mengingat dalam pangambilan citra telinga yang berorientasi posisi berbeda-beda. Penelitian tentang identifikasi personal yang memanfaatkan biometrika telinga telah banyak dilakukan. Penelitian yang berdasarkan geometris telinga, seperti penelitian dari Agarwal [10] dalam penelitiannya menerapkan wavelet dan analisis geometris dalam pengenalan manusia. Data citra telinga yang digunakan 2
berasal dari kamera dengan pencahayaan yang seragam dan mencakup beberapa occlusion (penghalangan) seperti rambut. Choras [11] dalam penelitiannya menggunakan jumlah piksel jari-jari dari titik pusat massa (centroid) dengan tepi kontur telinga sebagai ciri, dan diuji menggunakan data citra telinga yang berasal dari kamera tegak lurus dan 30 derajat terhadap kepala. Rahman [12] menerapkan analisis geometris berdasarkan jarak titik terluar kontur telinga terhadap titik tengah garis panjang telinga sebagai pengenalan manusia, pengujiannya menggunakan data citra telinga berasal dari webcam tegak lurus terhadap kepala. Dalam beberapa literatur yang dijadikan acuan, unsur posisi pengambilan citra telinga kurang diperhatikan. Penelitian ini dilakukan dengan citra telinga yang diperoleh dari database pengambilan citra telinga yang berbeda dan memiliki ciri. Citra telinga ini akan diekstraksi menjadi ciri, menggunakan metode ekstraksi yang dapat menjadikan kontur telinga ini menjadi ciri-ciri yang sama. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: teknik identifikasi biometrika berdasarkan kontur telinga yang telah dilakukan, masih mempunyai kelemahan dalam hal ketergantungan pada posisi pengambilan citra telinga. 1.3. Keaslian dan Kedalaman Beberapa penelitian mengenai pengenalan biometrika telinga sebenarnya sudah banyak dilakukan. Tabel 1.1 memberikan ringkasan mengenai hal itu. Choras [11] mempresentasikan bentuk dan kontur telinga serta menggunakan empat metode geometris untuk ekstraksi ciri antara lain; Concentric-Circles Based Method (CCM), Contour Tracing Method (CTM), Angle-Based Contour Representation Method (ABM), dan Geometrical Parameters Method (GPM) dari klasifikasi diperoleh tingkat pengenalan rata-rata 93,5%. 3
Amarendra [8] menggunakan 2D Gabor filters untuk mengekstraksi ciri. Orientasi spasial fitur bentuk gray scale dapat efisien dikodekan menggunakan filter Gabor dan rincian orientasi ini menghasilkan template digunakan untuk pencocokan dari eksperimennya menghasilkan akurasi antara 96,27% dan 95,93%. Guo [13] memperkenalkan metode ekstraksi ciri dengan menggunakan Local Similarity Binary Pattern (LSBP) hasil pengujian dengan database USTB menghasilkan akurasi 93,2%. Mahoor [14] mengusulkan metode Shape from Shading (SFS) untuk mengekstraksi ciri citra telinga, dan metode Gabor Feature untuk mengekstraksi ciri citra wajah dengan penggabungan di tingkat skor. Tingkat pengenalan terbaik 98% pada penggabungan dengan metode product of score, min score diperoleh akurasi 76,2% dan max score diperoleh akurasi 96,4%. Darwish [15] mengusulkan pendekatan Principal Component Analysis (PCA) untuk mengekstraksi ciri citra wajah dan telinga, dan dengan penggabungan di tingkat score. Tingkat pengenalan yang terbaik 92,24% dengan FAR 10% dan FRR 6,1%. Kisku [16] mengusulkan metode Gaussian Mixture Model, Gabor Wavelet Filter untuk mengekstraksi ciri citra telinga dan citra wajah, dengan penggabungan di tingkat skor menggunakan teori keputusan Dempster-Shafer (DS), tingkat pengenalan terbaik 95,53%, FRR 5,55%, FAR 3,4%, dan EER 4,47%. Yazdanpanah [17] mengusulkan metode ekstraksi ciri dengan Gabor-PCA, dan penggabungan di tingkat skor. Tingkat pengenalan 97,5%. Amirthalingam [18] mengusulkan metode untuk mengekstraksi ciri dengan PCA untuk citra wajah dan Locally Linear Embedding (LLE) untuk citra telinga. Tingkat pengenalan terbaik 95,1%. Gambhir [19] mengusulkan metode ekstraksi ciri dengan PCA untuk mengekstraksi ciri citra wajah dan telinga dengan penggabungan di tingkat skor. Tingkat pengenalan mencapai 88%. Penelitian Agarwal [10] menerapkan gabungan wavelet transform, teknik statistik dan analisis geometris dalam pengenalan manusia, tingkat pengenalan tertinggi 93%. Penelitian Rahman [12] menerapkan analisis geometris berdasarkan jarak titik terluar kontur telinga terhadap titik tengah garis panjang telinga untuk 4
pengenalan manusia. Kumar [7] pendekatan identifikasi telinga menggunakan localized orientation information dan memeriksa informasi fase tingkat keabuan lokal menggunakan filter Gabor, tingkat akurasi tertinggi yang diperoleh sebesar 96,27%. Prakash [20] menerapkan metode local feature extraction technique (SURF) dan nearest neighbor classifiers dalam pengenalan telinga diujikan pada IIT Kanpur ear database menghasilkan tingkat akurasi sebesar 96,75%. Tabel 1.1. Daftar beberapa penelitian yang terkait dengan pengenalan biometrika menggunakan telinga Peneliti Cara / metode/fusion Biometrika Kinerja Kelemahan/ keunggulan Xiaona [21] Darwish [13] Full-Space Linear Discriminant Analysis (FSLDA) Ekstraksi ciri dengan PCA Pan [22] KFDA Kisku [16] Amirthalingam [18] Yazdanpanah [17] Gaussian Mixture Model, Gabor Wavelet Filter LLE dan PCA Gabor-PCA, penggabungan di tingkat skor telinga Wajah, telinga dan Gait Gambhir [19] PCA 94,05% 92,24%, FAR 10%, FRR 6,1% 96,84% (fusion), 91,77% 95,53% (fusion), 93,35% 95,1% (fusion) 97,5%, 82,5% 88%, 84% Tingkat akurasi dipengaruhi pose citra wajah dan telinga Diujikan dengan database wajah dan telinga dengan rotasi - 5 o,0 o dan +5 o Diujikan dengan camera) dengan satu posisi 5
Islam [23] Agarwal [10] Rahman [12] L3DF, Iterative closet point gabungan wavelet transform, teknik statistik dan analisis geometris analisis geometris berdasarkan jarak titik terluar kontur : 96,8% 90% 93%. 96,8% telinga Kumar [24] filter Gabor 96,27% Prakash [20] SURF 96,75% Guo [13] LBP 93,2% satu posisi kamera) satu posisi webcam) satu posisi kamera) satu posisi 3 posisi 3 posisi Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengenalan telinga yang telah dipaparkan, baik sudut pandang data set citra telinga maupun pendekatan yang digunakan. Penelitian-penelitian sebelumnya lebih cenderung menggunakan data set citra telinga dengan satu orientasi posisi, tanpa memperhatikan berbagai posisi pengambilan citra. Penelitian ini menggunakan pendekatan berdasarkan kontur telinga. Untuk memperoleh kontur telinga sangat didukung oleh proses segmentasi dan deteksi tepi citra telinga. pengenalan biometrika telinga sangat dipengaruhi oleh teknik dalam mengubah kontur telinga menjadi ciri-ciri dalam satu kelas. Teknik ekstraksi ciri yang dilakukan penelitian ini mempunyai perbedaan dengan penelitian tentang pengenalan biometrika telinga yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya seperti yang telah dipaparkan di bagian depan. Penelitian Yazdanpanah [17] menggunakan gabungan Filter Gabor dan PCA untuk pengenalan personal. Penelitian yang dilakukan memiliki kelemahan yaitu pola yang dihasilkan kurang tajam sehingga dapat menurunkan akurasi sistem dan terjadi 6
peningkatan akurasi setelah penggabungan dengan PCA. Dengan alasan inilah penelitian ini menggunakan analisis fraktal dalam memperoleh ciri-ciri telinga. 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknik identifikasi manusia berdasarkan kontur telinga dengan teknik ekstraksi ciri dan klasifikasi yang tidak tergantung pada posisi pengambilan citra telinga. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan sesungguhnya merupakan suatu fondasi untuk melakukan otomatisasi dalam mengidentifikasi manusia, terutama untuk mengidentifikasi manusia berdasarkan kontur telinga. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang nyata dalam pengembangan keilmuan tentang identifikasi manusia yakni dengan menunjukkan pendekatan yang cocok digunakan untuk kepentingan identifikasi manusia dengan bantuan teknologi informasi. Selain itu, hasil penelitian ini mempunyai potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi biometrika lainnya berdasarkan kontur dan bentuk, misalnya telapak tangan, bibir, sidik jari, dan Finger Knuckle Prints. Secara umum, penelitian ini memberikan manfaat yang luas dalam berbagai bidang aplikasi, antara lain: pertama, aplikasi komersil, seperti: pembuatan sistem absensi otomatis, keamanan data elektronik, keamanan data, ATM, dan sistem keamanan untuk mengakses suatu area atau ruangan. Kedua, implementasi software yang dihasilkan dapat digunakan sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi manusia forensik yaitu dapat mengidentifikasi pelaku kejahatan dan mengidentifikasi jenazah. Ketiga, aplikasi untuk pemerintahan, seperti pembuatan KTP dan paspor. 7